"Masuk!" titah Nyonya Maria singkat lalu kemudian meminum tehnya.Tidak lama pintu kamar Nyonya Maria dan Tuan Milano itu terbuka, Miranda masuk dengan sopan lalu membungkukkan badannya."Miranda? Ada apa, kau datang kesini?" tanya Nyonya Maria dengan kening mengkerut heran."Saya datang kesini untuk melaporkan apa yang anda minta, Nyonya," ujar Miranda.Wajah Nyonya Miranda terlihat sumringah. Ibu Race itu lalu membetulkan duduknya dan juga menyuruh Miranda untuk duduk di depannya."Duduk dan laporkan semua yang kau tahu, Miranda!"Di paviliun lain, Winter sedang memegang benda kecil yang terikat rapi dari Ivy kemarin. Winter menatap lekat benda jimat yang sudah dibacakan mantra oleh Ivy."Apa benda ini akan benar-benar berguna bagiku? Kenapa bukan Ivy saja yang menjadi tamengku?" gumam Winter bermonolog.Winter lalu membuka ikatan benda itu hingga bisa dijadikan gelang. Winter menggunakan jimat itu di tangan kanan lalu kemudian kembali menatap jimat itu lekat."Kali ini mungkin jima
"Tidurlah! Besok pagi, aku akan mengajakmu ke basecamp," ucap Race sembari menyelimuti Ivy.Bukannya menuruti Race, Ivy justru terus menatap Race lalu meraih tangan Race pelan. Kening Race mengkerut heran."Kenapa?" tanyanya kemudian."Maaf, karenaku ayah dan ibu tadi memarahimu. Seharusnya mereka memarahiku saja, karena aku yang berbohong disini," ujar Ivy sangat menyesali apa yang Race alami tadi saat di paviliun Tuan dan Nyonya Agnito.Race tersenyum mendengar ucapan Ivy, Race lalu mengusap pelan rambut Ivy."Tidak apa-apa, bukankah ini juga kesalahan mereka sendiri? Mereka menjodohkan kita, jadi seharusnya mereka sudah tahu asal-usulmu yang sebenarnya. Kalau sudah seperti ini bukan lagi tanggung jawab kita, Iv."Ivy kembali bangun dari posisi tidurnya, dia mendekat pada Race lalu memeluk sang suami tanpa permisi."Race, apa kau menyesal menikah denganku?""Kau, bicara apa? Kalau, aku menyesal untuk apa aku sekarang disini?""Benar juga.""Ivy, jangan berpikiran yang tidak-tidak! A
Tuan Milano memukul meja sedikit keras setelah membaca surat titah dari Winter."Bagaimana bisa ini terjadi?" ujar Tuan Milano."Apa? Memangnya apa yang terjadi?" tanya Nyonya Maria lalu mengambil kertas yang Tuan Milano lempar ke meja.Nyonya Maria lalu membaca kertas itu lalu kemudian melebarkan matanya tidak percaya."Bagaimana ini, suamiku?" tanya Nyonya Liana juga panik seperti Tuan Milano sekarang.Tuan Milano menatap sang istri lalu kemudian mendengus kesal."Aku, juga tidak tahu kenapa bisa seperti ini. Kita sudah melakukan kesalahan menikahkan Race dan Ivy," ucap Tuan Milano kemudian."Hei, tidak juga begitu. Kalau kita tidak menikahkan putra kita dengan Ivy, bisnis batu ruby kita justru akan macet. Kau, lupa kalau keluarga Ivy yang membantu kita mengedarkan batu ruby ke barat?""Ya,,,ya,,,ya,,,kau benar," tukas Tuan Milano kemudian."Lalu, bagaimana kita bisa membatalkan ini semua?" tanya Nyonya Maria kemudian.Tuan Milano terlihat berpikir dan melihat ke arah nyonya Maria d
Ivy sedang dibantu menggunakan gaunnya oleh Gareta, sejak pagi paviliun tempat tinggalnya sedikit ramai. Ivy tidak tahu ada apa sebenarnya, Race juga tidak terlihat sejak kemarin. Setelah Gaareta selesai merapikan gaun Ivy, Gareta tersenyum dan memandang pantulan wajah Ivy di kaca."Nyonya muda Ivy begitu cantik," ucap Gareta.Ivy melihat ke arah Gareta lalu kemudian tersenyum tipis."Kau, terlalu memujiku, Gareta. Aku, tidak secantik yang kau katakan," ujar Ivy malu-malu."Itu menurut anda, Nyonya muda. Sekarang semua persiapan untuk anda sudah selesai, bagaimana kalau kita bersiap untuk menemui para tamu?" tanya Gareta.Kening Ivy mengkerut bingung."Tamu? Tamu apa maksudmu, Gareta?""Nyonya muda tidak tahu kalau hari ini ada pesta pengangkatan anda sebagai peramal istana?"Ucapan Gareta jelas membuat Ivy terkejut, bukankah Race tidak setuju dengan titah Winter itu. Ivy lalu memegang tangan Gareta cepat."Bagaimana bisa? Lalu, dimana Race? Kenapa dia tidak pulang sejak kemarin?" tan
Ivy mondar-mandir di kamarnya, dia sudah siap pergi ke acara pesta ulang tahun Raja Michel. Meski begitu Ivy justru bingung bagaimana nanti dia bisa mengalihkan perhatian Race supaya tidak menghalanginya melindungi semua yang ada di istana."Kalau aku pasang pelindung di istana, itu membutuhkan banyak energi haras. Tesla pernah mengingatkan ku untuk tidak menggunakan haras, sedangkan jika menggunakan mana apa aku bisa?" ucap Ivy bermonolog sembari terus memandangi tangannya sendiri.Karena terlalu fokus untuk mengambil keputusan apa, Ivy tidak menyadari kedatangan Race yang baru saja masuk ke kamar. Race sendiri mengerutkan keningnya bingung melihat ekspresi wajah Ivy yang terlihat sedang berpikir keras."Ada apa, Iv?" tanya Race.Ivy mendongak dan melihat ke arah Race sedikit terkejut."Race.""Iya ini aku, kau tidak mendengar kedatanganku?"Ivy terlihat kikuk lalu kemudian tersenyum tipis. Kepalanya menggeleng, tapi dia berjalan mendekat pada Race."Maaf, aku terlalu fokus berpikir.
Sudah 5 hari sejak Ivy melawan monster itu. Sejak hari itu Ivy belum juga sadar hingga hari ini. Para tamu tidak ada yang tahu kalau Ivy pingsan karena kehabisan energi. Kecuali keluarga kerajaan dan juga keluarga Race tentunya. Sejak Ivy pingsan Race tidak pernah pergi dari kamar Ivy, Race terus menemani sang istri yang masih belum sadar. Race mengusap wajahnya pelan lalu kemudian menarik napas dalam, Race melihat ke arah Ivy lalu meraih tangan sang istri lembut."Iv, kenapa belum sadar juga? Bagaimana aku bisa menyembuhkanmu jika aku bahkan tidak tahu bagian mana kau terluka.""Bukankah kau janji akan baik-baik saja jika aku menurutimu melawan monster itu? Lalu, kenapa sekarang kau justru seperti ini?"Race benar-benar tidak tahu harus melakukan apa sekarang, hingga suara pintu kamar Ivy diketuk dari luar."Masuk!" titah Race singkat.Ternyata Winter yang masuk dengan Tesla. Race dengan reflek berdiri dan membungkukkan badannya."Winter.""Em,,,bagaimana Ivy? Dia belum sadar juga?"
Winter menyodorkan kompresan pada Race, pipi sepupunya itu merah dan bengkak. Sepertinya tamparan Raja Michel tadi cukup keras."Masih sakit?" tanya Winter."Tidak." Race menjawab singkat sembari menggelengkan kepalanya."Masih merah dan bengkak," ujar Winter lagi yang kembali melihat ke arah pipi Race."Tidak apa-apa, ini akan segera sembuh. Ada apa, kau kesini, Winter?" tanya Race sembari menatap Winter dengan tangannya masih mengompres pipinya."Aku ikut ayah dan ibu, maaf ayah tiba-tiba menamparmu tadi. Mungkin dia tidak terima karena kau meninggikan suaramu pada Paman Milano," terang Winter."Em,,,aku paham."Race menganggukkan kepalanya sependapat dengan ucapan Winter, sedangkan Winter sendiri sekarang menatap sepupunya dengan wajah iba."Race, kenapa kau marah seperti itu? Mereka orang tuamu, hanya karena Ivy kau sampai semarah itu."Mendengar pertanyaan Winter, Race mendongak dan melihat ke arah Winter."Hanya? Ivy itu istriku, Winter. Bukan hanya," ujar Race tidak setuju deng
"Bagaimana perasaanmu? Apakah masih ada yang sakit?" tanya Tesla yang baru saja selesai melakukan sihir penyembuhan pada Ivy."Sudah lebih membaik, Tesla. Terima kasih," ucap Ivy sembari tersenyum."Bagaimana bisa kau ceroboh seperti itu? Jika kedua energimu tidak seimbang, nyawamu bisa melayang, Iv," ujar Tesla."Maaf, aku tidak memiliki cara lain. Aku, harus bisa melindungi semua orang di istana. Jadi aku menggunakan energi haras membuat tabir keselamatan dan melawan monster yang datang.""Kau, tahu monster dari mana itu, Iv?""Entahlah, hanya saja monsternya hanya satu. Cukup aneh memang."Tesla terdiam mendengar ucapan Ivy, wajahnya terlihat bingung mendengar ucapan Ivy. Bagaimana mungkin menyerang kerajaan hanya dengan satu monster, walaupun monster yang kuat sekalipun ini bukan main-main yang hanya bisa dilakukan dengan 1 monster saja.Pintu kamar Ivy terbuka dari luar, membuat Ivy dan Tesla sama-sama melihat ke asal suara."Race."Ivy mengambil posisi duduk dan bersandar sekara
Di wilayah selatan Ivy sedang merapikan semua baju-bajunya. Tidak lama pintu kamarnya diketuk dari luar."Masuk!" titah Ivy singkat.Pintu kamarnya lalu terbuka dan Tesla masuk dengan membawa nampan makanan."Iv, ayo kita sarapan dulu. Perjalanan kita akan panjang dan lama," ujar Tesla yang kemudian meletakkan nampan berisi makanan itu di meja yang ada di kamar Ivy."Aku, belum lapar, Tesla," ujar Ivy yang kemudian menghentikan Ivy untuk mengemas bajunya."Meskipun belum lapar, tetaplah makan, Iv! Kau, butuh tenaga untuk tetap kuat. Energi mana dan harasmu baru saja kembali seimbang, kau bisa sakit lagi kalau mereka tidak seimbang lagi," tukas Tesla memaksa Ivy.Ivy berjalan mendekat pada Tesla lalu duduk di samping Tesla yang sedang sibuk mengambil makanan."Sebenarnya kita akan pergi kemana, Tesla?" tanya Ivy."Ke suatu daerah yang membutuhkan sihir penyembuhan, ini juga bisa jadi caramu melatih sihirmu yang sudah kembali, Iv," ucap Tesla."Kau benar, tapi apa aku sudah bisa?" tanya
Ivy terus saja diam dan melihat keluar jendela kamarnya. Sejak pulang dari istana tadi, Ivy hanya berdiam diri di kamarnya. Race sendiri tidak ikut pulang dan sedang ada di paviliun kedua orang tuanya sekarang. Ivy mengusap wajahnya pelan lalu menarik napas dalam."Jadi seperti ini cara Race mencegah semua yang sudah kami lewati kembali terjadi nanti. Apakah aku harus bersyukur karena pada akhirnya aku justru bisa meninggalkan Race tanpa membuatnya terluka, karena dia sendiri yang melepasku?" gumam Ivy bermonolog.Ivy tersenyum miris memikirkan nasibnya sendiri. Sejurus kemudian senyum Ivy menghilang begitu saja."Apa dengan begini aku justru aku akan kembali dipulangkan ke barat? Apakah aku harus kembali menjadi putri Marionet?" ucapny lagi.Ivy berhenti berbicara sendiri setelah pintu kamarnya diketuk dari luar. Ivy melihat ke arah pintu lalu menautkan alisnya heran."Siapa?" tanyanya singkat."Ini Gareta, Nyonya muda Iv. Di ruang tengah ada tamu yang menunggu anda," ujar Gareta dar
Ivy mengeliat pelan, badannya seperti remuk pagi ini. Itu membuat Ivy enggan turun dari ranjang, dia masih berselimut tebal dan melihat Race sudah tidak ada di sampingnya."Apa karena aku sekarang manusia biasa, jadi aku merasa sangat lelah setelah pertempuran semalam? Lalu, kenapa Race sepertinya tidak lelah? Atau aku yang terlalu mendramatisir?" gumam Ivy bertanya-tanya sendiri.Ivy menghela napas dalam lalu kembali menyembunyikan kepalanya di dalam selimut."Seperti ini saja lelah, lalu bagaimana bisa aku memiliki anak dengan Race?" ujarnya lagi.Ivy baru membuka selimut yang menutupi wajahnya saat merasa ada yang duduk di tepi ranjang. Ivy terkejut melihat Race yang sepertinya baru selesai mandi sudah ada di depannya."Race, sejak kapan kau disini?" tanya Ivy yang merasa malu karena apa yang dia ucapkan pasti didengar Race tadi.Race tersenyum lalu kemudian memukul kaki Ivy pelan."Apa yang membuatmu terus menggerutu seperti itu, Iv?" tanya Race yang merasa lucu mendengar ucapan I
Raja Michel sedang berkumpul dengan para petinggi kerajaan. Ada laporan tentang pergerakan pasukan wilayah utara menuju perbatasan. Mereka belum bisa tahu apa tujuan mereka kembali menuju wilayah timur. Yang jelas ini semua membuat Raja Michel kembali cemas."Jadi bagaimana, Raja Michel? Saya rasa tersebarnya berita Nyonya Ivy akan dieksekusi membuat pihak utara kembali memiliki keberanian," ucap salah satu petinggi kerajaan mengutarakan kegundahannya.Raja Michel tidak segera menanggapi dan terlihat berpikir skarang, Tuan Milano berdehem lalu mendekat pada Raja Michel."Sepertinya apa yang Winter katakan terjadi, Raja Michel," ujarnya.Raja Michel melihat ke arah Tuan Milano. Kepalanya mengangguk setuju dengan pemikiran sang kakak."Kau, benar, Kak. Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Raja Michel kemudian.Tuan Milano terdiam dan menatap sang adik dalam."Tidak ada cara lain," tuturnya."Maksudmu membebaskan Ivy? Bagaimana mungkin? Dia itu terlibat dalam banyak hal, Ka
Ivy tidak bisa menolak ajakan Race untuk tidur sekamar sekarang. Tidak biasanya suaminya yang selalu marah-marah itu mengajak tidur sekamar saat belum memiliki perasaan apapun pada Ivy dulu. Ivy terus saja gelisah dan belum bisa terlelap. Sedangkan Race sendiri sudah tidur pulas di samping Ivy. Sejurus kemudian Ivy melihat ke arah Race. Ivy mengambil posisi tidur menyamping dan terus memandangi wajah Race dengan teliti. Ivy mengulurkan tangannya dan mengusap pelan hidung Race dari atas hingga bawah."Kalau kita memang ditakdirkan untuk memiliki anak, aku yakin jika dia laki-laki maka dia akan setampan dirimu, Race," lirih Ivy setengah berbisik.Air mata Ivy lalu meleleh dengan sendirinya, Ivy menghapus air matanya dengan cepat lalu kemudian mengalihkan pandangannya dari Race. Ivy menghela napas dalam lalu memilih untuk duduk. Baru saja akan turun dari ranjang, tangan Ivy ditahan oleh tangan Race. Ivy melihat ke arah Race terkejut, sedangkan Race sendiri membuka matanya pelan."Tidur,
Race berlari memasuki kamar Ivy, dia baru saja bermimpi Ivy menjatuhkan dirinya dari jendela kamarnya. Setelah membuka pintu kamar dengan keras, Race lalu menarik Ivy yang sedang berdiri di dekat jendela."Kau, gila? Bukankah aku bilang kalau mau mati jangan di paviliun ku!" hardik Race penuh dengan amarah.Ivy sendiri melebarkan matanya terkejut mendengar ucapan Race, Ivy lalu berkedip beberapa kali. Race sendiri terdengar menghela napas gusar lalu kemudian menyeret Ivy menuju ranjang. Race mendudukkan Ivy sedikit kasar hingga membuat Ivy hampir saja jatuh ke belakang."Kau, gila?" tanya Race dengan suara keras"Aku?" tanya Ivy balik."Ya, siapa lagi? Kalau kau tidak gila, untuk apa kau berpikiran lompat dari jendela itu?" ujar Race yang terlihat begitu kesal dengan apa yang Ivy lakukan."Lompat? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berpikir seperti itu?" batin Ivy sembari menatap Race tidak percaya."Jawab! Kenapa diam saja? Kau, tidak akan sedikitpun kekurangan disini. Aku, akan berta
Setelah mencoba membawa kabur Ivy dari penjara, Race justru ikut ditahan dengan tuduhan membawa lari tahanan. Ivy tidak bisa melakukan apapun sekarang, ilmu sihirnya bahkan hampir hilang karena dia terlalu memaksakan dirinya. Ivy terus mondar-mandir di dalam tahanannya karena khawatir pada Race. Sedangkan Race justru duduk diam dengan tenang."Setidaknya aku tetap akan mendapat hukuman seperti Ivy. Walaupun aku gagal menyelamatkannya, aku tidak akan menyesal di eksekusi sama seperti istriku."Itu yang ada di pikiran Race saat ini.Di istana, Tuan Milano benar-benar marah. Rencananya menjauhkan Race dan Ivy justru berakhir putranya yang ditahan. Tuan Milano sedang menunggu Raja Michel keluar dengan gelisah. Dia ingin meminta pengampunan atas tindakan Race. Setelah menunggu beberapa lama, bukan Raja Michel yang datang, tapi justru Winter."Paman, apa yang kau lakukan disini?" tanya Winter."Aku, menunggu ayahmu. Aku, ingin dia memberikan pengampunan pada Race. Ini semua pasti karena des
Setelah semua perintah Raja Michel diturunkan, Ivy lalu dibawa paksa ke penjara kerajaan. Race dengan keras menentang semuanya, Race bahkan berani menghajar semua pengawal yang menangkap Ivy. Namun apa yang Race lakukan itu percuma, Ivy tetap di bawa ke penjara kerajaan. Ivy sekarang sedang duduk di sudut ruangan yang lembab dan dingin. Dia tidak melawan ataupun meratapi nasipnya sekarang. Ivy sudah tahu dengan semua yang akan terjadi ini. Ivy justru bersyukur ternyata suaminya bukanlah orang yang akan mengeksekusinya nanti.Ivy yang sedang duduk di lantai yang dingin terkejut dengan suara pintu yang dipukul dari luar. Pintu besi itu menimbulkan suara yang sangat keras sehingga membuat Ivy setengah terjingkat."Makananmu sudah siap, Nyonya muda Ivy," ucap penjaga tahanan itu.Ivy berdiri dan berjalan menghampiri pintu besi itu. Penjaga itu lalu membuka pintu itu dari luar, tidak lama Miranda masuk dengan membawa nampan yang berisi makanan untuk Ivy. Miranda meletakkannya dengan kasar
Sejak kejadian di pesta hari itu, rumor tidak sedap mulai menyebar. Orang-orang diluaran sana mulai menggunjingkan Race. Mereka berpikiran kalau Race memang ingin menguasai kerajaan dengan menggunakan Ivy. Terlebih lagi setelah semua investigasi dilakukan pada Tuan Marionet. Semuanya terbongkar, monster-monster yang selama ini menghantui wilayah timur terutama Winter itu akibat kiriman dari Tuan Marques Marionet, termasuk juga wabah penyakit yang terakhir kali menyebar di wilayah timur terungkap, terlebih lagi monster yang menjarah batu ruby itu juga kiriman dari Tuan Marionet.Kecurigaan semua orang sekarang semakin tertuju pada Ivy. Mereka semua menganggap Ivy adalah kaki tangan dari Tuan Marionet. Ivy semakin disudutkan dengan itu semua, termasuk dengan rumor Race yang ingin menjadi putra mahkota.Tuan Milano dan Raja Michel sedang minum teh bersama di taman belakang istana. Sedari tadi keduanya sama-sama diam dan saling memandang ke langit yang sudah gelap. Sesekali Raja Michel me