Pesta resepsi pernikahan Celia dan Morgan diselenggarakan di ballroom hotel bintang lima terbesar di Kansas City. Ada dua ribu lembar undangan yang disebar oleh Tuan Arnold Richero dan juga Morgan Bradburry ke para kolega, teman, dan keluarga.
Bahkan, keluarga besar Bradburry dari Inggris sengaja menghadiri acara penting itu. Mereka ingin melihat istri Morgan yang 'cukup terkenal' karena fenomenal sebagai serial runaway bride yang kabur dari pernikahan berkali-kali. Ketika mereka bertemu langsung dengan Celia, kecantikan gadis itu memukau mata seluruh keluarga suaminya.
Nenek Claudia Bradburry sampai memanggil Celia khusus ke meja makan pesta untuk memberikan hadiah yang telah dipersiapkannya dari Inggris. "Cucu menantuku yang cantik, Granny punya sedikit hadiah untukmu. Bukalah kotaknya, kuharap kamu suka!" ujar nenek yang nyaris berusia 80 tahun itu. Dengan tangan keriputnya yang agak bergetar karena penuaan, Claudia menyerahkan sebu
Hadiah dari para tamu undangan yang berasal dari kalangan konglomerat dan pejabat membuat Celia serta Morgan terkesan. Beberapa unit mobil, tiket perjalanan bulan madu ke destinasi menarik, dan perhiasan logam mulia bertatah berlian atau permata diamankan oleh para pengawal Morgan sebelum dibawa pulang ke penthouse.Hidangan main course yang beraneka ragam baik western food, oriental food, maupun fusion cuisine membuat para tamu pesta yang mencicipi berdecak kagum. Beberapa dari mereka ingin memesan jasa boga Tasty Guaranted Company juga untuk pesta mendatang yang akan diadakan.Dari siang hingga menjelang malam hari, tamu yang terbagi menjadi beberapa jadwal resepsi datang dan pergi silih berganti. Mereka memberikan ucapan selamat berbahagia untuk Morgan dan Celia.Celia yang duduk di pelaminan bersama Morgan berbincang-bincang penuh kegembiraan. Sesekali mereka berdiri berjabat tangan dengan tamu serta berfoto untuk kenang-kenangan. "Apa kau masih lapar, Celia? Aku bisa meminta Alf
"TING." Suara penanda lift telah sampai di lantai penthouse Morgan terdengar dan menghentikan ciuman panas sepasang pengantin baru itu."Kita sudah sampai, Celia. Ayo!" ajak Morgan menggandeng tangan istrinya untuk memasuki sarang bercinta mereka malam ini.Celia pun teringat banyak hadiah pernikahan berharga yang didapat mereka tadi dari para tamu undangan pesta. Dia bertanya, "Di mana Alfons menyimpan kado kita dari tamu-tamu, Morgan?""Jangan kuatir, semuanya ditaruh di kantorku dan dijaga ketat oleh pengawal sampai besok kita menyortirnya. Rasanya akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga kalau kita mengurusi hadiah yang banyak itu malam ini juga!" jawab Morgan lalu dia membuka pintu dengan perintah suara. Tak ada yang bisa membuka penthouse selain dia sendiri, kecuali disetting ulang dengan sampel suara orang lain sesuai izin Morgan.Celia melangkah masuk ke penthouse yang kini juga menjad
Seusai membilas busa sabun di bawah shower air hangat, Morgan dan Celia mengeringkan diri lalu pindah ke ranjang. Rasanya agak berbeda bagi Morgan yang sudah puluhan tahun melajang, tak biasanya ada seorang wanita menemani tidurnya. Namun, justru seolah-olah mimpi indahnya berubah jadi nyata saat ini. Wanita bermata ungu yang selalu menjadi bunga tidurnya itu berbaring di pelukan Morgan."Apa kau tidak lelah setelah seharian menjamu tamu pesta, Hubby?" tanya Celia yang menonton siaran TV dengan malas-malasan."Pastinya capek, Celia. Namun, aku bahagia karena wanita yang kupuja akhirnya bisa menemaniku seumur hidup. Bagaimana dengan trauma yang kau alami pasca pengkhianatan Austin? Kuharap sudah sembuh!" balas Morgan dengan penuh perhatian. Dia mengecup kening Celia berulang kali.Istrinya terkikik lalu berkata, "Trauma itu sudah lenyap. Love language-mu sepertinya sentuhan fisik ya? Kau terus menerus menciumiku dan tak henti-hentinya membelai atau memelukku, Morgan!" "Hahaha. Mungkin
Aroma lezat mentega dan kayu manis menguar di udara dari arah dapur. Celia yang merasakan tubuhnya lemas setelah semalaman melayani hasrat suaminya yang tanpa batas itu baru saja membuka mata."Apa Morgan sedang memasak? Senangnya punya suami chef!" gumam Celia sembari duduk merenggangkan otot-ototnya yang kaku di atas tempat tidur. Ranjang di sisi sebelahnya telah kosong. Pintu kamar tidur sedikit terbuka. Dia pun memutuskan untuk mencari pakaian untuk menutupi kepolosan tubuhnya sebelum menyusul Morgan ke dapur. "Ouch ... pegal sekali bagian paha dalamku!" desis Celia saat mencoba berjalan. Nyaris setiap dua jam Morgan membuatnya sibuk semalaman hingga pagi. Setelah menemukan kimono sutra warna merah maroon di gantungan walk in closet, Celia mengenakannya sembari memeriksa isi rak kaca yang tersusun rapi di ruangan itu. Rupanya Morgan sungguh-sungguh menjamin kesejahteraan istrinya. Berpuluh-puluh pakaian wanita dalam segala situasi baik di rumah maupun di luar rumah tersedia di
"Kriing kriing kriing!" Bunyi tanda telepon masuk ke handphone Austin terdengar nyaring di nakas. Pria itu bergegas melangkah keluar dari walk in closet seusai mengenakan dasinya. Esmeralda yang sedang memoles lipstick di depan cermin wastafel pun penasaran siapa yang menelepon suaminya sepagi ini. Dia pun mencuri dengar di balik pintu kamar mandi. Nama wanita jalang itu lagi yang didengar olehnya dari bibir Austin."Ellen, please jangan meneleponku saat di rumah. Tunggu sampai aku sudah tiba di kantor ya. Ada keperluan penting apa?" ujar Austin di dekat jendela kamar di lantai dua."Ini penting, aku merasa tak enak badan beberapa hari terakhir dan mual di pagi hari. Bahkan, sebelum aku sarapan. Kucoba test kehamilan dan garis merah di alat itu ada dua. Kau akan jadi ayah, Austin!" jawab Ellen dengan penuh harap di telepon. Di lubuk hati Ellen, dia justru cemas ayah calon bayinya itu mangkir dari tanggung jawab setelah mengetahui ada benih tumbuh di rahimnya.Austin yang terkejut set
"Jangan lakukan ini, Papa Mertua!" Austin berlutut memohon-mohon di bawah kaki Tuan Arnold Richero. Akan tetapi, pria yang baru saja sembuh dari operasi transplantasi ginjal itu tak sudi memberikan kelonggaran untuk menantu jahatnya. "Kau sudah kuberi satu kesempatan, justru kau sia-siakan. Kini Esmeralda enggan menerimamu kembali sebagai suami. Buat apa kau tetap tinggal di rumah kami. Pulang saja ke rumah orang tuamu, Austin!""Ini hanya kesalah pahaman, Mister Arnold. Peristiwa perselingkuhan itu terjadi beberapa bulan lalu bukan baru-baru saja. Saya sudah menyesali kesalahan tersebut, tolong bujuk Esme agar mau memberi ampunan bagi saya. Kami masih saling mencintai!" bujuk Austin yang tahu posisinya dalam bahaya."Lakukan sendiri kalau kau masih ingin mengejar istrimu atau seandainya kamu lebih memilih selingkuhanmu yang sedang hamil, ceraikan saja putriku!" Tuan Arnold memberi kode agar Carlos Peron mendekat lalu bertitah, "Awasi dia meringkas pakaiannya lalu antarkan keluar dar
"ESME, TUNGGU AKU!" panggil Austin yang kebetulan melihat istrinya bersama Morgan dan Celia di parkiran mobil pengunjung rumah sakit.Ketiga orang yang sedang berjalan menuju ke sebuah sedan Mercedes Benz hitam tipe terbaru itu menghentikan langkah lalu menoleh ke sisi kanan. Austin Robertson berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka lalu menarik pergelangan tangan Esmeralda agar menjauhi Morgan."Hey, kau ini tamak sekali. Kemarin baru saja menikahi Celia, masa sekarang mencoba merayu kakaknya?!" tuduh Austin iri dan cemburu. Dua wanita cantik dari keluarga Richero mengapit Morgan yang laki-laki seorang diri.Celia malah tertawa geli melihat Austin meradang seperti itu. Dia menyahut, "Dulu kau juga melakukannya lebih parah dan hina dibandingkan Morgan. Setidaknya suamiku ini setia dan tidak macam-macam. Sedangkan, kau malahan berhubungan intim dengan Esme saat kita sudah bertunangan hampir menikah. Ngaca dong, Austin!""Ckckck ... jangan ingatkan aku tentang kebodohanku dulu, Celia.
"Esme, kumohon dengarkan aku! Tidak akan lagi aku menemui Ellen, biar saja dia urusi anak itu sendiri. Bagaimana?" bujuk Austin yang berlutut memohon istrinya kembali.Wanita bermata hijau itu bersedekap defensif. Dia sudah muak dengan segala kebohongan suaminya yang membuat dirinya nampak seperti wanita bodoh. "Bagus. Buktikan dulu kesungguhanmu, kita pisah atap sampai amarahku mereda!" tantang Esmeralda.Celia dan Morgan memasuki ruang keluarga lalu duduk berdampingan di sofa. Mereka ada keperluan dengan Esmeralda, bukan Austin dan tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga pasangan yang telah menikah nyaris setahun itu.Esmeralda duduk di sofa berseberangan dengan pengantin baru yang baru saja tiba seraya berkata, "Jadi apa kalian ingin berbicara penting bersamaku di sini?"Celia melirik sekilas ke arah Austin yang bangkit dari lantai dan menyusul istrinya. Dia cepat-cepat menjawab, "Esme,
"Aku tak akan memperkosamu, Darling. Seharusnya kau merasa beruntung karena terpilih untuk melayaniku, Miss Emilia Pilscher!" John Barlow mencubit dagu runcing wanita berumur yang masih awet muda itu.Emilia memicingkan matanya sembari berpikir apa yang John Barlow katakan barusan. "Kenapa aku harus merasa beruntung? Bukankah kau hanya ingin menggunakan tubuhku untuk mencapai kepuasanmu?" tanyanya menyindir tajam."Ada manfaat yang bisa kau dapat jikalau mau menjadi pemuas hasratku. Termasuk kenyamanan tinggal di penjara dan kita bisa sesekali menyelinap keluar dari sini tanpa takut ketahuan!" bujuk Don Barlow, piawai merebut hati targetnya.Mata Emilia sontak berbinar penuh harapan bak mentari fajar. "Benarkah perkataanmu itu? Aku butuh bukti!""Apa yang kau minta sebagai bukti, Darling? Aku bisa mewujudkan segala keinginanmu!" tawar John begitu meyakinkan. Dia mulai menyentuh bagian-bagian pribadi Emilia dengan kurang ajar."Bawa aku ke hotel maka akan kupuaskan kau sebagai gantinya
"Emmy, ayo cepat! Kita tidak boleh telat masuk ke aula besar!" Zelda menyeret tangan rekan satu selnya di sepanjang lorong bangunan penjara wanita."Ckk ... Zelda, kenapa harus begini? Memang kalau terlambat tiba di acara itu apa ada hukumannya?" bantah Emilia Pilscher. Dia maaih saja sok terhormat padahal sudah beberapa minggu menjadi narapidana di Penjara Federal Kansas, Missouri.Zelda pun menjawab dengan celingukan ke kanan dan ke kiri takut ada yang menguping, "Kursi yang akan kita duduki nanti yang jadi masalah. Semua narapidana wanita takut jika harus berdekatan dengan barisan bangku narapidana pria. Mereka sungguh menyeramkan! Jangan sampai penampilanmu tampak menarik perhatian lantas kau diseret ke toilet untuk melayani napsu bejat salah satu dari mereka!""Memangnya tak ada petugas polisi yang mengawasi kita di acara pentas seni penjara ini?" tanya Emilia seolah-olah mengentengkan peringatan seniornya yang bertujuan baik."Jangan harap kau diperhatikan oleh petugas kepolisia
"Mister Austin Robertson, ada tamu untuk Anda!" panggil opsir Jacob Chan yang bertugas jaga shift pagi itu di penjara sementara untuk calon terdakwa pengadilan.Austin yang mengenakan pakaian tahanan warna oranye terang bangkit dari kasur tipis di selnya. "Siapa yang mencariku, Officer?" tanya pria bercambang subur yang lama tak bercukur itu."Dia bilang namanya Arnold Richero. Lekas temui dia, waktu kunjung terbatas hanya 15 menit!" jawab petugas berseragam polisi itu seraya menggelandang Austin ke ruang besuk tahanan sementara.Dengan wajah tersipu malu, Austin duduk berhadapan dengan mertuanya yang berpakaian setelan jas rapi berdasi. Mereka terhubung gagang telepon dua sisi yang terpisah oleh kaca bening kedap suara."Selamat pagi, Sir!" sapa Austin takut-takut. Dia telah melakukan kejahatan serius terhadap Esmeralda lantaran emosi sesaat."Hmm ... untung saja kita terpisah oleh kaca tebal. Kalau tidak, pasti aku sudah menghajarmu sampai mampus. Jadi langsung saja, tujuanku ke mar
Rasa kecupan bibir Morgan dan suara Bass pria itu membangunkan Celia setelah kelelahan bercinta. Sepanjang sore mereka memadu kasih tiga putaran strike tanpa jeda hingga bayang-bayang senja berubah menjadi petang di kota Sydney."Uhm ... iya, aku lapar, Hubby. Sebentar aku mencuci muka dan berdandan sedikit sebelum berangkat ke Restoran Hubert!" jawab Celia lalu bangkit dari tempat tidur empuk nan nyaman.Morgan pun mengeluarkan sebuah kemeja biru langit dan setelan jas putih ivory tanpa dasi. Dia selalu tampil selayaknya gentleman terlebih setelah menikahi putri pewaris grup Richero.Pasangan itu bersiap-siap sebentar lalu saling bergandengan tangan menuju ke lift hotel. Para pengawal menyambut mereka di lantai lobi. Rombongan kecil itu naik mobil rental hotel yang bertipe minivan.Lalu lintas kota Sydney di malam hari terasa begitu hidup, banyak kendaraan berlalu lalang tertib tanpa menimbulk
"Rasanya berat sekali meninggalkan New Zealand yang sangat berkesan bagiku, Morgan. Kuharap kita bisa berkunjung ke sini di lain waktu!" ucap Celia saat duduk di ruang tunggu penerbangan menuju ke Sydney.Morgan tersenyum lalu menanggapi, "Tentu, kapan pun kamu ingin berkunjung ke mari lagi, aku pasti akan menemanimu. Mana cukup menjelajah New Zealand hanya dalam beberapa hari saja?""Yeah ... aku juga berpikir demikian. Panggilan boarding penumpang sudah terdengar. Ayo kita mengantre pengecekan tiket akhir!" Celia bangkit dari bangku tunggu bersama Morgan.Pesawat Qantas yang mereka pilih berangkat langsung dari Bandara Auckland menuju Bandara Sydney. Penerbangan sore jarak dekat itu digunakan oleh Celia dan Morgan untuk beristirahat memejamkan mata.Setibanya mereka di Bandara Sydney bersama para pengawal Morgan, aktivitas seperti biasa antara rombongan pengawal mengantre pengambilan ko
"ANGKAT TANGAN! FREEZE ... FREEZE ... DIAM DI TEMPAT!" teriak komando satuan kepolisian Kansas yang merangsek masuk ke gudang tua tempat kejahatan terjadi. Mereka menodongkan pistol resmi dari kepolisian ke arah para tersangka tindak kriminalitas berat itu.Austin dan gerombolan penculik itu dipaksa tiarap dengan dua tangan di belakang kepala oleh para petugas polisi. Pergelangan tangan mereka diborgol sebelum digelandang naik ke mobil patroli. Dua lusin pengawal ikut mengamankan TKP.Carlos Peron segera melepaskan jas yang dia kenakan lalu menutupi tubuh Esmeralda yang tak berpakaian lengkap lagi. Nona muda Richero yang sulung itu menangis histeris di pelukan orang kepercayaan papanya."Kau aman sekarang, Esme! Biar polisi yang mengurus kasus ini, tetapi kita perlu mengambil visum dan membuat laporan di kantor polisi sebentar!" hibur Carlos Peron sembari menenangkan Esmeralda."Iya, Uncle Carlos. Terima kasih sudah tiba tepat waktu. Kalau terlambat sedikit saja masa depanku pasti aka
"Cepat kalian berpencar dan temukan wanita itu!" teriak Austin dengan gusar. Dia berkacak pinggang dan menyugar rambut cepaknya.Keenam preman yang dia bayar untuk menculik Esmeralda berlari ke enam arah penjuru dengan pencahayaan bulan purnama di langit. Padang rumput liar yang mengelilingi komplek pergudangan tua terbengkalai itu tak memiliki penerangan sama sekali. Semuanya hanya nampak remang-remang. Mereka kesulitan menemukan Esmeralda."Damn it! Cari perkara wanita itu, awas saja kalau tertangkap!" umpat salah satu preman sembari menyeka keringat di kening, napasnya terengah-engah akibat berlari-lari.Esmeralda yang sedang diburu oleh preman-preman suruhan Austin memilih bersembunyi di antara pepohonan yang tumbuh liar di padang rumput luas itu. Dia mengamati dalam diam dan mencoba menghubungi Carlos Peron agar segera mencarinya.Ponsel Esmeralda untungnya masih berfungsi, dia mengirim sh
"Ckiiiittt!" Suara ban mobil menggasak aspal karena rem cakram diinjak terdengar nyaring."Ada apa, Mister Welson?" tanya Esmeralda terkejut karena tubuhnya terpelanting ke depan."Sebuah mobil mencegat kita, Nyonya Esme!" jawab sopir keluarga Richero dengan detak jantung bertalu-talu dalam rongga dadanya.Tanpa sempat menyelamatkan diri, pintu penumpang dibuka paksa dan Esmeralda ditarik tangannya keluar dari mobil. "Ikut kami dan jangan melawan, atau kau akan mati!" teriak kasar seorang pria bertopeng lalu dia menggelandang masuk wanita cantik itu agar naik ke mobil minivan hitam tanpa plat nomor kendaraan.Rekan pria itu tadi memukuli sopir keluarga Richero hingga tak sadarkan diri di samping mobil yang mesinnya masih menyala. Gerombolan penculik tadi segera tancap gas membawa Esmeralda menuju ke sebuah gudang tua di pinggiran Kansas City yang berdekatan dengan alur Sungai Missouri. "Siapa kalian dan apa yang kalian inginkan, hahh?!" hardik Esmeralda galak. Dia tak menyangka sepul
"Tim, mungkin kami baru akan kembali ke rumahmu menjelang pagi. Jangan cemas aku membawa lari mobilmu ya. HAHAHA!" canda Morgan saat berpamitan dengan pasangan suami istri Buchanan di depan teras."Kau ini—aku juga pernah muda, Morgan. Kalian pakai saja mobil itu sampai puas menikmati panorama Aurora Australis mumpung berkunjung ke Selandia Baru!" sahut Tim Buchanan.Melanie memeluk cium Celia sebelum berangkat seolah-olah kedua wanita cantik itu kakak beradik. Mereka berdua cepat sekali akrab setelah beberapa hari Celia tinggal di peternakan."Celia, aku membawakan sedikit bekal makanan dan minuman untuk di perjalanan. Daerah untuk melihat Aurora Australis jauh dari pemukiman penduduk karena biasanya memang di atas danau dan pegunungan di Tekapo atau di Distrik MacKenzie sisi selatan Canterbury!" ujar Mel yang sudah sering bepergian bersama keluarga kecilnya untuk berkemah dan melihat fenomena langit bak sel