Dokter itu bilang, hasil tesnya bisa diketahui hari ini juga. Alecta dan Freya sudah berharap-harap cemas. Untuk menghabiskan waktu, dokter itu mengajak mereka berbincang tentang keluhan yang terjadi. Hingga petugas laboratorium masuk ke ruangan itu sambil membawa sebuah amplop putih dengan logo rumah sakit tertempel jelas dengan tinta warna hijau pekat.
“Terima kasih,” ucap dokter itu, setelah amplop putih itu dari petugas laboratorium.
Rasa cemas beserta harapan menyergap tubuh Alecta dam Freya. Semakin cepat dokter itu membuka amplopnya, makin cepat pula hasil yang akan diumumkan. Tangan Freya semakin berkeringat, ia masih menggenggam tangan Alecta.
Dokter itu membaca dua lembar kertas hasil tesnya dengan saksama, sambil sesekali melihat Freya dan Alecta. Wajahnya tidak dapat diprediksi, apakah tes itu menyatakan jika Alecta hamil atau tidak. Hal ini membuat kecemasan Freya bertambah berkali-kali lipat.
“Maaf, sepertinya
Alecta tersandung, dan tangannya tidak sengaja menekan saklar lampu, yang seketika membuat ruangaan yang akan pengap ini menjadi terang. “Ternyata lampunya ada di sini.” Dia mematikan cahaya dari ponselnya.Alecta menemukan ada tiga buah lemari kaca, dan satu sofa yang ditutupi oleh kain putih. Semua dalam kondisi berdebu, dia beberapa kali terbatuk. Matanya menangkap sesuatu yang amat mencolok dibanding semua barang yang ada di sini. Sebuah gaun putih yang disimpan di dalam lemari kaca. Cara menyimpannya pun terbilang tidak biasa, karena gaun itu diposisikan berdiri, seperti pakaian yang dipajang di etalase sebuah toko atau butik.Alecta mencoba mendekati gaun itu. Terlihat gaun itu sebenarnya indah, meskipun debu dan bahkan beberapa sarang laba-laba memenuhinya. Setelah mendekat, Alecta menemukan sebuah tulisan yang letaknya tak jauh dari gaun itu.Dia yang seperti bidadari untukku. Dialah Camelia.” Alecta membaca tulisan itu. D
Priam yang baru memasuki rumah terheran dengan Naratama yang masih berdiri di ujung tangga. Ekspresinya menggambarkan sebuah kesedihan yang mendalam. “Kenapa kamu berdiri di sini?” Priam mengernyit. Jika Naratama di rumah itu berarti Freya juga ada di rumah, pikir Priam. “Saya menunggu Nyonya yang sedang bersedih,” jawab Naratama sepelan mungkin. Priam memang sudah mengenal Naratama selama tiga tahun ini, dan penilaiannya adalah Naratama memang anjing yang setia kepada Freya melebihi apapun. Dan kesetiaan Naratama lebih besar dibanding Priam yang notabene suami sah Freya. “Sebaiknya kamu beristirahat saja.” “Tapi Tuan, Nyonya bagaimana?” rengek Naratama. Di saat seperti ini saja Naratama masih memikirkan keadaan Freya. Priam harus bersabar. Dia menghela napas, agar bisa mengontrol rasa marah dan jengkelnya. “Aku yang akan menanganinya. Sekarang pergilah.” Priam sedikit menekankan kata pergi agar Naratama se
“Hari ini kamu cantik,” ucap seorang pria yang duduk di samping Lusi. Pria itu bernama Legosi. “Terima kasih.” Untuk gadis seukuran Lusi, ucapan Legosi, pria yang jauh lebih tua darinya adalah pujian. Ia baru mendapat pujian dari pria lain. Dan Lusi bisa dikategorikan sebagai pemula dalam menjalin hubungan. Legosi menyibak rambut Lusi ke belakang telinga. Ia mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Lusi. Bibi mereka akan bersentuhan, tiba-tiba ponsel Lusi berdering keras, hal itu membuat Legosi langsung menjauhkan wajahnya. Lusi sudah memejamkan matanya, akhirnya harus menanggung malu karena moment pertama kalinya harus ditunda karena panggilan telepon yang terus meraung. Ia sempat berpikir agar tadi ponsenya dimode diam. Tapi, harus bagaimana lagi, sudah terlanjur. Lusi melihat Legosi yang sedikit canggung dengan keadaan ini. “A-aku permisi, aku harus menerima panggilan ini,” ucap Lusi. Setelah mendapat anggukan dari Legosi, barulah Lusi be
Alecta refleks menoleh ke arah pintu karena suara gaduh. Pintu itu dibuka oleh Lusi yang masih berdebat dengan Naratama.“Sudah aku bilang berapa kali! Legosi itu pria baik-baik! Seratus kali lebih baik dari pada kamu, Nara!” suara Lusi yang melengking terdengar mendekat. “Saya pulang.”Alecta menyahut dari ruang dapur. Dia buru-buru mematikan kompor dan menemui mereka. “Tama? Lusi?”Lusi hanya membungkuk, lalu memasuki kamarnya, meninggalkan Alecta dan Naratama.“Dia kenapa?” tanya Alecta.“Ada sedikit kesalahpahaman.” Naratama menggaruk belakang kepalanya. Lalu indra penciumannya merasakan rangsangan aroma khas yang membuat perutnya keroncongan. Ia sedikit malu karena perutnya juga berbunyi, karena sejak siang ia belum memakan apapun.Alecta tertawa kecil. “Sepertinya Tama ingin mencicipi masakanku. Aku membuat spaghetti bolognese untuk makan malam.”
Di balkon, tempat ternyaman bagi Alecta membaca catatan Camelia. Di hadapannya sudah tersedia sepiring salad sayur dengan potongan daging yang bentuknya mirip dadu. Ditambah jus strawberry susu, dan satu buah apel yang sudah dipotong bersih dari bijinya.Mulai hari ini, menu makanan Alecta 100% berasal dari rengekan Naratama yang terjadi semalam. Ia menginginkan Alecta makan-makanan yang sehat dan bergizi guna mempersiapkan diri untuk menjadi surrogate mother. Bisa dibilang, ini mengatur gaya hidup Alecta yang dulu sangat suka makanan berminyak daripada makanan berserat. Meski begitu, Alecta tetap menurutinya. Rasanya, Naratama adalah pria yang ingin mewujudukan keinginan Freya. Padahal dalam konteks, harusnya Priam yang turun tangan.Anjing yang setia dan selalu menyenangkan tuannya, pikir Alecta.Semalam, setelah mendapat informasi tentang Camelia dari Naratama, Alecta mulai mengenal dan menekuni seperti apa kehidupan masa lalu Priam melalui pand
Alecta masih sempat menyimpang buku diary Camelia di kamarnya. Suara barang jatuh, berdebum, dan pecah masih memenuhi lantai satu. Disusul suara teriakan Lusi. “Siapa kamu! Jangan naik ke atas! Aaaaaakkkhhhhhh!” Tubuh Alecta menegang ketika suara gaduh di lantai bawah mendadak hilang. Suara Lusi juga tidak terdengar lagi. Tangannya erat menggenggam pisau buah. Satu-satunya barang tajam di sekitar Alecta. Dia mengendap-endap keluar dari kamar. Indra pendengarnya mampu menangkap suara langkah kaki berat menaiki anak tangga. Alecta mengambil vas yang berisi bunga pemberian Priam. Mereka tampak sudah layu. Harusnya dibuang, namun Alecta masih menyimpannya. Tapi, saat ini dia mengeluarkan semua bunga yang sudah agak mengering itu, lalu air keruh di dalamnya. Vas itu juga bisa jadi senjata. Alecta telah menunggu di balik dinding. Dia yakin, yang naik adalah seorang pencuri ataupun berandalan lainnya. Dia bisa memastikan jika yang naik
Chapter 36 Sebelum Insiden Berdarah. Feris merapikan jas yang dipakainya. Hampir sepuluh menit ini dia memandang dirinya sendiri dari pantulan cermin di ruangan pribadinya. Suara ketukan pintu terdengar sepagi ini. “Masuk.” Dia memasang kacamatanya. Benda paling penting di hidupnya sejak berumur 10 tahun. Setelah dipersilakan masuk oleh Feris, seorang wanita paruh baya, yang rambutnya sedikit memutih. Meskipun kini kerutan menghiasi wajahnya, kecantikan yang terpancar tetap sama seperti dulu. Wanita itu bernama Bibi Lani, salah satu orang yang tidak pernah takut dengan tangan milik Feris. “Sepagi ini kamu mau ke mana? Rapi sekali?” Bibi Lani meletakkan nampan berisi segelas susu segar dan roti panggang yang aromannya sangat lezat. “Ke vila milik Tuan Priam. Lusi menelepon tengah malam sambil menangis karena putus dengan kekasihnya.” Feris masih merapikan lipatan kerah k
“Kamu boleh pergi, asal nanti jika aku memanggilmu dengan satu panggilan, kamu harus segera datang. Kamu mengerti Nara.”“Siap mengerti Nyonya. Tapi Anda yakin akan masuk ke dalam?” Terdengar suara kekhawatiran dari Naratama.Harus Freya akui, Naratama memang lebih peduli dan lebih menurut dibanding Priam. “Aku baik-baik saja.”“Bohong. Nyonya pasti kurang tidur dan masih bersedih atas kegagalan kemarin. Tapi jangan khwatir. Kemarin saya sudah mendatangi Miss Alecta untuk memperbaiki pola makannya. Saya juga siap jika harus mengantar Miss Alecta untuk tes-tes berikutnya.”Freya menyunggingkan senyumnya sebagai tanda rasa bangganya kepada Naratama. “Terima kasih, tapi aku harus segera rapat. Film ini penting untukku.”Naratama mengangguk. “Baik Nyonya. Jangan sampai kelelahan.”
Akhirnya selesai jugaaa, huft. (Not) A Queen telah tamat di tanggal 11 November 2021 (Hehehe ditulis aja, biar gak lupa) Terima kasih untukmu yang telah membaca kisah ini sampai tuntas. Entah mengapa aku merasa sangat lega dan yaaa akhirnya punya waktu untuk membaca buku lebih banyak lagi Aku mohon maaf kalau ada beberapa kata yang masih typo dan belum maksimal memberikan yang terbaik untukmu. Di buku yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi. Oh iya, aku pernah dapat pertanyaan semacam ini: apakah setelah tamat nggak ada skuelnya? Gimana yaaa, jawabnya? Memangnya butuh perpanjangan lagi? Ekstra chapter? Tapi, kurasa ini sudah cukup panjang. :0 Sebelum catatan ini selesai, aku pengen spoiler dikit tentang rencanaku. Sebenarnya ada satu novelku lagi yang ada di sini judulnya LEVIATHAN yang bergenre sci-fi. Sayangnya, belum muncul (sampai catatan ini ditulis).
Freya akhirnya tertangkap sehari setelah kejadian yang memilukan itu. Sedangkan David perlu tiga hari karena berhasil kabur menuju kota lain. Berita mengenai hal ini langsung menjadi topik utama yang disiarkan berulang-ulang oleh acara berita disegala stasiun televisi. Kejadian itu menyita banyak perhatian masyarakat.Bibi Lani telah dimakamkan. Feris masih menangis. Lusi dan Naratama juga merasakan kesedihan mendalam akibat kehilangan itu.Alecta baru siuman setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dia menangis saat diberitahu kalau Bibi Lani meninggal dunia demi menyelamatkan Baby Leon dan Alecta.Priam memutuskan untuk menjaga Baby Leon di rumahnya karena Alecta masih dirawat di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi banyak luka, dan beruntung tidak ada tulang yang patah.Feris telah memutuskan sesuatu. Malam ini dia akan membicarakan keputusannya dengan Alecta. Perempuan itu sudah lebih baik beberapa hari ini, dan kemungkinan dua hari lagi dia d
Mobil yang dikemudikan David memasuki kawasan hutan. Setahunya, kawasan itu memang sepi dan ada sebuah bangunan yang mirip gudang penyimpanan kayu yang sudah lama tidak digunakan.Mobil berhenti di depan bangunan itu. David menyeret Alecta ke gudang itu, sedangkan Freya masih berkutat dengan Leon yang hanya bisa menangis.Setelah masuk ke dalam gudang tak terpakai itu, David meletakkan Alecta di tempat yang kering. Sementara Freya yang sudah pusing dengan tangisan bayi itu akhirnya menyerah. Dia meletakkan Leon di sebuah keranjang dari ayaman rotan yang kondisinya sudah tidak layak. David jadi berpikir, kalau Freya bukanlah ibu yang baik. David mendekati Freya dan menyerahan tongkat baseball yang tadi dipakai untuk memukul sopir tadi. Freya menerima tongkat baseball itu dan mengabaikan tangisan Leon.“Gunakan untuk menyiksanya.” David menunjuk Alecta yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya. “Aku harus segera melak
Selama hampir saatu tahun ini, kondisi keuangan Freya mulai memburuk. Dia memiliki utang hampir ratusan juta karena tidak mampu menunjang gaya hidupnya. Setelah bercerai dengan Priam, Freya terpaksa menyewa apartemen kecil bersama David.Semua kontrak kerjanya dibatalkan termasuk iklan, sponsor, dan film yang harunya dibintanginya. Namanya terhempas seolah nama Freya Farista sudah tidak lagi bersinar. Freya telah jatuh, tersingkir, dan tidak dibutuhkan lagi.Kondisi diperburuk dengan David yang namanya sudah dicoret dari keluarga besarnya karena ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah bersuami. Alhasil, David menjadi pengangguran, kerjaannya hanya tidur, makan dan mabuk, hanya itu siklus hidupnya. Sementara Freya harus merelakan tabungannya menunjang kebutuhan dua orang terlebih lagi Freya harus memangkas pengeluaran untuk kecantikan karena dia juga harus makan.Hampir setahun ini Freya dan David persis seperti pasangan pengangguran
Pada akhirnya Priam juga menerima keputusan dari Feris kalau untuk ‘untuk sementara waktu hingga belum ditentukan’ Baby Leon akan diasuh oleh Alecta dan Feris di rumah ini. Dua hari setelah kepulangan Alecta dari rumah sakit, Priam datang bersama dua pelayannya yang cukup menggemaskan. Di ruang tamu, Priam dan Feris berbicara layaknya teman meskipun penuh kecanggungan. Sementara di kamar Alecta, terdengar gelak tawa dari Naratama dan Lusiana. Mereka, dua pelayan yang menggemaskan, begitu sebutan dari Bu Marie. “Baby Leon sangat tampan sekali!” Lusi tampak sangat senang ketika mendapat kesempatan untuk menggendong Baby Leon. “Bukankah seharusnya kita memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?” Natatama menimpali. Dia hanya berani menyentuh pipi bulat Baby Leon. “Kamu benar, Nara. Aku tidak sabar melihat Tuan Muda Leon besar. Dia akan lebih menggemaskan lagi.” Lusi tertawa membayangkan hal itu terjadi. “Percayalah, Leon lebih suka dip
Feris masih merasa kesal karena pertemuannya dengan Alecta tertunda hampir empat puluh lima menit. Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itu kekasihnya sedang bersenda gurau dengan Priam. Ditambah Bibi Lani menyarankan agar Feris menunggu sampai Priam selesai bertemu dengan buah hatinya.Hari ini, tanpa disangka Alecta melahirkan, dan ternyata perkiraan dokter itu meleset. Sebagai orang yang kurang berpengalaman dengan hal ini, Feris merasa menjadi orang bodoh. Harusnya dia tidak pergi hari ini. Harusnya, dia mengubah jadwal pertemuannya dengan Pak Edzard yang akan membeli rumah dan tanah warisan dari neneknya.Alasan kenapa Feris mau melepaskan properti itu karena dia ingin membeli rumah di Kota Milepolis. Dia bertekad ingin memulai kehidupannya yang baru bersama Alecta. Sebab, semakin Alecta di sini, semakin gencar pula Priam mendekatinya.Tapi sekarang, sepertinya Priam sudah mulai mendekati Alecta lagi. Mereka berbincang di dalam, padahal Feris sempa
Priam sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Alecta yang tertidur dengan wajah sedikit kelelahan dan ada bayi mungil yang sedang ditelungkupkan meminum asi. Dulu Priam selalu menganggap apa ang dilihatnya itu tidak pernah jadi kenyataan. Kini, hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat calon penerus keluarga Ardiaz telah lahir. Priam mendekati Alecta secara perlahan agar tidak membangunkan Alecta yang sedang tertidur. Dia mencoba menyelipkan jari telunjuknya ke tangan si bayi. Perlahan tapi pasti, tangan mungil bayi itu menggenggam jari Priam. Ada ledakan kebahagian membuncah di dada Priam. Tangan mungil bayi itu seolah menyapa Priam. Rasanya tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan semacam ini. “Feris ... apa itu kamu?” tanya Alecta lirih. Priam terdiam. Alecta lalu menoleh ke arah orang yang di sampingnya. Dia terkejut ketika menemukan Priam duduk di sana. Padahal tadi dia sempat bermimpi kalau ynag dat
Kehamilan Alecta memasuki bulan kesembilan. Perutnya sudah makin besar, tendangan ‘dia’ makin aktif dan terkadang membuat Alecta kesulitan untuk tidur. Setelah sarapan, Feris memutuskan akan pergi ke Kota Lunars. “Tapi sebentar lagi aku akan melahirkan,” ucap Alecta. Sejak pindah ke rumah ini, Alecta selalu mengecek kehamilan secara berkala bersama Feris. Kata dokter, Alecta diprediksi akan melahirkan satu minggu lagi. “Aku pergi tidak lama. Mungkin nanti pulang sore. Ada orang yang tertarik membeli propertiku di Kota Lunars, My Bee.” Feris mengelus kepala Alecta dengan penuh kasih sayang. Alecta menggeleng. Dia harus mencari cara agar Feris tidak pergi. “Dia ingin mendengarkanmu membaca cerita.” Yang dimakud ‘dia’ adalah kehidupan yang ada di perut Alecta. Beberapa waktu yang lalu, kata dokter kandungan yang memeriksa Alecta mengatakan, kalau Alecta akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Priam senang menden
Semua berjalan sesuai kehendak Semesta. Perut Alecta makin membesar seiring bertambahnya usia kehamilan. Feris juga selalu sigap ada di samping Alecta.Sekarang perubahan yang terjadi pada tubuh Alecta membuatnya tampak cantik dan menggemaskan. Entah mengapa kalau perempuan hamil selalu cantik meskipun pipinya mulai chubby dan bada yang berisi.Alecta juga mengalaminya. Kini pipinya agak mengembang. Dadanya makin menyembul padat dan perutnya makin buncit.Terkadang Feris membenamkan wajahnya ke dada Alecta. Katanya itu bagian favoritnya karena lebih kenyal, padat, dan menyenangkan. Kalau malam Feris lebih suka mengelus-elus perut Alecta yang buncit, dan dia yang ada di dalam pasti merespon dengan tendangan.Priam masih datang walaupun jaraknya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, lima hari sekali, atau dua minggu sekali untuk melihat Alecta dan calon anaknya. Meskipun terkadang suasana ruang tamu jadi canggung.Priam yang meny