Winter minum air putih yang baru saja Ivy tuangkan untuknya, begitu juga dengan Race. Setelah acara puncak festival tahunan selesai, mereka memilih pergi ke paviliun Race bersama. Race masih mengenakan perban di tangan dan juga dahinya. Lukanya cukup dalam hingga harus ditutup supaya tidak kena air ataupun kotoran."Beruntung kau tidak apa-apa, Race," ujar Winter setelah minum air putihnya.Race yang masih minum hanya menganggukkan kepalanya saja. Ivy sendiri memilih duduk di antara mereka dan menghela napas dalam."Tidak apa-apa bagaimana? Dahi dan tangannya terluka, Winter," protes Ivy kemudian."Iya, aku tahu, tapi itu sudah biasa terjadi padanya," tukas Winter."Em, Winter benar. Hanya saja kali ini aku lebih beruntung lagi, Winter," timpal Race sambil meletakkan gelas kosong miliknya di meja.Winter dan Ivy sama-sama melihat ke arah Race sekarang."Apa?" tanya mereka bersamaan.Race melihat kedua orang dihadapannya bergantian. Race lalu tertawa kecil dan meraih tangan Ivy yang ad
Race baru saja mengganti bajunya dengan baju tidur. Sejak kemarin Race seperti sedang menghindari Ivy, padahal Ivy sendiri tidak tahu kenapa suaminya bersikap seperti itu. Ivy mendekat pada Race yang sedang merapikan piyamanya."Race," panggil Ivy pelan sambil memegang lengan Race pelan.Tanpa sadar Race justru menepis tangan Ivy sedikit kasar. Ivy tertegun dengan sikap Race, Ivy menatap Race dengan wajah tidak percaya. Sedangkan Race sendiri menghela napas dalam dan merutuki dirinya sendiri yang bersikap kasar pada Ivy."Maaf, aku hanya terkejut, Iv," ucap Race memberikan alasan tanpa Ivy minta."Ah,,,begitu rupanya. Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu," ujar Ivy yang kemudian menurunkan tangannya dan mundur selangkah.Ivy tersenyum getir lalu kemudian kembali melihat ke arah Race."Mau aku bersihkan lukamu? Sepertinya perbannya harus diganti," ucap Ivy.Race merasa bersalah melihat ekspresi wajah Ivy sekarang, tapi mengingat apa yang dia dengar malam itu justru membuat Race mera
Ivy berdiri di belakang Race yang sedang melihat keluar jendela. Hujan masih deras mengguyur sejak kemarin malam. Hari ini bahkan Ivy dan Race tidak bisa pergi kemanapun karena hujan tidak kunjung berhenti. Ivy berjalan mendekat pada Race lalu kemudian memegang ujung baju Race pelan."Race," panggil Ivy.Race terkejut dan reflek menepis tangan Ivy. Race melihat ke arah Ivy yang lagi-lagi terkejut dengan sikap Race padanya."Ada apa? Kenapa tiba-tiba mengejutkanku seperti itu?" tanya Race yang terlihat merasa bersalah.Ivy menatap Race dengan mata bergetar, Ivy sedang memaksakan dirinya untuk tidak menangis. Ivy tidak mau Race semakin marah padanya jika melihat Ivy menangis."Race, apakah kita bisa berdiskusi sedikit?" tanya Ivy dengan suara bergetar."Tentang apa?" tanya Race dengan kening mengkerut bingung. Tidak biasanya Ivy bertanya seperti ini sebelum bicara."Ini semua tentang Winter," ucap Ivy dengan suara semakin pelan karena takut Race marah lagi jika membahas Winter."Winter?
Suasana dapur di paviliun Ivy tidak terlalu ramai. Di dapur hanya ada Selina dan Gareta yang sedang menyiapkan makan malam. Sedang memotong-motong bahan masakan, Gareta lalu tiba-tiba berhenti dan melihat ke arah Selina."Selina," panggil Gareta."Apa?" jawab Selina tanpa menoleh ke arah Gareta."Kau, merasa ada yang aneh tidak?" tanya Gareta kemudian.Selina menghentikan tangannya memotong daging lalu kemudian melihat ke arah Gareta."Apa yang aneh?" tanyanya kemudian."Tuan muda Race," ucap Gareta sedikit berbisik."Tuan muda? Memang apanya yang aneh?" tanya Selina lagi.Gareta tidak langsung melanjutkan pembicaraannya, dia justru sibuk melihat sekeliling dapur lalu mendekat pada Selina."Kau, ingat ucapan Tuan muda Race? Apa ya maksud dari wanita yang harus dia jaga? Memang Miranda itu siapa?" tanya Gareta kemudian.Selina teringat apa yang Race katakan dan terlihat juga terkejut, kepalanya mengangguk-angguk lalu ikut melihat sekeliling dapur."Apakah kita perlu menanyakan ini pada
"Jadi, karena itu kau sangat baik pada Miranda, tapi maaf, Race bagiku kau sedikit berlebihan," ucap Ivy setelah mendengar semua cerita Race tentang Miranda.Race mengerutkan keningnya bingung mendengar ucapan Ivy."Dia, hanya mantan kekasih Willingga. Bukan berarti kau yang harus menjaganya setelah Willingga tiada. Apakah Willingga memberikan amanah itu padamu?" tanya Ivy pada sang suami.Race menggelengkan kepalanya pelan menanggapi. Ivy sendiri terus tersenyum dan kemudian menghela napas dalam."Lihatlah! Willingga saja tidak menitipkan Miranda padamu, lalu kenapa kau merasa harus menjaga Miranda?" tanya Ivy."Karena dia perempuan yang Willingga cintai, Iv. Jadi bagiku dia juga harus aku jaga," jawab Race tanpa ragu sedikitpun.Ivy menatap sang suami yang benar-benar terlihat serius. Entah kenapa Ivy justru merasa cemburu mendengar ucapan Race, baginya Race terlalu berlebihan. Dipandangi sedemikian rupa oleh sang istri membuat Race menautkan alisnya dan menyadari sesuatu."Iv, kau
Setelah ucapan Ivy di dalam kereta kuda yang membawa Ivy dan Race kembali ke paviliun. Race banyak berpikir dan keduanya kembali perang dingin. Ivy sedang merapikan rambutnya dibantu Gareta, sedangkan Race sendiri justru sedang duduk di ranjang dan memperhatikan Ivy dan Gareta. Sesekali Gareta melirik Race dan sadar kalau majikannya itu sepertinya ingin bicara dengan Ivy.Setelah merapikan rambut Ivy, Gareta lalu tersenyum menatap pantulan wajah Ivy di kaca."Semuanya sudah siap, Nyonya muda Iv," ucap Gareta."Iya, terima kasih, Gareta," ucap Ivy sambil tersenyum."Kalau begitu sekarang waktunya sarapan, Nyonya muda Iv. Bukankah sebentar lagi anda harus pergi ke istana," ucap Gareta."Iya, pergilah ke meja makan lebih dulu, Gareta!" titah Ivy.Gareta menganggukkan kepalanya mengiyakan perintah Ivy, Gareta lalu melihat ke arah Race dan membungkukkan badannya untuk berpamitan. Race hanya menganggukan kepalanya yang tahu maksud dari Gareta membungkukkan badannya.Sepeninggal Gareta, Ivy
Kediaman Raja Michel sedang penuh orang, karena hari ini ada kunjungan dari kerajaan utara dan juga barat. Raja Okra dan Raja Charles sengaja berkunjung untuk membahas pembangunan jalan baru yang akan melewati wilayah timur ini. Raja Michel baru saja menyuguhkan makanan penutup untuk kedua petinggi daerah lain itu. Raja Okra menusuk sepotong peach dengan garpunya."Bagaimana keadaan disini, Raja Michel? Aku dengar semenjak kalian memiliki peramal kerajaan, semua acara berjalan lancar disini," ucap Raja Okra."Ah,,,Ivy maksudmu? Ya, dia sangat berguna disini. Beruntung sekali Race menikah dengan Ivy," sahut Raja Michel."Sejak dulu rumor tentang Ivy itu selalu benar, di barat saja dia jadi buah bibir. Bukan hanya karena kecantikannya, dia juga begitu berbakti dan sangat membantu di keluarga Marionet," timpal Raja Charles.Raja Okra melihat kedua raja yang ada di hadapannya itu bergantian. Raja Okra lalu kembali memasukkan sebuah anggur ke mulutnya dan tersenyum sinis."Berarti kehadira
Tuan Marques melempar semua barang yang ada di atas meja kasar. Nyonya Liana sendiri terkejut dan memegangi dadanya yang berdegup kencang sekarang. Dia tahu kalau sang suami benar-benar marah saat ini. Bagaimana tidak, jika Ivy menggunakan nama Linton maka keluarga Race tentu tidak akan lagi memasok batu ruby untuk mereka, tapi jika sampai kemauan Ivy ini tidak mereka turuti. Maka justru mereka yang akan mengalami kehancuran, Raja Charles merupakan raja yang adil dan bijaksana. Mendengar salah satu warganya teraniaya, maka Raja Charles tidak akan segan memberikan hukuman bagi pelakunya."Seharusnya sejak awal gadis tengik itu mati! Kenapa sekarang dia justru jadi penghalang bagi keluarga Marionet?"Tuan Marques terus mengumpat marah. Sedangkan Nyonya Liana sendiri tidak bisa melakukan apapun.Sejurus kemudian Tuan Marques melihat ke arah sang istri dengan mata tajam."Kau tahu ini semua kesalahanmu, Liana!" ujar Tuan Marques."Bagaimana bisa kau menyalahkanku sekarang, suamiku? Bukank
Di wilayah selatan Ivy sedang merapikan semua baju-bajunya. Tidak lama pintu kamarnya diketuk dari luar."Masuk!" titah Ivy singkat.Pintu kamarnya lalu terbuka dan Tesla masuk dengan membawa nampan makanan."Iv, ayo kita sarapan dulu. Perjalanan kita akan panjang dan lama," ujar Tesla yang kemudian meletakkan nampan berisi makanan itu di meja yang ada di kamar Ivy."Aku, belum lapar, Tesla," ujar Ivy yang kemudian menghentikan Ivy untuk mengemas bajunya."Meskipun belum lapar, tetaplah makan, Iv! Kau, butuh tenaga untuk tetap kuat. Energi mana dan harasmu baru saja kembali seimbang, kau bisa sakit lagi kalau mereka tidak seimbang lagi," tukas Tesla memaksa Ivy.Ivy berjalan mendekat pada Tesla lalu duduk di samping Tesla yang sedang sibuk mengambil makanan."Sebenarnya kita akan pergi kemana, Tesla?" tanya Ivy."Ke suatu daerah yang membutuhkan sihir penyembuhan, ini juga bisa jadi caramu melatih sihirmu yang sudah kembali, Iv," ucap Tesla."Kau benar, tapi apa aku sudah bisa?" tanya
Ivy terus saja diam dan melihat keluar jendela kamarnya. Sejak pulang dari istana tadi, Ivy hanya berdiam diri di kamarnya. Race sendiri tidak ikut pulang dan sedang ada di paviliun kedua orang tuanya sekarang. Ivy mengusap wajahnya pelan lalu menarik napas dalam."Jadi seperti ini cara Race mencegah semua yang sudah kami lewati kembali terjadi nanti. Apakah aku harus bersyukur karena pada akhirnya aku justru bisa meninggalkan Race tanpa membuatnya terluka, karena dia sendiri yang melepasku?" gumam Ivy bermonolog.Ivy tersenyum miris memikirkan nasibnya sendiri. Sejurus kemudian senyum Ivy menghilang begitu saja."Apa dengan begini aku justru aku akan kembali dipulangkan ke barat? Apakah aku harus kembali menjadi putri Marionet?" ucapny lagi.Ivy berhenti berbicara sendiri setelah pintu kamarnya diketuk dari luar. Ivy melihat ke arah pintu lalu menautkan alisnya heran."Siapa?" tanyanya singkat."Ini Gareta, Nyonya muda Iv. Di ruang tengah ada tamu yang menunggu anda," ujar Gareta dar
Ivy mengeliat pelan, badannya seperti remuk pagi ini. Itu membuat Ivy enggan turun dari ranjang, dia masih berselimut tebal dan melihat Race sudah tidak ada di sampingnya."Apa karena aku sekarang manusia biasa, jadi aku merasa sangat lelah setelah pertempuran semalam? Lalu, kenapa Race sepertinya tidak lelah? Atau aku yang terlalu mendramatisir?" gumam Ivy bertanya-tanya sendiri.Ivy menghela napas dalam lalu kembali menyembunyikan kepalanya di dalam selimut."Seperti ini saja lelah, lalu bagaimana bisa aku memiliki anak dengan Race?" ujarnya lagi.Ivy baru membuka selimut yang menutupi wajahnya saat merasa ada yang duduk di tepi ranjang. Ivy terkejut melihat Race yang sepertinya baru selesai mandi sudah ada di depannya."Race, sejak kapan kau disini?" tanya Ivy yang merasa malu karena apa yang dia ucapkan pasti didengar Race tadi.Race tersenyum lalu kemudian memukul kaki Ivy pelan."Apa yang membuatmu terus menggerutu seperti itu, Iv?" tanya Race yang merasa lucu mendengar ucapan I
Raja Michel sedang berkumpul dengan para petinggi kerajaan. Ada laporan tentang pergerakan pasukan wilayah utara menuju perbatasan. Mereka belum bisa tahu apa tujuan mereka kembali menuju wilayah timur. Yang jelas ini semua membuat Raja Michel kembali cemas."Jadi bagaimana, Raja Michel? Saya rasa tersebarnya berita Nyonya Ivy akan dieksekusi membuat pihak utara kembali memiliki keberanian," ucap salah satu petinggi kerajaan mengutarakan kegundahannya.Raja Michel tidak segera menanggapi dan terlihat berpikir skarang, Tuan Milano berdehem lalu mendekat pada Raja Michel."Sepertinya apa yang Winter katakan terjadi, Raja Michel," ujarnya.Raja Michel melihat ke arah Tuan Milano. Kepalanya mengangguk setuju dengan pemikiran sang kakak."Kau, benar, Kak. Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Raja Michel kemudian.Tuan Milano terdiam dan menatap sang adik dalam."Tidak ada cara lain," tuturnya."Maksudmu membebaskan Ivy? Bagaimana mungkin? Dia itu terlibat dalam banyak hal, Ka
Ivy tidak bisa menolak ajakan Race untuk tidur sekamar sekarang. Tidak biasanya suaminya yang selalu marah-marah itu mengajak tidur sekamar saat belum memiliki perasaan apapun pada Ivy dulu. Ivy terus saja gelisah dan belum bisa terlelap. Sedangkan Race sendiri sudah tidur pulas di samping Ivy. Sejurus kemudian Ivy melihat ke arah Race. Ivy mengambil posisi tidur menyamping dan terus memandangi wajah Race dengan teliti. Ivy mengulurkan tangannya dan mengusap pelan hidung Race dari atas hingga bawah."Kalau kita memang ditakdirkan untuk memiliki anak, aku yakin jika dia laki-laki maka dia akan setampan dirimu, Race," lirih Ivy setengah berbisik.Air mata Ivy lalu meleleh dengan sendirinya, Ivy menghapus air matanya dengan cepat lalu kemudian mengalihkan pandangannya dari Race. Ivy menghela napas dalam lalu memilih untuk duduk. Baru saja akan turun dari ranjang, tangan Ivy ditahan oleh tangan Race. Ivy melihat ke arah Race terkejut, sedangkan Race sendiri membuka matanya pelan."Tidur,
Race berlari memasuki kamar Ivy, dia baru saja bermimpi Ivy menjatuhkan dirinya dari jendela kamarnya. Setelah membuka pintu kamar dengan keras, Race lalu menarik Ivy yang sedang berdiri di dekat jendela."Kau, gila? Bukankah aku bilang kalau mau mati jangan di paviliun ku!" hardik Race penuh dengan amarah.Ivy sendiri melebarkan matanya terkejut mendengar ucapan Race, Ivy lalu berkedip beberapa kali. Race sendiri terdengar menghela napas gusar lalu kemudian menyeret Ivy menuju ranjang. Race mendudukkan Ivy sedikit kasar hingga membuat Ivy hampir saja jatuh ke belakang."Kau, gila?" tanya Race dengan suara keras"Aku?" tanya Ivy balik."Ya, siapa lagi? Kalau kau tidak gila, untuk apa kau berpikiran lompat dari jendela itu?" ujar Race yang terlihat begitu kesal dengan apa yang Ivy lakukan."Lompat? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berpikir seperti itu?" batin Ivy sembari menatap Race tidak percaya."Jawab! Kenapa diam saja? Kau, tidak akan sedikitpun kekurangan disini. Aku, akan berta
Setelah mencoba membawa kabur Ivy dari penjara, Race justru ikut ditahan dengan tuduhan membawa lari tahanan. Ivy tidak bisa melakukan apapun sekarang, ilmu sihirnya bahkan hampir hilang karena dia terlalu memaksakan dirinya. Ivy terus mondar-mandir di dalam tahanannya karena khawatir pada Race. Sedangkan Race justru duduk diam dengan tenang."Setidaknya aku tetap akan mendapat hukuman seperti Ivy. Walaupun aku gagal menyelamatkannya, aku tidak akan menyesal di eksekusi sama seperti istriku."Itu yang ada di pikiran Race saat ini.Di istana, Tuan Milano benar-benar marah. Rencananya menjauhkan Race dan Ivy justru berakhir putranya yang ditahan. Tuan Milano sedang menunggu Raja Michel keluar dengan gelisah. Dia ingin meminta pengampunan atas tindakan Race. Setelah menunggu beberapa lama, bukan Raja Michel yang datang, tapi justru Winter."Paman, apa yang kau lakukan disini?" tanya Winter."Aku, menunggu ayahmu. Aku, ingin dia memberikan pengampunan pada Race. Ini semua pasti karena des
Setelah semua perintah Raja Michel diturunkan, Ivy lalu dibawa paksa ke penjara kerajaan. Race dengan keras menentang semuanya, Race bahkan berani menghajar semua pengawal yang menangkap Ivy. Namun apa yang Race lakukan itu percuma, Ivy tetap di bawa ke penjara kerajaan. Ivy sekarang sedang duduk di sudut ruangan yang lembab dan dingin. Dia tidak melawan ataupun meratapi nasipnya sekarang. Ivy sudah tahu dengan semua yang akan terjadi ini. Ivy justru bersyukur ternyata suaminya bukanlah orang yang akan mengeksekusinya nanti.Ivy yang sedang duduk di lantai yang dingin terkejut dengan suara pintu yang dipukul dari luar. Pintu besi itu menimbulkan suara yang sangat keras sehingga membuat Ivy setengah terjingkat."Makananmu sudah siap, Nyonya muda Ivy," ucap penjaga tahanan itu.Ivy berdiri dan berjalan menghampiri pintu besi itu. Penjaga itu lalu membuka pintu itu dari luar, tidak lama Miranda masuk dengan membawa nampan yang berisi makanan untuk Ivy. Miranda meletakkannya dengan kasar
Sejak kejadian di pesta hari itu, rumor tidak sedap mulai menyebar. Orang-orang diluaran sana mulai menggunjingkan Race. Mereka berpikiran kalau Race memang ingin menguasai kerajaan dengan menggunakan Ivy. Terlebih lagi setelah semua investigasi dilakukan pada Tuan Marionet. Semuanya terbongkar, monster-monster yang selama ini menghantui wilayah timur terutama Winter itu akibat kiriman dari Tuan Marques Marionet, termasuk juga wabah penyakit yang terakhir kali menyebar di wilayah timur terungkap, terlebih lagi monster yang menjarah batu ruby itu juga kiriman dari Tuan Marionet.Kecurigaan semua orang sekarang semakin tertuju pada Ivy. Mereka semua menganggap Ivy adalah kaki tangan dari Tuan Marionet. Ivy semakin disudutkan dengan itu semua, termasuk dengan rumor Race yang ingin menjadi putra mahkota.Tuan Milano dan Raja Michel sedang minum teh bersama di taman belakang istana. Sedari tadi keduanya sama-sama diam dan saling memandang ke langit yang sudah gelap. Sesekali Raja Michel me