Perihal clue kemarin. Aku tidak akan kasih tahu yang mana clue-nya, nanti gak surprise:D tapi tenang aja, itu bukan sesuatu yang rumit.
“Anda yakin akan melakukannya sendiri, Tuan?”Lion bergidik saat menyaksikan Theo sedang mengasah Cold Steel Recon 1, salah satu senjata pertahanan diri yakni pisau paling mematikan yang dirancang dengan model lipat.“Saya bisa menemani Anda, Tuan.”“Tidak perlu.”Aura dingin terpancar bebas dari wajah adonis tuannya. Lion menunduk, sudah biasa dengan penolakan seperti yang baru saja diterima.“Apa ada laporan khusus dari Amerald mengenai perusahaan pusat dan anak cabang?”“Tidak ada, Tuan. Mungkin tiga hari ke depan Amerald akan mengirimkan laporannya.”Theo menghentikan kegiatan mengasah. Pisau yang bertambah ketajamannya dilipat dan dimasukkan ke dalam saku celana. Gerakannya berlanjut pada senjata tembak, mengambil beberapa, lantas diselipkan di balik pakaian. Theo sudah siap melakukan aksi, dari pelacakan terakhir, lokasi Bouldog berada di sebuah club night yang letaknya menjurus ke arah barat daya.“Tetap ingatkan Amerald, jangan menerima kerja sa
“Cepat katakan!”“A—aku—“Charlotte tergugu merasakan sentuhan tajam, yang dinginnya melemahkan. Penampilan casanova pria itu menutup kenyataan betapa bahaya umpan yang Charlotte anggap remeh. Dia memang menginginkan tubuh panas Theo. Tapi bayaran yang diterima tidak sebanding dengan ancaman, Charlotte tak menyangka Theo akan berbalik menjadi bumerang baginya.“Jangan terlalu keras terhadap wanita. Aku tahu karena Magdalena ... kau menyamaratakan mereka semua.”Tekanan pisau di tangan Theo sedikit mengendur tatkala suara Sean menarik atensinya. Kebetulan macam apa yang akan Sean jelaskan? Kedatangan tiba – tiba pria itu tidak bisa dikatakan sama kalau bukan rencana dari suatu renjana.“Bebaskan Charlotte, T. Aku yang menyuruhnya memancingmu, untuk membuktikan kau bisa tertarik atau tidak.” Sean menatap punggung yang masih membelakanginya. Sampai nanti, sandiwara akan menjadi perjal
Umpatan berkali – kali lolos dari bibir Theo yang terus mengecam kegagalan. Rencananya hancur berantakan saat menemukan wajah berbeda antara Bouldog dan tamu yang Charlotte sebutkan. Ketidaktahuan terhadap rupa yang telah berubah menghanguskan kesempatan untuk membalas perbuatan keji Bouldog, seakan keberuntungan memang sedang berpihak pada ketidakadilan.Pria itu bebas dari sebilah pisau yang sudah disiapkan untuk menembus daging beserta isinya saat Theo akhirnya memlih pergi, dia tak ingin melakukan kesalahan fatal. Minimal Theo telah mengantongi file foto ‘Mr. Aledo’ yang diambil secara diam – diam. Dia akan mencari tahu lebih lanjut, sekaligus bertanya pada Rose simpang siur identitas di dalam kepalanya, apa yang terjadi hingga begitu banyak puzzle terpecah di antara beberapa kejadian.Bodoh! Kenapa tidak dari kemarin dia mencari informasi dari sumber aslinya. Theo menyentak setir dengan perasaan dongkol, membanting kendali menuju apartemen Rose
Kiprah mencari Rose terhenti tepat di ruang tamu, Theo dengan tatapan datar melipat tangan di depan dada. Bibirnya bungkam bersama fokus yang terforsir penuh pada Rose, bisa – bisanya wanita itu tidur dalam posisi duduk beserta piring berisi pancake terletak di atas paha.“Benar – benar penggoda sesungguhnya,” desah Theo tak tahan.Beberapa saat kemudian lipatan tangannya terurai. Ada dua hal sedang menyerang Theo kali ini, lapar karena keroncongan dan haus akan lapisan pertahanan yang semakin berkurang.Dia tidak bisa menolak sajian apa pun yang ditawarkan tubuh Rose. Semua. Dari pangkal rambut sampai ujung kaki, benar – benar membara hasrat. Theo ingin Rose yang meliatkan lidah di lekukan tubuhnya, bukan Charlotte. Tapi Rose adalah pelacur tengil yang menolak tawaran menyenangkan itu. Dia harus bersabar sampai surat kontrak antara mereka bisa dilayangkan dan ditandatangani Rose.Perlahan ... jarak ditepis demi menunaikan sesuatu yang terus menyerang dirinya
Butuh sesuatu untuk rasa sakit, tapi penawarnya adalah kita.________________________ Suara sesenggukan dan pelukan kecil menuntun kembali kesadaran Rose dari tidur lelap. Dia berusaha mencerna situasi yang membuatnya tidak mengerti. Ada apa, mengapa dia berada di tempat berbeda setelah tertidur di atas sofa.Seseorang memindahkannya?Siapa?Tidak ada orang lain di kediaman ini kecuali hanya dia dan Oracle. Rose tidak memiliki riwayat Somnabulisme atau pernyakit tidur berjalan. Bagaimana mungkin dia tiba – tiba terbangun dalam kondisi tubuh di atas ranjang. Oracle ....Kegelisahan menyerbu perasaannya mengingat nama anak itu. Ke mana dia? Gerakan Rose tertahan ketika hendak bangkit. Terlalu lama tenggelam dalam pikiran hingga lupa raganya sedang didekap tangan kecil.“Hei, Oracle,” ucap Rose kalut. Kekhawatiran mengubah posisinya dalam sekejap. “Ada apa?” tanyanya sembari menarik tubuh Oracle masuk dalam pelukan.“I’m so sorry, Mommy.”Permohonan maaf yang terucap dari bibir Oracle
“Aku menginginkanmu. Sekarang.” Theo membuka mulut ... lidah basahnya mulai bergelut liar dari pangkalan bahu menuju bagian dalam leher. Suara decakan terdengar seiring umpatan kasar Rose ikut keluar. Sudah dibilang, Theo suka cara Rose tak menginginkannya.“Berikan semua itu padaku.”‘Semua’ yang Theo maksud yakni, apa pun yang bisa Rose serahkan padanya saat ini. Semua. Tanpa terkecuali. Dia menginginkan Rose dalam wujud segalanya.“I’m totally need you, Sugar. I can’t take it any longer, this desire is getting stronger.” Jemari Theo menyusup ke belakang, hendak membuka pengait bra. Namun, tindakannya terhalang restu dari Sang empu.“Tidak mau!” Rose menolak keras rayuan berupa permintaan itu. “Lepas!” titahnya sembari menyentak percuma sentuhan Theo. Dasar pria tidak tahu malu. Bangkotan! Mencari keuntungan besar, amuk Rose dalam hati.“Berhenti!” Kali ini Rose beralih menekan kepala yang terus melakukan aksi mencumbu. Matanya menatap sekitar dengan liar. Sial. Oracle tampak keluar
Di tengah aktivitas mereka masing – masing. Dari luar terdengar seseorang menekan bel apartemen.Siapa?Kepala Rose dipenuhi pertanyaan dan pikiran asing. Dia tidak biasa kedatangan tamu di pagi hari seperti ini. Kalaupun ada, itu hanya Marry yang mengantar cemilan untuk Oracle. Apa Rose harus membukakan pintu untuk siapa pun orang di luar sana?“Oracle tunggu sebentar, okay? Mommy mau lihat siapa yang datang.” Rose mencuci bersih tangan bersabunnya dan berbalik menatap Oracle.“Okay, Mommy. Om T akan menemaniku di sini.”Hanya senyum tipis yang diberikan. Selebihnya Rose meninggalkan dua orang itu di dalam dapur. Kali ini dia pastikan Theo tidak akan membuntutinya atas permintaan Oracle.Rose mendesah. Sesampai di depan, diam – diam dia mendekatkan sebelah mata ke lubang pintu, mencari tahu siapa yang sedang menunggu.“Apa yang dia lakukan di sini!” geram Rose tak tahan. Wajah Sean seketika menjerat jiwanya dalam amarah. Keberadaan Sean bisa menimbulkan malapetaka, apalagi sampai dia
“Mommy!”Seruan Oracle menjadi alasan perhatian Rose teralihkan. Dengan cepat dia mengusap wajah kasar, memperhatikan secara saksama gerak langkah Oracle yang semakin dekat.Rose mengernyit. Sedikit heran melihat penampilan segar Oracle. Pikirannya bercabang saat mendapati sesuatu yang juga berbeda dari Theo. Rambut pria itu basah dan beberapa kumpulan helainya jatuh ke bawah, benar – benar sexy dan menggoda.“Oracle sudah mandi, Mommy,” lapor Si kecil yang kini berada di hadapan Rose, tampak begitu semangat dan bahagia.“Mandi sama siapa? Kenapa tidak tunggu, ‘kan mommy sudah bilang cuma sebentar,” tanya Rose sembari berlutut, menyamakan tinggi tubuhnya sejajar dengan Oracle.“Mandi sama Om T. Kami mau jalan – jalan. Apa boleh?”Sebelah alis Rose terangkat tak suka. “Tidak, Oracle. Kau tidak boleh pergi bersama orang yang tidak begitu dikenal.” Sekadar mengetahui nama, itu tak cukup—Theo masih orang asing baginya.“Tapi Om T temannya dad