Nova tidak tahu apa keistimewaan obat itu.Nova hanya tahu obat malam itu jauh lebih keras daripada obat yang diberikan oleh Bayu sebelumnya.Saat diberi obat oleh Bayu, Nova masih bisa mempertahankan kesadaran diri.Namun, pada malam itu, Nova sama sekali tidak dapat mengontrol diri.Nabila cemas ketika melihat Nova kebingungan."Nova, apa kamu tahu itu obat apa?"Nova mengernyit seraya menatap Nabila. "Ada apa dengan obat itu?"Nabila maju dan memegang tangan Nova. Perasaannya sangat kompleks."Obat itu nggak ada penawarnya."Nova terkesiap oleh apa yang dikatakan oleh Nabila."Apa maksudnya nggak ada penawarnya?"Wajah Nabila menjadi sangat masam saat mengungkit obat itu.Nabila tidak paham mengapa ada orang yang membuat obat semacam itu.Menurut Nabila, obat seharusnya dibuat untuk mengobati pasien dan meringankan penderitaan pasien.Namun, sekarang seseorang membuat obat itu untuk kebutuhan uang dan nafsu.Setelah diam sesaat, Nabila menjelaskan, "Beberapa waktu yang lalu, rumah s
Nova tercengang mendengar hal itu.Pada akhirnya, Nova bertanya, "Rudy, malam itu, apa Brian tahu aku diberi obat apa?"Rudy tertegun sejenak. Dia tiba-tiba ingin berbohong dan mengatakan Brian tidak tahu.Namun, pada akhirnya, Rudy berterus terang, "Dia tahu, tapi Nova, Brian memang memanfaatkan kesempatan itu."Nova terdiam seketika.Rudy mengatakan sesuatu lagi, tetapi Nova tidak mendengarkan.Kemudian, Rudy memanggilnya lagi."Nova, apa kamu mendengarku?"Nova tersadarkan. "Apa?"Rudy mendengus. "Aku bilang, ayahku tanya bagaimana kondisimu. Lalu, dia nggak tahu dengar dari siapa kalau ibumu sudah siuman. Dia bilang mau jenguk ibumu kalau sempat."Nova tersenyum. "Sampaikan terima kasihku pada Pak Thoriq. Aku sudah baik-baik saja. Lalu, tentang ibuku, dia nggak perlu datang secara pribadi."Rudy mendengus. "Terserah dia saja. Dia mungkin merasa dia sedang memberi perhatian pada karyawannya. Nggak usah pedulikan dia."Nova menyahut, lalu menutup telepon.Setelah Nova menutup telepon
Nova menggenggam ponselnya dengan lebih erat.Sebelum Nova sempat menjawab, Simon berbicara lagi."Luka Kak Brian lumayan parah. Beberapa hari ini, dia selalu menentang Kakek karena masalah Stephen. Kakek juga nggak berbelaskasihan. Luka yang lama belum sembuh, sudah tambah luka baru. Dia mulai demam lagi tadi malam, tapi bilang dia nggak apa-apa, juga nggak mau minum obat. Dia tahan begitu saja."Nova mengernyit saat mendengar itu. Terkadang, dia curiga apakah itu adalah taktik Brian.Namun, faktanya, Brian terluka demi membantunya.Nova merapatkan bibir. Lama kemudian, dia bertanya, "Dia di apartemen?"Simon menjawab, "Ya, di apartemen. Dia ditahan di rumah oleh Kakek dalam beberapa hari ini, baru dilepas kemarin."Nova berucap, "Aku akan ke sana nanti.""Oke."Nova menutup telepon dan terbengong selama dua detik.Setelah berkemas, Nova langsung pergi ke apartemen.Sesampainya di apartemen, Nova mengetuk pintu.Akan tetapi, tidak ada yang menyahut ataupun membukakan pintu.Pada akhir
Seketika, tatapan mata Brian menjadi suram.Nova yang berdiri di samping mendengarnya dengan jelas sehingga mengambil ponsel itu. "Apa yang terjadi?"Nabila berkata dengan cemas, "Aku juga nggak tahu detailnya. Perawat hanya bilang dia bawa Bibi ke sesi pemulihan dan tunggu di depan pintu. Yang lain sudah keluar, tapi Bibi belum keluar juga. Jadi, dia langsung masuk. Bibi nggak ada di ruangan pemulihan. Dia sudah tanya semua dokter, tapi nggak ada yang perhatikan."Wajah Nova memucat. Setelah menutup telepon, dia berbalik badan dan berjalan ke luar.Brian bahkan tidak sempat untuk menghentikannya.Brian segera kembali ke kamar untuk berganti pakaian, lalu menyusul Nova.Sesampainya di bawah, Brian melihat Nova sudah duduk di dalam mobilnya sendiri.Brian bergegas berjalan ke sana dan menarik Nova ke luar.Wajah Nova pucat pasi.Brian tidak mengatakan apa-apa. Dia menarik Nova ke mobilnya dan membantu Nova memasangkan sabuk pengaman."Dengan kondisimu sekarang, nggak aman untuk setir mo
Air mata Nova tidak terbendung lagi, tiba-tiba menetes.Brian menghiburnya dengan suara rendah, "Aku sudah suruh orang cari pelatih itu."Nova menyeka air matanya dan mengangguk."Kamu bisa cari dokter, aku sudah nggak apa-apa."Brian hanya menatap Nova. Mata Nova merah padam, tetapi sudah tidak panik seperti tadi.Brian tidak tahu sejak kapan Nova tidak lagi bergantung padanya.Namun, melihat Nova begitu, Brian sama sekali tidak merasa terhibur.Akan tetapi, semua itu sepertinya disebabkan oleh dirinya sendiri.Brian merasa tidak berdaya."Aku baik-baik saja. Tentang Bibi, aku sudah atur semuanya, jangan khawatir."Nova menarik napas dalam-dalam dan mengangguk.Pengaturan Brian sangat cermat.Selain pelatih, petugas kebersihan rumah sakit juga diselidiki.Brian bahkan menyuruh orang untuk memeriksa semua kamera CCTV di kota."Tunggu kabar di rumah atau di sini?"Nova ingin menunggu di rumah sakit, tetapi melihat wajah Brian yang pucat, dia berubah pikiran."Tunggu di rumah saja."Pada
"Nggak usah tanya!" Nabila langsung mengambil sebotol semprotan merica di samping dan menyemprotnya ke Melvin.Melvin tersemprot karena tidak siaga. Matanya tidak bisa dibuka karena pedas.Kemudian, sebelum Melvin sempat bereaksi, sesuatu menodongi selangkangannya."Turun! Kalau nggak, kukebiri kamu!"Melvin berusaha membuka matanya. Ternyata, itu adalah pisau bedah yang mengkilap.Mata Melvin memelotot saat melihat Nabila. "Kamu dokter?"Nabila tersenyum. "Tentu saja, dokter andrologi yang khusus mengebiri pria. Kalau kamu butuh, bisa daftar ke divisiku. Mau tanya namaku? Cari saja sendiri!"Selesai bicara, Nabila membuka pintu mobil dan mendorong Melvin ke luar.Melihat mobil Nabila melaju pergi, Melvin tidak dapat menahan amarah dalam hatinya.Dia, Melvin Luminto, pertama kali disemprot semprotan merica oleh seorang wanita! Bahkan pertama kali ditodongi pisau bedah di bagian selangkangan!Melvin makin marah sehingga langsung menelepon Brian.Brian sedang mengemudikan mobil. Dia meli
Nova langsung mendorong Brian ke luar."Keluar!"Namun, Brian memeluk Nova."Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," bisik Brian di telinga Nova. Lalu, dia berbalik badan dan pergi.Nova dengan bengong menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Sesaat kemudian, dia tercerahkan.Brian sepertinya sengaja.Seketika, hati Nova terasa pilu.Setelah beberapa waktu, Nova memaksa diri untuk tersenyum.Ya, pasti akan baik-baik saja.Ibu pasti akan baik-baik saja.Dia harus percaya.Setelah mandi, Nova melangkah ke luar.Brian sedang duduk di samping dan bertelepon dengan suara kecil.Melihat Nova keluar, Brian buru-buru mengatakan sesuatu di telepon dan menutupnya."Kenapa nggak keringkan rambutmu?"Brian masuk ke kamar untuk mengambil alat pengering rambut, lalu duduk di sofa."Sini."Nova berjalan ke arah Brian.Awalnya, Nova ingin duduk di sofa.Namun, Brian menarik Nova hingga duduk di pangkuannya.Nova membeku seketika.Brian terkekeh-kekeh. "Rileks, aku nggak akan lakukan apa-apa. B
Saat bangun, Nova mendapati dirinya berada di rumah sakit.Melihat Nova sudah siuman, Nabila bergegas bertanya, "Apa ada yang nggak enak badan? Dokter bilang kamu gegar otak ringan. Kamu pusing atau mual nggak?"Nova merasakan sebentar. "Nggak, aku baik-baik saja. Di mana Brian? Di mana ibuku?"Nabila terdiam. Sesaat kemudian, dia menjawab, "Bibi masuk ICU. Brian terluka dan kehilangan banyak darah, belum siuman sampai sekarang."Nova menjadi cemas. "Dia terluka di bagian mana? Di mana dia?"Setelah itu, Nova menyibakkan selimut dan ingin turun dari ranjang.Nabila buru-buru menghentikan Nova. "Jangan banyak gerak dulu. Brian belum siuman, nggak ada gunanya kamu ke sana. Aku suruh dokter ke sini dulu untuk periksa kamu."Selesai bicara, Nabila berjalan ke luar.Dokter melakukan pemeriksaan sederhana dan memastikan Nova sudah baik-baik saja. Baru setelah itu, Nabila membolehkan Nova untuk turun dari ranjang."Kamu tengok Brian dulu saja. Bibi belum boleh dibesuk sekarang. Dokter juga se