"ESME, TUNGGU AKU!" panggil Austin yang kebetulan melihat istrinya bersama Morgan dan Celia di parkiran mobil pengunjung rumah sakit.Ketiga orang yang sedang berjalan menuju ke sebuah sedan Mercedes Benz hitam tipe terbaru itu menghentikan langkah lalu menoleh ke sisi kanan. Austin Robertson berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka lalu menarik pergelangan tangan Esmeralda agar menjauhi Morgan."Hey, kau ini tamak sekali. Kemarin baru saja menikahi Celia, masa sekarang mencoba merayu kakaknya?!" tuduh Austin iri dan cemburu. Dua wanita cantik dari keluarga Richero mengapit Morgan yang laki-laki seorang diri.Celia malah tertawa geli melihat Austin meradang seperti itu. Dia menyahut, "Dulu kau juga melakukannya lebih parah dan hina dibandingkan Morgan. Setidaknya suamiku ini setia dan tidak macam-macam. Sedangkan, kau malahan berhubungan intim dengan Esme saat kita sudah bertunangan hampir menikah. Ngaca dong, Austin!""Ckckck ... jangan ingatkan aku tentang kebodohanku dulu, Celia.
"Esme, kumohon dengarkan aku! Tidak akan lagi aku menemui Ellen, biar saja dia urusi anak itu sendiri. Bagaimana?" bujuk Austin yang berlutut memohon istrinya kembali.Wanita bermata hijau itu bersedekap defensif. Dia sudah muak dengan segala kebohongan suaminya yang membuat dirinya nampak seperti wanita bodoh. "Bagus. Buktikan dulu kesungguhanmu, kita pisah atap sampai amarahku mereda!" tantang Esmeralda.Celia dan Morgan memasuki ruang keluarga lalu duduk berdampingan di sofa. Mereka ada keperluan dengan Esmeralda, bukan Austin dan tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga pasangan yang telah menikah nyaris setahun itu.Esmeralda duduk di sofa berseberangan dengan pengantin baru yang baru saja tiba seraya berkata, "Jadi apa kalian ingin berbicara penting bersamaku di sini?"Celia melirik sekilas ke arah Austin yang bangkit dari lantai dan menyusul istrinya. Dia cepat-cepat menjawab, "Esme,
"Sudahlah, kau pulang saja ke rumah orang tuamu. Aku lelah dan ingin tidur di kamar saja. Gara-gara ulahmu, aku terpaksa libur kerja hari ini!" ujar Esmeralda ringan. Dia tak ingin kembali meneruskan rumah tangga bersama Austin. Toh, di mata pria itu dirinya cacat karena mandul.Ketika Esmeralda melangkah menjauhi Austin, dia segera dikejar dan didekap dari belakang. "Esme Darling, please ... katakan apa yang kau inginkan agar aku bisa dimaafkan!""Ohh ... jadi kau ingin aku memaafkanmu? Untuk apa? Tentang investasiku di perusahaanmu itu karena itu hubungan secara profesional antar perusahaan, tak usah kuatir. Aku masih tetap menanamkan dana di perusahaanmu. Bagaimana?" ujar Esmeralda. Dia menebak keengganan Austin melepaskannya karena modal besar itu takut di-divestasi.Austin merasa sedikit lega. Akan tetapi, dia sungguh bodoh bila menerima begitu saja diceraikan oleh Esmeralda. Perjanjian pranikah mengatur harta
"Baby Girl, ayo bangun. Kita harus segera bersiap-siap berangkat ke bandara kalau tidak ingin ketinggalan pesawat!" Morgan mengecupi wajah istrinya yang sejuk di ujung pagi.Celia menggumam malas bangun karena memang semalaman Morgan mengganggu tidurnya sampai tak ada cadangan tenaga lagi di tubuh. "Aku masih ingin tidur, Morgan!" ucap Celia dengan suara serak. Dia terlalu banyak menjerit dan mendesah tadi malam hingga nyaris menjelang fajar menyingsing.Morgan malahan tertawa mendengar gerutuan istrinya. Stamina mereka jelas berbeda, dia terbiasa marathon memasak di dapur panas berjam-jam untuk membuat hidangan pesta ratusan hingga ribuan tamu undangan. Sedangkan, Celia lebih banyak bersantai kesehariannya sekali pun masih berolah raga ringan."Aku akan memandikanmu di bathtub saja. Sebentar kusiapkan air hangatnya!" putus Morgan karena kurang dari dua jam lagi mereka harus check in tiket pesawat di Bandara Kansas.
"Selamat datang di resort Four Seasons Bora Bora. Mari saya bantu check in untuk unit floating cottage yang Anda reservasi. Dengan Tuan atau Nyonya siapa didaftarkan pemesanan sebelumnya?" sambut seorang wanita berambut cokelat keemasan bersanggul rapi di meja resepsionis. Logat Perancis terasa dalam setiap kalimat yang dia ucapkan dalam bahasa Inggris.Morgan tersenyum sopan lalu menunjukkan kartu identitasnya yang didaftarkan sebagai pemesan unit floating cottage di sana melalui aplikasi booking secara online. "Selamat sore, saya Morgan Bradburry dan ini istri saya, Celia Richero!" jawabnya.Proses check in hanya sebentar sebelum mereka diantarkan dengan golf cart melalui jembatan yang berkelok-kelok memanjang hingga sampai di sebuah pondok berukuran sedang beratap daun khusus yang membentuk seperti tempurung kelapa tengkurap."Silakan, Sir, Ma'am. Ini unit yang siap Anda tinggali untuk tiga malam ke depan. Untuk layanan room service kami siap sedia 24 jam, cukup dengan menekan tomb
Seusai makan malam, Morgan menemani Celia berenang sebentar. Mereka tidak berlama-lama dan langsung naik untuk mandi air hangat."Morgan, langit malam di sini sepertinya indah. Aku ingin melihat bintang-bintang di teras sebelum kita pergi tidur!" pinta Celia sambil mengambil sepotong dress panjang berbahan katun tipis warna biru pastel."Boleh saja. Aku juga ingin berdiskusi mengenai acara liburan kita di Bora Bora. Ayo duduk di teras!" sahut Morgan yang memilih mengenakan kemeja bermotif ceria warna biru muda tanpa dikancing bagian depannya. Bulu gelap nan lebat di dada bidang Morgan membuat pria itu nampak seperti model majalah dewasa yang seksi.Celia duduk bersebelahan dengan Morgan di sofa yang menghadap ke arah Gunung Otemanu yang terbesar dan tertinggi di Bora Bora. Di saat langit terang dari kejauhan gunung itu terlihat berwarna kehijauan karena ditumbuhi banyak jenis flora."Wow, langi
Morgan dan Celia berusaha menikmati panorama bawah air tak jauh dari bibir Pantai Matira. Ikan-ikan warna-warni, penyu, dan hiu muda berenang lalu lalang tanpa terganggu oleh keberadaan para penyelam yang hadir di habitat ekosistem air dangkal itu hanya sekadar mengagumi keaneka ragaman hayati di perairan Pulau Bora Bora.Dengan kamera khusus yang bisa mengambil gambar di bawah air, Morgan berswafoto bersama Celia. Wajah mereka tertutupi masker alat bantu pernapasan snorkeling sederhana. Mereka berpose seru dengan latar belakang terumbu karang menarik yang ditumbuhi anemon dan ikan-ikan lucu yang berenang di sekitar mereka.Karena sudah cukup lama menjelajahi dunia bawah air, Morgan mengajak Celia kembali ke daratan agar tidak kelelahan dan kurang oksigen yang pastinya berbahaya.Ketika mereka naik ke permukaan air, matahari telah tinggi. Morgan pun mengajak Celia berjemur. Dia terlebih dahulu memesan kelapa muda dengan es batu untuk menyegarkan kerongkongan di cuaca terik.Sambil men
"S—sir, saya ingin melahirkan anak ini. Kalau keluarga Robertson tidak menganggap bayiku layak menjadi keturunan sah Austin, saya akan besarkan sendiri dan pulang ke Mexico. Rumah di Kansas akan saya jual karena mama sudah meninggal dunia dan tersisa saya saja. Permisi!" Ellen berikhtiar bangkit dari sofa sesegera mungkin. Dia tak ingin menelan kata-kata hinaan dari orang tua kekasihnya.Bahkan, sore itu pria yang menjadi ayah si jabang bayi tak nampak batang hidungnya. Ellen kecewa dengan tanggapan kasar orang tua Austin. Hanya dia sendirian yang menghadapi mereka, kesal sekali Ellen hingga ingin mengamuk."Tunggu! Jangan pergi dulu, Ellen. Kami belum selesai bicara denganmu!" seru Nyonya Olivia Robertson.Ellen kembali duduk dan menatap langsung ke wajah papa mama Austin bergantian. Mata Ellen berapi-api, dia tak butuh belas kasihan. Uang tabungan dan penghasilan bulanan miliknya cukup untuk merawat janinnya."Apa kau bersedia menjadi surrogate mother? Menantu kami tidak bisa memili
"Mister Austin Robertson, ada tamu untuk Anda!" panggil opsir Jacob Chan yang bertugas jaga shift pagi itu di penjara sementara untuk calon terdakwa pengadilan.Austin yang mengenakan pakaian tahanan warna oranye terang bangkit dari kasur tipis di selnya. "Siapa yang mencariku, Officer?" tanya pria bercambang subur yang lama tak bercukur itu."Dia bilang namanya Arnold Richero. Lekas temui dia, waktu kunjung terbatas hanya 15 menit!" jawab petugas berseragam polisi itu seraya menggelandang Austin ke ruang besuk tahanan sementara.Dengan wajah tersipu malu, Austin duduk berhadapan dengan mertuanya yang berpakaian setelan jas rapi berdasi. Mereka terhubung gagang telepon dua sisi yang terpisah oleh kaca bening kedap suara."Selamat pagi, Sir!" sapa Austin takut-takut. Dia telah melakukan kejahatan serius terhadap Esmeralda lantaran emosi sesaat."Hmm ... untung saja kita terpisah oleh kaca tebal. Kalau tidak, pasti aku sudah menghajarmu sampai mampus. Jadi langsung saja, tujuanku ke mar
Rasa kecupan bibir Morgan dan suara Bass pria itu membangunkan Celia setelah kelelahan bercinta. Sepanjang sore mereka memadu kasih tiga putaran strike tanpa jeda hingga bayang-bayang senja berubah menjadi petang di kota Sydney."Uhm ... iya, aku lapar, Hubby. Sebentar aku mencuci muka dan berdandan sedikit sebelum berangkat ke Restoran Hubert!" jawab Celia lalu bangkit dari tempat tidur empuk nan nyaman.Morgan pun mengeluarkan sebuah kemeja biru langit dan setelan jas putih ivory tanpa dasi. Dia selalu tampil selayaknya gentleman terlebih setelah menikahi putri pewaris grup Richero.Pasangan itu bersiap-siap sebentar lalu saling bergandengan tangan menuju ke lift hotel. Para pengawal menyambut mereka di lantai lobi. Rombongan kecil itu naik mobil rental hotel yang bertipe minivan.Lalu lintas kota Sydney di malam hari terasa begitu hidup, banyak kendaraan berlalu lalang tertib tanpa menimbulk
"Rasanya berat sekali meninggalkan New Zealand yang sangat berkesan bagiku, Morgan. Kuharap kita bisa berkunjung ke sini di lain waktu!" ucap Celia saat duduk di ruang tunggu penerbangan menuju ke Sydney.Morgan tersenyum lalu menanggapi, "Tentu, kapan pun kamu ingin berkunjung ke mari lagi, aku pasti akan menemanimu. Mana cukup menjelajah New Zealand hanya dalam beberapa hari saja?""Yeah ... aku juga berpikir demikian. Panggilan boarding penumpang sudah terdengar. Ayo kita mengantre pengecekan tiket akhir!" Celia bangkit dari bangku tunggu bersama Morgan.Pesawat Qantas yang mereka pilih berangkat langsung dari Bandara Auckland menuju Bandara Sydney. Penerbangan sore jarak dekat itu digunakan oleh Celia dan Morgan untuk beristirahat memejamkan mata.Setibanya mereka di Bandara Sydney bersama para pengawal Morgan, aktivitas seperti biasa antara rombongan pengawal mengantre pengambilan ko
"ANGKAT TANGAN! FREEZE ... FREEZE ... DIAM DI TEMPAT!" teriak komando satuan kepolisian Kansas yang merangsek masuk ke gudang tua tempat kejahatan terjadi. Mereka menodongkan pistol resmi dari kepolisian ke arah para tersangka tindak kriminalitas berat itu.Austin dan gerombolan penculik itu dipaksa tiarap dengan dua tangan di belakang kepala oleh para petugas polisi. Pergelangan tangan mereka diborgol sebelum digelandang naik ke mobil patroli. Dua lusin pengawal ikut mengamankan TKP.Carlos Peron segera melepaskan jas yang dia kenakan lalu menutupi tubuh Esmeralda yang tak berpakaian lengkap lagi. Nona muda Richero yang sulung itu menangis histeris di pelukan orang kepercayaan papanya."Kau aman sekarang, Esme! Biar polisi yang mengurus kasus ini, tetapi kita perlu mengambil visum dan membuat laporan di kantor polisi sebentar!" hibur Carlos Peron sembari menenangkan Esmeralda."Iya, Uncle Carlos. Terima kasih sudah tiba tepat waktu. Kalau terlambat sedikit saja masa depanku pasti aka
"Cepat kalian berpencar dan temukan wanita itu!" teriak Austin dengan gusar. Dia berkacak pinggang dan menyugar rambut cepaknya.Keenam preman yang dia bayar untuk menculik Esmeralda berlari ke enam arah penjuru dengan pencahayaan bulan purnama di langit. Padang rumput liar yang mengelilingi komplek pergudangan tua terbengkalai itu tak memiliki penerangan sama sekali. Semuanya hanya nampak remang-remang. Mereka kesulitan menemukan Esmeralda."Damn it! Cari perkara wanita itu, awas saja kalau tertangkap!" umpat salah satu preman sembari menyeka keringat di kening, napasnya terengah-engah akibat berlari-lari.Esmeralda yang sedang diburu oleh preman-preman suruhan Austin memilih bersembunyi di antara pepohonan yang tumbuh liar di padang rumput luas itu. Dia mengamati dalam diam dan mencoba menghubungi Carlos Peron agar segera mencarinya.Ponsel Esmeralda untungnya masih berfungsi, dia mengirim sh
"Ckiiiittt!" Suara ban mobil menggasak aspal karena rem cakram diinjak terdengar nyaring."Ada apa, Mister Welson?" tanya Esmeralda terkejut karena tubuhnya terpelanting ke depan."Sebuah mobil mencegat kita, Nyonya Esme!" jawab sopir keluarga Richero dengan detak jantung bertalu-talu dalam rongga dadanya.Tanpa sempat menyelamatkan diri, pintu penumpang dibuka paksa dan Esmeralda ditarik tangannya keluar dari mobil. "Ikut kami dan jangan melawan, atau kau akan mati!" teriak kasar seorang pria bertopeng lalu dia menggelandang masuk wanita cantik itu agar naik ke mobil minivan hitam tanpa plat nomor kendaraan.Rekan pria itu tadi memukuli sopir keluarga Richero hingga tak sadarkan diri di samping mobil yang mesinnya masih menyala. Gerombolan penculik tadi segera tancap gas membawa Esmeralda menuju ke sebuah gudang tua di pinggiran Kansas City yang berdekatan dengan alur Sungai Missouri. "Siapa kalian dan apa yang kalian inginkan, hahh?!" hardik Esmeralda galak. Dia tak menyangka sepul
"Tim, mungkin kami baru akan kembali ke rumahmu menjelang pagi. Jangan cemas aku membawa lari mobilmu ya. HAHAHA!" canda Morgan saat berpamitan dengan pasangan suami istri Buchanan di depan teras."Kau ini—aku juga pernah muda, Morgan. Kalian pakai saja mobil itu sampai puas menikmati panorama Aurora Australis mumpung berkunjung ke Selandia Baru!" sahut Tim Buchanan.Melanie memeluk cium Celia sebelum berangkat seolah-olah kedua wanita cantik itu kakak beradik. Mereka berdua cepat sekali akrab setelah beberapa hari Celia tinggal di peternakan."Celia, aku membawakan sedikit bekal makanan dan minuman untuk di perjalanan. Daerah untuk melihat Aurora Australis jauh dari pemukiman penduduk karena biasanya memang di atas danau dan pegunungan di Tekapo atau di Distrik MacKenzie sisi selatan Canterbury!" ujar Mel yang sudah sering bepergian bersama keluarga kecilnya untuk berkemah dan melihat fenomena langit bak sel
Celia begitu antusias menjalani travelling hari keempat di New Zealand, dia dan Morgan telah bertolak dari Auckland menuju ke daerah pedesaan Canterbury untuk menikmati pemandangan alam serta suasana di peternakan.Kolega Morgan di sana ada yang berprofesi sebagai farmer, Tim Buchanan memiliki peternakan sapi perah Fries Holland yang berwarna hitam putih bulunya, domba Merlino, dan beberapa kuda ras Thoroughbred impor. Pasangan yang sedang berbulan madu itu disambut hangat oleh Tim dan dipersilakan menginap di rumahnya selama berkunjung di sana."Celia ini penunggang kuda yang bagus, Tim. Dahulu sewaktu masih berkuliah, dia atlet tunggang serasi. Apa boleh kami meminjam seekor kuda jantan untuk ditunggangi menjelajah sekitar sini?" ujar Morgan. Dia tak sabar untuk membawa istrinya menjelajahi bentang alam yang memukau."Ohh, tentu saja ada. Bagaimana kalau kupinjamkan sepasang kuda saja untuk kalian? Kalau ditungga
"Morgan, ada kabar mengejutkan dari Kansas!" ujar Celia seusai suaminya keluar dari kamar mandi dengan berlilitkan handuk setengah basah di pinggul.Alis Morgan berkerut penasaran ada apa gerangan. "Katakan saja, Celia. Aku tak akan terkena serangan jantung mendengar kabar itu!" sahutnya dengan wajah cemas lalu duduk di sebelah istrinya di tepi ranjang."Esme dan Austin akan bercerai. Sidang perceraian pertama mereka akan dilaksanakan besok pagi waktu Kansas," jawab Celia. Dilema antara senang maupun sedih."Hmm ... terus terang aku tidak terlalu menyukai Austin, mantan tunanganmu itu, Celia. Dia terlalu banyak drama, perselingkuhannya dengan wanita lain bisa jadi penyebab keretakan rumah tangga mereka!" Morgan berkomentar jujur sesuai penilaian pribadinya.Celia pun menghela napas lalu memeluk Morgan dari samping. "Aku beruntung gagal menikahi Austin. Tadinya kupikir dia akan langgeng bersama