“Ya, apa lagi? Hanya itu?”“Jadi itu benar. Apa kau sempat mendapatkan ancaman sebelum kau memutuskan menemui Dr. John? Pengaduan pada polisi adalah semata-mata adalah melindungi diri, apa benar ucapanku? Kau memiliki ketakutan besar secara mendadak setelah kematian ibumu di hadapanmu sendiri. Lantas kau mencari tempat berlindung, ataukah mungkin ... terancam dan terpaksa?”“Sudah?”“Sheren ...”“Sudah cukup!”“Kami semua di sini bersamamu. Tuan Bee dan teman-temannya mengejarmu ke Bandung dan membawamu kemari secara mendadak, adalah karena ingin melindungimu.”“Jadi, kalian semua sudah tahu?”“Ya, termasuk dua sepupumu di belakang sana dan juga suami Ibu Fatma. Kami melindungi mereka juga. Kami bekerjasama meminta mereka meninggalkan rumah itu dan datang kemari tanpa sepengetahuan Ibu Fatma.”“Ini alasan persidangannya seolah-
Terdapat perbedaan luar biasa di penghujung perdebatan itu. Aku yang semula menyangka Bee memilik skema kebohongan, mulai mengecilkan hatiku. Siapa sangka aku memang masih perlu belajar untuk tidak cepat menuju segalanya hingga jelas di akhir cerita.Bee, kurasa ia akan kecewa padaku. Betapa di awal saat aku jadi yang pertama berpapasan langsung dengan Ben, aku spontan menilai situasinya sebagai manipulasi. Sempat terlintas sebutan untuk Bee sebagai manusia manipulatif.Jika aku tahu itu semata-mata untuk melindungi Sheren, aku lebih memilih diam. Aku malu bertatap mata dengannya. Apalagi setelah ujaranku yang jelas-jelas mencermati .... aku tak menganggap Bee dan Warda sahabat lagi. Tak ada lagi yang kupercayai mendadak detik awal itu.Dan saat Ben memberitahukan pelaku sebenarnya di ruangan tertutup itu, kami semua menunggu keputusan selanjutnya. Wija menggenggamnya tanganku tiba-tiba. Dia mengetahui bentuk perubahan hati yang menerpaku.“Nat, kit
Terdapat perbedaan luar biasa di penghujung perdebatan itu. Aku yang semula menyangka Bee memilik skema kebohongan, mulai mengecilkan hatiku. Siapa sangka aku memang masih perlu belajar untuk tidak cepat menuju segalanya hingga jelas di akhir cerita.Bee, kurasa ia akan kecewa padaku. Betapa di awal saat aku jadi yang pertama berpapasan langsung dengan Ben, aku spontan menilai situasinya sebagai manipulasi. Sempat terlintas sebutan untuk Bee sebagai manusia manipulatif.Jika aku tahu itu semata-mata untuk melindungi Sheren, aku lebih memilih diam. Aku malu bertatap mata dengannya. Apalagi setelah ujaranku yang jelas-jelas mencermati .... aku tak menganggap Bee dan Warda sahabat lagi. Tak ada lagi yang kupercayai mendadak detik awal itu.Dan saat Ben memberitahukan pelaku sebenarnya di ruangan tertutup itu, kami semua menunggu keputusan selanjutnya. Wija menggenggamnya tanganku tiba-tiba. Dia mengetahui bentuk perubahan hati yang menerpaku.“Nat, kita harus pergi dari sini,” Bee mengham
Kami telah melanjutkan perjalanan dan kali ini benar menuju Via. Tetapi, kami kehilangan sosok itu lagi. Bee, sungguh jadi manusia yang paling sulit dijaga keberadaannya.“Orang awam yang melakukan kriminalitas secara mendadak juga gue rasa .... bakalan seperti Ibu Fatma juga sih, Nul, “Warda untuk pertama kali kulihat bersinergi dengan Cunnul.Ruang mobil serasa lebih sempit karena aku dan Warda sudah tak lagi terbagi dua dengan kendaraan milik Bee. Bang Jo dengan diamnya, masih menyimpan beribu tekanan batin, lantaran Bee tak sempat menjawab pertanyaan pamungkasnya waktu itu.“Sheren bakalan tinggal lagi di rumah itu?” tanyaku.“Iya lah, Nat. Ketiga keluarganya yang tersisa kan terbukti baik dan tidak seperti Ibu Fatma?” Wija berargumen.Ben dan John, mereka pun memutuskan kembali ke pekerjaan mereka yang telah tercapai. Setelah Room Nakama resmi berdiri kokoh dan Bee bisa kulihat lagi, aku akan mengundang semua untuk datang. Termasuk Umi. Hal yang menjadi rumit untuk dipahami sela
Sebuah iklan yang baik, memiliki lapisan dari lembaran masa lalu yang kuat. Kali ini, sebelum lanjut bercerita, aku akan menerima sebuah pertanyaan dari kalian sebagai komentar hati nurani. Jika ada hal mengenai pertanggungjawaban hati dan pikiran, aku akan menerima itu. Karena kalian yang menyimak cerita ini sejak awal, adalah temanku.Room Nakama menjadi suatu kesatuan tangguh yang akan berdiri di dunia nyata, pada waktu yang sudah aku dan Bee tentukan. Pada suatu keadaan waktu itu, ketika Via dan Cunnul usai dengan pertanyaan-pertanyaan kepentingan sebelumnya, berlanjutlah sebuah narasi bodoh bernama, “Keberadaan Umi.”Saat sebelum persidangan aneh itu dimulai, aku sudah memberitahu Bee jika Umi tiba-tiba memunculkan pesan padaku. Ia memberi pertanyaan mengenai keberadaan Bee. Namun Bee tak menggubrisnya. Tak pernah ingin menunjukkan bentuk kepedulian apapun lagi. Kurasa Bee, memiliki warna hitam yang lebih pekat daripada aku bahkan Sheren sekalipun.Dia tak menemukan obat sebagai
Teman. Ada yang aneh dari kehadirannya. Memandang kami tanpa pengetahuan apapun. Tanpa informasi apa-apa. Umi belum diisi ulang. Tabiat wajahnya legam dan kusam. Ia butuh mantel persahabatan. Yah, meski beberapa telah kusut. Mungkin dia butuh kain. Kurasa.Bee juga setidaknya tak akan kepikiran Umi akan memeluknya dengan cara tanpa ada. Baginya itu adalah anugerah terburuk jika terjadi. Dan seharusnya tak pernah diharapkan terjadi.Bee beruntung telah pergi. Ia tak perlu menerima ujaran aneh-aneh dari Umi. Kami masih diam sejak tadi juga. Om Dedi dan Bang Jo saling mengisi tatapan hitam. Mereka tak memiliki memori apapun tentang Umi. Semuanya harus disandiwarakan detik itu. Aku juga tak mengerti tentang ilmu berekspresi ... layaknya detektif seperti Bee. Aku menawari Umi ruang duduk kemudian. Cunnul menampakkan ekspresi tersindir. Kalian tahu maksudnya.“Jadi, gimana, Nul? Sekarang Umi adalah contoh nyata tentang pertanyaan psikologi tadi. Apakah lo sebaga
“Selamat Anda mendapatkan satu buah kapur barus dan baygon untuk bunuh diri besok," Cunnul meledekku setelah sampai di suatu bangunan kosong, tempat Umi mengiringi kami semua.“Baygonnya pakai buat buka puasa aja, Nul,” balasku sambil tetap melangkah masuk.“Natalie, dengan wajah warna-warni akhirnya telah hidup kembali. Namun ternyata selama ini ia telah diuji oleh Bee, dalam permainan ciptaannya sendiri. Kerja bagus, Bee!”“Bee belum tentu ada di sini. Iya, kan, Mi?”Umi tak menjawab. Ia lagi-lagi hanya tersenyum tipis. Senyumnya kali ini berbeda. Ada aura biru yang lucu. Menggairahkan.“Maksud gue kan nanti kalau Bee tiba-tiba muncul, Nat. Gue akan berkata, permainan yang luar biasa, Bee.”Yang lain dibuat tertawa karena Cunnul tak henti-hentinya menggoda dan mengejek kegagalan kecilku. Yah, kurasa aku memang harus menertawai diriku sendiri sangat dalam. Aku bisa-bisanya tak menyangka,
Selanjutnya tiga perempuan di sisi Tifeb bergerak anggun ke arahku. Mereka bertiga mungkin telah tertebak oleh pikran kalian. Memelukku, membentuk segitiga pelukan layaknya Tingkuwingky, Dipsi, dan Lala. Aku kurang tahu penyebutan namanya tetapi mereka bertiga masih saja menggemaskan. Pitri, Mbak Wisya, dan Beya.Aku menyebut Mbak Wisya, sebab usianya lebih tua dariku. Tergantung dengan siapa kami berbicara dalam pedagang aneh ini. Aku seketika masih sedikit mencari-cari ketiadaan hadir Bee di tengah-tengah kami. Tiada apa-apa yang dibisa lihat dari ucapan terakhirnya sebelum pergi.Padahal, meski aku berusaha menampilkan kebahagiaan senetral mungkin di hadapan teman-teman, tidak menutup kesedihanku karena Bee tak ada di antara kami. Ia adalah tokoh pembantu yang budiman dalam kisah ini. Ketidakhadirannya membuat aku kosong. Apalagi pertanyaan terakhir masih tersimpan jawabannya pada Bee.“Untung ya, Nat. Kalian bisa keluar dari masalah Sheren yang mendada
Aku menyampaikan bukan apa yang kuanalisakan. Aku menyampaikan semua kerangka hatiku terhadap PBB. Seperti ucapanku pada Sir Yadin, aku lebih suka menjadi pengamat daripada pendebat.Aku bahkan hanya menyampaikan empat poin dari tujuh poin yang ada di benak pikiranku. Padahal waktu masihlah setia menungguku selesai berargumen. Namun aku memilih menyimpan sisanya untuk sebuah niat yang abstrak.“Jika kita bicara perdamaian, maka kita tidak perlu bicara senjata! Bagiku, perdamaian di dunia ini hanyalah ilusi. Tidak akan pernah ada perdamaian karena manusia tidak akan pernah bisa saling memahami satu sama lain. Sejarah telah mengatakan itu semua,” bukaku menahan kegugupan.“Jika Anda berargumen lima anggota tetap PBB tidak boleh dihapuskan dengan alasan senjata yang kuat, maka pernyataanku tentang perdamaian sebelumnya itu benar. Semua negara hanya memposisikan diri layaknya boneka-boneka manis yang saling memeluk. Sementara di balik itu ada peran
“Bee, kau tak lihat kesusahanku?”“Iya Pak, aku bantu!” responku seraya tersenyum miring. “Kambing ini akan melahirkan daun-daun muda paracendekia juga Pak?”“Ah, kau ini membahas apa? Kau tak tahu kita akan melakukan karantina untuk mahasiswa-mahasiswi terpilih?"“Lomba apa?”“Ini untuk persiapan lomba debat di Bali yang aku ceritakan pada kau waktu itu!”“Oh, iya. Baiklah. Lalu?”“Kau juga harus ikut.”“Tapi Bahasa Inggrisku kurang manjur sebagai alat perdebatan. Akan lebih berfungsi jika digunakan merangkai puisi dan cerita pendek, Pak!”
“Iya, baiklah. Thank you, mr … atas tumpangan berharganya.”“Oh? Maksudnya?”“Hem … tidak. Bukan apa-apa,” balasnya senyum. Ia lalu masuk ke asrama puteri.Dan aku kembali merencanakan sisa impianku yang belum kelar. Picolo akan menjadi tangan kananku untuk bisa meraih langit Melbourne. Aku tak bermaksud mempermainkan kejantanan Picolo. Aku ingin dia menjadi seperti halnya Mus yang dulu. Nama mereka juga sama.Ya, tidak ada pertemuan tanpa maksud. Selalu ada alasan di balik semua wujud perpisahan. Dan gadis berjilbab zebra tadi, akan menjadi loncatan asmara yang menghadirkan relikul pilihan bertubi-tubi dalam hidupku. Aku harus memilih antara bertemu dengan impianku atau menggarisbawahi drama asrama picisan bersamanya.
Kertas bertuliskan Macquarie di atas dinding asrama sudah terlihat lagi lima bulan kemudian. Sebulan kemudian yang kumaksud adalah di bulan Agustus ketika burung-burung camar menyapu udara kotor secara gamblang di langi-langit pagi. Aku menerima kabar perpisahan spektakuler pagi-pagi. Namun hatiku berhijrah ke arah ruang alasan pencabutan kertas putih itu.Pencabutan itu menyisakan kesendirian bagi gambar Melbourne dan deretan impianku bersama Mus. Tak ada lagi orang ketiga. Di antara baris mimpi tertulis itu, hanya impian-impian kecil seperti memiliki laptop, handphone, sahabat, keterampilan pendukung, dan lainnya yang terwujud.Lantas masih banyak target-target kecil dan satu impian besar belum bisa diberi tanda. Dan impian terbesar itu kau tahu sendiri, berjumpa dengannya di Melbourne.Andai aku cekatan dalam menafsirkan maksud, mungkin mudah bagiku menebak esensi Mus berjumpa denganku di Melbourne atau Sidney sementara ia berada di negeri tetangga. Jika kau lebih paham dariku, kau
“Mr melamunkan apa?”“Big Bos?”Picolo dan Zoro tersentuh.“Aku tidak apa-apa. Hanya tiba-tiba tersengat masa lalu.”“Itu filosofi?” tanya Harry Potter yang telah bangun.“Big Bos selalu penuh dengan gramatikal pemikiran baru,” puji Takiya yang ternyata telinganya semakin hidup.Itu adalah tahun permulaan aku merasakan rasanya namaku dipanggil dengan awalan ‘mr’. Aku juga merasa tua dan jiwa pemuda seolah-olah tertimbun kepingan-kepingan polos penasaran mereka. Dan itu berlaku setiap waktu. Untungnya sebutan ‘Amak Toak’ milik Bang Ari tidak bereinkarnasi padaku sebagai pengganti beliau.Namun diskusi aneh itu tak berlanjut. Waktu perkuliahan menggunting kesempatan dari pertanyaan bodoh kami keluar. Meski semua anggota ‘6 Kelana’ mengambil program studi Bahasa Inggris, tidak menutup batang otak kami untuk mendiskusikan hal-hal lain. Ya, mesk
Aku juga pernah mendapat ingatan dari sekuel Room Nakama, tentang kisah seorang yang sudah meninggal. Ia adalah pendiri Room Nakama dan merangkum kisah tawa dan lara. Saat itu, Bee yang dirindukan Natalie memiliki kisah masanya sendiri bersama teman-temannya yang dulu.Dia adalah belahan kisah dari ingatanku. Aku dan sahabatku bernama Mus serta beberapa penggal memori yang dulu.Mimpi terjauh di atas kerak bumi yang mesti kugali sedalam mungkin, timbul liar di baris-baris cerita selanjutnya. Namun sekali lagi, mimpi bertemu dengan Mus di Melbourne masih jauh. Ah! Mungkin kau belum paham lantaran kita masih sampai permulaan. Aku harap kau tahan dengan apapun bentuk pelapisan diri dan perjuangan harapan yang kulakukan nanti.Dan mimpi kejauhan yang kumaksud akan dimulai di pertengahan cerita. Genre-nya tragedi, berlumur asmara, dan kalian tetap mesti bersabar untuk air mata yang kujalani.Dan keringat harga diriku berbuah manis, meski mahasiswa baru yang hadir di angkatan setelahku itu
Sejatinya memang benar, Mus dan Hajar merencanakan pertemuan ini dengan cara yang cukup menyiksa kejiwaanku. Sebab Mus, Hajar, dan para anggota Enam Kelana, detik itu tersenyum ke arahku tanpa merasa berdosa.Aku sedih tapi sangat bahagia. Tak ada kamus tebal manapun yang sanggup mengartikan kebahagiaan sekaligus kesedihanku kala itu. Aku menerjang derita dan tawa tertahan yang seirama. Mereka semua pun menertawakan kelemahan diriku, yang gagal menebak pikiran Mus dan semua permainan itu.Selepas itu, pemandangan baru tercipta di langit Sidney. Aku akhirnya bisa menyaksikan Picolo dan Mus, dua orang dengan nama asli yang sama, berada dalam satu ranah pertemuan paling konyol se-muka bumi Australia. Takiya, Zoro, Wolf, Snoopy, dan Harry Potter juga rela meninggalkan rutinitas formal yang mereka demi menjemputku."Aku berandai-andai bisa mengejutkan kalian semua dengan kepulanganku. Tetapi, yang terjadi malah ...""Kau sehat-sehat saja, Big Bos kebanggaan ka
Di sini aku semakin curiga.Kakek Hwang memutar balik punggung Mus, saat kami turun dari trem. Gerakan itu adalah tanda beliau meminta Mus, menuntun sebuah keputusan. Sebenarnya aku tidak mengerti. Seakan ada yang keduanya sembunyikan dariku.Tetapi bagaimana mungkin? Sebuah perencanaan sandiawara memerlukan tidak hanya sekali pertemuan. Sementara Mus dan Kakek Hwang baru kali itu bertemu dengan kami.Entah kenapa jiwa detektifku kumat. Aku yang sempat berangan-angan menjadi seorang polisi seperti pada cerita Room Nakama, akhirnya pada suatu titik nantinya, memilih meninggalkan Mus dan Hajar sementara. Saat terakhir aku kembali ke Sidney, aku hanya mengerjakan tugas-tugas duniawi dari Professor kesayanganku.Memegangi tingkat depresi secara pribadi di antara gang-gang sempit di dalam ruh pikira
"Hm, mengenai itu ... jawabannya mudah sekali, Bee.""Apa, Mus?""Ia pasti melihat WhatsApp story Hajar. Entah tulisan Hajar itu berisi dirinya yang ingin menemukan kita, atau keadaan dirinya yang baru saja berada di Australi. Seorang yang melihat ponsel orang lain dengan bahasa percakapan asing, pasti langsung mengerti jika seseorang itu berasal dari negara yang berbeda. Apalagi melihat permulaan identitas nomornya.”"+62!""Ya, lantas juga pria itu menghubungi nomormu, karena kemungkin besar nomormu berada di posisi paling atas ... sebagai seorang yang dominan dihubungi oleh Hajar sebagai si pemilik ponsel. Apa aku benar?'"Kau sangat benar, Mus. Tepat dan sangat cerdas.""Haha, dan kau masih khawatir lagi?"