Nur menyeka peluh yang menetes di keningnya. Jarak yang harus ia tempuh, dari tempatnya bekerja, dengan rumah tempat ia tinggal, adalah dua kilometer jauhnya. Tapi sedikitpun ia tidak pernah mengeluh karena hal itu. Meski kadang ia merasakan pegal pada kakinya, karena harus mengayuh sepeda setiap hari. Nur merasa senang bekerja di butik itu. Ia bisa bertemu orang-orang baru setiap harinya. Karena terkadang, ia diminta membantu menjaga butik juga.
Butik tempat ia bekerja, sebagai pemasang payet memang cukup terkenal di kota Banjarbaru. Banyak istri pejabat, dan istri pengusaha sebagai langganan butik tempatnya bekerja. Pekerjaan itu di dapat, setelah ia mendengar ada lowongan, dari salah satu teman sekolahnya semasa SMA. Sebenarnya Nur ingin sekali meneruskan kuliah, tapi ia kasihan dengan ibunya, dan juga merasa tidak enak, karena terus menerus dibiayai pendidikannya oleh keluarga Cantika, sahabatnya.
Tiba di depan rumah yang ditempati, bersama Wahyu suaminya. Nur segera membuka kunci pintu pagar, lalu mendorong pintu pagar sedikit, agar cukup untuk ia, dan sepedanya masuk. Kemudian ia kembali mengunci pintu pagar, lalu memarkir sepedanya di samping garasi. Setelah memarkir sepedanya, Nur membuka kunci pintu depan, baru ia masuk ke dalam rumah. Pintu depan ia kunci lagi, dan ia cabut kuncinya. Agar Wahyu bisa membuka pintu dengan kunci yang dibawanya.
Nur masuk ke dapur, diletakan goodie bag berisi tempat bekalnya di atas meja dapur. Dibuka kulkas, diambil air mineral dingin dari sana. Lalu ia mengambil gelas di rak piring, setelah itu ia duduk di kursi dapur. Dituang air es dalam botol ke dalam gelas. Didekatkan bibir gelas ke bibirnya. Ia mengucap Basmalah sebelum meneguk air es itu, dan mengucap Alhamdulillah setelahnya.
Nur menarik napas dalam-dalam, lalu ia hembuskan dengan perlahan. Suara deru mobil mengagetkannya. Cepat ia bangkit dari duduknya, lalu ke luar dari dapur untuk masuk ke kamar, tidak lupa ia membawa botol air mineral, dan gelasnya. Suara mobil yang dimasukan ke halaman terdengar di telinganya. Nur menutup, dan mengunci pintu kamarnya.
Nur tahu kalau yang datang adalah Wahyu suaminya. Jika istri lain menyambut mesra suami yang baru pulang dari bekerja, maka Nur justru memilih untuk mengabaikannya. Ia tak ingin terlibat pembicaraan apapun lagi dengan Wahyu, suaminya. Sudah cukup selama satu tahun ini ia berusaha, tapi Wahyu tetap saja mengabaikannya.
Nur duduk di tepi pembaringan, jika tidak ingat akan perasaan ibunya, pasti ia memilih untuk berpisah saja. Tadinya Nur berpikir, kalau lambat laun Wahyu akan bisa menerima dirinya sebagai istri seperti seharusnya, namun harapan hanyalah tinggal harapan. Setelah setahun pernikahan mereka, Wahyu masih setia pada cintanya kepada Cantika. Bahkan sampai sekarang, Wahyu tak pernah menyentuhnya. Jangankan menyentuh, menatap saja Wahyu seperti terpaksa. Itu sungguh melukai hati Nur, dan kerap membuatnya harus meneteskan air mata. Bukan, bukan karena ia mencintai Wahyu, sehingga ia merasa terluka. Tapi karena ia merasa terhina, karena Wahyu seperti jijik kepadanya.
Nur mengambil handuk, lalu ia masuk ke dalam kamar mandi. Ia ingin segera membersihkan dirinya.
☘☘🏵☘☘
Wahyu masuk ke dalam rumah, setelah memasukan mobil ke dalam garasi. Ia langsung masuk ke dalam kamar. Dibuka kancing kemeja satu persatu. Suara air dari kamar sebelah mengusik pendengarannya. Ia tahu kalau Nur sudah pulang dari bekerja, karena melihat sepeda yang terparkir di samping garasi.
Sebenarnya Nur tak perlu bekerja, karena Wahyu memiliki usaha dibidang perumahan, dan tanah kavling yang cukup maju. Tapi karena Wahyu tidak pernah mau menerima pelayanan dari Nur, Nur tak mau lagi menerima uang pemberian Wahyu barang sepeserpun.
Wahyu tidak pernah mau minum, dan makan apa yang dihidangkan Nur. Ia memilih membuat minum sendiri, dan memilih untuk makan di luar rumah. Wahyu tidak pernah mau pakaiannya dicuci oleh Nur, ia memilih memakai jasa laundry untuk urusan pakaiannya. Wahyu tidak pernah mengijinkan Nur masuk, dan membersihkan kamarnya, ia memilih untuk melakukannya sendiri.
Mereka bagai dua orang asing yang tinggal dalam satu rumah. Jika Nur masuk ke dapur, dan Wahyu ada di sana, secepatnya Wahyu menyingkir dari dapur, tanpa menatap apa lagi berucap sepatah kata.
☘☘🏵☘☘
Nur baru menyelesaikan sholat maghrib, ia ke luar dari kamar untuk membuat makan malam bagi dirinya. Melihat Wahyu ada di dalam dapur, Nur mengurungkan langkah untuk memasuki dapur. Ia heran kenapa Wahyu masih ada di rumah. Biasanya setelah maghrib, Wahyu selalu ke luar rumah untuk mencari makan malam. Nur memutar tubuh untuk meninggalkan dapur.
"Aku sudah selesai," ujar Wahyu dari balik punggungnya. Tubuh Nur menegang sesaat, ini pertama kali ia mendengar suara Wahyu sejak beberapa hari ini. Mereka memang tidak bicara, jika tidak ada yang penting betul.
Nur masih pada posisinya, Wahyu lewat di sampingnya dengan membawa cangkir, yang Nur yakin isinya kopi, karena tercium dari aromanya. Nur langsung memutar tubuh, dan melangkah untuk memasuki dapur. Ia tidak ingin bertatap muka dengan Wahyu.
"Tadi Ibu telpon, hari minggu kita diminta pulang." Wahyu menatap punggung Nur yang memasuki dapur.
"Ya," hanya itu sahutan Nur, tanpa ia menolehkan kepala, atau menghentikan langkahnya. Bukan karena ia tidak sopan jika ia berlaku demikian. Tapi ucapan Wahyu beberapa waktu lalu yang mengatakan, kalau wajah Nur membuat semangat hidupnya berkurang. Dan membuatnya malas untuk pulang kerumah, yang membuat Nur enggan bertatap muka dengan Wahyu.
Nur menyadari kalau dirinya tak sebanding dengan Cantika, wanita yang sangat dicintai Wahyu. Tak ada satu halpun yang bisa membuatnya bisa disandingkan dengan Cantika.
Cantika cantik, pintar, kaya, dan sangat baik. Wanita sempurna yang hampir tak ada celanya. Mungkin hanya sikap manjanya saja yang menjadi kekurangannya. Sedang dirinya, sejak kecil sudah yatim, dan harus ikut memulung barang bekas bersama ibunya. Hanya karena kebaikan keluarga Cantika, yang membuat hidup mereka berubah menjadi lebih baik.
Nur mengambil piring, lalu mengisi piringnya dengan nasi dari rice cooker. Ia membuka lemari makan, mengambil mangkok berisi ikan telang masak asam yang dimasaknya pagi tadi. Dibawa nasi, dan ikan ke luar dari dapur. Nur memilih makan di dalam kamarnya, sambil menikmati acara televisi dari tv tabung 14 inc bekas, yang dibeli dengan gajinya. Apa yang dimakannya, ia beli dari hasil jerih payahnya. Ia menolak uang pemberian Wahyu, karena Wahyu sendiri menolak untuk ia layani sebagaimana seharusnya seorang istri.
Nur tak lagi ingin memaksakan diri, untuk berusaha mengambil hati, dan perhatian Wahyu. Nur merasa sudah cukup, usahanya selama ini untuk hal itu.
☘☘🏵BERSAMBUNG🏵☘☘
Wahyu terbangun dari tidurnya, suara petir yang menggelegar disertai dengan padamnya listrik, yang membuatnya terjaga. Wahyu meraba-raba, ia mengambil ponselnya, ia melihat jam yang tertera di sana, pukul 3 dini hari. Wahyu turun dari ranjang, dengan penerangan dari ponsel, ia mencari lampu emergency di atas meja. Wahyu mencoba menyalakannya, namun lampu itu tak mau menyala, ia sudah lupa mencharge lampu emergency miliknya. Lalu Wahyu ke luar dari kamar. Tepat saat pintu kamar di sebelah terbuka juga.Keduanya sama-sama diam terpaku, hanya cahaya dari ponsel mereka berdua yang menjadi penerangan. Nur cepat berbalik, dan masuk lagi ke dalam kamar, ditutup pintu kamar dengan cepat. Suara pintu yang ditutup dengan cukup nyaring, membuat Wahyu tersadar dari terpana. Kemudian ia melanjutkan langkah, untuk menuju dapur. Baru saja sampai di dapur untuk mengambil lilin, listrik kembali menyala. Wahyu menarik napas lega. Ia berjalan kembali ke kamarnya. Saat melewa
Nur tiba di dekat pagar rumah. Pagar tertutup tapi tidak terkunci."Ceroboh!" Desis Nur sambil membuka pintu pagar. Setelah menutup, dan mengunci pintu pagar, Nur memarkir sepeda di samping garasi seperti biasanya. Rinai hujan kembali turun, meski tidak lagi sederas tadi. Kata orang hujan seperti ini akan lama berakhirnya, alias awet hujannya.Nur mengambil kunci rumah dari dalam tas. Ia memasukan anak kunci ke dalam lubangnya. Tapi kuncinya tidak bisa masuk, ada benda yang mengganjal di dalam lubang kuncinya."Ya Allah, apa Kak Wahyu lupa mencabut anak kuncinya, lalu aku harus bagaimana?" Gumam Nur sendirian. Nur memutar gagang pintu, ternyata pintu bisa dibuka. "Syukurlah pintunya tidak dikunci. Tapi ini sebuah kecerobohan," gumam Nur lagi. Ia masuk ke dalam rumah, dikuncinya pintu, dicabut anak kunci. Ia letakan anak kunci di atas lemari kecil, yang berada di dekat pintu kamar Wahyu yang tertutup.
Setelah Nur pergi, Wahyu terdiam di tempatnya, meski Nur tidak mengungkapkan secara nyata, tapi Wahyu tahu kalau Nur merasa marah kepadanya, itu bisa ia rasakan dari nada bicara, dan sikap Nur.Wahyu tidak ingin berpura-pura bisa menerima Nur. Ia ingin Nur tahu, kalau ia tidak tertarik sedikitpun pada Nur. Tapi untuk berpisah dengan Nur ia belum bisa, karena kondisi kesehatan Neneknya. Neneknya ternyata yang mengusulkan pada kedua orang tuanya agar ia menikahi Nur. Wahyu tidak ingin kondisi kesehatan Neneknya semakin memburuk, kalau ia, dan Nur berpisah.Wahyu menatap makanan di hadapannya. Sop ikan haruan sungguh menggodanya, apa lagi ia merasa sangat lapar, karena belum makan sejak semalam. Biasanya kalau tidak makan di luar, Wahyu makan dengan memesan on line. Tapi karena sakit sejak tadi malam, ia merasa tidak ada selera makan. Baru pagi ini, Wahyu merasakan perutnya lapar.Wahyu mulai menyuap makanannya, ia terdiam sejenak untuk
Wahyu berusaha fokus pada berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Tapi suara tawa dari dapur sungguh membuatnya ingin beranjak dari duduknya, dan segera masuk ke dapur.Wahyu sungguh penasaran, apa sebenarnya yang Nur, dan Bayu bicarakan, sehingga mereka bisa tertawa selepas itu. Seakan yang mereka bicarakan adalah hal yang sangat lucu sekali. Akhirnya Wahyu beranjak dari duduknya, lalu melangkah menuju dapur, untuk memuaskan rasa penasaran di dalam hatinya."Apa yang kalian tertawakan, mengganggu pekerjaanku saja!" Serunya dari ambang pintu dapur. Sontak Bayu, dan Nur menolehkan kepala."Maaf Kak, kami berdua lagi mengenang masa kecil," jawab Bayu sambil memasukan ikan yang sudah digoreng ke dalam mulutnya."Hhhhh, jangan tertawa terlalu keras!" ujar Wahyu, sebelum meninggalkan ambang pintu dapur."Kak Bayu sih, Kak Wahyu jadi marahkan," Nur menatap Bayu dengan wajah cemberut."Dia memang pemarah, kamu s
Setelah sholat Isya, dan makan malam. Nur membereskan meja makan, dan langsung mencuci semua perabotan yang kotor, dibantu oleh asisten rumah tangga orang tua Wahyu."Nur!" Tiba-tiba ibu Wahyu memanggil."Ya Bu." Nur menolehkan kepala, lalu memutar tubuhnya, untuk bisa berdiri berhadapan dengan ibu mertuanya."Kalau besok mau menengok orang tuamu, atau mau sekalian ke rumah orang tua Cantika, kamu pergi saja ya. Biar nanti Paman Akim yang mengantarmu. Karena besok Wahyu, Bayu, dan Ayah mau meninjau lokasi perumahan yang baru." Ibu Wahyu menatap wajah Nur. Nur adalah menantu pertama baginya."Iya Bu." Kepala Nur mengangguk pelan. Bibirnya menyunggingkan senyuman."Ya sudah, kalau semua sudah selesai, kamu istirahat saja Nur." Ibu Wahyu menepuk lembut lengan Nur."Ya Bu." Nur kembali menganggukan kepala. Kebaikan keluarga Wahyu, menjadi salah satu alasan, ia tetap bertahan dalam pernikahan yang memberinya kesedihan."Ibu duluan masuk
Wahyu terbangun dari tidurnya, ia mendengar suara air jatuh ke lantai dari kamar mandi. Ditengok jam yang ada di dinding. Saatnya sholat subuh akan segera tiba. Wahyu memijit kening, rasa pusing menyergap kepalanya. Mungkin karena ia kurang tidur, akibat menonton pertandingan sepak bola dini hari tadi. Refleks Wahyu menolehkan kepala, saat pintu kamar mandi terbuka. Nur muncul di sana dengan setelan baby doll lengan panjang, dan celana panjang. Rambutnya yang masih terlihat basah tergerai di atas bahu. Ini pertama kalinya Wahyu melihat rambut Nur.Tanpa sengaja Nur juga menatap ke arah ranjang, tatapan mereka bertemu. Cepat keduanya membuang pandangan mereka. Nur berjalan ke arah di mana tasnya berada. Ia mengambil sisir, dan hijab. Setelah menyisir rambut, Nur langsung memasang hijabnya.Suara ketukan di pintu mengagetkan mereka, cepat Nur beranjak untuk membuka pintu."Ibu.""Kalian sudah ditunggu yang lain untuk sholat subuh. Mana Wahyu?"
"Kita harus bicara soal keinginan nenek. Ini memang rumit, dan ....""Ini bukan masalah rumit, Kak. Kakaklah yang membuat ini jadi rumit" potong Nur cepat."Apa maksudmu?" Wahyu membalas tatapan Nur yang terarah tepat ke matanya."Pilihan ada di tangan Kakak. Jika Kakak tidak menginginkan memiliki anak dariku, kita bisa berpisah, dan Kakak bisa mencari wanita la ....""Kau gila, Nur!" Wahyu menatap tajam bola mata Nur. Ia tidak menyangka, Nur akan berani mengatakan hal itu."Aku gila? Selama ini aku diam, karena aku tidak ingin ibuku juga tersakiti, kalau pernikahan ini berakhir. Tapi tadi siang ibu mengatakan, apapun yang bisa membuatku bahagia, ibu akan mendukungku. Kalau Kakak merasa jijik terhadapku, untuk apa ....""Tidak!" Wahyu bangkit dari duduknya, Nur ikut bangkit juga. Tatapan mereka berkonfrontasi."Kenapa tidak, selama ini Kakak tidak pernah memberi aku kesempatan untuk melakukan tugasku sebagai seorang istr
"Aku mau lewat, Kakak mau ke ...." Nur menghentikan ucapannya, saat Wahyu berbalik dan pergi meninggalkannya. Wahyu ke luar dari kamar tanpa mengucapkan apa-apa. Nur menatap punggung Wahyu dengan resah di dalam dadanya. Sampai subuh Nur tak bisa memejamkan matanya, dan Wahyu kembali lagi ke dalam kamar saat waktu azan subuh sudah terdengar dari musholla.Tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Saat sarapan Nur sesekali melirik ke arah Wahyu, ia sungguh penasaran apa yang sebenarnya ada di dalam benak Wahyu semalam."Nur, hari ini kamu dan Wahyu harus memeriksakan diri ke dokter. Ibu yang akan menemani kalian" ucapan ibu Wahyu membuat keduanya terjengkit kaget. Tatapan mereka bertemu, lalu keduanya sama-sama mengalihkan pandangan mereka."Aku rasa itu tidak perlu, Bu" ujar Wahyu menanggapi ucapan ibunya."Itu perlu Wahyu" sahut Neneknya."Bagaimana kalau salah satu diantara kami bermasalah?" Tanya Wahyu.Ibu Wahyu d
Wahyu menggendong salah satu putranya, sementara Nur memberikan asi pada yang satu lagi."Masih sanggup kasih asi mereka tanpa ditambah susu formula, Nur?""Asiku banyak, Kak. Cukup untuk mereka berdua. Lagi pula kalau asi ekslusif, Insya Allah, berat badanku bisa cepat turun, tanpa diet""Tidak usah pakai diet, Nur. Aku tidak mau kamu sakit karena diet""Tapi badanku sebesar gentong begini, Kak""Tidak apa-apa, buatku tidak masalah bentuk tubuhmu seperti apa, yang penting hatimu, cintamu cuma milikku""Ehmn, Kakak gombal, ini mereka dengar""Ya sudah, gombalanku aku bisikin aja ya""Gombalnya nanti saja, Kakak. Kalau mereka sudah tidur""Hhh, mau gombalpun sekarang tidak bebas lagi, apa lagi mau main bola""Jangan mengeluh begitu dong, Kakak. Mereka harus jadi prioritas kita sekarang. Apapun yang kita lakukan, mereka berada pada urutan pertama yang harus kita pertimbangkan""Iya, aku tahu, sayang. Dzaka sudah se
Wahyu melepaskan ciumannya."Kakak" Nur menatap Wahyu dengan mata sayu."Apa?" Wahyu menaikan alisnya. Nur meraih telapak tangan Wahyu, lalu menempelkan di atas miliknya."Mau?" Wahyu menatap Nur dengan sorot mata tidak percaya. Dengan wajah merah padam, Nur menganggukan kepalanya pelan."Kata Ibu.. ""Ya sudah tidak usah!" Nur mendorong dada Wahyu agar menjauhinya."Jangan marah dong, aku cuma takut kamu sakit, Nurku sayang. Dalam hal ini aku pasti lebih menginginkannya dari kamu. Memangnya tidak apa-apa kalau kita main bola?""Pelan-pelan saja Kakak""Beneran tidak apa?""Iya, tapi pelan-pelan!" Sahut Nur mulai kesal."Kalau begitu siapa takut, ayo ke kamar, masih ada waktu sebelum maghrib!" Wahyu sekarang justru lebih bersemangat dari pada Nur. Dibantunya Nur berdiri, lalu dituntun istrinya untuk masuk ke kamar. Hatinya luar biasa bahagia, karena adiknya bisa dapat jatah juga sebelum waktunya puasa yang cukup lama.
Wahyu dan Bayu tercengang melihat undangan yang diserahkan Henny pada mereka. Keduanya saling pandang, lalu pecahlah tawa kakak beradik itu."Iih, kenapa tertawa!?" Seru Henny dengan mimik marah."Ini karma Henny!" Seru Bayu diantara tawanya. Wajah Henny semakin cemberut jadinya."Sekarang kamu kemakan omonganmu sendirikan, menghina Nur gajah, tidak tahunya sekarang kamu dapat calon suami gendut juga" ujar Wahyu."Tapi aku penasaran, bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Seorang Henny yang sangat mengagungkan kesempurnaan, bisa terjebak cinta seorang pria yang berat badannya berkelebihan.""Kalian ini ceriwis seperti perempuan!" Henny menghentakan kakinya gusar. Bayu masih tertawa, tapi Wahyu hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan senyum di bibirnya."Ceritakan dong Hen, bagaimana bisa kamu dekat dengan si Willy" bujuk Bayu."Malas, nanti kalian tertawakan, datang tuh ke acara nikahan aku""Resepsinya kapan, ini baru nikahnyakan?""Rese
18+Nur duduk bersandar di kepala ranjang, Wahyu duduk di sampingnya sambil mengelus perut besar istrinya yang sudah jalan 7 bulan."Kamu akan jadi yang tercantik di rumah, Nur" ujar Wahyu sambil mengecup bakpao coklatnya yang kini sudah berubah warna lebih terang. Nur menolehkan kepalanya, Wahyu meraih kepala Nur. Bibir Wahyu mendarat di atas bibir Nur. Satu ciuman panjang yang harus berakhir saat Nur kehabisan napasnya."Kamu semakin hari semakin seksi" bisik Wahyu tepat di depan wajah Nur. Dihapusnya bekas ciuman mereka di bibir Nur dengan jempolnya."Kakak gombal!" Nur mencubit perut Wahyu dengan wajah merona."Gombalku halal dan bersertifikat, Sayang. Aku senang sekali melihat lekuk tubuhmu. Dua bukit kecil, satu gunung besar, dan satu bukit kecil yang penuh semak belukar" jemari Wahyu meluncur dari kedua dada Nur, lantas ke perut Nur, dan meluncur turun ke bawah perut Nur."Kakak, enghhh..akhkhhh" Nur mendesah pelan, saat jemari Wahyu menyib
Surat perjanjian bermateraipun dibuat di kantor Polisi. Henny berjanji untuk tidak akan mengganggu rumah tangga Wahyu dan Nur lagi. Jika dia mengingkari janjinya, maka Wahyu tidak akan lagi memaafkannya.Wahyu, Bayu, Ayahnya, Pengacara mereka, Ayah Henny, ibu Henny, dan Henny juga pengacara kekuarga Henny ke luar dari kantor Polisi. Di depan teras kantor Polisi mereka bertemu dengan Lindsy dan Tata yang digiring memasuki kantor Polisi."Mas Wahyu!" Seru keduanya terkejut saat melihat Wahyu."Mereka kenapa, Pak?" Tanya Wahyu pada Polisi yang menggiring Tata dan Lindsy yang penampilannya tanpak acak-acakan."Mereka membuat keributan di sebuah rumah makan, katanya memperebutkan seorang pria yang bernama Wahyu" jawab Polisi."Haah, kalian belum berhenti juga mencoba mendapatkan aku. Aku sudah punya istri. Sadar...sadar.. argghhh apa hebatnya aku sih sampai diperebutkan begini!" Wahyu mengusap rambutnya."Kalau begitu, silahkan anda mengikuti kami ke dal
Wahyu sudah melaporkan Henny ke Polisi, dengan membawa bukti rekamanan percakapan Henny dengan Bayu, juga rekaman saat Henny mengorek-ngorek sampah.Tuduhan untuk Henny adalah perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah terhadap Nur.Polisi berjanji akan segera menindak lanjuti laporan mereka. Henny akan segera mendapatkan surat panggilan untuk di periksa.Siangnya Nur sudah diijinkan pulang, Wahyu membawa Nur pulang ke rumah orang tuanya, sementara barang-barang mereka belum selesai dipindahkan dari rumah lama.Nur ke luar dari mobil dengan dituntun oleh Wahyu dan ibunya. Ia melangkah dengan hati-hati, karena masih dilarang terlalu banyak bergerak, sampai kondisinya benar-benar stabil."Langsung ke kamar saja, Nur harus istirahat di atas ranjang. Tidak boleh ke mana-mana, sampai benar-benar aman kandungannya" ujar ibu Wahyu.Wahyu mendudukan Nur di atas ranjang, lalu diangkatnya kedua kaki Nur ke atas ranjang. Dibantunya Nur berbaring tel
"Ada apa ke sini?" Tanya Wahyu pada Bayu."Aku ingin memperlihatkan sesuatu pada Kakak" Bayu mengambil ponsel dari saku kemejanya."Apa?""Lihat!" Bayu memperlihatkan apa yang ada di layar ponselnya pada Wahyu.Tawa Kakak dan adik itu pecah seketika, membuat Nur mengerutkan keningnya."Dapat video dan foto ini dari mana?""Iyan yang mengirimkannya""Dapat barang buktinya?""Kakak lihat saja terus videonya""Aduuh, dapat ternyata barang buktinya, si kunti bakat juga jadi pemulung rupanya" ujar Wahyu dengan mata membola menatap ke layar ponsel milik Bayu. Di sana terlihat Henny sedang mengubek-ubek tempat sampah, entah di mana. Tampaknya ia sedang mencari sim card yang nomernya ia pakai untuk mengirimkan foto Nur dan Willy kepada Wahyu."Lihat apa, Kakak?" Akhirnya Nur tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya."Kamu tidak usah lihat, nanti muntah Nur" jawab Wahyu."Apa sih, Kakak?""Si kunti lagi jadi pemu
Wahyu masuk ke dalam ruang perawatan Nur. Tapi ia tidak menemukan Nur di atas ranjang."Nur" Wahyu mendorong pintu kamar mandi, tapi pintu kamar mandi terkunci."Nur""Ya Kak""Kamu sedang apa?""Sebentar"Pintu kamar mandi terbuka, Nur muncul di ambang pintu dengan botol infus di tangannya."Aku habis buang air, Kak"Wahyu mengambil alih botol infus dan menuntun Nur kembali ke atas ranjang."Ada yang ingin aku bicarakan, Nur""Apa Kak"Nur sudah duduk di atas ranjang, Wahyu duduk di tepi ranjang dengan posisi menghadap Nur."Begini Nur, aku penasaran siapa orang yang mengirimkan fotomu dengan si Willy itu, hoeekkk. Aduuh menyebut nama si gendut itu aku jadi mual, Nur" Wahyu mengelus perutnya, berlagak kalau ia benar-benar mual karena nama Willy."Kakak, aku juga gendut!" Protes Nur dengan wajah cemberut."Maaf, maaf, karena aku menatapmu dengan mata hatiku, jadi hanya kata cantik untukmu yang ada di dal
"Nur""Ya Kak""Boleh aku minta sesuatu?""Main bola?""Bukan Sayang, aku juga tahu kalau lapangannya lagi banjir. Dinding tanggulnya retak sedikit, jadi belum bisa main bola" Wahyu mencubit kedua bakpao coklat muda Nur dengan gemas."Sakit, Kakak" rengek Nur manja, sambil mengusap pipinya."Maaf ya, sini aku obati" Wahyu mendekatkan wajahnya. Hidung dan bibirnya menempel di pipi Nur, bergantian kanan dan kiri."Tidak sakit lagikan?""Heum" Nur mengangguk dengan rona merah menghiasi pipinya."Bakpao coklat toping selai strowberry" Wahyu mengusap lenbut pipi Nur dengan ujung jari telunjuknya."Kakak tadi mau minta apa?" Tanya Nur mengingatkan apa yang ingin dikatakan Wahyu tadi."Aku ingin memintamu berhenti bekerja, demi kebaikanmu, dan demi kebaikan anak kita. Mau ya Sayang?" Ujar Wahyu dengan nada memohon. Nur menatap mata Wahyu, perlahan kepalanya mengangguk. Wahyu menarik napas lega. Digenggamnya jemari Nur lalu dikecupnya