Lolongan nyaring hampir setiap saat memenuhi indera pendengaran Rose. Padahal kamar sudah dia kunci. Posisi wajahnya pun ditenggelamkan di bawah bantal, tetapi Theo sengaja membiarkan Esmeralda berkeliaran di dalam mansion. Sesekali suara bariton itu bahkan terkekeh rambat di kupingnya. Mereka sepertinya berada sangat dekat dan mungkin Rose seharusnya memberi Theo peringatan untuk tidak mengeluarkan secuil suara mengusik.Rose mendesah panjang membiarkan tapak kakinya berpijak di atas marmer dingin. Selangkah demi selangkah dia berjalan keluar mencapai sekaligus menekan ganggang pintu kemudian menarik kusennya ke dalam, detik itu di saat bersamaan tubuh Theo tumbang beserta Esmeralda yang menggigit lengan bawah pria tersebut. Tidak ada rasa sakit, karena yang Rose temukan Theo sedang menikmati perlakuan Esmeralda. Sebenarnya kejadian demikian mengingatkan Rose kali pertama dia dipertemukan dengan siberian husky dan—pertama kalinya saat Theo mengetahui Rose sedang mengandung. Dia ters
Selepas kesibukan bersama beberapa gaun dan aksesoris – aksesoris memanjakan mata. Keputusan Rose kemudian bulat untuk menemui Theo di ruang kerja usai berpisah dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Alma maupun dua sekretaris cantik wanita tersebut, Evalina dan Lindsey. Ketidaksengajaan bertemu Lion yang kondisi demamnya jauh lebih baik itulah saat – saat di mana pria itu memberitahu Rose keberadaan Theo—yang katanya tidak sengaja melihat ketika Lion menyusuri beberapa sudut mansion sekadar menambah kegerahan. Pria itu ingin berkeringat, tetapi urusan Rose sebenarnya adalah bersama Theo. Dia tak perlu memusingkan hal lain, kecuali suaminya mungkin kembali sibuk. Itu juga yang dikatakan Lion sebelum berpamitan pergi, yang akhirnya membawa Rose berdiri di depan pintu ruang kerja Theo ... menimbang – nimbang haruskah dia mengetuk sebelum masuk.Tidak. Rose takkan melakukan itu saat setelah pintu telah dibuka. Sebuah ruang cukup temaram menampilkan suaminya di sana. Fokus menghada
Terpukau.Itulah satu reaksi utama Theo kali pertama Rose melangkahkan kaki keluar dari ruang ganti dengan balutan gaun pernikahan creamy agak putih seperti seorang pengantin yang romantis. Sebuah kesimpulan yang menarik muncul saat Theo menatap Rose seupama wanita lembut yang berliku – liku ... begitu cantik dan murni. Senyum manis wanitanya hal yang tak pernah Theo bayangkan akan dia miliki secara utuh. Rose benar – benar memukau terbungkus dalam gaun yang memulai kecantikannya dengan membiarkan leher Rose terekspos transparan dan elegan. Pada bagian dada, kain yang pas di tubuh Rose berhias renda berbentuk bunga dan daun yang menjalar disertai taburan kristal berkilauan. Adapula dari batas pinggul gaun tersebut mekar sempurna, tetapi tidak melebihi porsi yang sedikit harus Rose angkat ketika melangkah pelan. Lengkung di bibir Rose semakin lebar menatap lurus ke depan. Di saat – saat itu pula Rose menyadari suaminya masih terdiam tanpa mengatakan apa pun, seakan benar – benar seda
“Undangan sebanyak ini siapa saja yang akan hadir di acara kita?”Perhatian Rose tertuju pada Theo dan selembar kertas berbahan concorde di tangannya. Sesekali dia berpaling ke belakang untuk memastikan keberadaan setumpuk undangan tersusun bertingkat – tingkat yang sebagiannya berada di bagasi mobil dengan sisa menduduk di kursi penumpang.Warna keemasan pada hampir keseluruhan kertas undangan memberi kesan mewah, apalagi bingkaian tulisan yang timbul di permukaan menambah sisi elegan. Rose suka ketika sedang meraba bagian dari huruf – huruf yang mencuak keluar. Rasanya dia baru saja memanjakan jari – jari tangan.“Namamu sudah benar di situ?”Namun alih – alih menjawab pertanyaan Rose, Theo sebaliknya menanyakan satu hal itu padanya.“Sudah.” Sesaat Rose kembali memperhatikan kertas undangan.O’Douglas.Netranya menelisik lamat – lamat nama yang tersemat di belakang. Rose tak pernah diizinkan untuk menyandang sebutan ‘O’Douglas’ selama sisa hidupnya, tetapi kali ini Rose mengambil
“Datang sama siapa?”Rose merasakan sentuhan di puncak kepalanya segera melepaskan diri dari dekapan Bridgette. Xelle tersenyum ke arahnya dan sepertinya saat pria itu baru pulang dari kantor. Kemeja biru panjang di tubuh itu sedikit teracak dengan separuh kancing terbuka, sehingga bekas kemerahan di kulit dada Xelle samar – samar mencuak.Rose mengerti ... dia baru saja salah menduga.“Aku rasa kedatanganku mengganggu kesenangan kalian,” ucapnya tidak langsung menjawab pertanyaan Xelle, tetapi di waktu bersamaan Rose mendapat cubitan ringan di lengan sekaligus perlototan Bridgette yang merupakan isyarat ‘diam’.“Aku akan membawa Rose ke dalam. Jangan lupa setelah ini mandi, Axe. Kau sangat berantakan. Dan satu lagi, katakan pada Edward satu jam lagi untuk jemput Oracle dan Campel di sekolah.”Sudah selangkah Rose mengikuti ke mana Bridgette menuntunnya, seketika dia membekukan diri mengingat Theo di dalam mobil.“Aku tidak bisa lama, Bridgette. Theo sudah menungguku.”“Jadi bajingan
Siapa sangka dua minggu sejak hari itu akan terasa singkat selama pelbagai perjalanan sibuk selesai Rose lalui. Semua seakan dalam sekejap berakhir, hingga di bawah naungan gedung besar nan mewah dia berdiri. Tersenyum di hadapan suaminya yang tampan dengan surai hitam telah tumbuh tersisir rapi. Begitu pula alis tebal dan manik mata kelabu menjadi perpaduan sempurna, ditambah sentuhan panas dari bibir yang terkadang membalas senyumnya, dan demikian membisik kata – kata nakal yang nanti akan pria itu rencanakan setelah pesta digelar.Harusnya tak ada lagi yang perlu Rose cemaskan saat ini. Hanya menjalankan sisa terakhir dari rencana yang akan membawanya pada keluarga utuh, lalu menunggu bagaimana Theo akan memperjuangkan kebahagiaan mereka bersama. Namun selama dia di sana. Sesekali menggerakkan kaki teratur—maju mundur bergiliran dengan lengan merangkul erat di lingkar leher suaminya. Rose tak menemukan satu pun yang sekiranya masih membekas samar – samar rupa kedua orang tuanya di
"Dia sangat pintar dalam penjiwaan.” Rose berbisik pelan di wajah Bridgette yang baru terlihat setelah pentas drama dimulai. Tidak perlu Rose tanya ke mana saja wanita itu, dia bisa menduga apa yang sudah dilakukan pasangan yang sedang duduk di sampingnya dari penampilan sedikit kacau beberapa saat lalu.“Ya. Pantas saja dia menjadi pemeran utamanya. Dia sangat cantik.”Rose mengangguk setuju saat Bridgette turut berbisik. Para mahasiswa yang direktrut untuk memerankan drama di atas panggung pernikahannya benar – benar piawai. Pelafalan dan intonasi begitu pas dan sesuai, terutama saat mereka melakukan blocking. Rose ingat hal – hal seperti itu yang sering kali ayahnya komentari ketika menonton teater jalanan. Sampai detik ini Rose belum menemukan keberadaan ayahnya. Rose menatap Theo sesaat. Suaminya terlalu fokus menyaksikan drama teater. Tatapan tajam dan bibir terkatup rapat itu sangat panas. Rose ingin menyentuh Theo urung oleh kedatangan pelayan yang menghampirinya. Pelayan yan
“Dalam perjalanan menuju rumah. Kisah mereka berakhir bahagia. Selesai.”Rose menutup buku setebal kurang lebih 400 halaman dan meletakkan buku tersebut di atas nakas. Membacakan kisah – kisah manis menjadi rutinitasnya beberapa hari terakhir. Senyum Rose tipis menatap wajah suaminya yang terbaring begitu tenang. Pagi tadi alat bantu napas baru saja dilepas menandakan kondisi Theo semakin membaik pasca kejadian tombak berdarah. Beruntung mereka segera membawa Theo untuk mendapat penanganan tepat. Tiga kali Theo harus menjalani tindakan operasi. Pria itu kehilangan banyak darah, sehingga membutuhkan transfusi secepatnya. Rose ingat beberapa perdebatan terjadi di antara mereka terkait Theo yang memiliki darah sangat langkah, bahkan Verasco pun tak berdaya tentang itu. Hanya Dara ....Demikian yang Verasco katakan saat itu dengan nada suara gemetar penuh. Seperti begitu sesal. Benar – benar menyesal, sampai akhirnya Travis menyarankan beberapa orang yang masih tertinggal di Italia untuk