Sudut bibir Sean terangkat, senyum sinis darinya tak kunjung lepas. Dia puas, benar – benar sangat puas.Sean tidak perlu mengkhawatirkan apa pun lagi. Hanya tinggal menunggu bagaimana hasilnya dan bagaimana dia membuat unggahan yang masih dalam proses tersebut menjadi berita besar.Sial. Sean tidak pernah berpikir rencananya akan dibuat rumit begini. Lengkungan sombong yang dia tebarkan terpaksa harus memudar saat muncul tulisan error di layar monitor‘501 Not Implemented’.Merupakan sebuah kode status yang dikeluarkan oleh server sebagai tanggapan atas permintaan klien (pengguna website/ user). Di mana server (file hosting) tidak berfungsi atau tidak memiliki kemampuan untuk mengenali permintaan yang dikirim user, sehingga server tidak bisa memenuhi permintaan klien.“Berengsek. Bajingan sialan itu!”Sean mengumpat kasar, tidak ingin gagal di tengah titik puncak. Dia begerak cepat melakukan cara lain, menguplo
“Shut up!”Habis kesabaran Theo mendengar serentetan kalimat Magdalena. Sorotnya dipenuhi hasrat ingin membunuh sejak penghinaan yang wanita itu lontarkan. “Jaga mulut sialanmu itu. Aku tidak akan segan – segan menjahitnya sekali saja kau kembali menghina Dara.” Theo mengangkat kaki mendekati Magdalena yang menyorot takut ke arahnya.Tatapan tajam yang Theo perlihatkan sungguh tak pernah Magdalena dapatkan. Pria itu benar – benar menjadi pribadi yang berbeda selama mereka tidak pernah bertemu. Magdalena seperti dipaksa beku setelah memperhatikan biasan dingin di mata abu – abu yang pernah menenggelamkannya begitu dalam. Bagaimana bisa Magdalena meruntuhkan es di sana? Dia sendiri tidak tahu cara memperjuangkan sesuatu yang telah hilang, saat yang hilang darinya tidak mau diperjuangkan.“T.” Hati – hati Magdalena melangkah mundur. Kondisinya belum seutuhnya pulih. Tapi ketika mendengar Theo kembali ke Italia. Dia begitu antusias, meskipun hasilnya sangat menyakitkan.“Kau kenapa, T?”
Dua minggu tanpa Theo, hidupnya benar – benar bebas. Dia seperti burung yang terbang di malam hari, melintasi segala hal yang ingin dia lakukan. Terpenting, bisa memfokuskan diri pada tujuan awal menjadi seorang pelacur.Rose kembali bersiap, menambah riasan serta merapikan penampilan sebelumnya. Aktivitas rutin yang sempat tertunda, terus berlangsung sejak hari pertama Theo pergi. Bahkan, saat ini dia sengaja meminta Aiden memberikan tiga klien sekaligus, demi mengisi pencarian yang terabaikan.Mematut diri di depan cermin untuk terkhir kali. Lewat pekerjaannya, Rose berjanji akan segera menemukan salah satu anggota dari klan pemilik tato tengkorak hitam menyilang agar mengetahui siapa dalang di balik kematian orang tuanya.Dia melangkah tidak sabar menuju kamar VVIP. Masih berharap sebuah keajaiban memeluknya erat. Meskipun dia tahu, sulit menjalankan misi yang bertahun – tahun gagal dikendalikan.Puluhan juta penduduk di Kanada, tidak m
Sekian menit setelah Rose menunggu di dalam kamar, akhirnya dia merasakan kedatangan orang lain.Pria itu, klien kedua, tampak melangkah ke arahnya sembari membuka dua kancing teratas kaos polo atau baju berkerah yang masih melekat di tubuh.Tanpa mengatakan apa pun pria itu duduk di tepian ranjang, tepat di samping Rose. Aroma tubuh yang menguar dan pahatan wajah beraksen eropa darinya sungguh mengingatkan Rose pada seseorang.Dada Rose sedikit tergelitik hanya mengingat nama yang lama tidak dialunkan. Apa kabar bajingan itu? tanyanya dalam hati.Tidak. Rose menggeleng samar. Untuk apa dia memikirkan kondisi pria, yang jelas – jelas tidak mungkin melakukan hal yang sama.“Shall we start, Sir?” tanya Rose sambil mengikat rambutnya asal.“Of course. Do it for fast. Tomorrow I need to back to my country.” Klien atas nama George menarik lengan Rose untuk bersimpuh di bawah.Dengan tidak sabar George memb
What is our love never went away?________________________ “Setelah ini aku akan tetap mengawasi kalian. Statistik perusahaan harus meningkat, minimal stabil tanpa penurunan.”“Dan kau, James, aku tidak akan segan – segan memecatmu, kalau sekali lagi kau gagal memajukan keuangan perusahaan.”“Baik, Tuan. Saya akan bekerja lebih keras.”“Good. Sekarang kalian boleh pergi.”Para manajer di tiap – tiap divisi menunduk, melangkahkan kaki pergi setelah tadi menghadapi kemarahan Theo yang berapi – api. Masing – masing mereka mendapatkan tugas tambahan untuk melakukan evalusasi dan perencanaan ulang dari divisi yang mereka pegang.Theo membaca gerakan mereka yang menjauh, menunggu pintu ruang rapat tertutup, lalu perhatiannya beralih pada Amerald yang berdiam diri tanpa melakukan apa pun.“Sekarang bereskan barang – barangmu dari sini.”“Kau dipindahkan ke perusahaan cabang sebagai ketua HRD.”“Aku tidak menerima bantahan, Erald. Terima atau tid
Aiden mendesah lelah. “Kau berpikir terlalu jauh, Rose.” Kemudian dia berdecak tidak suka, sekaligus menatap Rose kasihan “Tunggu di sini. Jangan lakukan apa pun. Aku akan pergi mencari dokter.”Rose menelungkupkan wajah di kedua lengan, yang bertumpuh di atas lutut begitu Aiden meninggalkannya sendiri di ruang rawat. Dia menangis sesenggukan memikirkan nasib yang membelenggu dalam kenestapaan. Bagaimana bisa Theo meninggalkan darah dagingnya sebagai hadiah perpisahan?Apa yang harus Rose lakukan saat dia sendiri begitu dikuasai masygul?Haruskah dia merapah, mencari sejatinya ayah yang telah menanam benih, hingga tumbuh menjadi buah hati?Tidak.Rose menekan wajah lebih dalam. Tidak mungkin hal itu terjadi. Dia yakin Theo akan berprasangka buruk, menyebutnya pelacur murahan yang datang mengemis uang. Tidak. Rose tidak akan membiarkan penghinaan terlontar untuknya. Jika kehamilan ini memang benar, hal itu akan menjadi rahasia besar. Rose tidak akan memperkenankan Theo mengetahui a
Pantulan tubuh di depan cermin menampilkan sebuah pembuktian besar. Terdapat makhluk kecil, yang telah tumbuh cukup lama menjadi bagian dari raga dan kehidupannya.Senyum singkat Rose tersemat tatkala usapan pada perut rata menciptakan sensasi hangat.Dia mengambil napas dalam, pelan – pelan semakin menerima kondisi kacau, meski dia tidak pernah berharap akan merawat darah daginnya seorang diri.Rose sempat berpikir dia benar – benar bernasib sama seperti Bridgette, yang harus menanggung kesakitan. Mencari arah hingga begitu putus asa, dan tak bisa mengontrol perasaan hancur maupun kecewa.Seharusnya mereka berbeda. Rose menyakinkan hal itu agar tidak terjerumus dari keinginan mengakhiri hidup. Teriakan Bridgette ketika mengetahui kenyataan—sedang mengandung atas aksi pemerkosaan Xelle, masih membayang di pikiran Rose. dia tak ingin hal demikian juga berakhir padanya. Cukup di rumah sakit dia bertingkah seperti orang bodoh. Selebihny
Tiga minggu membiarkan ego menang di atas kerinduan, seperti memaksa Theo jatuh ke dasar jurang—ada begitu banyak semak belukar yang melilitnya tanpa bisa melakukan perlawanan.Theo duduk bergeming di depan laptop. Hari demi hari, hanya bisa memantau gerakan Rose dari cctv yang sudah diretas.Video tanpa suara yang tersaji di hadapannya, terkadang menghantui Theo untuk melakukan satu hal—pergi dan temui, meski itu tidak tidak pernah terjadi. Dia masih menunggu Rose menghubunginya, sekadar mendengar kelembutan yang menjadi candu. Masih menunggu, tidak peduli betapa mudah baginya meretas ponsel Rose, demi menyiram sedikit kegersangan di dalam hati.Masih setia menunggu, tidak peduli sekalipun kesabarannya tak membuahkan hasil. Wanita yang begitu diharapkan tidak pernah memenuhi ekspektasi.Semua berada di luar nalar. Seharusnya, sudah sejauh ini, apa lagi yang Theo pegang dari kata – katanya? ‘Buka pintu sekali saja, karena setelah keluar dari gedung ini. I swear to you, you’ll never