“A-aku berakhir seperti ini?” Richelle bergumam. Dia memandang pantulan seluruh tubuhnya yang mengenakkan gaun pengantin di depan cermin panjang. Ruangan tunggu untuk pengantin wanita sebelum masuk ke altar pernikahan.
Untuk permukaannya saja, Richelle sudah mengetahui siapa Daimaro. Founder perusahaan mobil yang bahkan mendapatkan penghargaan tahun lalu berskala internasional, dialah putra sang walikota di tempat asalnya.
Lalu kenapa dari sekian banyak wanita, Daimaro memilih dirinya? Ini perihal balas budi di masa lalu yang Daimaro sudah katakan kepada Richelle, meskipun Richelle masih belum tau pasti tentang itu.
“Nona Richella! Sudah waktunya!” seorang wanita dengan gaun putih, dan rambut yang ditata sanggul formal datang menghampirinya. Dia Mona, sekretaris yang sudah bekerja dengan Daimaro enam tahun lebih. Boleh dibilang, keluarganya sudah melayani keluarga besar Daimaro sejak dulunya.
“A-apa? Sekarang?” Richelle tersentak
Daimaro hanya memberikan waktu satu malam untuk mendengarkan jawaban Richelle. Ucapan terakhir yang dia ingat, ketika Daimaro mengatakan ‘Jika kau memang sangat ingin mati, bawalah penyesalan itu sementara orang –orang yang menyakitimu bahagia, mayatmu tidak akan berarti apapun’
Daimaro pria yang tegas, beredar kabar dia pernah gagal dengan pertunangannya dan memutuskan untuk tidak mengenal wanita lagi, hingga usianya menginjak 30 tahun. Ketampanannya tentu memikat wanita, tapi dia malah membuat dirinya terkesan berbahaya dan memiliki hobi tembak.
“Jangan ragu! Untuk pertama kalinya dia bertemu seorang wanita dan langsung melamar mu seperti ini, aku terkejut!” Mona berpendapat
Ia mengambil buket bunga, dan menarik lengan Richella. Ia memberikan ketenangan sebanyakan yang Richelle butuhkan. Ini tentang bagaimana segalanya menjadi mungkin untuk satu situasi saja.
“Bukankah jelas diantara kami tidak ada cinta? Dia orang asing, begitupun diriku?”
Mona tersenyum tipis “Ayolah, daripada melihatmu menjadi mayat ditutupi kain putih, lebih bagus baginya melihatmu menikah dililit gaun putih kan?”
“Mona, ucapanmu mengerikan!”
“Mau bagaimana lagi? Kau sudah mengatakan iya, lalu sekarang ragu!”
“Aku menikahi pria yang sepertinya berperan penting dalam keluarganya, kalau saja sebelumnya aku dicampakkan, bagaimana dengan….”
“Dia sudah terobsesi dengan mu!” Mona menghentikan ucapan Richelle
“Hah?”
“Iya, Tuan Dai, dia tidak akan diam saja! Dia memang agak kasar, tapi lebih baik turuti saja ucapannya, itu akan membuatmu aman!”
Richelle tidak mengerti pasti apa maksud dari kalimat itu, ada semacam saran atau lebih seperti gertakkan. Entahlah!
Aula pernikahan mewah, memberikan getaran di lututnya. Entah bagian mana yang harus dia kagumi. Dia wanita yang terusir, tidak ada siapapun yang membimbing langkahnya, tapi….
Seorang pria dengan jas pengantin hitam menunggunya di atas altar, para tamu undangan bertepuk tangan dengan kehadirannya, dua wanita mendampingi langkahnya, dan kelopak bunga bertaburan untuk menghujaninya.
Dari sudut mata Dai, dia tersenyum tipis. Mungkin ini keputusan yang terlalu nekat, dia tidak pernah berfikir akan menikahi wanita itu pada akhirnya.
“Kau cantik juga!” bisik Daimaro ketika Richelle sudah berdiri disampingnya. Setidaknya mulutnya memang harus berkata jujur tentang kecantikan itu.
“Ini berlebihan! Aku baru saja kehilangan bayiku dari pria lain, dan berakhir menikahi pria asing!”
“Ironi memang!”
“Apa lagi setelah ini?”
“Apalagi?Tentu kau harus melayaniku sebagai suami mu kan?”
“Memangnya masih ingin dengan tubuh kotor seperti ku?”
“Richella! Aku harap sore ini sekembalinya kita ke Jerman, kau sudah menjadi gadis yang berbeda!”
***
Singkat saja, Daimaro tidak tahan melihat penderitaan gadis itu, bahkan hampir berfikiran untuk bunuh diri. Dimata mereka yang memang tidak punya perasaan, kematian Richelle hanya akan seperti satu semut mani di antara kelompok lainnya.
“Kenapa harus kembali ke Jerman? Kau bilang, menikahiku untuk membantuku kan? Kau membawaku kesana, sama saja dengan membunuhku perlahan!”
“Diamlah! Tidak perlu banyak bicara!”
“Aku tidak mau pergi!” Richelle menolak, padahal mereka sudah sampai di bandara
Daimaro sama sekali tidak ahli untuk membujuk wanita. Dia sudah lupa caranya membujuk wanita, setelah terakhir kali dia menenangkan Hanabi yang menangis di pelukannya. Sebelum gadis blasteran Jepang itu lari dari pertunangan.
“Mona? Seret dia!” perintah Daimaro
Mona mengangguk, dia menarik lengan Richelle. Dibandingkan Richelle, tentu Mona jauh lebih tangkas. Apalagi dia dibesarkan di akademi bela diri. Ia sudah megantongi berbagai teknik untuk itu.
“Aku sudah bilang kan? Jadlah penurut kalau kau tidak ingin dalam masalah lain!” Mona sedikit berbisik
“Ini pemaksaan!” Richelle bersuara lantang
Sudut mata Daimaro membuat Mona bergedik ngeri, dia tidak boleh melewatkan apapun. Tidak ada pilihan lain, dia mengeluarkan pisau bermata kecil, cukup tajam membuat lubang di tubuh “Bersikap baiklah, sebelum pisau ini melubangi punggungmu” ucap Mona
Ternyata Richelle masih takut mati, dia tidak bisa mengabaikan diri dari apa yang sudah ada. Perihal masalah yang terjadi, dan caranya untuk bertahan.
“Iya!” Richelle mengalah
Mona membuang pisau itu ke tong sampah, dia menuntun Richelle dan mereka tiba di Jerman berkejaran dengan langit yang mulai menghitam.
Mata Richelle terbuka, dibandingkan melihat kota itu dia memilih tidur, dan terbangun di perkarangan rumah mewah, halaman hijau yang luas, lalu pagar tembok setengah memperlihatkan perbukitkan kecil di ujung sana.
“Di-dimana kita?”
“Kita sudah sampai Richi!” Daimaro membuka kan pintu mobil untuk wanita yang masih terasa asing. Kalau bukan karena balas budi di masa lalu, dia mungkin tidak akan mau bersusah payah untuk menjaga Richella
Richella masih ragu untuk keluar, aroma langit kota menjijikkan baginya masih saja sama “Aku tidak mau!”
“Jangan membuatku memaksa lagi! Keluar, atau kau berakhir tidur di kolam renang malam ini!” ucapnya
Richella menatap sayu pria yang sudah sah menjadi suaminya “Kau kasar, tidak sesuai dengan tampang mu!”
“Oh, sudah terlambat untuk menyesal!”
Richella tersenyum tipis “Apa ini artinya aku lari dari kematian hanya untuk masuk ke liang neraka dunia?”
“Masuklah sekarang!” pintanya
Ada air mancur tepat di halaman rumah, terletak ditengah-tengah depan rumah. Berbentuk akar pohon dan air mengalir dari berbagai arah, sepertinya ketika siang rumah itu akan terkesan semakin mewah. Dengan berat hati Richella memaksa masuk.
Langit-langit rumah itu sangat tinggi, tangga berbentuk lengkungan dengan sisi pagar bercorak dan dilapisan balutan hitam gabungan emas.
“Apa ini penjara?” Richelle menyadari kalau dia sudah sangat jauh dari kebahagiaan.
“Ditempat ini, kau harus berubah untuk menghadapi masalahmu! Ada syarat yang harus kau tau tentang ini!”
“Syarat apa? Kau ingin mengatakan aku berhutang nyawa padamu? Bahkan hutang uang juga untuk perawatanku kan?”
“Yah, kalau kau beranggapan seperti itu, terserah! Ingatlah, kau istriku dan aku berhak atas apapun itu tentang mu, lalu…”
“Lalu apa?”
“Kalau kau tidak bisa menjadi kuat dengan permainan ini, aku akan membunuhmu di tempat ini, meskipun dengan air mataku!”
Richella tersentak, sesak di tenggorokannya terasa ngilu “K-kau? apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?”
“Apa dia sudah tidur?” Daimiro duduk di mini bar sayap kanan dari rumahnya. Tidak ada orang tua, dan rumah ini begitu besar untuk menampung dirinya. Meskipun dia mempekerjakan beberapa pegawai di rumah ini, tetap saja dia merasa sepi.“Setelah minum obat, dia sudah tidur! Apa kau tidak terlalu menekannya, tuan Dai?” Mona menuangkan sampanye ke gelas berukuran kecil, dia harus memastikan atasannya itu tidak minum terlalu banyak. Besok ada rapat mengenai barang import yang sempat tertunda, salah satu pegawai menggelapkan uang dan itu menjadi masalah yang masih cukup mudah diatasi oleh Daimaro.“Kalau aku tidak bersikap keras padanya, dia akan hanyut dengan mentalnya dan menjadi gadis lemah! Sudah cukup aku mendengar kehidupannya buruk tentangnya”“Dia, gadis yang malang!”“Hmmm, aku akan membuatnya menyadari perang yang sebenarnya!”“Kenapa tidak berencana untuk mencintainya saja, tuan?”“Mencintainya? Aku tidak tertarik, Mona! Aku hanya bertanggung jawab sampai balas dendamnya terlepas
Daimiro, lebih gampangnya mereka selalu memanggil dirinya dengan tuan Dai. Dia sudah teralahir dari keluarga pengusaha garis keras. Bebuyutnya memiliki beramacam-macam usaha, hingga dia mewarisi segala ilmu dan membiarkan orang tuanya pergi dengan tenang.“Pusing sekali kepalaku, sudah lama aku mencarinya, malah berakhir menjadi gadis buangan!” Dai menyipit bingung. Tumpukkan berkas pekerjaan dimejanya tidak dia indahkan.Dia menyingsing lengan kemejanya tiga lipat, melangkah menuju kulkas mini disamping meja kecil di dekat rak buku. Ia mengeluarkan botol wine 1924 buatan prancis, menuangkan setengah gelas dan menghirup dalam aroma minuman itu sebelum menyusup melewati bibirnyaTiga menit dia menikmati wine nya, ketukan di pintu tidak membuatnya berpaling dari jendela “Masuk!”Pria bertubuh tegap dengan dada bidang, stelan serba hitam masuk dengan senyuman di wajahnya “Saya sudah kembali pak!” suara Sean membuat Dai memutar badannya.“Senang bertemu lagi! Kau sudah bisa bekerja besok!
“Menyentuh dia layaknya seorang istri, hmmm?” Dai tersenyum tipis Usai meeting dengan investor, dia melangkah ke lantai paling atas, melewati pintu dengan lima tangga dan berada di taman atap gedung pencakar langit itu. Angin sejuk berhembus, memberikan sensasi sejuk dengan mata yang dimanjakan oleh pemandangan kota. Sean khawatir dengan tingkah laku atasannya itu, jangankan sarapan, untuk menyentuh minuman kesukaannya saja sudah tidak. “Tuan Dai?” Sean berdiri disampingnya, memandang pria yang tengah termenung dalam lamunannya itu “Apa masih ada meeting?” “Tidak, aku hanya bertanya-tanya tentang dirimu!” “Kenapa?” mata Dai beralih untuk menatap Sean. Sean memilih berdiri di depan atasannya, meskipun mereka sudah saling mengenal lama, ada batasan yang terkadang tidak bisa untuk Sean sentuh. “Apa rencanamu untuk nona Richi?” “Aku hanya perlu membantunya untuk membalaskan dendamnya kan?” “Bagaimana kalau dia tidak mau?” “Sudah kubilang, aku yang akan membunuhnya, dengan begit
Richelle berulang kali menyiratkan tentang pernikahan yang sesungguhnya. Di benaknya, menaklukkan Daimiro, agar dia memiliki senjata yang tangguh. Ketika pria itu memberinya pilihan, sulit baginya untuk tidak memikirkan cara yang licik.Jiwanya berdesir menerima remasan halus di bagian bongkahan pinggulnya, dia menarik dirinya dan seketika aroma alkohol yang tidak terlalu kuat tercium dari tubuh Daimiro.“Dai? Kau mabuk?”“Sedikit! Aku masih sadar!” Daimiro menarik lengan Richelle, mempersempit jarak diantara mereka ketika tubuh Richelle harus condong ke arahnya. Mendekati aroma maskulin yang bercampur dengan parfum luxury, tidak ini juga sisa minuman yang menepi di sudut bibir Daimiro.“Katakan, kau siap aku gagahi?”“A-apa? Kenapa tiba-tiba?” Richelle tersentak. Awalnya dia hanya sekedar mengancam, hatinya belum bisa pulih dari luka itu.Semenjak Azam mewarnainya, mereka melakukan hubungan itu tiga kali lagi, dan setelah kehamilan dia dicampakkan. Azam selalu melakukan segalanya
Mona melirik ke langit-langit di atasnnya, helaan nafas dan senyuman menjadi satu. Dia merasa berhasil dengan rencananya, meskipun masih ada keraguan yang terbesit. Wisky terakhir ia telan dalam hitungan detik. Matanya sudah mulai lelah dengan rasa kantuk.“Honey? Jangan minum lagi, nanti mabuk!” suara suaminya yang sudah lama ia rindukan. Sean menghampirinya, memeluk tubuh istrinya dari belakang.Seperti biasa, Mona tidak akan langsung membalas hangat sentuhan Sean. Meskipun secara usia, Mona jauh lebih muda dari Sean, sulit baginya untuk menjadi gadis manja bagi pria itu.“Aku memasukkan pil perangsang ke dalam minuman tuan Dai!” Mona berucap“Kau mengerjainya? Kalau dia tau, bisa habis kita dimarahi tuan kasar itu!”“Mau bagaimana lagi, dia menikahi gadis malang itu, tapi tidak menyentuhnya layaknya seorang istri. Aku yang perih mendengar rengekkan Richelle memohon disentuh!”“Yah, semoga saja obat itu bekerja!”“Sepertinya sedang bekerja! Sebelum efeknya habis!”“Hmm, apa kau tid
Richelle tidak bisa bergerak bebas, dia tersentak ketika Mona menarik erat tali di pinggangnya. Gaun itu sangat ketat, apalagi di bagian pinggangnya. Belum lagi model belahan yang terbuka di punggungnya, memperlihatkan kulit mulut hingga pingganya.“Kenapa harus begini? Apa kau yakin ini hanya latihan, Mona?”“Iya, mau bagaimana lagi! Kau tidak bisa berjalan dengan postur tubuh tegap, kepala mu harus menatap pasti ke depan, pundakmu harus percaya diri, jangan berjalan dengan membungkuk!”Paru-parunya terasa sesak ketika dia bernafas, tidak ada celah baginya untuk lari dari situasi ini.“Berjalan lah sekarang, ke depan sana!” perintah MonaLirikkan matanya memastikan Richelle aman, meskipun dia menahan senyuman karena Richelle terlihat sangat risih dengan balutan gaun berwarna hitam itu.“Kaki ku sudah lelah!”“Kau tidak bisa menyerah Richi, waktumu hanya satu minggu. Selain mendidik postur tubuhmu, kau juga harus membaca semua buku itu, melatih caramu berbicara, dan…”“Dan apa?”“Aku
“Tuan? Apa sebaiknya kita beli bunga?” Sean melirik boss nya yang sedari tadi sepertinya tengah melamun. Dia cemas kalau masalah yang dikirkan Dai sebenarnya bukanlah masalah kantor, melainkan tentang gadis yang kini ada di rumah bossnya.“Bunga? Untuk apa?” Dai membalas lirik, keningnya mengkerut bingung. Dia tidak memiliki urusan dengan bunga, tapi asistennya itu malah membahas bunga.“Kau melukai perasaan nyonya tadi pagi, mungkin dia akan senang kalau kau berikan bunga!”Fikiran Diamiro sejak tadi memang teringat dengan gadi dirumahnya. Rasanya aneh untuk membayangkan hal itu, satu-satunya yang menggangu baginya adalah ekspresi Richella.“Aku tidak butuh bunga, dia juga tidak!”“Yah, mungkin saja kau sedang berfikir tentang dia?”Daimiro melonggarkan dasinya, dia tidak ingin larut dalam permasalahan ini. Ada banyak hal yang lebih penting untuk ia selesaikan “Kau sudah menyiapkan manajemen baru? Aku ingin mangatur ulang mereka semua!”“Sudah! Kapan kita rapat untuk ini?”“Tidak pe
Bodoh menjadi kata, yang tidak asing lagi bagi Richella. Hampir setiap manusia yang berpapasan dengannya, mengatakan hal yang sama. Memangnya kenapa?Apa salahnya yang tidak mampu mempertahankan harta orang tuanya? Apa salahnya juga begitu lemah setelah menyaksikan orang tuanya meninggal dengan cara yang tidak wajar. Dia hanya tidak bisa memupuk dendam, ketika dia besar dengan kerabatnya.“Kenapa diam?” Daimiro menurunkan pandangannya, dia melirik jemari Richelle yang meremas gaun. Pertanda gadis itu tengah menahan diri dan lain hal nya.Apa mungkin Daimiro terlalu bersikap keras. Tidak, dia memang tidak menginginkan cinta terjadi diantara mereka. Semua yang Diamiro butuhkan hanyalah membuat Richelle membalaskan dendamnya.Daimiro belum berfikir, sampai dimana dia akan terlibat dalam kehidupan gadis itu, yang pasti dia sudah memastikan kalau akhir dari semua ini adalah perceraian. Dia tidak tertarik bermain api jauh dari ini.“Kita turun ke bawah, dan makanlah! Sebelum kau yang ku ub
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Richelle berusaha untuk menutupi rasa gemetar di tubuhnya. Dia tidak ingin wartawan menilai keterpaksaan dirinya untuk berdiri disamping Daimiro. Tidak, ini bukan karena dia ketakutan. Dia hanya bingung, mengapa Daimiro bertindak sejauh ini? Waktu berlalu, mereka kembali ke rumah ketika sore. Richella langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya melirik pemandangan langit-langit kamarnya yang terasa sendu. Apa yang salah? Dia gelisah dengan tidak menentu “Kenapa tidak mandi?” Daimiro masuk ke dalam kamar. Ia melepaskan dasinya, dan membuat Richelle tersentak karenanya. Ia mengganti posisinya duduk, menekuk lututnya menyatu dengan dadanya dan menatap Daimiro dengan sayu. Fikirannya hanya dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak menentu. Meskipun begitu, mulutnya tidak bisa mengatakan apapun. “Kenapa?” Daimiro menyingsing lengan kemejanya hingga siku. Sorot matanya nampu melelehkan hati Richella. Di depan mereka, kalangan pembisnis, rekan kerja, dan media. Daimiro seperti dew
Tubuh Richella masih merasakan getaran hebat sisa semalam. Selama ini, untuk mendapatkan sentuhan seperti itu dari Daimiro, ia membutuhkan dorongan alkohol. Pria itu melakukan hubungan itu dengan kesadarannya.“Apa dia benar-benar cemburu?” Richella bergumam, dan fikirannya membayangkan raut wajah Daimiro. Dia begitu seksi ketika bercinta, tubuh gagah nya, dan keringat yang mengalir di tubuh Daimiro. Itu mengkilap seperti tidak akan pernah usai.“Apa yang kau fikirkan Richi?” Mona menghampiri gadis di depannya, ia meletakkan segelas coklat hangat di depan Richella. Tiba-tiba saja Richella ingin meminum minuman manis itu“Hah? Tidak ada!” Richella tersenyum tipisMona merasa sangat puas, melihat Richella mampu mengendalikan diri di lokasi pesta. Meskipun begitu, Daimiro sudah memikirkan banyak hal yang mungkin saja terjadi ke depannya. Sejak awal, Daimiro lebih dulu mengambil resiko untuk Richella, tanpa gadis itu sadari.“Apa kau merasa terbebani dengan situasi ini?” Mona bertanya, se
“Apa kau tidak menyadari, kalau istrimu ini pembohong tuan Dai?” ucapan terakhir dari Naomi masih tersisa di fikiran Richella. Apa benar dia yang bersalah dalam situasi ini?Kalau saja dia berbohong, maka pernikahan ini juga sebuah kebohongan. Richella merasa gelisah, fikirannya di hantui oleh beberapa hal yang rasanya tidak layak. Apakah jalannya benar? Apa dia harus bertahan? Dia merasa Daimiro tidak akan pernah menjadi suaminya.Ketika segalanya bercampur aduk, dia justru diserang oleh ciuman tiba-tiba dari Daimiro. Suaminya itu bahkan mendorong tubuhnya kasar hingga ia telentang di atas ranjang nya. Matanya membundar begitu melirik Daimiro melepaskan ikat pinggang nya.“Dai? A-ada apa? Kenapa kau marah padaku?”Daimiro mempersempit jarak diantara mereka, hanya 5 cm dalam situasi mereka saling bertatapan.“Apa aku terkesan tidak berguna bagimu?” nada bicara Daimiro lirih, namun matanya menatap dengan putus asa.“Dai? Kau marah kan? Apa kesalahanku? Aku sudah berusaha untuk…”“Kau b
Menyadari sesuatu yang janggal untuk istrinya, Azam pun mendekat. Awalnya dia berfikir kalau isrtinya hanya sekedar bertegur sapa dengan Daimiro. Wajahnya agak menegang begitu melihat ekspresi Daimiro yang terkesan tidak bersahabat.Dia masih tidak yakin kalau Rihcella sudah kembali, sepengatahuannya Richella sudah di urus oleh ayahnya untuk tidak mengusik dirinya. Dia mencoba membangun benteng dirinya, dan meyakini wanita yang berada di samping Daimiro itu hanya sekedar mirip dengan Richella.“Sayang? Kamu ngobrol banyak ya?” Azam menghampiri istrinya dengan nada bicara yang rendah, ia langsung menyentuh pundak istrinya.Richella merasa getir, dia merasa tidak adil. Di masa lalu, Azam begitu mencintainya, terlihat seperti itu. Lalu sekarang apa?Azam, mengangkat kepalanya. Dia memberanikan diri menatap Daimiro “Senang kau kembali Dai!” lalu dia beralih melihat wanita di samping Daimiro “Dan untukmu istrinya…” Azam terdiamTidak ada yang lebih tau dibandingkan dirinya, bagaimana cara
Richella takut, jika saja dia kembali bertemu dengan masa lalu. Apa mungkin dia sudah mengikis habis orang itu dari memorinya?Azam adalha pria yang pertama kali dia cintai. Pria yang membuat luluh dirinya, bahkan sampai di titik dia memberikan segalanya. Richella berfikir, kelak dia harus bertemu dengan pria yang bisa membuatnya aman, maka dirinya akan terlepas dari genggaman keluarga pamannya.“Kau tunggu disini! Aku akan menemui orang tuaku!”Richella menganggukkan kepalanya, semuanya terjadi begitu cepat. Apalagi pernikahan antara dirinya dan Daimiro. Sesuatu yang terkesan tidak nyata. Dia tidak memiliki keluarga, tapi bagaimana dengan Daimiro?Richella hanya melirik foto keluarga Daimiro, mendengar suara ayah mertuanya dari jauh. Meskipun begitu, dia tidak berniat untuk bertanya sebelum Daimiro mengatakan lebih.“Jangan gemetar! Tuan Daimiro akan menjagamu!” Mona mengelus pundak Richella.Richella menundukkan kepalanya, entah seperti apa nasibnya setelah ini. Katakan saja dia sud
Richella harus menetapkan dirinya. Berfikir untuk mulai memahami seperti apa tujuan yang layak untuk ia lakukan. Ini tentang balas dendamnya, tapi sepertinya perhatiannya teralihkan ke hal lain. Pria itu, Diamiro.Mengapa dia begitu dingin? Apakah sekarang pernikahan mereka hanya tentang sex? Tidak! Richella ingin memastikan, wanita terbuang sepertinya layak mendapatkan cinta.Namun sejujurnya, dia sudah kehilangan harga dirinya semenjak ia membuka kakinya di depan Daimiro, membiarkan pria itu menyentuhnya atas permintaannya.Apa yang Richella lontarkan kala itu? Jika dia Daimiro ingin menyentuh tubuhnya hanya karena bercinta, maka dia dengan rela hati akan melakukan hal itu. Dialah yang sudah membuka pintu seperti itu.“Hei, besok pesta itu akan dilakukan! Ucapan tuan Dai, jangan terlalu dimasukkan hati, di memang selalu begitu” Mona meletakkan jus jeruk di depan RichellaGadis di depannya itu, sedari tadi terkesan gelisah dengan lamunan panjang. Hanya ucapannya yang mengatakan dia i
Sapuan angin lembut yang menyapu punggung Richella, membuat nafasnya terengah-engah. Sisa dingin dari batu es masih terasa di tubuhnya, dan angin malam membuat sensasi itu menjadi lebih kental. Dingin itu meresap, dan dera nafas yang tersisa adalah bentuk hasrat yang sudah berada di pucuk kepalanya.“Hak!” Richella tersentak ketika Daimiro mengangkat kakinya ke atas. Paha mulus itu terbuka lebar, dan dera nafas Richella semakin membuatnya bergairah. Dia sudah merasakan panas di dalam tubuhnya terbakar dengan perlahan.“Kau?” Daimiro menatap Richella, mata mereka saling beradu tatap. Rona pipi Richella yang merah, bibir yang dia gigit untuk menahan gejolaknya, dan juga pemandangan dari tubuh sintalnya yang kini tidak di tutupi oleh sehelai benang pun.Sesuatu tengah menampar akal sehat Daimiro. Dia tidak berfikir untuk bisa melanjutkan ini, meskipun hasratnya benar-benar ingin terpenuhi sekarang. Dia benar-benar sudah berada di puncak kenikmatan, hanya harus menikmati saja, namun…“K-k
Gadis ini polos, pikirnya. Atau mungkin Richella memang tidak pernah menikmati hal itu sebelumnya. Aliran sungai di belakang rumah, seharusnya tetap mengarah ke laut. Tidak peduli bagaimana cabang yang dilewati.“J-jangan mengatakan hal yang tidak-tidak! Kau sedang mabuk sekarang!” Daimiro yang paling waras untuk saat ini. Dialah yang seharusnya mengendalikan. Dia bukanlah pria yang melakukan kesalahan dua kali. Apalagi terhadap seorang wanitaRona wajah Richella berubah. Dia menjadi sendu, bibir yang turun ke bawah. Alis yang mengkerut, dan yang lebih menggoda lagi, kali ini Richella menggigit bibir bawahnya “Kau jijik padaku kan?”Richella melontarkan pertanyaan, yang selalu ada di dalam ingatannya. Pertanyaan yang seharusnya tidak pernah ada, lalu menjadi ada. Itu semua terjadi begitu saja. Alam bawah sadarnya, sudah menuntunnya, hingga segalanya menjadi seperti ini.“Jangan berkata seperti itu lagi! Kau tidak tau bagaimana penilaian seseorang terhadap dirimu. Kenapa kau seperti be