"Bagaimana perasaanmu? Apakah masih ada yang sakit?" tanya Tesla yang baru saja selesai melakukan sihir penyembuhan pada Ivy."Sudah lebih membaik, Tesla. Terima kasih," ucap Ivy sembari tersenyum."Bagaimana bisa kau ceroboh seperti itu? Jika kedua energimu tidak seimbang, nyawamu bisa melayang, Iv," ujar Tesla."Maaf, aku tidak memiliki cara lain. Aku, harus bisa melindungi semua orang di istana. Jadi aku menggunakan energi haras membuat tabir keselamatan dan melawan monster yang datang.""Kau, tahu monster dari mana itu, Iv?""Entahlah, hanya saja monsternya hanya satu. Cukup aneh memang."Tesla terdiam mendengar ucapan Ivy, wajahnya terlihat bingung mendengar ucapan Ivy. Bagaimana mungkin menyerang kerajaan hanya dengan satu monster, walaupun monster yang kuat sekalipun ini bukan main-main yang hanya bisa dilakukan dengan 1 monster saja.Pintu kamar Ivy terbuka dari luar, membuat Ivy dan Tesla sama-sama melihat ke asal suara."Race."Ivy mengambil posisi duduk dan bersandar sekara
"Apa yang sebenarnya kau lakukan, Iv? Kau, ingin mati konyol?"Race membentak Ivy yang lagi-lagi menyelamatkan hidupnya dan Winter. Padahal kondisi Ivy belum boleh melakukan sihir sekuat itu. Sekarang Ivy duduk di lantai dengan memegangi dadanya yang terasa panas.Ivy mendongak dan melihat ke arah sang suami dengan wajah muram."Mati konyol? Apa maksudmu, Race? Aku, menolong suamiku. Apa itu bisa kau bilang seperti itu?" tanya Ivy dengan suara sedikit tersengal.Menyadari ucapannya yang salah, Race justru terdiam dan hanya menatap sang istri sekarang. Race lalu berdecak kesal karena rasa bersalahnya yang teramat sangat pada Ivy."Race, bawa Ivy ke kamarku. Biarkan para pengawal membersihkan reruntuhan ini."Ucapan Winter membuat Race dan Ivy sama-sama melihat ke arahnya.Ivy menggeleng pelan lalu kemudian mencoba untuk berdiri. Race dengan cepat membantu sang istri untuk berdiri. Ivy lalu tanpa sadar menepis tangan Race cepat."Aku, tidak apa-apa, Winter. Ah,,,iya sebentar."Ivy menga
Suasana ruang keluarga di paviliun Ivy terasa sangat mencekam. Bukan tanpa sebab, Ivy yang sedang dibantu Gareta untuk menyisir rambut tadi. Tiba-tiba saja kedatangan tamu, kedua orang tuanya dari barat."Gareta bawakan minuman hangat untuk ayah dan ibuku," titah Ivy sembari tersenyum pada Gareta."Baik, Nyonya muda," ujar Gareta menanggapi sembari menganggukkan kepalanya patuh.Setelah Gareta pergi, Nyonya Liana langsung berdiri lalu menjambak rambut Ivy cukup keras. Ivy tidak berteriak dan hanya mendesis karena merasakan kulit kepalanya yang sakit."Kenapa kau masih hidup? Seharusnya kau sudah mati!" ujar Nyonya Liana."Sakit, Ibu," tukas Ivy tidak menanggapi ucapan sang ibu."Hati-hati, Liana! Disini banyak pengawal," ujar Tuan Marionet mengingatkan sang istri.Nyonya Liana melihat sekilas pada sang suami lalu kemudian melepas cengkraman tangannya ke rambut Ivy. Nyonya Liana lalu mendengus kesal sembari menatap tajam Ivy."Kalau hanya akan menyusahkan disini, bukankah lebih baik ka
Mimpi yang Ivy alami bisa jadi sebuah ramalan masa depan untuk Ivy. Karena sejak awal pernikahan Race dan Ivy, Race selalu memimpikan hal yang sama seperti Ivy. Walaupun Race sendiri tidak tahu kapan hal itu akan terjadi. Ivy sendiri sudah tidak memikirkan mimpi itu lagi, berbeda dengan Ivy. Race justru terus kepikiran, hingga dia tidak fokus melatih para pengawal di basecamp. Race bahkan tidak sadar Winter melemparnya dengan kayu yang dipergunakan pengawal latihan."Ada apa dengan Race?" tanya Winter sembari mengerutkan keningnya heran.Sejurus kemudian Winter melihat ke beberapa pengawal yang dia latih."Kalian boleh istirahat," titah Winter.Semua pengawal itu mengatakan siap sembari membungkukkan badannya. Winter lalu berjalan menghampiri Race yang sejak tadi duduk sendirian dan terlihat sedang berpikir keras."Race!" panggil Winter sembari memukul meja di depan Race.Race terkejut dan reflek mendongak melihat ke arah Winter."Ada apa, Winter?" tanyanya kemudian."Kau, yang ada ap
"Tidak mau bangun?" tanya Ivy sembari mengusap pelan pipi Race."Tidak," singkat Race menjawab.Ivy menghela napas dalam dan berat. Gadis itu lalu beranjak dari tepi ranjang, lalu merapatkan selimut Race."Baiklah kalau tidak mau bangun, aku mandi dulu ya?" pamit Ivy.Ivy sudah berjalan menuju kamar mandi, tapi Race dengan cepat menahan tangan Ivy dan membuat Ivy kembali melihat ke arah sang suami."Kenapa?" tanyanya kemudian.Race yang sudah membuka matanya menatap manik mata Ivy. Race menghela napas berat lalu kemudian kembali menarik Ivy untuk duduk di ranjang."Ada apa, Race?" tanya Ivy lagi."Benarkah kau harus mulai kembali meramal di kerjaan hari ini?" tanya Race dengan wajah khawatirnya dan juga dengan nada tidak rela.Ivy tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan."Bukankah semalam kita sudah bahas ini?""Tapi, kau masih belum benar-benar sembuh.""Kata siapa? Tesla saja sudah mengurangi jadwal terapi penyembuhan ku. Lagi pula energi manaku bisa diisi setiap hari sekarang."
"Race, berhenti dulu! Aku, bisa jelaskan dengan apa yang kau lihat tadi."Ivy menahan tahan Race yang sudah akan meninggalkannya masuk ke dalam paviliun. Sejak pulang dari paviliun Winter tadi, Race sama sekali tidak mengajak bicara Ivy. Di dalam kereta kuda saja keduanya hanya saling diam dan Ivy takut ingin memulai pembicaraan dengan sang suami.Race yang merasa marah dan cemburu menepis tangan Ivy kasar."Jangan sentuh aku!"Ivy menatap tidak percaya ke arah Race yang lagi-lagi tidak mau dia pegang. Ivy menurunkan tangannya lalu kemudian menarik napas supaya tidak menangis."Maaf, aku sudah membuatmu marah," lirih Ivy."Aku, tidak marah jangan salah paham! Sekarang ayo masuk! Aku, tidak mau mengeluarkan biaya lagi untuk pengobatanmu dengan penyihir itu," tukas Race yang sepertinya benar-benar marah.Ivy tertegun mendengar ucapan Race. Dia mengira kalau Race sudah benar-benar mencintainya, lalu kenapa sekarang suaminya itu kembali bicara sekasar itu?Suasana meja makan sangat hening
Suasana basecamp begitu mencekam, lapangan bahkan porak poranda. Tanah-tanah di lapangan basecamp banyak berlubang, karena sudah tidak menyembunyikan identitasnya. Ivy bisa mengeluarkan sihirnya dengan leluasa. Terakhir kali Ivy mengeluarkan sihir andalannya untuk membunuh monster yang lebih mirip trenggiling dimata Ivy, tapi berwajah seperti babi hutan. Ivy keluar dari kabut yang cukup tebal dengan napas yang putus-putus, Ivy mulai bisa mengendalikan energi mana dan harasnya secara bersamaan, hingga kali ini Ivy tidak terlalu merasa lelah. Ivy setengah berlari menuju dimana Race, Winter, dan juga beberapa pengawal yang memang Ivy halangi dengan tabir pelindung.Ivy merapalkan mantra lalu kemudian mulai membuka tabir itu. Ivy tersenyum menghampiri Race dan Winter yang sedang berdiri berdampingan sekarang. Ivy mendekat pada Race lebih dulu, tapi berbeda dengan Ivy. Race justru mundur selangkah menjauh dari Ivy."Race," lirih Ivy tidak percaya dengan sikap Race."Kenapa kau begitu egois
Suasana ruangan pertemuan para pejabat penting di kerajaan cukup sedikit tegang. Raja Michel sedang melihat semua persiapan untuk festival tahunan kerajaan. Raja Michel mengerutkan keningnya lalu kemudian melihat ke arah Ivy."Kenapa basecamp harus dipindah untuk sementara waktu?" tanyanya pada Ivy."Maaf, Raja Michel itu semua harus dilakukan karena kondisi lapangan basecamp saat ini tidak memungkinkan untuk dipergunakan latihan. Beberapa hari lalu ada serangan dari monster yang kembali ingin menjarah batu rubi di lapangan basecamp," terang Ivy sembari menundukkan pandangannya sopan."Apa? Serangan monster lagi? Lalu, bagaimana dengan Winter?" tanya Raja Michel panik."Putra mahkota baik-baik saja, Raja Michel. Beliau sudah saya lindungi dengan tabir pelindung yang tidak bisa ditembus siapapun termasuk monster hutan itu."Jawaban Ivy baru saja membuat Raja Michel menghela napas lega. Beberapa petinggi kerajaan saling berbisik karena mendengar penjelasan Ivy. Ada yang memuji, tapi ada
Di wilayah selatan Ivy sedang merapikan semua baju-bajunya. Tidak lama pintu kamarnya diketuk dari luar."Masuk!" titah Ivy singkat.Pintu kamarnya lalu terbuka dan Tesla masuk dengan membawa nampan makanan."Iv, ayo kita sarapan dulu. Perjalanan kita akan panjang dan lama," ujar Tesla yang kemudian meletakkan nampan berisi makanan itu di meja yang ada di kamar Ivy."Aku, belum lapar, Tesla," ujar Ivy yang kemudian menghentikan Ivy untuk mengemas bajunya."Meskipun belum lapar, tetaplah makan, Iv! Kau, butuh tenaga untuk tetap kuat. Energi mana dan harasmu baru saja kembali seimbang, kau bisa sakit lagi kalau mereka tidak seimbang lagi," tukas Tesla memaksa Ivy.Ivy berjalan mendekat pada Tesla lalu duduk di samping Tesla yang sedang sibuk mengambil makanan."Sebenarnya kita akan pergi kemana, Tesla?" tanya Ivy."Ke suatu daerah yang membutuhkan sihir penyembuhan, ini juga bisa jadi caramu melatih sihirmu yang sudah kembali, Iv," ucap Tesla."Kau benar, tapi apa aku sudah bisa?" tanya
Ivy terus saja diam dan melihat keluar jendela kamarnya. Sejak pulang dari istana tadi, Ivy hanya berdiam diri di kamarnya. Race sendiri tidak ikut pulang dan sedang ada di paviliun kedua orang tuanya sekarang. Ivy mengusap wajahnya pelan lalu menarik napas dalam."Jadi seperti ini cara Race mencegah semua yang sudah kami lewati kembali terjadi nanti. Apakah aku harus bersyukur karena pada akhirnya aku justru bisa meninggalkan Race tanpa membuatnya terluka, karena dia sendiri yang melepasku?" gumam Ivy bermonolog.Ivy tersenyum miris memikirkan nasibnya sendiri. Sejurus kemudian senyum Ivy menghilang begitu saja."Apa dengan begini aku justru aku akan kembali dipulangkan ke barat? Apakah aku harus kembali menjadi putri Marionet?" ucapny lagi.Ivy berhenti berbicara sendiri setelah pintu kamarnya diketuk dari luar. Ivy melihat ke arah pintu lalu menautkan alisnya heran."Siapa?" tanyanya singkat."Ini Gareta, Nyonya muda Iv. Di ruang tengah ada tamu yang menunggu anda," ujar Gareta dar
Ivy mengeliat pelan, badannya seperti remuk pagi ini. Itu membuat Ivy enggan turun dari ranjang, dia masih berselimut tebal dan melihat Race sudah tidak ada di sampingnya."Apa karena aku sekarang manusia biasa, jadi aku merasa sangat lelah setelah pertempuran semalam? Lalu, kenapa Race sepertinya tidak lelah? Atau aku yang terlalu mendramatisir?" gumam Ivy bertanya-tanya sendiri.Ivy menghela napas dalam lalu kembali menyembunyikan kepalanya di dalam selimut."Seperti ini saja lelah, lalu bagaimana bisa aku memiliki anak dengan Race?" ujarnya lagi.Ivy baru membuka selimut yang menutupi wajahnya saat merasa ada yang duduk di tepi ranjang. Ivy terkejut melihat Race yang sepertinya baru selesai mandi sudah ada di depannya."Race, sejak kapan kau disini?" tanya Ivy yang merasa malu karena apa yang dia ucapkan pasti didengar Race tadi.Race tersenyum lalu kemudian memukul kaki Ivy pelan."Apa yang membuatmu terus menggerutu seperti itu, Iv?" tanya Race yang merasa lucu mendengar ucapan I
Raja Michel sedang berkumpul dengan para petinggi kerajaan. Ada laporan tentang pergerakan pasukan wilayah utara menuju perbatasan. Mereka belum bisa tahu apa tujuan mereka kembali menuju wilayah timur. Yang jelas ini semua membuat Raja Michel kembali cemas."Jadi bagaimana, Raja Michel? Saya rasa tersebarnya berita Nyonya Ivy akan dieksekusi membuat pihak utara kembali memiliki keberanian," ucap salah satu petinggi kerajaan mengutarakan kegundahannya.Raja Michel tidak segera menanggapi dan terlihat berpikir skarang, Tuan Milano berdehem lalu mendekat pada Raja Michel."Sepertinya apa yang Winter katakan terjadi, Raja Michel," ujarnya.Raja Michel melihat ke arah Tuan Milano. Kepalanya mengangguk setuju dengan pemikiran sang kakak."Kau, benar, Kak. Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Raja Michel kemudian.Tuan Milano terdiam dan menatap sang adik dalam."Tidak ada cara lain," tuturnya."Maksudmu membebaskan Ivy? Bagaimana mungkin? Dia itu terlibat dalam banyak hal, Ka
Ivy tidak bisa menolak ajakan Race untuk tidur sekamar sekarang. Tidak biasanya suaminya yang selalu marah-marah itu mengajak tidur sekamar saat belum memiliki perasaan apapun pada Ivy dulu. Ivy terus saja gelisah dan belum bisa terlelap. Sedangkan Race sendiri sudah tidur pulas di samping Ivy. Sejurus kemudian Ivy melihat ke arah Race. Ivy mengambil posisi tidur menyamping dan terus memandangi wajah Race dengan teliti. Ivy mengulurkan tangannya dan mengusap pelan hidung Race dari atas hingga bawah."Kalau kita memang ditakdirkan untuk memiliki anak, aku yakin jika dia laki-laki maka dia akan setampan dirimu, Race," lirih Ivy setengah berbisik.Air mata Ivy lalu meleleh dengan sendirinya, Ivy menghapus air matanya dengan cepat lalu kemudian mengalihkan pandangannya dari Race. Ivy menghela napas dalam lalu memilih untuk duduk. Baru saja akan turun dari ranjang, tangan Ivy ditahan oleh tangan Race. Ivy melihat ke arah Race terkejut, sedangkan Race sendiri membuka matanya pelan."Tidur,
Race berlari memasuki kamar Ivy, dia baru saja bermimpi Ivy menjatuhkan dirinya dari jendela kamarnya. Setelah membuka pintu kamar dengan keras, Race lalu menarik Ivy yang sedang berdiri di dekat jendela."Kau, gila? Bukankah aku bilang kalau mau mati jangan di paviliun ku!" hardik Race penuh dengan amarah.Ivy sendiri melebarkan matanya terkejut mendengar ucapan Race, Ivy lalu berkedip beberapa kali. Race sendiri terdengar menghela napas gusar lalu kemudian menyeret Ivy menuju ranjang. Race mendudukkan Ivy sedikit kasar hingga membuat Ivy hampir saja jatuh ke belakang."Kau, gila?" tanya Race dengan suara keras"Aku?" tanya Ivy balik."Ya, siapa lagi? Kalau kau tidak gila, untuk apa kau berpikiran lompat dari jendela itu?" ujar Race yang terlihat begitu kesal dengan apa yang Ivy lakukan."Lompat? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berpikir seperti itu?" batin Ivy sembari menatap Race tidak percaya."Jawab! Kenapa diam saja? Kau, tidak akan sedikitpun kekurangan disini. Aku, akan berta
Setelah mencoba membawa kabur Ivy dari penjara, Race justru ikut ditahan dengan tuduhan membawa lari tahanan. Ivy tidak bisa melakukan apapun sekarang, ilmu sihirnya bahkan hampir hilang karena dia terlalu memaksakan dirinya. Ivy terus mondar-mandir di dalam tahanannya karena khawatir pada Race. Sedangkan Race justru duduk diam dengan tenang."Setidaknya aku tetap akan mendapat hukuman seperti Ivy. Walaupun aku gagal menyelamatkannya, aku tidak akan menyesal di eksekusi sama seperti istriku."Itu yang ada di pikiran Race saat ini.Di istana, Tuan Milano benar-benar marah. Rencananya menjauhkan Race dan Ivy justru berakhir putranya yang ditahan. Tuan Milano sedang menunggu Raja Michel keluar dengan gelisah. Dia ingin meminta pengampunan atas tindakan Race. Setelah menunggu beberapa lama, bukan Raja Michel yang datang, tapi justru Winter."Paman, apa yang kau lakukan disini?" tanya Winter."Aku, menunggu ayahmu. Aku, ingin dia memberikan pengampunan pada Race. Ini semua pasti karena des
Setelah semua perintah Raja Michel diturunkan, Ivy lalu dibawa paksa ke penjara kerajaan. Race dengan keras menentang semuanya, Race bahkan berani menghajar semua pengawal yang menangkap Ivy. Namun apa yang Race lakukan itu percuma, Ivy tetap di bawa ke penjara kerajaan. Ivy sekarang sedang duduk di sudut ruangan yang lembab dan dingin. Dia tidak melawan ataupun meratapi nasipnya sekarang. Ivy sudah tahu dengan semua yang akan terjadi ini. Ivy justru bersyukur ternyata suaminya bukanlah orang yang akan mengeksekusinya nanti.Ivy yang sedang duduk di lantai yang dingin terkejut dengan suara pintu yang dipukul dari luar. Pintu besi itu menimbulkan suara yang sangat keras sehingga membuat Ivy setengah terjingkat."Makananmu sudah siap, Nyonya muda Ivy," ucap penjaga tahanan itu.Ivy berdiri dan berjalan menghampiri pintu besi itu. Penjaga itu lalu membuka pintu itu dari luar, tidak lama Miranda masuk dengan membawa nampan yang berisi makanan untuk Ivy. Miranda meletakkannya dengan kasar
Sejak kejadian di pesta hari itu, rumor tidak sedap mulai menyebar. Orang-orang diluaran sana mulai menggunjingkan Race. Mereka berpikiran kalau Race memang ingin menguasai kerajaan dengan menggunakan Ivy. Terlebih lagi setelah semua investigasi dilakukan pada Tuan Marionet. Semuanya terbongkar, monster-monster yang selama ini menghantui wilayah timur terutama Winter itu akibat kiriman dari Tuan Marques Marionet, termasuk juga wabah penyakit yang terakhir kali menyebar di wilayah timur terungkap, terlebih lagi monster yang menjarah batu ruby itu juga kiriman dari Tuan Marionet.Kecurigaan semua orang sekarang semakin tertuju pada Ivy. Mereka semua menganggap Ivy adalah kaki tangan dari Tuan Marionet. Ivy semakin disudutkan dengan itu semua, termasuk dengan rumor Race yang ingin menjadi putra mahkota.Tuan Milano dan Raja Michel sedang minum teh bersama di taman belakang istana. Sedari tadi keduanya sama-sama diam dan saling memandang ke langit yang sudah gelap. Sesekali Raja Michel me