Sinar matahari pagi menerpa wajah Sarah yang masih terbalut selimut. Merasa silau, Sarah mengucek matanya lalu menggeliat.Mengingat kejadian malam tadi senyuman diwajahnya mengembang, "Apa kabar suamiku? Sudah mengerangkah kau di sana?" Setelah bersih-bersih badannya terasa lebih segar, sudah terlihat rapi dengan setelannya, Sarah pun keluar menuju meja makan. Tak lupa sedikit menoleh ke ruang keluarga."Kemana jasadnya? Menghilangkah? Ah, lupakan saja. Lebih cepat menghilang itu lebih baik."Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini Sarah merasa sedikit lebih enteng. Sarapannya sudah tersedia di atas meja, rumah sudah terlihat rapi dan bersih tanpa ia kerjakan.Seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan wajah kaku. Sarah mengembangkan senyum dan menyapanya."Selamat pagi, Oh. Ya, kita belum berkenalan. Namaku Sarah." Sarah mengulurkan tangannya. Melihat hal demikian, wanita itu langsung mengelap tangannya masih basah dengan celemek lalu menyambut tangan Sarah."Saya Jumiatu
*Sementara di tempat lain Dian baru membuka ponselnya dan membaca pesan dari Sarah."Penderitaanmu berakhir cukup sampai disini. Karena Sarah sudah memintaku untuk mengembalikanmu kepada orangtuamu," ucap Dian memandang ke arah Karin yang terikat di atas kursi.Kondisinya sangat mengenaskan, tubuhnya semakin mengurus, tidak dapat bergerak, air mata tak lagi mau mengalir. Tapi tadi pagi Karin mengalami sedikit perubahan mulutnya sudah bisa digerakkan dan berbicara walaupun setiap kalimatnya belum bisa dimengerti.Dian mengemaskan semua barang-barang milik Karin, sampai dirinya menemukan satu foto yang membuat dadanya menjadi sesak, detak jantungnya tak beraturan. Bayangan masalalu kembali menghiasi pikirannya.'Bagaimana bisa foto perempuan laknat ini bisa berada di dalam dompet Karin? Apa wanita ini adalah ibunya?" Dian menatap wajah Karin dengan sinis. Perlahan dia melangkah mendekati Karin."Jelaskan padaku, siapa perempuan ini?" Dian mencengkeram pipi Karin, "Cepat jawab!""Iii ..
Seperti yang sudah mereka janjikan, hari ini Dian dan Sarah pergi ke sebuah cafe untuk menemui seseorang."Mbak Dian, aku membutuhkan orang yang benar-benar bisa di percaya," ucap Sarah saat mereka sudah dekat."Kamu tenang saja Sarah, teman mbak yang namanya Dewi, dia sangat mengagungkan uang. Dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan rupiah.""Apa mbak sudah bilang sama dia, kalau aku akan membayar upah dengan jumlah besar.""Sudah, dia sangat tertarik sekali," jawab Dian memberhentikan mobilnya di area parkiran.Mereka melangkah masuk ke dalam cafe, terlihat seorang wanita melambaikan tangan ke arah mereka."Nah, itu dia orangnya," ucap Dian sembari mengajak Sarah menghampirinya."Hai ... Dewi, apa kabar," sapa Dian sambil cipika-cipiki."Kabar baik," jawabnya lembut."Eh, kenalin ini Sarah, yang aku ceritakan kemarin." Keduanya saling memperkenalkan diri.Senyuman sarah mengembang setelah memerhatikan Dewi dengan teliti, bisa dikatakan wanita itu nyaris sempurna. Penampilannya
Fandi terdiam sejenak, dia akui Sarah memang wanita yang tangguh. Karena ketangguhannya Fandi merasa insecure sebagai suaminya. Egonya tersinggung sebagai laki-laki.Sarah sulit untuk ditaklukkan, dan lebih mendominasi dalam rumah tangga mereka. Dia selalu memimpin segala hal, dan Fandi nyaris selalu menjadi pecundang dalam segalanya.Hanya jabatannya lah yang bisa ia banggakan selama ini. Dan itu pun sudah dirampas oleh Sarah."Apa setelah uangmu kembali, kamu mau memaafkanku dan tidak jadi memecatku?" tanya Fandi penuh harap."Kita lihat nanti saja," jawab Sarah memalingkan wajahnya. Dirinya enggan berlama-lama menatap orang yang tidak punya rasa malu itu."Oke! Aku akan bayar secepatnya." Usai berkata begitu, Fandi langsung keluar dari ruangannya Sarah.Terdengar gumam tawa bercampur cemoohan, saat ia melewati karyawan lain yang menyaksikan bagaimana dirinya dipermalukan barusan."Diam! Akan ku catat wajah-wajah kalian yang telah berani menertawai ku. Ingat! Aku akan balas setelah j
"Masalah?""Ya, perusahaan ini awalnya milik ayah dan ibu kandung saya. Setelah ibu meninggal, ayak menikah lagi dengan janda anak satu. Dan tak lama kemudian ayah sakit sehingga ibu dan kakak tiri saya yang meneruskannya. Saya disuruh bersekolah diluar negeri untuk mengejar cita-cita yang diinginkan ibu ." Dokter Zain menjeda ucapannya."Sebelum meninggal ayah menuliskan surat wasiat, perusahaan ini belum bisa jadi milikku kalau aku belum menikah. Dan melihat kondisimu kemarin, aku baru mengerti kalau dulu ayah juga di berikan obat oleh ibu tiri saya."Terlihat jelas dari raut wajah dokter Zain, ada kebencian yang mendalam dimatanya saat menceritakan kisah ini."Lalu apa hubungannya dengan kerjasama perusahaan kita?" tanya Sarah setelah cukup lama terdiam.Dokter Zain terlihat gugup, kemudian menarik napas sebelum berbicara."Sarah, mohon maaf sebelumnya, apakah benar yang dikatakan pak Anwar kalau kamu sudah menggugat cerai suamimu?" Sarah cukup terkejut mendengar pertanyaan dokter
Maya mengambil foto yang terjatuh, matanya membulat seketika. Berkali-kali mengucek matanya tak percaya dengan apa yang dilihatnya."Kurang ajar! Dasar tak tahu diri," pekik Maya dengan kemarahan yang sangat membara.melihat Siska terdiam dengan tangan yang masih bergetar, Maya mengusap punggung anak sulungnya itu."Ada apa ini?" tanya Fandi baru datang bersama Nesya, mendapati kakaknya bercucuran air mata.Fandi menatap ibu dan kakaknya bergantian, sorot matanya meminta penjelasan. Namun keduanya masih membungkam.Nesya pun ikut duduk dan memeluk Siska, meski wajahnya menunjukkan ekspresi kebingungan.Pandangannya tertuju pada foto yang berserak dilantai. Matanya menyipit memastikan penglihatannya."Nes, telpon bajingan itu! Suruh dia pulang sekarang juga," perintah Siska dengan isak tangis yang menyayat hati."I—iya kak," ucap mengotak-atik ponsel Siska lalu menempelkan ponsel ke telinganya.Fandi tertegun memandang Siska, sesakit itukah dikhianati? Matanya ikut memanas melihat hal i
"Hentikan!" Teriak Andi menghentakkan tangan Siska."Kurang ajar kamu Andi, berani-beraninya kamu menyakiti hati anak saya!" teriak Maya yang baru saja datang dari belakang."Sudah Ma, kita selesaikan ini dengan baik-baik." Fandi menahan Maya yang hendak ikut menyerang Andi.Semuanya kini telah duduk diatas sofa, Andi duduk hadapan dengan Siska yang masih nangis sesenggukan."Apa semua ini, Mas? Apa kurangnya aku sehingga kamu tega sama aku?" tanya Siska sembari menunjukkan foto-foto kemarin."Kebetulan semuanya sudah tahu, tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi. Agar tidak menjadi dosa, aku akan segera menikahi Dewi.""Tidak! Aku tidak mau berbagi, lebih baik kita bercerai saja," sengit Siska."Setan alas! Tidak tahu diuntung kamu Andi, selama ini kurang baik apa kami sama kamu," sergah Maya."Kenapa? Bukankah selama ini mama selalu bilang, agama tidak pernah melarang poligami. Bukan begitu Fandi?" Andi melontarkan pertanyaannya sambil menatap lekat pada Fandi.Fandi yang sedari tadi
Setelah seharian dikantor, Sarah langsung menghempaskan tubuhnya diatas sofa ketika dirinya sudah di rumah.Ting! Sebuah pesan masuk ke ponselnya, mengalihkan perhatiannya. Segera ia ambil ponsel dari tas kecilnya.[Nanti malam aku jemput ya, kita makan dicafe biasa.] Sarah tersenyum menerima pesan dari dokter Zain. Dengan cepat tangannya menari-nari di atas layar ponsel untuk membalas pesan itu.[Oke pak dokter.] balas Sarah sertai emoticon jempol diakhir Kalimat.Saat dia hendak meletakkan ponselnya, sebuah pesan kembali masuk. Dia berpikir itu pasti balasan dari dokter Zain lagi. Dengan semangat ia membukanya. Namun, betapa terkejutnya dia, ternyata pesan itu bukan dari dokter Zain, melainkan dari nomor tak dikenal.[CEPAT DATANG KE SINI ATAU KU AKHIRI HIDUP TEMANMU? JANGAN BERANI BERURUSAN DENGAN POLISI JIKA KAMU TIDAK MAU TEMANMU TINGGAL JASADNYA SAJA]Begitulah kira-kira isi pesannya, disertai foto seorang wanita yang sedang disekap di sebuah rumah dan informasi tentang lokasi t
Sarah terbangun kala mendengar gemericik air di kamar mandi, menoleh ke sebelahnya tidak ada Zain disana."Mas," panggilnya."Iya Sayang. Aku di kamar mandi."Selang beberapa menit Zain keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang masih basah."Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Sarah lagi."Kamu terlalu lelah Sayang, jadi istirahatlah, karena nanti malam aku akan menambah durasinya," jawab Zain sambil terkekeh kecil.Sementara Sarah bergidik mendengar ucapan suaminya."Aku bercanda Sayang, sekarang mandilah. Aku sudah memesan sarapan untuk kita."*Usai Sarapan Zain membuka kembali laptopnya, untuk mengetahui kabar perusahaan sepeninggalnya."Sayang, kamu tahu tentang berita yang sedang viral?" tanyanya pada Sarah yang baru duduk di sebelahnya."Tidak, emangnya apa?" "Aku juga belum tahu apa isi beritanya, di grub WhatsApp semua pada membicarakannya."Sarah pun mengambil ponsel yang diberikan oleh Zain. Seketika itu juga Sarah terkejut saat melihat sebuah video viral yang
Karena keduanya kini sudah saling mempunyai perasaan, Zain ingin mempererat hubungan mereka, ia merencanakan menjalani honeymoon mereka yang tertunda, dengan dalih mengajak istrinya berlibur untuk refreshing.Zain memilih Maladewa atau dikenal sebagai Maldives. Ia merasa cocok jika membawakan Sarah ke sana.Maladewa adalah sebuah negara yang terletak di bagian selatan benua Asia. Dan merupakan kota impian istri tercintanya.Zain juga sudah memesan resort terbaik dan dekat dengan pantai, ia ingin membuat Sarah merasa nyaman dan bahagia selama honeymoon mereka. Mereka baru saja tiba tiga puluh menit yang lalu. Terlihat jelas raut wajah bahagia Sarah, akhirnya dia bisa menikmati keindahannya pantainya secara langsung. Karena selama ini ia hanya bisa melihat pemandangan itu melalui internet."Mas, aku sungguh bahagia hari ini. Terimakasih ya atas semuanya." "Sama-sama, Sayang. Selain membuatmu bahagia rasanya tidak ada lagi hal yang terwajib aku lakukan sebagai seorang suami."Sarah ter
"Aku hamil.""Hamil? Lalu siapa ayah dari bayimu?""Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja kamu adalah ayah dari bayiku, bukankah kamu sudah berjanji akan menikahi ku. Aku juga sudah memberikan kamu modal usaha yang cukup banyak. Kamu tidak lupa kan!" teriak Linda keras.Bersembunyi di tempat yang dirasakan aman, Sarah pun dapat mendengar dan merekam semua apa yang mereka bicarakan.Sarah berpikir itu sudah cukup untuk dijadikan sebagai bukti. Setelah menyimpan ponselnya, dia pun berbalik untuk kembali ke mobilnya. Sontak dia kaget saat melihat seorang laki-laki berdiri di depannya. "Sedang apa kamu disini?"Baru saja Sarah mau berteriak, namun tangan lembut itu segera menutup mulutnya."Mas," ucapnya setelah menghela napas panjang. "Tadi aku cariin kamu dirumah nggak ada. Mbak Tati juga bilang kalau kamu terlihat buru-buru, aku jadi khawatir. Mm ... tapi nggak sia-sia aku aktifkan GPS di ponselmu," jawab Zain dengan lalu terkekeh kecil."Sejak kapan?" tanya Sarah sambil menatap Zain
Sarah dan Zain baru saja keluar dari gedung, mereka baru saja selesai meeting. "Kita langsung pulang atau kemana?" tanya Zain pada istrinya."Kita langsung pulang saja Mas, aku mau istirahat," jawab Sarah."Zain!"Keduanya pun menoleh ke sumber suara, terlihat seorang wanita melambai-lambaikan tangannya."Violin," ucap Zain menghampiri wanita itu.Sarah pun mengerutkan keningnya, siapakah wanita itu? Kenapa suaminya terlihat begitu antusias. *Keluar dari kamar mandi, Sarah merasa aneh melihat suaminya seperti baru saja menutup telpon dari seseorang. Entah siapa itu dia pun tak tahu. "Mas, aku sudah selesai. Sekarang kamu mandilah.""Masih ada sedikit pekerjaan yang belum selesai, aku kerjakan dulu," ucap Zain keluar kamar berlalu ke ruang kerjanya.'Kenapa Mas Zain jadi begini? Tetap diam tanpa ada niat untuk menjelaskan siapa perempuan cantik tadi? Setidaknya ada sedikit basa-basi terhadapku, supaya gemuruh dalam dada ini bisa sedikit mereda.' gerutu Sarah dalam hatinya.Entah apa
Dengan posisi menungging dan siap untuk menerima permainan dari Roy, tiba-tiba ..."Awwww," Nesya meringis kesakitan.Beberapa kali lecutan gesper mengenai tubuhnya, sakit perih bercampur menjadi satu. Roy mempunyai kelainan seks, Sadomasokis. Dimana dia sangat bergairah jika melihat pasangannya tersiksa.Sebab itulah banyak wanita yang enggan untuk melayani Roy.Semua tubuh bagian belakang Nesya terlihat koreng akibat lecutan gesper. Setelah merasa puas melihat Nesya meringis kesakitan barulah Roy melanjutkan adegan panasnya.Peluh bercucuran Roy berguling ke samping usai pergumulan yang panas. Kemihnya yang terasa penuh memaksanya ke kamar mandi untuk buang hajat.Saat Roy sudah memasuki kamar mandi, Nesya perlahan bangkit dari tempat tidur. tiba-tiba saja terdengar deringan telpon yang berasal dari ponsel Roy.Terganggu dengan suara yang berisik, Nesya pun mengambil ponsel itu.Dan detik itu juga senyum jahilnya mengembang saat membaca nama Istriku terpampang di layar sebagai pene
Cuaca diluar sangatlah terik, Sarah sedang menikmati makan siangnya di cafe dekat kantornya. Dia sendirian karena Zain makan siang dengan rekan kerjanya apalagi jarak kantor mereka lumayan cukup jauh."Sarah." Tiba-tiba seseorang menyapa dan menghampirinya."Mbak Siska," jawab Sarah."Sarah, kamu apa kabar?" Tanya Siska sambil menarik kursi di depan Sarah."Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak sendiri bagaimana kabarnya?""Ya ... Beginilah," jawab Siska dengan sedikit senyum. "Oh, ya. Aku dengar sekarang kamu sudah menikah dengan pemilik perusahaan terbesar itu ya."Sarah mengangguk pelan sebagai jawaban."Maafin Fandi ya Sar, dia sudah menyakiti kamu.""Sudahlah Mbak, semuanya sudah berakhir. Sekarang mas Fandi pasti sangat bahagia bersama istri dan anaknya."Terlihat jelas raut wajah Siska mendadak lesu."Sepertinya keluarga kami sedang menerima karma," ucapnya dengan suara parau.Sarah menautkan kedua alisnya, tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh iparnya."Ayah berselingkuh dengan
"Enak ya, punya suami orang kaya! Suami kerja sementara kita ongkang-ongkang kaki dan menikmati hasil kerjanya." Terdengar suara Lidia sudah berada di depan kamarnya.Sarah menoleh sambil menyungging senyum, "Ada angin apa sehingga anda membicarakan diri sendiri kepada orang lain?" "Sarah! Belum juga seminggu kamu disini, sebaiknya kamu jaga sikap, karena aku yang berkuasa di rumah ini.""Berkuasa? Seingat ku rumah dan segala isinya ini bukan milikmu, seharusnya kamu sadar kalau kamu itu ibaratkan sirih yang hidupnya cuma numpang di batang.""Lancang sekali mulutmu, Sarah!" Tangan Lidia yang sudah terangkat dengan cepat ditangkap oleh Sarah lalu dihempaskan dengan kasar."Jangan membuatku marah, karena kamu bukan lawan yang sulit untuk ku hadapi."***Sementara di lain tempat Fandi yang sedang pusing karena baru saja mendapatkan telpon dari Frans yang menagih hutang-hutangnya.Masuk kedalam kamar niatnya ingin berkeluh-kesah dengan Nesya, tapi dia tidak menemukan istrinya disana padah
Dua hari kemudian, Sarah yang sedang menikmati sarapannya seketika melongo saat mendengar bel pintu yang terus berbunyi."Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?" gumamnya seraya bangkit dari duduknya. Tak lupa pula tangannya menyambar ponsel yang terletak di atas meja makan.Alis Sarah terangkat sebelah saat melihat seorang wanita yang bertamu ke rumahnya pagi-pagi sekali. Ya, wanita itu adalah Lidia, ibu tiri dokter Zain."Bisa kita bicara?" tanya Lidia dengan wajah yang tampak serius. "Ya, bicara saja langsung," ucap Sarah dengan datar."Ini hal yang sangat penting! Boleh saya masuk?" tanya Lidia lagi.Sarah memperbolehkan Lidia masuk dan mereka pun duduk di sofa. Karena kedatangan Lidia yang tampak serius, Sarah pun bersiap merekam suara lewat ponselnya. Berjaga-jaga siapa tahu suatu saat nanti mereka membutuhkannya."Saya dengar kamu pernah gagal dalam pernikahanmu, apa benar?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Lidia."Ya benar," jawab Sarah tegas disertai anggukan kepala."S
"Dari mana saja kamu sampai subuh begini baru pulang," tanya Fandi saat melihat Nesya mengendap-endap hendak masuk.Usai mengatur napas karena kaget, Nesya menjawab pertanyaan Fandi dengan rasa jengkel."Bukan urusanmu, sejak kapan kamu pedulikan aku?""Nesya! Kamu itu lagi hamil dan kamu adalah istriku, jadi aku berhak tahu kemanapun kamu pergi!" Fandi mengeraskan suaranya.Nesya memiringkan senyumnya, "Aku pulang jam segini, karena aku cari kerjaan. Dan kamu bilang aku istrimu, itu hanya sebagai STATUS," Nesya menekan kalimatnya "kamu tidak pernah mencukupiku layaknya seorang istri, kamu tidak pernah adil antara aku, ibu dan kak Siska. Bahkan aku merasa mereka bukanlah mertua dan ipar, melainkan maduku."Fandi mengangkat tangannya hendak menampar Nesya, tapi Nesya lebih sigap menangkapnya."Ingat Mas, aku bukanlah Sarah. Orang yang bisa sabar menghadapi sikapmu," Nesya langsung berlalu usai berkata begitu.Sedangkan Fandi tertegun. Perasaan menyesal itu kembali menggerayanginya. Anda