‘’Aku? Ehm, sepertinya ada, Erina. Memang kenapa Erina? Kau ingin jalan-jalan?’’ Arthur bertanya balik dan ia semakin mempererat pelukannya pada gadis itu seakan tidak ingin menciptakan jarak diantara mereka. Dan ia juga sudah tidak perduli dengan perbincangan orang-orang di luar sana karena memang inilah yang sedang ia rasakan.
Bahkan Arthur ingin menunjukkan pada semuanya bahkan pada Dunia bahwa ia semakin mencintai gadis ini.
Semakin menyayanginya lebih dari apapun. Dan kalau bisa, ia ingin melamar gadis ini sekarang juga dan menjadikan gadis ini miliknya!
‘’Ahh… i… iya Oppa. Aku… ingin jalan-jalan. Tapi yasudah tidak apa-apa. Nanti coba Aku ajak yang lain saja karena sepertinya Oppa ada keperluan yang sangat penting. Dan itu terlihat jelas dikedua mata Kamu, Oppa. He… he…’’ Erina ternyata faham akan kegundahan hati Arthur dan benar-benar mengerti sekali keadaan Pria itu.
Dewasa sekali pemikirannya.
Itulah yang membuat seseorang seperti Art
Delivered! Drrt… drrt… notif pesan masuk di handphone Erina. From: Arthur OppaKau kenapa? Apa Kau baik-baik saja?? Sepertinya tidak, ya? Kalau masih sakit, kita bisa pulang lebih awal saja. Karena wajahmu sedikit pucat… Erina membaca pesan dari Pria di sampingnya dengan perasaan bahagia. Dan ia melirik sebentar lalu membalas pesan itu secepatnya. Send! Drrt… drrt… kali ini notif pesan masuk di handphone Arthur From: My beloved woman, ErinaAh, Kamu benar, Oppa. Aku sedikit agak pusing, kepalaku pening rasanya. Dan juga kakiku sudah tidak bisa diajak berkompromi deh. Aku pingin balik ke kamar saja lebih awal, bolehkah? Arthur seketika langsung menoleh cepat ke arah Erina dan mendapati gadis itu sedang memijit pelipis keningnya. Keadaan gadis itu memang benar-benar mengkhawatirkan.
‘’Ahh, aniyaa… tidak, kok. Aku… Aku… hanya… Aku…’’ Erina kesulitan menjawab pertanyaan sederhana dari Arthur dan nampak sekali ia gugup tidak sanggup memandang mata Arthur. Erina terus menunduk dan sedikit perlahan ia melangkah mundur hingga dirinya membentur pagar pembatas yang terbuat dari beton. Ia meringis kesakitan saat punggungnya membentur pagar itu dan dingin yang dirasakannya. ‘’Hahh…’’ Arthur menghela nafas pelan tanda kalau dirinya sedang menahan sesuatu. Ia agak bingung kenapa Erina menghindarinya dan terlihat ketakutan. Apalagi saat ia semakin mendekat ke arahnya, gadis itu malah semakin mundur dan akhirnya ia tidak bisa kemana-mana. ''Ha…ha… baguslah!'' Fikir Arthur dalam hati. ‘’Akh… hisssh… appo, hah… kenapa sial sekali hari ini,’’ Erina mendesis pelan tapi masih bisa didengar oleh Arthur. TAP! Arthur berdiri tepat di depan Erina. Masih terdiam dalam posisinya. Erina juga menyadari bahw
Erina masih terdiam tidak sanggup menjawabnya karena ia masih menyeimbangkan antara otak, jantung dan hatinya. Dan ia juga masih belum yakin dengan hatinya saat ini. Ia bingung. Ia bimbang. ‘’Ehmm… Aku… Aku…’’ Erina masih tidak bisa menjawabnya karena terlalu gugup dengan pertanyaan tiba-tiba dari Arthur. ‘’Kenapa, Erina? Apa Kau tidak bisa? Apa Kau keberatan dengan permintaanku ini? Ehmm, atau ada yang lain yang saat ini ada di hatimu…’’ Cecar Arthur saat Erina tidak menjawab pertanyaannya. ‘’Hah? Apa? Bukan! Bukan begitu, Oppa. Aku… Aku…’’ Erina terkejut dengan perkataan dari Arthur. ‘’Kau kenapa, Erina? kenapa terlihat gugup dan tidak sanggup menjawabku? Apa jangan-jangan Pria itu…’’ ‘’Cukup, Oppa! Bukan seperti itu! Aku tidak, aniya, Aku hanya berfikir kenapa Kau tiba-tiba bertanya padaku seperti itu? Apa ada hal yang mengganggumu?’’ Erina bertanya balik dan tangan mungilnya menyentuh pergelangan tangan Arthur dengan lembut. Arthur
Erina juga tidak memaksa Arthur untuk bercerita yang membuat dirinya hilang kendali dan terpuruk seperti ini. Apa yang terjadi? Itulah yang difikirkan oleh Erina saat ini saat tangan mungilnya berhenti tepat di bibir Pria itu. Tanpa terasa air matanya mengalir di pipi kirinya. Erina tidak bisa. Ia seperti merasa bahwa hal berat akan ia hadapi dan kemungkinan terburuk ia akan menghadapinya sendiri. Ia merasakan seperti itu saat ia menatap dalam dikedua mata Arthur. Ia seakan merasa jika Pria itu sedang menyalurkan perasaan sedihnya padanya. ‘’Wae?’’ Deep voicenya terdengar serak saat ia bertanya pada Erina dan gadis ini hanya menanggapinya dengan kebingungan. ‘’Ha?’’ Erina dengan muka polosnya bertanya balik. ‘’Wae?? Kenapa?? Kenapa seperti ini?? Kenapa seakan semuanya tidak menginginkan Aku hidup bahagia!? Kenapa?? Apa Aku tidak pantas memilih hidupku sendiri, Erina?? Jawab Aku, Erina!!’’ Arthur sedikit meninggikan sua
Erina, yang punya ranjang hanya menatapi Arthur dengan heran. ‘’Sini! Kemarilah! Aku tidak akan macam-macam denganmu. Soalnya tadi ‘kan sudah, he…he… Sini tidur di sampingku! Aku hanya ingin tidur di sampingmu saja, jadi jangan takut!’’ Arthur santai sekali mengatakannya. Apa Arthur tidak lihat bahwa ekspresi dari Erina sudah menjadi pucat karena ia tidak pernah sekalipun tidur dengan Pria saat dewasa. Bahkan ini pertama kalinya bagi dirinya dan membuatnya agak cengo. ‘’Yakh! Aish, malah bengong, kajja, atau Aku seret kemari, hm?!’’ Pernyataan Arthur yang sungguh membuat Erina mau tidak mau berjalan cepat ke atas ranjangnya. Erina juga mengunci kamar hotelnya dan jendelanya. Mematikan lampu ruangan itu. ‘’Selamat tidur, Oppa,’’ ‘’Selamat tidur, Cantik, Saranghaeyo. CUP…’’ Arthur mendaratkan ciumannya di kening Erina dengan lembut dan memeluk gadis itu dengan mesra. Mereka tertidur bersama hingga pagi menjelang.
Yakh, benar, ia mengamati sesuatu milik Erina dengan tatapan seductive dan ia tanpa sengaja menggigit bibirnya. Sepertinya ia mulai merasakan gerah pada tubuhnya. ‘’SIAL!!! Pabboya, Kau Arthur!!! Apa yang Kau fikirkan terhadap gadis ini??! Jangan jadi Victor Kau, Arthur!!! Haaahhh……tapi gimana tidak jadi Victor kalau di depanmu terdapat sesuatu yang menggoda imanmu walaupun Kamu sudah berdoa tadi. Tahan, Thur!!! Jangan sampai Kau telat ke acara itu gara-gara Kau bercumbu dulu dengan gadis ini. Argghhhh……SIAL!!!’’ Arthur menggeram tertahan, ia seakan mencoba mengembalikan akal sehatnya. Wajahnya pun sedikit memerah. Terlihat ia sedang berusaha keras menahan semuanya agar tidak sampai terbuai.Namun ternyata Erina menyadarinya jika Pria itu sedang memperhatikan tubuhnya dan seketika ia langsung menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia reflek melakukan itu. Dan itu cukup membuat Arthur terkejut kalau sikapnya tadi ternyata dilihat oleh Erina.
Dan Arthur sudah memikirkan hal ini matang-matang dan penuh waktu berhari-hari memikirkan risiko semuanya. Jangka panjang dan pendek yang akan ia terima dan juga gadis ini. Dan ia mengerti sekali hal ini. Ia faham dengan siapa ia harus menyerahkan ini semua. Hanya dengan gadis ini saja. ‘’Oppaahh… stopphh…’’ Erina berusaha meminta Arthur untuk berhenti, tapi Pria itu semakin memperdalam ciumannya yang membuat Erina kewalahan dan hampir kehabisan nafas. Dan Arthur mengerti, ia pun memberikan nafas buatannya saat mereka masih berciuman. Tidak disangka Erina menerimanya dan gadis ini terlihat sudah mulai mengikuti arus dari Arthur. Gadis ini terbuai. Setelah memastikan aman dan clean, Arthur melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya terhadap seorang wanita. Dan ini pertama kalinya ia melakukan hal ini bersama gadis yang sangat dicintainya. Mungkin ini juga menjadi salah satu alasan yang akan membantunya suatu hari nanti.
''Mwoo??? Apa-apaan Pria itu? What? Kenapa seperti itu penampilannya? Aduh, kenapa dia belum siap-siap, ya? Atau jangan-jangan dia kelamaan nunggu Aku? Hishh, mampus Kau, Erina!'' Erina mengumpat dalam hati dan menundukkan pandangannya tidak berani menatap Pria itu. Namun Zhafar menyadari bahwa gadis ini sedang gugup. Ia lantas beranjak menuju Erina. ‘’Erina, silakan duduk dulu. Kau mau minum apa?’’ Zhafar melangkah menuju ruang tamu dan berdiri di depan Erina. Seiring Zhafar menuju tempat Erina duduk, gadis itu menahan nafasnya pelan. Ia bahkan sama sekali tidak berani memandang Zhafar. ''Ah, tidak usah. Tadi sudah minum kok. He…he…'' Erina menjawab dengan kikuk. ''Hmm, baiklah. Tunggu sebentar, ya,'' Zhafar beranjak dari Erina dan menuju kamar mandi. Bersiap-siap sejenak karena badannya tercium asap rokoknya. ''What? Dia merokok? Ah, apa Aku yang baru tahu, ya? Dan penampilannya kali ini sungguh membuatku jantungan. Asta
#Flashback End # 1 Tahun kemudian @ Ruang Presdirut, PT Deluxe Tower, Lantai 10, Jumat, Tanggal 05 Januari 2018, Pukul 11.00 KST ‘’Oppa!! Zhafar Oppa!!! Yakh!!!’’ Seruan seseorang berhasil membuat Zhafar terkesiap. Ia menatapi seseorang itu yang menatapinya dengan pandangan keheranan. ‘’Hahh!!! Erina! Arthur! Astaga! Aku melamun! Jinjja!’’ Ucap Zhafar akhirnya dan mengusap wajahnya kasar. Ia menerawang jauh ke depan tentang semuanya. ‘’Kau melamun ternyata! Astaga! Zhaff, aku minta bantuanmu untuk menyebar undangan pernikahan kita, ya??’’ Permintaan dari Arthur begitu mengagetkan Zhafar. ‘’Akh! O-oke! Siap! Aku akan bantu kalian! He . . . He . . . ‘’ Jawab Zhafar sedikit gugup seraya memeluk Arthur bahagia. ‘’He . . . He . . . Terima kasih, Kawan! Ku harap kau segera menyusul, ya!’’ Ucap Arthur penuh ketulusan dan diamini oleh Zhafar dan Erina. Mereka bertiga berbincang lama sambil sesekali bernostalgia. Mereka Nampak sangat bahagia sekali bahwa persahabatan mereka masih terja
# Tiga hari berlalu, Seorang gadis cantik membuka matanya perlahan. Ia mengerjap matanya perlahan untuk menyesuaikan keadaan di sekitarnya. Ia mendapati ruangan putih bersih yang lumayan luas. Ia terheran-heran. Saat sedang mengamati keadaan di sekitarnya, sebuah sapaan berat mengusik pendengarannya. ‘’Sudah siuman? Syukurlah,’’ Sapaan lembut seorang Pria begitu hangat hingga membuat seorang gadis cantik ini mengalihkan perhatiannya. ‘’Zhafar Oppa? Aku dimana??’’ Tanya gadis cantik ini dengan keheranan. ‘’Kau di rumah sakit. Sudah tiga hari kamu dirawat di sini, Erina!’’ Jawab Zhafar tenang seraya mengupas apel untuk Erina. Ia tersenyum hangat pada Erina. ‘’Hahh?? Aku di rumah sakit? Kenapa?’’ Erina begitu terkejut saat mendapati kenyataan bahwa dirinya dirawat di rumah sakit. ‘’Iya, kau luka parah. Ehm . . . ‘’ Zhafar menggantung kalimatnya. Ia ragu harus memberitahu apa tidak perihal lukanya tersebut. ‘’Oppa!!! Oppa kenapa? Cerita padaku? Aku sakit apa??’’ Erina sedikit memak
‘’Eungghh!!! Sa-sakiitt, Oppaaah!! Argh!! Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Teriak Erina tertahan saat Javier memasukkan sesuatu ke dalam tubuh Erina dan mengunci bibir Erina. Erina hilang akal! Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia lelah dan tidak berdaya. Ia merasa akan mencapai kenikmatan tersebut disertai dengan perlakuan Javier padanya yang semakin menggila. Hingga akhirnya . . . ‘’Eunggghhh . . . Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Seru keduanya saat keluar bersamaan. Javier menciumi lembut kening Erina dan memeluk erat gadis itu. Sementara Erina terlelap seketika. Javier manatapi Erina dengan penuh kasih. Ia begitu memuja gadis ini. Ia memakaikan pakaian Erina dengan lembut dan menyelimutinya sebelum pergi meninggalkan Erina seorang diri. ‘’Bye, Erina!!! Terima kasih!’’ Ucap Javier seakan mengucapkan salam perpisahan. Sungguh kejam sekali!!! £♥¥€ @ Ruang CTO, Lantai 08, Senin, 06 Maret 2017, Pukul 13.00 KST ‘’Huek!! Huek!! Arghh!! Ahh, aku
Erina menebak siapa gerangan tamu ini dan seketika terkejut mengetahui siapa tamu tersebut. Ia menahan nafasnya sejenak tatkala tamu tersebut membalikkan badannya menghadap dirinya. ‘’Akkh!!!’’ Ucap Erina tertahan saat mendapi tamu yang sangat dihindarinya. ‘’Halo! Selamat Malam, Erina!’’ Deep voicenya begitu mengusik pendengaran Erina dan mampu membuat Erina sedikit menjauh. ‘’Akh! Ya, selamat malam. Ehm, A-ada perlu apakah?’’ Tanya Erina dengan sopan dan pelan seraya menghindari tatapan mata dengan tamu tersebut. ‘’Hem, tidak! Ini! Aku hanya ingin memberikan ini,’’ Tamu tersebut tiba-tiba menyerahkan sebuah kado besar kepada Erina. Erina terkejut dengan semua sikap tamu tersebut yang memberikannya kado. Seketika itu juga ia terpana bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya dan tamu tersebut pun masih mengingatnya. Ia menutup mulutnya seketika seakan tidak mempercayai fakta yang ada. ‘’Aku dengar kamu cuti kemarin, makanya sekalian aku ingin menjengukmu. Aku fikir kau sedang sa
BUG!!! Terdengar pukulan lumayan keras yang dilayangkan oleh Javier kepada Zhafar. Pria tampan ini ternyata juga tidak siap akan pembalasan dari Javier. Ia terhuyung ke belakang seraya memegangi pipi kanannya. ‘’Cih! Sial!’’ Umpat Zhafar kesal karena pukulan Javier. Ia menyeka darah di sudut pipi kanannya dengan ibu jarinya. Ia juga menatapi Javier dengan tatapan kebencian. Javier dan Zhafar sama-sama bangkit dari posisinya. Mereka berdua siap-siap akan melakukan pembalasan dengan sengit. Akan tetapi belum sempat terjadi, seseorang memergoki keduanya hingga berteriak histeris. ‘’KYAAAA!!! Kalian!!! Ada apa ini?’’ Teriak Eritha, seseorang itu dan segera berlari ke arah kedua Pria tersebut. Posisi Eritha berada di tengah di antara kedua Pria tampan tersebut dan memandangi keduanya secara bergantian. ‘’Yakh!!! Kalian kenapa, ha??? Kenapa berkelahi?? Ada apa??’’ Tanya Eritha sedikit emosi karena kelakuan kedua Pria tersebut. ‘’ . . . ‘’ ‘’ . . . ‘’ Mereka berdua sama-sama terdia
‘’Nona Erina hamil!’’ Ucap Dokter ini pelan seraya tersenyum hangat kepada Zhafar dan Eritha. Bagaikan petir di siang bolong, kalimat sederhana dari Dokter Perusahaan mampu membuat Zhafar terkejut. Zhafar hanya bergeming saja. Ia menatapi surat hasil pemeriksaan dengan nanar dan tangannya bergetar. Ia menerka-nerka bagaimana bisa Erina hamil? Erina hamil? Sejak kapan? Dengan Arthurkah? Apakah Arthur sudah mengetahuinya? Bagaimana kalau ternyata Arthur juga tidak mengetahuinya? Bagaimana dengan keluarganya Arthur yang berada di sana? Astaga! Pertanyaan itu semua memenuhi seluruh fikiran dan hati Zhafar. Pria tampan ini masih meresapi dan memahami situasi yang pelik ini. Ia menggeleng pelan seakan tidak mempercayai semuanya. Ia meremas surat itu dengan tangan yang bergetar. Hal ini disadari oleh kedua wanita yang berada di depannya dengan perasaan iba. ‘’Hahhh . . . Astaga!!! Erina . . . ‘’ Hanya itu kata-kata yang berhasil keluar dari mulut Zhafar. Ia bersandar pada kursi da
GREP!!! Zhafar, Pria tampan inilah yang dengan sigap menangkap tubuh Erina yang kondisinya memang sedang tidak sehat. Ia lantas mendekap erat Erina dan segera memeriksa kening gadis ini. Alangkah terkejutnya saat Zhafar memeriksa keadaan Erina yang memang benar-benar sakit, badannya demam tinggi. Zhafar segera mengangkat tubuh Erina, menggendong gadis ini ala bridal style dan berjalan keluar meninggalkan ruangan meeting untuk menuju Ruang Kesehatan. Sebelum meninggalkan ruangan, Zhafar meminta ijin untuk pamit sebentar dan meminta Eritha menemaninya. “Ehm, Maaf, saudara-saudara sekalian! Kejadian tidak terduga terjadi dan Saya meminta ijin untuk membawa rekan kerja kita, Erina untuk ke Ruang Kesehatan. Mohon tunggu sebentar! Eritha, tolong temani Saya! Saya akan segera kembali. Selamat Pagi! Terima kasih!” Ucapan tegas dan tenang Zhafar disambut oleh para tamu dengan sedikti was-was. Mereka semua khawatir dengan kondisi Erina. Zhafar dan Eritha membungkuk hormat tanda mereka undu
SRET!!! “Selamat Pagi!!! Eh, sudah ada kalian?? Halo!” Sapa Kai dengan lantang dan sedikit kikuk saat mendapati bahwa Erina sedang bersama dengan mantan kekasih gadis itu. “Ne, selamat Pagi semuanya!” Ucap Javier tenang dan kembali fokus pada pekerjaannya. Semua undangan duduk di kursi masing-masing dan bersiap dengan meeting hari ini. Mereka bercakap-cakap dan bersenda gurau. Dari sekian banyak orang di ruangan meeting ini hanya satu orang yang terlihat acuh dan diam saja. Keadaan orang tersebut disadari oleh sahabatnya dan berusaha berbicara dengannya. “Erina?? Kau kenapa?” Tanya Eritha, sahabat Erina yang sungguh khawatir dengan keadaan sahabatnya ini. Orang yang dipanggil namanya pun hanya menoleh sekilas dan tersenyum pucat pada Eritha. Hal ini langsung mendapat reaksi kekhawatiran. “Erina!!! Kau sakit? Kau pucat sekali! Astaga!” Ucapan Eritha berhasil mengusik seluruh pendengaran tamu yang hadir. Begitupun dengan Zhafar. Pria ini seketika memperhatikan Erina dari tempat
Erina menyerah! “Erina, maaf! Aku hanya ingin memelukmu saja. Hanya itu. Aku hanya ingin melepaskan semua kerinduanku padamu setelah sekian lamanya. Maafkan aku!!!” Jelas seseorang itu dengan lembut seraya melepaskan Erina dan bergerak menjauhi Erina satu langkah. “ . . . ” Erina tidak sanggup mengatakan apapun dan hanya bisa diam saja mencoba memahami situasinya. Ia menyeka air matanya yang tadi hampir saja terjatuh tatkala seseorang itu memeluknya erat. “Aku tahu aku salah, tapi aku hanya ingin memelukmu saja saat ini. Aku tahu kamu sudah tidak ingin melihatku lagi, tapi ijinkan aku berada di sisimu saat proyek ini berlangsung dan selebihnya terserah dirimu, Erina. Maaf,” Ucap seseorang itu jujur dan masih menatapi Erina dengan penuh perhatian. “Ehm . . . A-aku. Aku . . . Ehm, maybe, sulit bagiku menerima semua keadaan ini di hidupku dengan tiba-tiba. Takdir yang mempertemukan kita kembali di sini. Mempertemukan kita semua dalam sebuah ikatan benang merah yang kita tidak tahu ap