Nur tiba di dekat pagar rumah. Pagar tertutup tapi tidak terkunci.
"Ceroboh!" Desis Nur sambil membuka pintu pagar. Setelah menutup, dan mengunci pintu pagar, Nur memarkir sepeda di samping garasi seperti biasanya.Rinai hujan kembali turun, meski tidak lagi sederas tadi. Kata orang hujan seperti ini akan lama berakhirnya, alias awet hujannya.
Nur mengambil kunci rumah dari dalam tas. Ia memasukan anak kunci ke dalam lubangnya. Tapi kuncinya tidak bisa masuk, ada benda yang mengganjal di dalam lubang kuncinya."Ya Allah, apa Kak Wahyu lupa mencabut anak kuncinya, lalu aku harus bagaimana?" Gumam Nur sendirian. Nur memutar gagang pintu, ternyata pintu bisa dibuka."Syukurlah pintunya tidak dikunci. Tapi ini sebuah kecerobohan," gumam Nur lagi. Ia masuk ke dalam rumah, dikuncinya pintu, dicabut anak kunci. Ia letakan anak kunci di atas lemari kecil, yang berada di dekat pintu kamar Wahyu yang tertutup.
Setelah meletakan tas berisi kotak bekal di atas meja dapur, Nur segera masuk ke dalam kamarnya, ia ingin segera mandi. Setelah mandi Nur hanya berdiam di dalam kamarnya, menikmati acara televisi, sambil menuggu waktu maghrib tiba.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
"Cantika," gumamnya dengan nada ceria."Assalamuallaikum, Nul!" sapaan riang dari seberang sana terdengar."Walaikum salam Cantika cantik, ada apa mau maghrib telpon?""Aku kangen, hari minggu kamu pulangkan, Nul?""Iya, kok tahu?""Tahu dong, kan diundang juga ke rumah mertuamu.""Memangnya ada acara apa di sana?""Haah, kayapa ikam nih, yang baisi acara mintuha ikam, kenapa jadi betakun wan aku, Nul?" (Bagaimana kamu ini, yang punya acara mertuamu, kenapa bertanya ke aku, Nul)Nur terdiam sesaat.
"Enghh, Kak Wahyu cuma bilang, kalau hari minggu diminta orang tuanya untuk pulang, tidak mengatakan yang lainnya" jawab Nur akhirnya."Kalian baik-baik saja'kan, Nul. Tidak terjadi sesuatu yang buruk'kan di antara kalian? Kak Wahyu tidak menyakitimu'kan?" Cantika memberondong Nur dengan pertanyaan yang penuh rasa curiga."Kami baik-baik saja," sahut Nur berusaha tetap mempertahankan nada riang pada suaranya.
"Aku tahu, aku tidak pantas ikut campur urusan rumah tanggamu, Nul. Kamu juga tidak boleh menceritakan urusan rumah tanggamu pada orang lain. Tapi jika kamu ingin berbagi, apa yang kamu rasakan, aku siap untuk mendengarkan""Aku baik-baik saja, Cantika," ujar Nur berusaha meyakinkan Cantika."Benar?""Iya, oh ya, bagaimana kabar Abba, Amma, Paman Soleh, dan Aska?""Mereka baik""Aku sudah tidak sabar ingin menggendong Aska.""Makanya sering-sering pulang, Nul. Banjarbaru-Landasan ulin itu cuma belasan kimoleter.""Kilometer!""Ya itu!""Maunya aku begitu, tapi semuakan tergantung Kak Wahyu""Hihihi, benar juga ya. Azan maghrib Nul, sudah dulu ya, aku tunggu hari minggu. Assalamuallaikum, Nul.""Walaikum salam, Cantika cantik."☘☘🏵☘☘
Nur yang bersiap berangkat kerja menatap pintu kamar Wahyu. Ia mendengar suara bersin, dan batuk dari dalam kamar Wahyu. Nur bimbang, ingin mengetuk pintu atau tidak. Nur masih diam di depan pintu kamar Wahyu, ia merasa dilema dengan apa yang harus dilakukannya. Tiba-tiba pintu kamar Wahyu terbuka, Nur mundur dua langkah dari tempatnya berdiri. Tatapan mereka bertemu, Nur mengalihkan pandangannya pada tubuh Wahyu yang terbungkus sweater, dan jaket.
Suara batuk Wahyu membuat Nur menatap wajah Wahyu.
"Kak Wahyu sakit?""Matamu tidak melihat keadaanku seperti apa? Pakai bertanya segala!" Jawab Wahyu ketus."Maaf, apa ada yang bisa aku bantu, Kak?""Aku tidak butuh bantuanmu. Sekarang kau pergi saja bekerja kalau kau mau. Aku bisa mengurus diriku sendiri!" Wahyu meninghalkan Nur yang diam terpaku. Dengan langkah yang gontai Wahyu menuju dapur.Nur memejamkan mata, lalu menarik napas sedalam-dalamnya, baru ia menyusul Wahyu ke dapur.
Andai Wahyu tidak sedang sakit, ia pasti sudah pergi dari tadi. Tapi saat ini ia tidak tega meninggalkan Wahyu di rumah sendirian.Di dapur Nur melihat tubuh Wahyu yang bergetar seperti orang kedinginan. Tampaknya Wahyu ingin membuat minum untuk dirinya sendiri."Tolong biarkan aku membantu Kak Wahyu, Kakak sedang sakit, anggap saja Nur yang membantu Kakak sebagai seorang teman dari kampung, bukan Nur yang sudah Kakak sebut namanya saat di depan Penghulu." ujar Nur, yang berusaha menghalangi Wahyu mengambil gelas, dari dalam lemari tempat perabot makan.Nur mendongakkan kepala, menatap wajah Wahyu yang terlihat pucat. Tatapan mereka bertemu, ini jarak terdekat di antara mereka berdua, sepanjang pernikahan. Sebelumnya mereka belum pernah pada posisi sedekat ini. Wahyu membuang pandangannya dari wajah Nur. Mata Nur yang besar, dan bola matanya yang hitam legam, juga alisnya yang tebal, dan hitam sudah membuat Wahyu teringat pada Cantika.
Wahyu memutar tubuhnya.
"Terserah kamu saja!" Sahut Wahyu akhirnya."Kakak kembali saja ke kamar, nanti aku antarkan tehnya. Apa Kakak ingin sarapan? Tadi aku memasak sop haruan, kalau Kakak mau, akan aku antar ke kamar Kakak sekalian?" Tanya Nur tanpa perduli sikap dingin Wahyu kepadanya. Melihat Wahyu yang seakan tak berdaya, membuat luluh hatinya.Wahyu menganggukan kepala, ia memang merasa lapar, karena sejak semalam belum makan. Ia terserang demam sejak kemaren sore. Kemarin ia kehujanan saat meninjau lokasi proyek untuk perumahan, yang baru dibangun perusahaannya. Karena itulah ia tergesa pulang, karena ingin segera mandi. Tapi demam justru menyerangnya dengan hebat tadi malam. Beruntung ia mempunyai persediaan obat yang bisa meringankan rasa sakitnya.
Wahyu tidak kembali ke kamarnya, ia memilih berbaring di sofa ruang tengah, dinyalakannya televisi. Tidak berapa lama, Nur datang dengan nampan berisi segelas teh hangat, sepiring nasi, dan semangkok sop ikan haruan (gabus). Nur meletakan nampan di atas meja, lalu memindahkan semuanya dari atas nampan ke atas meja. Wahyu bangun dari berbaringnya. Ia duduk menghadapi apa yang dihidangkan oleh Nur.
"Berapa?" Tanya Wahyu tanpa menatap ke arah Nur yang berdiri tidak jauh darinya.
"Berapa apanya, Kak?" Nur mengernyitkan kening, karena tidak mengerti maksud Wahyu."Berapa aku harus bayar makanan ini?" Wahyu mendongakan kepalanya. Ditatap Nur yang tampak terkejut dengan ucapannya. Hati Nur terasa teriris sembilu, karena Wahyu tidak menghargai ketulusannya."Terserah Kakak mau bayar berapa, aku harus pergi bekerja, Assalamuallaikum!" Nur segera berbalik, ia kembali ke dapur untuk meletakan nampan, dan mengambil tas bekalnya. Tanpa berkata apapun lagi, Nur melintasi tempat Wahyu duduk. Ia juga tidak mau menatap wajah Wahyu barang sejenak. Dengan menahan tangis, Nur mengayuh sepeda menuju butik tempatnya bekerja.
'Jangan menangis Nur, ini pilihanmu, kamu harus kuat, harus kuat. Tunjukan pada Wahyu kalau kamu bukan wanita lemah!'
Batin Nur menguatkan dirinya sendiri.
☘☘🏵BERSAMBUNG🏵☘☘
Setelah Nur pergi, Wahyu terdiam di tempatnya, meski Nur tidak mengungkapkan secara nyata, tapi Wahyu tahu kalau Nur merasa marah kepadanya, itu bisa ia rasakan dari nada bicara, dan sikap Nur.Wahyu tidak ingin berpura-pura bisa menerima Nur. Ia ingin Nur tahu, kalau ia tidak tertarik sedikitpun pada Nur. Tapi untuk berpisah dengan Nur ia belum bisa, karena kondisi kesehatan Neneknya. Neneknya ternyata yang mengusulkan pada kedua orang tuanya agar ia menikahi Nur. Wahyu tidak ingin kondisi kesehatan Neneknya semakin memburuk, kalau ia, dan Nur berpisah.Wahyu menatap makanan di hadapannya. Sop ikan haruan sungguh menggodanya, apa lagi ia merasa sangat lapar, karena belum makan sejak semalam. Biasanya kalau tidak makan di luar, Wahyu makan dengan memesan on line. Tapi karena sakit sejak tadi malam, ia merasa tidak ada selera makan. Baru pagi ini, Wahyu merasakan perutnya lapar.Wahyu mulai menyuap makanannya, ia terdiam sejenak untuk
Wahyu berusaha fokus pada berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Tapi suara tawa dari dapur sungguh membuatnya ingin beranjak dari duduknya, dan segera masuk ke dapur.Wahyu sungguh penasaran, apa sebenarnya yang Nur, dan Bayu bicarakan, sehingga mereka bisa tertawa selepas itu. Seakan yang mereka bicarakan adalah hal yang sangat lucu sekali. Akhirnya Wahyu beranjak dari duduknya, lalu melangkah menuju dapur, untuk memuaskan rasa penasaran di dalam hatinya."Apa yang kalian tertawakan, mengganggu pekerjaanku saja!" Serunya dari ambang pintu dapur. Sontak Bayu, dan Nur menolehkan kepala."Maaf Kak, kami berdua lagi mengenang masa kecil," jawab Bayu sambil memasukan ikan yang sudah digoreng ke dalam mulutnya."Hhhhh, jangan tertawa terlalu keras!" ujar Wahyu, sebelum meninggalkan ambang pintu dapur."Kak Bayu sih, Kak Wahyu jadi marahkan," Nur menatap Bayu dengan wajah cemberut."Dia memang pemarah, kamu s
Setelah sholat Isya, dan makan malam. Nur membereskan meja makan, dan langsung mencuci semua perabotan yang kotor, dibantu oleh asisten rumah tangga orang tua Wahyu."Nur!" Tiba-tiba ibu Wahyu memanggil."Ya Bu." Nur menolehkan kepala, lalu memutar tubuhnya, untuk bisa berdiri berhadapan dengan ibu mertuanya."Kalau besok mau menengok orang tuamu, atau mau sekalian ke rumah orang tua Cantika, kamu pergi saja ya. Biar nanti Paman Akim yang mengantarmu. Karena besok Wahyu, Bayu, dan Ayah mau meninjau lokasi perumahan yang baru." Ibu Wahyu menatap wajah Nur. Nur adalah menantu pertama baginya."Iya Bu." Kepala Nur mengangguk pelan. Bibirnya menyunggingkan senyuman."Ya sudah, kalau semua sudah selesai, kamu istirahat saja Nur." Ibu Wahyu menepuk lembut lengan Nur."Ya Bu." Nur kembali menganggukan kepala. Kebaikan keluarga Wahyu, menjadi salah satu alasan, ia tetap bertahan dalam pernikahan yang memberinya kesedihan."Ibu duluan masuk
Wahyu terbangun dari tidurnya, ia mendengar suara air jatuh ke lantai dari kamar mandi. Ditengok jam yang ada di dinding. Saatnya sholat subuh akan segera tiba. Wahyu memijit kening, rasa pusing menyergap kepalanya. Mungkin karena ia kurang tidur, akibat menonton pertandingan sepak bola dini hari tadi. Refleks Wahyu menolehkan kepala, saat pintu kamar mandi terbuka. Nur muncul di sana dengan setelan baby doll lengan panjang, dan celana panjang. Rambutnya yang masih terlihat basah tergerai di atas bahu. Ini pertama kalinya Wahyu melihat rambut Nur.Tanpa sengaja Nur juga menatap ke arah ranjang, tatapan mereka bertemu. Cepat keduanya membuang pandangan mereka. Nur berjalan ke arah di mana tasnya berada. Ia mengambil sisir, dan hijab. Setelah menyisir rambut, Nur langsung memasang hijabnya.Suara ketukan di pintu mengagetkan mereka, cepat Nur beranjak untuk membuka pintu."Ibu.""Kalian sudah ditunggu yang lain untuk sholat subuh. Mana Wahyu?"
"Kita harus bicara soal keinginan nenek. Ini memang rumit, dan ....""Ini bukan masalah rumit, Kak. Kakaklah yang membuat ini jadi rumit" potong Nur cepat."Apa maksudmu?" Wahyu membalas tatapan Nur yang terarah tepat ke matanya."Pilihan ada di tangan Kakak. Jika Kakak tidak menginginkan memiliki anak dariku, kita bisa berpisah, dan Kakak bisa mencari wanita la ....""Kau gila, Nur!" Wahyu menatap tajam bola mata Nur. Ia tidak menyangka, Nur akan berani mengatakan hal itu."Aku gila? Selama ini aku diam, karena aku tidak ingin ibuku juga tersakiti, kalau pernikahan ini berakhir. Tapi tadi siang ibu mengatakan, apapun yang bisa membuatku bahagia, ibu akan mendukungku. Kalau Kakak merasa jijik terhadapku, untuk apa ....""Tidak!" Wahyu bangkit dari duduknya, Nur ikut bangkit juga. Tatapan mereka berkonfrontasi."Kenapa tidak, selama ini Kakak tidak pernah memberi aku kesempatan untuk melakukan tugasku sebagai seorang istr
"Aku mau lewat, Kakak mau ke ...." Nur menghentikan ucapannya, saat Wahyu berbalik dan pergi meninggalkannya. Wahyu ke luar dari kamar tanpa mengucapkan apa-apa. Nur menatap punggung Wahyu dengan resah di dalam dadanya. Sampai subuh Nur tak bisa memejamkan matanya, dan Wahyu kembali lagi ke dalam kamar saat waktu azan subuh sudah terdengar dari musholla.Tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Saat sarapan Nur sesekali melirik ke arah Wahyu, ia sungguh penasaran apa yang sebenarnya ada di dalam benak Wahyu semalam."Nur, hari ini kamu dan Wahyu harus memeriksakan diri ke dokter. Ibu yang akan menemani kalian" ucapan ibu Wahyu membuat keduanya terjengkit kaget. Tatapan mereka bertemu, lalu keduanya sama-sama mengalihkan pandangan mereka."Aku rasa itu tidak perlu, Bu" ujar Wahyu menanggapi ucapan ibunya."Itu perlu Wahyu" sahut Neneknya."Bagaimana kalau salah satu diantara kami bermasalah?" Tanya Wahyu.Ibu Wahyu d
Nur dan Wahyu sudah berada di dalam mobil Wahyu. Sikap keduanya lebih canggung dari biasanya. Tak ada satupun yang bersuara, bahkan diantara mereka berdua, seperti tak ada yang terdengar bernapas saja. Sunyi senyap di antara mereka berdua. Wahyu memarkir mobilnya di garasi rumah orang tuanya. Nur ke luar dari mobil diikuti oleh Wahyu. Ini malam terakhir mereka menginap di rumah orang tua Wahyu. Karena besok Nur harus kembali bekerja, ia hanya ijin tidak masuk kerja tiga hari saja.Nur langsung menuju dapur, untuk melihat apakah ada yang bisa dikerjakannya. Tapi semua pekerjaan sudah selesai, akhirnya Nur menemui nenek Wahyu di dalam kamar beliau."Assalamuallaikum Nek" salam Nur setelah ketukannya di pintu mendapat sahutan agar ia masuk."Walaikum salam, sini Nur" nenek Wahyu menggapaikan tangannya. Nur duduk di tepi ranjang, tangannya bergerak memijit kaki nenek tanpa diminta."Sebenarnya nenek ingin kalian tinggal di sini saja, Landa
"Baiklah, aku pergi. Tapi jika Kak Wahyu membutuhkan bantuanku kapanpun juga, aku akan selalu siap membantu" tanpa rasa malu sedikitpun, Henny bangkit dari duduknya. Wahyu tetap diam di kursinya."Aku pergi""Hmmm" Wahyu menganggukan kepalanya. Ditatapnya punggung Henny yang ke luar dari ruangannya. Sepupunya itu usianya dua tahun lebih muda darinya, Henny lama tinggal di Jakarta, gaya hidupnya bak sosialita, barang branded menempel dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Kekayaan yang ia dapat dari harta gono gini perceraiannya dengan seorang pengusaha kaya raya dua tahun lalu.Wahyu tahu Henny jatuh cinta padanya sejak lama, tapi akhirnya ia memilih menikah dengan pria kaya yang merupakan rekan bisnis boss tempatnya bekerja. Yang Wahyu tidak mengerti kenapa Henny memilih pulang kembali, dan seakan kembali berusaha mengejar cintanya lagi.Wahyu menepati janjinya, untuk pulang dan makan siang di rumah, meski hujan lebat tengah me
Wahyu menggendong salah satu putranya, sementara Nur memberikan asi pada yang satu lagi."Masih sanggup kasih asi mereka tanpa ditambah susu formula, Nur?""Asiku banyak, Kak. Cukup untuk mereka berdua. Lagi pula kalau asi ekslusif, Insya Allah, berat badanku bisa cepat turun, tanpa diet""Tidak usah pakai diet, Nur. Aku tidak mau kamu sakit karena diet""Tapi badanku sebesar gentong begini, Kak""Tidak apa-apa, buatku tidak masalah bentuk tubuhmu seperti apa, yang penting hatimu, cintamu cuma milikku""Ehmn, Kakak gombal, ini mereka dengar""Ya sudah, gombalanku aku bisikin aja ya""Gombalnya nanti saja, Kakak. Kalau mereka sudah tidur""Hhh, mau gombalpun sekarang tidak bebas lagi, apa lagi mau main bola""Jangan mengeluh begitu dong, Kakak. Mereka harus jadi prioritas kita sekarang. Apapun yang kita lakukan, mereka berada pada urutan pertama yang harus kita pertimbangkan""Iya, aku tahu, sayang. Dzaka sudah se
Wahyu melepaskan ciumannya."Kakak" Nur menatap Wahyu dengan mata sayu."Apa?" Wahyu menaikan alisnya. Nur meraih telapak tangan Wahyu, lalu menempelkan di atas miliknya."Mau?" Wahyu menatap Nur dengan sorot mata tidak percaya. Dengan wajah merah padam, Nur menganggukan kepalanya pelan."Kata Ibu.. ""Ya sudah tidak usah!" Nur mendorong dada Wahyu agar menjauhinya."Jangan marah dong, aku cuma takut kamu sakit, Nurku sayang. Dalam hal ini aku pasti lebih menginginkannya dari kamu. Memangnya tidak apa-apa kalau kita main bola?""Pelan-pelan saja Kakak""Beneran tidak apa?""Iya, tapi pelan-pelan!" Sahut Nur mulai kesal."Kalau begitu siapa takut, ayo ke kamar, masih ada waktu sebelum maghrib!" Wahyu sekarang justru lebih bersemangat dari pada Nur. Dibantunya Nur berdiri, lalu dituntun istrinya untuk masuk ke kamar. Hatinya luar biasa bahagia, karena adiknya bisa dapat jatah juga sebelum waktunya puasa yang cukup lama.
Wahyu dan Bayu tercengang melihat undangan yang diserahkan Henny pada mereka. Keduanya saling pandang, lalu pecahlah tawa kakak beradik itu."Iih, kenapa tertawa!?" Seru Henny dengan mimik marah."Ini karma Henny!" Seru Bayu diantara tawanya. Wajah Henny semakin cemberut jadinya."Sekarang kamu kemakan omonganmu sendirikan, menghina Nur gajah, tidak tahunya sekarang kamu dapat calon suami gendut juga" ujar Wahyu."Tapi aku penasaran, bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Seorang Henny yang sangat mengagungkan kesempurnaan, bisa terjebak cinta seorang pria yang berat badannya berkelebihan.""Kalian ini ceriwis seperti perempuan!" Henny menghentakan kakinya gusar. Bayu masih tertawa, tapi Wahyu hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan senyum di bibirnya."Ceritakan dong Hen, bagaimana bisa kamu dekat dengan si Willy" bujuk Bayu."Malas, nanti kalian tertawakan, datang tuh ke acara nikahan aku""Resepsinya kapan, ini baru nikahnyakan?""Rese
18+Nur duduk bersandar di kepala ranjang, Wahyu duduk di sampingnya sambil mengelus perut besar istrinya yang sudah jalan 7 bulan."Kamu akan jadi yang tercantik di rumah, Nur" ujar Wahyu sambil mengecup bakpao coklatnya yang kini sudah berubah warna lebih terang. Nur menolehkan kepalanya, Wahyu meraih kepala Nur. Bibir Wahyu mendarat di atas bibir Nur. Satu ciuman panjang yang harus berakhir saat Nur kehabisan napasnya."Kamu semakin hari semakin seksi" bisik Wahyu tepat di depan wajah Nur. Dihapusnya bekas ciuman mereka di bibir Nur dengan jempolnya."Kakak gombal!" Nur mencubit perut Wahyu dengan wajah merona."Gombalku halal dan bersertifikat, Sayang. Aku senang sekali melihat lekuk tubuhmu. Dua bukit kecil, satu gunung besar, dan satu bukit kecil yang penuh semak belukar" jemari Wahyu meluncur dari kedua dada Nur, lantas ke perut Nur, dan meluncur turun ke bawah perut Nur."Kakak, enghhh..akhkhhh" Nur mendesah pelan, saat jemari Wahyu menyib
Surat perjanjian bermateraipun dibuat di kantor Polisi. Henny berjanji untuk tidak akan mengganggu rumah tangga Wahyu dan Nur lagi. Jika dia mengingkari janjinya, maka Wahyu tidak akan lagi memaafkannya.Wahyu, Bayu, Ayahnya, Pengacara mereka, Ayah Henny, ibu Henny, dan Henny juga pengacara kekuarga Henny ke luar dari kantor Polisi. Di depan teras kantor Polisi mereka bertemu dengan Lindsy dan Tata yang digiring memasuki kantor Polisi."Mas Wahyu!" Seru keduanya terkejut saat melihat Wahyu."Mereka kenapa, Pak?" Tanya Wahyu pada Polisi yang menggiring Tata dan Lindsy yang penampilannya tanpak acak-acakan."Mereka membuat keributan di sebuah rumah makan, katanya memperebutkan seorang pria yang bernama Wahyu" jawab Polisi."Haah, kalian belum berhenti juga mencoba mendapatkan aku. Aku sudah punya istri. Sadar...sadar.. argghhh apa hebatnya aku sih sampai diperebutkan begini!" Wahyu mengusap rambutnya."Kalau begitu, silahkan anda mengikuti kami ke dal
Wahyu sudah melaporkan Henny ke Polisi, dengan membawa bukti rekamanan percakapan Henny dengan Bayu, juga rekaman saat Henny mengorek-ngorek sampah.Tuduhan untuk Henny adalah perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah terhadap Nur.Polisi berjanji akan segera menindak lanjuti laporan mereka. Henny akan segera mendapatkan surat panggilan untuk di periksa.Siangnya Nur sudah diijinkan pulang, Wahyu membawa Nur pulang ke rumah orang tuanya, sementara barang-barang mereka belum selesai dipindahkan dari rumah lama.Nur ke luar dari mobil dengan dituntun oleh Wahyu dan ibunya. Ia melangkah dengan hati-hati, karena masih dilarang terlalu banyak bergerak, sampai kondisinya benar-benar stabil."Langsung ke kamar saja, Nur harus istirahat di atas ranjang. Tidak boleh ke mana-mana, sampai benar-benar aman kandungannya" ujar ibu Wahyu.Wahyu mendudukan Nur di atas ranjang, lalu diangkatnya kedua kaki Nur ke atas ranjang. Dibantunya Nur berbaring tel
"Ada apa ke sini?" Tanya Wahyu pada Bayu."Aku ingin memperlihatkan sesuatu pada Kakak" Bayu mengambil ponsel dari saku kemejanya."Apa?""Lihat!" Bayu memperlihatkan apa yang ada di layar ponselnya pada Wahyu.Tawa Kakak dan adik itu pecah seketika, membuat Nur mengerutkan keningnya."Dapat video dan foto ini dari mana?""Iyan yang mengirimkannya""Dapat barang buktinya?""Kakak lihat saja terus videonya""Aduuh, dapat ternyata barang buktinya, si kunti bakat juga jadi pemulung rupanya" ujar Wahyu dengan mata membola menatap ke layar ponsel milik Bayu. Di sana terlihat Henny sedang mengubek-ubek tempat sampah, entah di mana. Tampaknya ia sedang mencari sim card yang nomernya ia pakai untuk mengirimkan foto Nur dan Willy kepada Wahyu."Lihat apa, Kakak?" Akhirnya Nur tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya."Kamu tidak usah lihat, nanti muntah Nur" jawab Wahyu."Apa sih, Kakak?""Si kunti lagi jadi pemu
Wahyu masuk ke dalam ruang perawatan Nur. Tapi ia tidak menemukan Nur di atas ranjang."Nur" Wahyu mendorong pintu kamar mandi, tapi pintu kamar mandi terkunci."Nur""Ya Kak""Kamu sedang apa?""Sebentar"Pintu kamar mandi terbuka, Nur muncul di ambang pintu dengan botol infus di tangannya."Aku habis buang air, Kak"Wahyu mengambil alih botol infus dan menuntun Nur kembali ke atas ranjang."Ada yang ingin aku bicarakan, Nur""Apa Kak"Nur sudah duduk di atas ranjang, Wahyu duduk di tepi ranjang dengan posisi menghadap Nur."Begini Nur, aku penasaran siapa orang yang mengirimkan fotomu dengan si Willy itu, hoeekkk. Aduuh menyebut nama si gendut itu aku jadi mual, Nur" Wahyu mengelus perutnya, berlagak kalau ia benar-benar mual karena nama Willy."Kakak, aku juga gendut!" Protes Nur dengan wajah cemberut."Maaf, maaf, karena aku menatapmu dengan mata hatiku, jadi hanya kata cantik untukmu yang ada di dal
"Nur""Ya Kak""Boleh aku minta sesuatu?""Main bola?""Bukan Sayang, aku juga tahu kalau lapangannya lagi banjir. Dinding tanggulnya retak sedikit, jadi belum bisa main bola" Wahyu mencubit kedua bakpao coklat muda Nur dengan gemas."Sakit, Kakak" rengek Nur manja, sambil mengusap pipinya."Maaf ya, sini aku obati" Wahyu mendekatkan wajahnya. Hidung dan bibirnya menempel di pipi Nur, bergantian kanan dan kiri."Tidak sakit lagikan?""Heum" Nur mengangguk dengan rona merah menghiasi pipinya."Bakpao coklat toping selai strowberry" Wahyu mengusap lenbut pipi Nur dengan ujung jari telunjuknya."Kakak tadi mau minta apa?" Tanya Nur mengingatkan apa yang ingin dikatakan Wahyu tadi."Aku ingin memintamu berhenti bekerja, demi kebaikanmu, dan demi kebaikan anak kita. Mau ya Sayang?" Ujar Wahyu dengan nada memohon. Nur menatap mata Wahyu, perlahan kepalanya mengangguk. Wahyu menarik napas lega. Digenggamnya jemari Nur lalu dikecupnya