“Akan kutunjukkan siapa dan apa fungsimu di sini.”
Theo mengambil kesempatan melesakkan lidah saat Rose meringis karena perbuatannya. Jemari Theo bergerak bebas menyibak dress musim panas yang saat ini Rose kenakan. “Jangan, Theo. Jangan sentuh aku!”Mau seperti apa Rose memohon, Theo tidak peduli. Akal sehatnya ditelan habis oleh hasrat membara. Theo meloloskan celana yang melekat di tubuhnya. Tadi, sebelum Rose datang membuat huru – hara antara hubungan mereka, dia sudah mengganti pakaian pasien menjadi pakaian biasa.“I’ll fuck you.”Theo tahu, Rose benar – benar tidak siap untuknya. Pukas itu belum membasah. Bahkan sesekali dia bisa merasakan perlawanan kecil dari tubuh yang didekap. Tanpa berpikir dua kali, Theo mengangkat pinggul Rose sedikit ke atas dan menurunkan secara bersamaan saat miliknya menunggu di bawah. Tekanan yang diberikan tak cukup menyatukan tubuh mereka. Theo harus memaksa lebih keras sampai ringisan kembali keluar dari bKecantikan adalah rasa sakit.________________________Toronto, Kanada.8 P.MRose bergerak turun dari ranjang usai menyadari Oracle baru saja tenggelam dalam tidur.Sejak pertikaian itu berlalu, dia hanya berdiam diri tanpa melakukan apa pun, meski sesekali harus merasakan nyeri seperti yang terjadi sebelum dia meninggalkan Theo di luar sendiri.Bukan tidak peduli, tapi Rose tidak mau memusingkan apa yang akan dia alami selama nyeri itu hanya datang dan pergi secara tiba – tiba—tidak berkelanjutan hingga berlarut – larut.Pikirnya, semua karena Theo tidak memberi penetrasi, ditambah pria itu menyentak tubuhnya sangat kasar.Tidak.Rose menggeleng samar, kemudian dia mengangkat kaki menuju kamar mandi. Mungkin, sedikit berendam dengan aroma terapi bisa menenangkan pikiran yang kacau balau.Masih membisu, sesampai di sana Rose memutar keran air untuk mengisi bak yang dibiarkan kosong
“Apa yang kau lakukan di kamarku!”Lion tidak tahu harus mengatakan apa. Matanya terus tertuju pada tubuh terbalut bathrobe putih dan rambut basah Rose yang masih meneteskan air.“Tutup matamu, Lion. Kau lihat apa?” Rose meremas belahan kain yang bagian kerahnya agak rendah, mempertontonkan sedikit bagian tubuh yang hanya pernah dijamah satu orang.“Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud.” Lion menunduk dalam – dalam. Dia pria normal. Wajar apabila sesuatu, seperti hal yang baru saja tersaji, membuatnya tertarik."Saya ke sini hanya untuk mengantarkan ini.” Lengan Lion terulur, memberikan sebuah kotak persegi panjang dari Theo yang seharusnya diletakkan di dekat pintu keluar. Lion tak punya pilihan.“Dari siapa? Theo?”Bibir Rose menipis mendapati anggukan Lion. Theo masih ingin mengganggunya atau apa? Rose lelah. Tidak mau berurusan dengan bajingan itu lagi. Dia tidak akan menerima pemberian a
Sering kali mereka tidak pernah sadar apa yang membuat perasaan bermekaran.Sering kali mereka tidak pernah tahu apa yang membuat luluhnya sandyakala di tengah asupan kebahagiaan.Sering kali mereka tidak pernah mengerti apa arti dari yang terambil ketika luruh ketumpahan.Hati telah begitu beku. Jenggala masih saja mengunci kenestapaan dalam jiwa. Deras – deras suara rasa merintih, meraung kesakitan atas keegoisan yang menolak sebuah fakta—ada sesuatu yang tidak beres dari perasaan keduanya.Seharusnya tidak terlalu cepat sekadar menjatuhkan ambisi. Tidak terlalu lambat sekadar datang menyerupai emisi. Semesta sudah memiliki cara menyatukan pribadi yang berbeda. Hanya bagaimana waktu bekerja sebagaimana mestinya.Ntah Rose atau Theo, mereka lupa menjunjung sebuah pertemuan. Dan ketika hukum alam mulai bicara. Jarak adalah cambuk sesungguhnya.Biarkan nanti, masing – masing dari mereka saling merindu.Biarkan nanti, satu dan satu ingin berjumpa.Di sini
Pelan – pelan Rose membuka ikatan membelenggu. Matanya membulat melihat apa yang ada di hadapannya.Sebuah pipa berbentuk cerobong mencuak bebas, memercikkan cairan kental hijau dengan kuat hingga wajahnya basah tak berupa.“Theo!” pekik Rose dihantam kekesalan.Dia melempar kotak di atas pangkuannya kasar. Mengusap wajah, menjernihkan pandangan hingga mendapati sesuatu yang berbeda—dua benda tersembunyi tercecer keluar, satu berwarna hitam dan terlipat, satu lagi tertutup rapat dengan corak merah yang begitu menyala.Rose bangkit, bukan menghampiri dua hal menggiurkan itu. Dia pergi sebentar untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Sekembali dari kegiatan berulang—menyentuh air di malam hari. Rose ragu – ragu menjatuhkan diri dengan pelan di atas lantai. Lengannya terulur meraih benda yang terlipat tidak asing—sebuah dompet yang sempat dia pegang, lengkap dengan tebal lembaran uang di dalam. Untuk apa Theo memberikan dompet tersebut padanya?Rose menggeleng samar, kemudian ber
Sudut bibir Sean terangkat, senyum sinis darinya tak kunjung lepas. Dia puas, benar – benar sangat puas.Sean tidak perlu mengkhawatirkan apa pun lagi. Hanya tinggal menunggu bagaimana hasilnya dan bagaimana dia membuat unggahan yang masih dalam proses tersebut menjadi berita besar.Sial. Sean tidak pernah berpikir rencananya akan dibuat rumit begini. Lengkungan sombong yang dia tebarkan terpaksa harus memudar saat muncul tulisan error di layar monitor‘501 Not Implemented’.Merupakan sebuah kode status yang dikeluarkan oleh server sebagai tanggapan atas permintaan klien (pengguna website/ user). Di mana server (file hosting) tidak berfungsi atau tidak memiliki kemampuan untuk mengenali permintaan yang dikirim user, sehingga server tidak bisa memenuhi permintaan klien.“Berengsek. Bajingan sialan itu!”Sean mengumpat kasar, tidak ingin gagal di tengah titik puncak. Dia begerak cepat melakukan cara lain, menguplo
“Shut up!”Habis kesabaran Theo mendengar serentetan kalimat Magdalena. Sorotnya dipenuhi hasrat ingin membunuh sejak penghinaan yang wanita itu lontarkan. “Jaga mulut sialanmu itu. Aku tidak akan segan – segan menjahitnya sekali saja kau kembali menghina Dara.” Theo mengangkat kaki mendekati Magdalena yang menyorot takut ke arahnya.Tatapan tajam yang Theo perlihatkan sungguh tak pernah Magdalena dapatkan. Pria itu benar – benar menjadi pribadi yang berbeda selama mereka tidak pernah bertemu. Magdalena seperti dipaksa beku setelah memperhatikan biasan dingin di mata abu – abu yang pernah menenggelamkannya begitu dalam. Bagaimana bisa Magdalena meruntuhkan es di sana? Dia sendiri tidak tahu cara memperjuangkan sesuatu yang telah hilang, saat yang hilang darinya tidak mau diperjuangkan.“T.” Hati – hati Magdalena melangkah mundur. Kondisinya belum seutuhnya pulih. Tapi ketika mendengar Theo kembali ke Italia. Dia begitu antusias, meskipun hasilnya sangat menyakitkan.“Kau kenapa, T?”
Dua minggu tanpa Theo, hidupnya benar – benar bebas. Dia seperti burung yang terbang di malam hari, melintasi segala hal yang ingin dia lakukan. Terpenting, bisa memfokuskan diri pada tujuan awal menjadi seorang pelacur.Rose kembali bersiap, menambah riasan serta merapikan penampilan sebelumnya. Aktivitas rutin yang sempat tertunda, terus berlangsung sejak hari pertama Theo pergi. Bahkan, saat ini dia sengaja meminta Aiden memberikan tiga klien sekaligus, demi mengisi pencarian yang terabaikan.Mematut diri di depan cermin untuk terkhir kali. Lewat pekerjaannya, Rose berjanji akan segera menemukan salah satu anggota dari klan pemilik tato tengkorak hitam menyilang agar mengetahui siapa dalang di balik kematian orang tuanya.Dia melangkah tidak sabar menuju kamar VVIP. Masih berharap sebuah keajaiban memeluknya erat. Meskipun dia tahu, sulit menjalankan misi yang bertahun – tahun gagal dikendalikan.Puluhan juta penduduk di Kanada, tidak m
Sekian menit setelah Rose menunggu di dalam kamar, akhirnya dia merasakan kedatangan orang lain.Pria itu, klien kedua, tampak melangkah ke arahnya sembari membuka dua kancing teratas kaos polo atau baju berkerah yang masih melekat di tubuh.Tanpa mengatakan apa pun pria itu duduk di tepian ranjang, tepat di samping Rose. Aroma tubuh yang menguar dan pahatan wajah beraksen eropa darinya sungguh mengingatkan Rose pada seseorang.Dada Rose sedikit tergelitik hanya mengingat nama yang lama tidak dialunkan. Apa kabar bajingan itu? tanyanya dalam hati.Tidak. Rose menggeleng samar. Untuk apa dia memikirkan kondisi pria, yang jelas – jelas tidak mungkin melakukan hal yang sama.“Shall we start, Sir?” tanya Rose sambil mengikat rambutnya asal.“Of course. Do it for fast. Tomorrow I need to back to my country.” Klien atas nama George menarik lengan Rose untuk bersimpuh di bawah.Dengan tidak sabar George memb