Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka.
Mahira duduk di sofa dan dia tidak tertarik untuk bersiap karena memang tidak mau ikut dengan Elvis pulang ke Indonesia. Wanita itu menyalakan tv dan menonton.“Kita harus bersiap ke bandara.” Elvis berdiri di depan Mahira menutupi tv.“Aku tidak mau ikut,” tegas Mahira.“Kenapa? Apa kamu sudah jatuh cinta dengan pria Jepang?” tanya Elvis menatap tajam pada Mahira.“Bisa saja.” Mahira tersenyum. Wanita itu menjawab asal saja dan tidak tahu akan membuat Elvis marah.“Tidak akan semudah itu, Mahira.” Elvis mencengkram dagu lacip Mahira.“Apa yang kamu lakukan?” Mahira sangat heran dengan Elvis. Pria itu kadang lembut dan tiba-tiba berubah menjadi kasar. “Kamu mau ganti pakaian atau tidak?” tanya Elvis.“Tidak,” jawab Mahira menepisa tangan Elvis. “Baiklah. Kamu sudah cantik dengan baju ini.” Elvis segera menggendong Mahira.“Elvis! Turunkan aku!” Mahira kembali dibuat kesulitan oleh Elvis. Dia dipikul seperti barang.“Kamu mau bawa aku kemana?” tanya Mahira.“Ke bandara,” jawab Elvis.
Sasa membuka mata. Wanita itu turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi tanpa kursi roda karena dia memang tidak lumpuh.“Segarnya.” Sasa keluar dari kamar mandi dengan baju handuk. Dia duduk di depan cermin dan merias diri.“Kapan Kak Elvis akan pulang? Apa dia menyusul Mahira di Jepang?” Sasa mengambil ponsel dan menerima panggilan dari seseorang.“Halo, Bu. Pak Elvis sudah kembali ke Indonesia,” ucap seorang pria dari ponsel.“Kapan?” tanya Sasa.“Semalam. Dia membawa Ibu Mahira ikut serta,” jawab pria itu. “Apa?” Sasa yang duduk segera berdiri. Dia sangat marah karena berpikir Mahira telah pergi jauh ke luar negeri.“Apa dia pulang ke rumah Elvis?” tanya Sasa.“Tidak, Bu. Kami melihat Pak Elvis pergi ke rumah lain,” jelas pria itu.“Kirim alamat rumah itu,” tegas Sasa.“Baik, Bu.” Panggilan terputus. “Mahira, seharusnya kamu tidak pernah kembali ke Indonesia. Aku hampir mendapatkan Elvis. Arrggh!” Sasa menghambur tempat tidur. Melempar bantal dan guling ke lantai. “Aku akan memb
Mahira kembali ke kamar. Dia berganti pakaian. Wanita itu mengambil tas dan mengisi dengan perlengkapan medisnya. Membawa ponsel dan menghubungi Ela. “Halo, Ela. Aku akan mengirim alamatku. Apa kamu bisa menjemputku?” tanya Mahira.“Anda di mana, Dok?” Ela balik bertanya. “Aku akan sharea lokasi,” ucap Mahira.“Baik, Dok.” Ela bingung.“Apa Dokter Mahira di Indonesia?” tanya Ela yang menunggu pesan dari Mahira.“Benar. Lokasi ini tidak terlalu jauh. Aku akan berikan kepada Pak Feliz.” Ela meneruskan pesan Mahira kepada Feliz.Mahira keluar dari kamar tanpa membawa apa pun kecuali ponsel dan tas miliknya. Dia berjalan menuju pintu utama.“Anda mau kemana, Nyonya?” tanya pelayan.“Saya bukan Nyonya di rumah ini.” Mahira tersenyum dan melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.“Maaf, Bu. Anda dilarang meninggalkan rumah tanpa izin Pak Elvis.” Dua orang pengawal pria berdiri di depan Mahira.“Apa? Dia tidak punya hak menghentikan aku. Kalian menyingkirlah!” Mahira menatap tajam pada
Elvis pergi ke luar kota tanpa memberitahu Mahira. Pria itu terbang dengan pesawat pribadinya dan ponsel pun dimatikan.“Hey, pria gila. Kenapa ponsel kamu mati? Aku bisa ikut gila terus berada di dalam rumah ini.” Mahira duduk di sofa. Dia melihat ada buah-buahan di atas meja.“Nyonya, ini jus buah Anda dan juga kue yang masih panas.” Pelayan meletakkan banyak makanan di atas meja.“Terima kasih.” Mahira menatap bibi yang tersenyum.“Hm.” Mahira memakan buah-buahan yang ada di atas meja.“Enak,” ucap Mahira. Dia yang dulu pernah diperlakukan seperti pembantu kini menjadi Nyonya besar dan dilayani dengan baik oleh para pelayan. Wanita itu bahkan dijaga oleh para penjaga.“Jadi Nyonya, tetapi terkurung. Dulu jadi pembantu, tetapi bisa pergi ke pasar.” Mahira membandingkan kehidupan dua tahun lalu dan saat ini.“Perubahan yang sangat signifikan,” ucap Mahira. Dia tersenyum tipis.“Tetapi akum au bebas tanpa terikat dengan siapa pun. Aku lelah dengan kehidupan dua tahun terakhir. Aku mau
Relia memperhatikan Rangga yang tidak mengalihkan pandangan dari Mahira. Pemuda itu pun senyum dengan tulus dan tidak seperti biasanya.“Kak, aku mau bicara dengan Kak Mahira berdua,” ucap Relia.“Tentu saja.” Mahira memang mau berbicara dengan Relia agar gadis muda itu bisa membawanya keluar dari rumah.“Kak Rangga, aku bicara sebentar dengan Kak Mahira.” Relia menarik tangan Mahira menjauh dari Rangga. Mereka pergi ke taman samping.“Kak, apa Kakak sudah balikan dengan Kak Elvis?” tanya Relia.“Tidak. Makanya, aku mau minta tolong sama kamu untuk bawa aku pergi dari rumah ini. Aku tidak mau bersama Elvis lagi,” jelas Mahira.“Kenapa?” Relia menatap Mahira.“Tidak apa. Aku tidak mau kembali bersmaa Elvis. Itu saja dan tidak ada alasan lain,” tegas Mahira.“Jadi, tolong kamu bawa aku keluar dari rumah ini. Ya.” Mahira memelas.“Ya.” Relia mengangguk. Mereka kembali kepada Rangga yang hanya duduk diam. “Apa sudah selesai?” tanya Rangga.“Sudah,” jawab Relia.“Ayo kita pergi,” ajak Mahi
Mahira mendapatkan pesan dari Rangga. Pemuda itu mengundang Mahira untuk makan malam. Dia akan menjemput di pukul tujuh.“Maaf. Aku tidak bisa.” Mahira menolak undangan Rangga.“Aku sudah menerima ucapan terima kasih dari kamu dan keluarga. Aku rasa itu saja sudah cukup,” balas Mahira lagi pada pesan Rangga.“Benar-benar tidak mudah.” Rangga tersenyum melihat pesan penolakan dari Mahira.“Aku penasaran. Apa hubungan Dokter Mahira dengan Relia? Mereka terlihat dekat,” ucap Rangga yang masih berada di kampus. Pemuda itu cukup sibuk karena dia akan segera lulus kuliah.“Aku akan meminta Mama langsung menghubungi dokter Mahira. Pasti dia tidak bisa menolak.” Rangga beranjak dari kursi dan pergi ke tempat parkir. Pemuda itu sudah bersiap untuk pulang.“Kak Rangga.” Manisa tersenyum pada Rangga.“Ya. Kamu siapa?” tanya Rangga.“Ah, aku Manisa. Adiknya dokter Mahira.” Manisa mengulurkan tangannya. Wanita muda itu sudah lama mengikuti Rangga dan menunggu kesempatan untuk mendekat.“Oh. Benarka
Mirna pergi ke rumah keluarga Elvis. Wanita itu sangat kesal karena tidak mendapatkan kiriman uang lagi dari Mahira dan menantunya. Dia tidak bisa menghubungi anak tiri serta menantunya.“Aku terus menunggu hingga saldo kami terkuras dan belum ada uang masuk.” Mirna turun dari mobil yang berhenti halaman rumah keluarga Elvis.“Permisi. Spada.” Mirna menekan bel.“Ada apa, Bu? Anda mencari siapa?” tanya pelayan. “Aku mau bertemu dengan Elvis,” jawab Mirna.“Silakan masuk.” Pelayan sangat mengenal mama tiri Mahira yang dulu sering datang meminta uang kepada Elvis.“Pak Elvis sedang tidak di rumah,” ucap pelayan kepada Mirna yang sudah duduk di sofa mewah.“Kemana dia?” tanya Mirna dengan sombong.“Pak Elvis pergi ke luar kota dan sudah beberapa hari tidak pulang,” jawab pelayan.“Oh. Pantas saja dia belum mengirimkan uang. Mungkin karena sibuk dengan pekerjaan,” ucap Mirna tanpa malu.“Apa Mahira ikut Elvis?” tanya Mirna.“Itu tidak mungkin. Mahira hanya wanita buangan yang terpaksa din
Manisa menghentikan mobil tepat di ujung gang yang buntu. Wanita itu memutar kendaraanya dengan tenang.“Tidak ada siapa pun di sini,” ucap Mahira.“Iya. Kita kembali saja. Mungkin dia sibuk.” Manisa tersenyum dan berhasil memutar arah mobil.“Nanti aku coba hubungi dia lagi dan dibayar dengan cara transfer saja.” Manisa mematikan mesin mobil. “Apa bisa minta nomor ponsel Kak Mahira? Nanti aku kirim nomor rekeningnya,” ucap Manisa. “Scan saja.” Mahira mengeluarkan ponsel dan mendekatkan dengan ponsel Manisa.“Ada jaringan,” ucap Mahira karena Manisa berhasil menscan nomornya.“Iya kebetulan. Aku simpan ya, Kak.” Manisa membuka kunci pintu mobil tanpa sepengetahuan Mahira.“Ada banyak panggilan dari Elvis dan Relia.” Mahira bingung.“Aku telpon ulang Relia saja. Aku tidak mau berurusan dengan Elvis.” Mahira mencoba melakukan panggilan ulang ke nomor ponsel Relia.“Keluar!” Pria bertopeng membuka pintu Manisa dan Mahira.“Hah!” Mahira terkejut hingga ponsel terjatuh ke tanah. Tubuhnya
Sasa hilang tiada kabar dan Elvis tidak peduli karena pria itu memang ingin menyingkirkan wanita itu dari kehidupannya. Mahira yang telah mengikuti program kehamilan akhirnya berhasil. Dia mengandung bayi sesuai harapan.Elvis sangat mencintai istrinya begitu juga dengan keluarganya. Mereka meminta maaf dan berharap bisa menjadi keluarga seutuhnya.“Sayang, kamu tidak boleh melakukan apa pun yang membuat lelah.” Elvis mengusap perut Mahira yang besar.“Aku hanya duduk dan makan.” Mahira tersenyum.“Cepatlah keluar agar ibu kalian tidak keberatan membawa kemana-mana.” Elvis mencium perut Mahira.“Hahaha. Apa sih? Tidak lama lagi juga mereka lahir.” Mahira mengusap kepala Elvis.“Aku kasian melihat kamu sudah kesusahan dengan perut yang besar.” Elvis menatap Mahira.“Tidak susah. Inilah keajaiban wanita hamil. Mereka diberikan keistimewaan.” Mahira menyentuh pipi Elvis dengan kedua tangannya.Elvis terus menemani Mahira di rumah. Pria itu tidak pergi ke Perusahaan karena sang istri sedan
Leo dan Sasa makan hingga selesai. Keduanya tampak semakin dekat. Sasa pun merasa dihargai oleh pria tampan.“Apa kamu sudah mau kembali?” tanya Leo.“Bagaimana dengan kamu?” Sasa balik bertanya.“Aku akan mengikuti keinginan kamu,” ucap Leo.“Apa rumah makan ini bisa bergerak mendekat ke sana?” Sasa menatap Leo.“Tentu saja. Apa kamu mau bertemu dengan mantan?” tanya Leo.“Apa kamu mau pura-pura jadi kekasihku?” Sasa tersenyum malu.“Jadi kekasih sesungguhnya pun boleh,” ucap Leo.“Benarkah? Apa kamu tidak berbohong padaku?” Sasa memegang tangan Leo.“Tentu saja. Aku akan membawa kamu mendekati mereka. Tunggu di sini.” Leo melepaskan tangan Sasa.“Terima kasih.” Sasa benar-benar senang. Dia melihat Leo pindah ke perahu dan berbicara dengan pelayan.“Sasa, kamu duduklah dengan tenang dan berpegangan. Kami akan menarik gazebo,” ucap Leo.“Ya.” Sasa mengangguk.“Apa sudah siap?” tanya Leo.“Siap.” Sasa berpegangan pada tiang gazebo.“Maaf, Pak. Kita harus lebih ke tengah karena lewat tep
Makan malam romantic di tengah laut telah siap. Mahira dan Elvis diantar dengan perahu untuk bisa sampai ke tujuan.“Cantik sekali.” Mahira memperhatikan sekeliling.“Apa kamu suka?” tanya Elvis.“Tentu saja. Terima kasih, Sayang. Ini adalah makan malam yang romantic.” Mahira merebahkan kepalanya di lengan kekar Elvis. Pasangan itu benar-benar menikmati hari-hati yang tenang dan bahagia.“Tidak perlu terima kasih, Sayang. Aku senang bisa membuat kamu bahagia dan suka.” Elvis mencium dahi Mahira.“Mm.” Mahira mengangguk.Perahu yang bergerah santai itu tiba di sebuah gazebo yang berada tepat di atas laut lepas. Makanan telah tersaji dengan dua pelayan siap memberikan pelayanan terbaik untuk tamu Istimewa. “Selamat datang, Pak Elvis dan Ibu Mahira.” Sepasang pelayan tersenyum kepada Mahira dan Elvis.“Kalian boleh pergi!” perintah Elvis. Pria itu hanya ingin berdua dengan Mahira.“Baik, Pak. Kami permisi.” Pelayan pun naik ke atas perahu dan pergi meninggalkan Elvis berdua dengan istrin
Mahira menikmati makanan berbahan daging kelinci, kancil dan trenggiling. Wanita itu benar-benar tersenyum puas bisa makan-makanan yang tidak biasa.“Bagaimana?” Elvis pun tersenyum menatap lucu pada Mahira dan dirinya sendiri. Mereka berdua penasaran dengan daftar menu sehingga mencobanya.“Aku suka,” bisik Mahira di telinga Elvis dengan tertawa kecil.“Hahaha.” Elvis pun tertawa lepas. Dia tidak menyangka istrinya yang tampak Anggun akan menyukai daging mahal dan tidak biasa.“Aku juga suka, Sayang.” Elvis mencubit hidung Mahira.“Kita bungkus dan bawa ke hotel.” Elvis menyapa pelayan.“Boleh.” Mahira masih ingin makan makanan yang sama.“Kami pesan untuk dibungkus dengan menu yang sama,” ucap Elvis kepada pelayan.“Mohon tunggu sebentar. Kami akan menyiapkan pesanan Anda.” Pelayan tersenyum ramah.“Ya.” Elvis mengangguk.Setelah mendapatkan pesanan dan membayar. Elvis dan Mahira kembali ke mobil. Mereka langsung menuju hotel karena sudah lelah.“Aku mau mandi dan tidur siang,” ucap
Mahira dan Elvis telah berada di dalam pesawat terbang. Sasa pun ikut serta. Wanita itu memilih kursi di belakang agar bisa mengawasi pasangan suami istri yang baru akan berbulan madu.“Mereka akan pergi ke hotel Parai.” Sasa sangat senang karena telah mengetahui tujuan Elvis dan Mahira sehingga dia pun mengikuti mereka.“Sayang, kita pilih penginapan yang di tengah laut itu. Apa bisa?” tanya Mahira.“Aku sudah memesannya dan membayar dengan harga yang mahal.” Elvis tersenyum dan mencubit hidung Mahira.“Apa aku merugikan kamu?” Mahira menatap Elvis.“Apa? Hahaha. Tidak akan, Sayang. Aku bahkan bisa membelikan pulau beserta isinya untuk kamu.” Elvis mencium dahi Mahira.“Terima kasih, Sayang.” Mahira memeluk Elvis. Wanita itu benar-benar menafaatkan cinta dan kasih sayang sang suami sebaik-baiknya. Dia tidak akan membuat dirinya menjadi rugi.Empat puluh lima menit pesawat bisnis telah mendarat di bandara Depati Amir. Sebuah mobil mewah telah menunggu di ujung tangga. Menjemput tamu is
Seorang wanita mendekati Mahira. Dia berdiri dengan tatapan penuh benci.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Sasa. “Sasa.” Mahira beranjak dari kursi. Dia tidak takut sama sekali pada wanita yang selalu berusaha menyakitinya itu.“Kenapa kamu tidak pergi saja menjauh dari KakElvis? Kamu hadir dengan membawa kehancuran,” tegas Sasa.“Apa yang aku hancurkan?” tanya Mahira.“Apa kamu tahu, Kak Elvis kehilangan proyek milyaran karena mencari kamu,” jawab Sasa memberikan berkas kepada Mahira.“Kamu telah menimbulkan kerugian yang besar,” tegas Sasa. “Apa?” Mahira sangat terkejut.“Apa yang bisa kamu berikan kepada Kak Elvis? Tidak ada. Kehadiran kamu benar-benar sebagai pembawa sial,” jelas Sasa.“Aku mencintai Elvis,” ucap Mahira.“Aku akan membayar kerugian yang telah dialaminya dengan hidupku karena Elvis mencintai aku,” tegas Mahira.“Apa?” Sasa sangat kesal karena tidak berhasil membuat Mahira merasa bersalah dan pergi.“Aku tahu bahwa kamu sudah diusir Elvis. Jadi, jangan berhar
Elvis mengendarai mobil hitam tanpa atap sehingga Mahira bisa melihat dengan leluasa. Mereka benar-benar menikmati jalanan sore yang cukup ramai.“Apa kamu ke puncak?” tanya Elvis.“Itu sangat jauh,” jawab Mahira.“Benar. Jika mau liburan. Kita pergi dengan helicopter saja. lebih aman dan cepat,” ucap Elvis.“Liburan kemana?” tanya Mahira.“Kemana pun kamu mau, Sayang.” Elvis menoleh pada Mahira.“Kita ke taman saja untuk hari ini,” ucap Mahira.“Baiklah.” Elvis mengendarai mobil dengan kecepatan standar. Dia menikmati suasana sore bersama Mahira.“Sudah lama tidak jalan-jalan.” Mahira tersenyum melihat langit yang mulai memerah.“Sayang, udara di kota terlalu berpolusi. Mungkin kita bisa pergi ke pantai atau puncak,” ucap Elvis.“Ya. Aku mau ke pantai. Apa bisa?” tanya Mahria.“Besok kita pergi. Malam ini siap-siap. Aku akan meminta Rino mengubah jadwal kerja,” jawab Elvis.“Terima kasih.” Mahira merebahkan kepalanya di pundak Elvis. Wanita itu ingin merasakan bulan madu bersama suami
Elvis mendapatkan laporan tentang Sasa, Mirna dan Manisa. Pria itu sangat berhati-hati. Dia tidak ingin kejadian yang membahayakan nyawa istrinya kembali terulang.“Selalu awasi mereka. Pastikan Sasa meninggalkan negara ini,” tegas Elvis.“Baik, Bos. Aku sudah mengirimkan surat ancamana untuk kelurga Sasa,” ucap Rino.“Beri mereka waktu tiga hari. Jika tidak juga pergi, maka aku akan menghancurkan Perusahaan mereka,” tegas Elvis.“Baik, Bos.” Rino mengangguk.“Aku tidak ingin melihatnya di negara ini lagi. Apalagi sampai mendekati Mahira. Wanita itu sangat berbahaya dan gila,” ucap Elvis tersenyum tipis.“Aku akan pulang sekarang.” Elvis melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dia beranjak dari kursi dan mengenakan jas.“Aku duluan,” ucap Elvis meninggalkan Rino.“Ya.” Rino tersenyum. Dia senang melihat Elvis yang kembali bersemangat karena sudah bersama sang istri. Pria itu pun menjadi rajin ke kantor. Walaupun pulang lebih awal karena dengan mudah rindu pada sang M
Sasa benar-benar kesal karena Mirna gagal membawa Mahira keluar dari rumah Elvis. Dia benar-benar tidak punya lagi kesempatan untuk menyakiti wanita itu.“Arrggh! Apa yang harus aku lakukan?” teriak Sasa. Dia benar-benar kehabisan akal. Wanita itu hanya berada di dalam rumah tanpa bekerja. Ada rasa malu bertemu orang lain karena dirinya bukanlah kekasih masa kecil Elvis.“Elvis mengatakan kepada dunia bahwa cinta pertamanya adalah Mahira. Itu benar-benar sangat memalukan diriku.” Sasa meremaskan jari-jarinya. Dia duduk di tepi kasur.“Aku bahkan tidak berani lagi menampakkan wajah di depan semua orang.” Sasa memukul guling.“Kapan Mahira keluar lagi? Aku akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Wanita itu harus mati. Hahaha.” Sasa benar-benar tertekan. Dia terus mengurung diri di dalam kamar. memperlihatkan wajahnya di depan umum sama saja dengan mempermalukan diri.“Mahira, kenapa kamu merebut Elvis dariku? Kenapa kamu hadir dan menghancurkan impianku? Aku benci kamu, Mahira!”