Lintang mengembus kasar, kala menatap foto kakaknya di sebuah akun Ig seorang gadis. Zara yang dulu satu kelas saat SMA dengan kakaknya.
"Kenapa pula dia mengambil hadiah dari gadis itu. Huh! Ngeselin. Apa semua cowok pada dasarnya sama saja. Mereka suka dekat dengan gadis cantik," omelnya. Seolah tengah bicara pada diri sendiri.
Kini tatapan Lintang beralih pada seseorang. Pada Laila tengah bersiap untuk pulang. Memasukkan buku dan barang lain ke dalam tas. Begitu juga murid lain yang berada dalam satu kelas dengannya. Termasuk Lintang.
Diam-diam gadis itu memperhatikan kakak iparnya, dari tempatnya duduk. Lintang memiliki keyakinan, kalau Aris tidak bisa menjemput kali ini. Mengingat tadi, ada pesan yang mengatakan dia tak bisa datang. Sebab ada urusan mnedesak.
Entah, urusan apa? Yang jelas Lintang berharap itu bukan indikasi, kalau Aris tak main-main dengan pernikahannya dengan Laila.
Ia kemudian bangkit, mendekat pada Laila sebelum akhirnya ke
"Di mana aku?" Pria itu bertanya-tanya melihat sekeliling. Sudah ada tiga pria berbadan kekar mengerumuninya."Si-siapa kalian?" tanyanya bingung sekaligus ketakutan."Kami malaikat maut!" Salah seorang polisi menyeringai kesal menghadapi penjahat itu."Cih, kalian bercanda!" Heru tersenyum masam.Para petugas saling pandang. Mereka terkekeh melihat rekasi Heru yang menggelikan. Ia belum menyadari bahwa yang berada di sekitarnya adalah petugas kepolisian, karena tak mengenakan seragam cokelat seperti biasa.Namun, dahinya mulai mengerut curiga. Kala melihat ruangan tempatnya kini membuka mata, bukan seperti ruangan biasa. Selain dinding tempat pria itu bersandarnya kini dalam mencari kenyamanan, ada pembatas dengan orang-orang di luar. Sesuatu yang mirip dengan sel tahanan."Sel tahanan?" gumamnya.Para petugas kembali tertawa melihat itu, Heru ini benar-benar. Entah, mungkin karena pengaruh obat apa yang membuatnya tidur begitu
"Apa kalian menyembunyikan sesuatu?" tanya Lintang kemudian.Laila menutup mulutnya. Dia sadar sudah keceplosan menyebut kasusnya di depan Lintang.'Duh, bagaimana ini?' Laila merutuki kebodohannya, karena keceplosan bicara. Gawat kalau sampai Lintang tahu. Bisa-bisa dia akan melaporkan pada orang tuanya. Dan Aris akan dipisah paksa dengan Laila.Itu hal yang paling Laila dan Aris takutkan untuk sekarang. Setelah bunga-bunga cinta bermekaran di antara keduanya.Aris dan Laila saling tatap. Mereka enggan untuk membuka suara. Namun, juga berpikir, saling bertanya dalam hati bagaimana memberikan jawaban pada Lintang."Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Lintang kemudian karena kaka dan istrinya masih juga bungkam."Soal itu ...." Ucapan Laila tertahan."Apa maksudmu, Lin?" sergah Aris. "Tidak semua hal yang kami tahu diceritakan padamu, anak kecil!""Anak kecil!!?" Dua alis tebal Lintang tertaut. Dengan pertanyaan menekan
"Bunda membawanya ke counter dekat rumah barusan." Rani menceritakan bagaimana dia telah memperbaiki ponselnya yang rusak."Ya?" Hati Laila mulai berdebar-debar. Apa yang ibunya temukan? Mungkinkah ....'Hape yang rusak? Apa itu artinya Bunda menemukan sesuatu di ponsel itu? Bukankah semuanya sudah kuhapus hari itu? Trus bagaimana kalau Bunda tahu bagaimana busuknya kelakuan pria itu?'"Kenapa kamu tak jujur pada Bunda soal bajingan itu?"Deg. Hati Laila tersentak."Ap-apa maksud Bunda?" tanyanya terbata."Ini soal perbuatan ayah tirimu ke kamu Laila." Rani bicara langsung ke intinya. Tanpa memberi kesempatan pada anak gadisnya berkelit lagi.Dia memang tak menemukan banyak hal di ponsel itu. Namun, bekas panggilan dan sms di ponsel tersebut dari nomor Heru, masih ada dan menyisakan tanda tanya.Jelas-jelas sore itu Heru menelepon Laila, tapi pria itu keukeh tak mengaku saat Rani menanyakannya.Setelah mengetahui kenyata
"Mama, boleh Lintang masuk?" tanya Lintang sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya pelan.Pintu itu tidak lah tertutup, karena Ajeng baru saja masuk dari kegiatannya di luar rumah. Sementara Lintang adalah gadis yang memiliki kesopanan, warisan dalam keluarga. Ia tak akan masuk ke dalam ruang privasi tanpa bertanya lebih dulu pada pemiliknya.Ajeng yang tengah merapikan pakaian ke dalam lemari, menoleh mendengar suara Lintang, puterinya."Ya. Masuklah." Wanita paruh baya itu tersenyum."Sudah pulang?""Huum." Gadis itu menyahut sembari mendekat pada sang mama."Mama tadi di sini heboh banget, pas aku sama Laila baru datang." Lintang memulai laporannya."Ribut? Ada masalah apa?" tanya wanita itu kemudian. Mendengar kata ribut, sontak saja tangannya berhenti bergerak. Kemudian memberi perhatian lebih pada puterinya.Ia kemudian duduk di sisi ranjang menghadap pada Lintang. "Jelaskan pada Mama, apa yang terjadi, Lin!""Ma,
Setelah sampai di jalan besar, Rani diturunkan oleh orang yang mengantar dengan menggunakan sebuah kendaraan bermotor."Terimakasih, maaf sudah merepotkan." Rani menyerahkan sebuah amplop berisi uang. Upah lelah."Ah, harusnya tak perlu serepot ini." Orang yang mengantarnya berbasa-basi.Dia tahu, begitu lah cara terimakasih orang-orang yang telah ditolongnya."Ambil saja." Rani tersenyum. "Maaf jika tidak banyak. Sejujurnya saya sedang ditimpa musibah.""Innalillahi waa inna ilaihi rojiun. Kalau boleh tahu ....""Saya akan bercerai dengan suami kedua saya. Jadi mungkin akan banyak merepotkan Mbak nantinya. Karena Insyaallah saya akan tinggal di kampung seperti dulu.""Oh, ya Allah yang sabar ya Mbak.""Lalu Laila?""Dia tetap di kota karena harus melanjutkan sekolahnya." Rani tak mungkin menceritakan pernikahan Laila. Karena anaknya itu masih sekolah. Apa jadinya kalau pihak sekolah tahu Laila sudah menikah? Bisa-
Tak ingin kecolongan, Laila mengirim pesan pada sang Bunda.[Bunda, tolong jangan membahas soal ponsel Laila di depan mertua atau adik ipar Laila, ya.][Ini soal ayah Heru. Kalau mertua Laila tahu, bahwa ayah Heru pelakunya. Mereka tak akan mungkin memaafkan Laila karena menuduh Kak Aris. Dan lagi pasti mereka juga akan berusaha keras memisahkan kami.]Send. Centang satu.Laila mendesah. "Kenapa nomor Bunda tak aktif, sih?" gumamnya merasa sedih.***"Lin, sana panggil yang lain! Makanannya sudah siap," perintah Ajeng pada puterinya"Nggak, ahh. Mama aja. Ck. Males banget ketemu Laila." Lintang menjawab dengan ogah-ogahan.Setelah obrolan seriusnya dengan Laila, bukannya mendapat rahasia yang disimpan sahabat sekaligus kakak iparnya itu, ia malah mendapat sebuah setempel sebagai orang yang kepo dan tak perlu tahu urusan Laila dan Aris. "Mengesalkan sekali, hihhh.""Lah kenapa?" Dahi Ajeng mengerut."Udah, ah ... M
Laila terdiam. Dia tahu ke mana arah bicara ayahnya itu. Dan siap tak siap, ia harus siap menerima kemarahan dari Aji. Pria itu bukan hanya marah karena Laila diam dan menuduh Aris, tapi juga merusak nama baik Aris di depan keluarga.Pemikiran sang ayah sederhana, ia tak ingin menyakiti orang lain, dan membuat orang lain tak bersalah mendapat hukuman."Mas tolong pelan kan suara Mas. Tak enak sama Ibu Ajeng." Ardian menegur sang Kakak yang sudah dikuasai emosi.Aji mendesah. "Ayah malu Laila. Malu sekali pada Aris. Ayah bahkan sampai bingung bagaimana cara mengucap maaf padanya," ucap pria berusia kepala empat itu.Sementara Laila tak mengerti harus menjawab apa, selain terbawa suasana. Dia lalu ingat betapa besar pengorbanan Aris untuknya. Bukan hanya menanggung malu, rasa bersalah dan luka di tubuhnya karena kesalahan orang lain. Kini pemuda itu satu-satunya pria yang mati-matian membelanya."Jadi kamu dan Aris bersepakat untuk membiarkan Heru?"
"Kita lakukan saja hubungan suami istri." Aris mengungkapkan kemauannya."Maksud Kak Aris?" Tanya Laila bingung."Aku tak siap jika ternyata kamu hamil anak Heru." Aris mengucapnya dengan pelan tapi tegas."Ap-apa maksud Kak Aris?" Bukan hanya Laila terkejut. Ada kekecewaan yang diam-diam merambat ke hatinya. Bagaimana bisa dia membahas soal kehamilan itu?"Aku ingin anak dalam kandunganmu adalah anakku." Aris berterus terang.Laila diam. Dia ingin protes, dan bertanya, bagaimana kalau ternyata sudah ada janin di perutnya? Janin yang tumbuh karena perbuatan Heru. Bukankah kalau itu terjadi, walau Aris menanam benih pun percuma, tetap saja anak dalam kandungannya adalah darah daging Heru."Bagaimana kalau aku sudah hamil, Kak?" Laila akhirnya memberanikan diri bertanya.Meski pertanyaan itu tak menguntungkan baginya. Bisa saja hanya karena sebuah pertanyaan, menimbulkan banyak pemikiran di kepala Aris."Kita tak akan tahu siapa
Acara lamaran Lintang berlangsung sangat khidmat. Senyum tak lepas dari bibir gadis itu. Akhirnya pemuda yang selama hampir tiga tahun dekat dengannya ini, membuktikan keseriusannya.Begitu juga dengan Aris, kedua sahabat ini pernah berkelakar bahwa mereka akan jadi sodara ipar. Fanno berkali-kali pernah menawarkan diri untuk jadi adik ipar sahabatnya ini.Ternyata benar, ucapan itu adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik agar menjadi doa yang baik-baik pula.Selesai acara lamaran, semua yang hadir menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Ajeng.Fanno mendekati sahabat sekaligus calon Abangnya itu."Gimana kerjaan lu?""Sopan dikit kek, sekarang gue udah jadi calon Abang lu. Masa masih manggil seperti itu?" Aris protes."Oke, Bang, gue ralat. Gimana sekarang kerjaan lu, Bang?""Tetap aja, ya, tapi gapapa lah gue maklum.""Lagian, begitu aja jadi masalah. Pertanyaan gue kagak dijawab juga.""Lu kepo aja uru
Ekstra Part 19Menuju AkhirAris berusaha untuk menikmati pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Meski bayaran yang dia terima tidak sebanyak ketika bekerja di kantor Papanya David. Tetap saja ia syukuri.Dua hari sudah waktu yang David janjikan untuk membawa Zara kepada keluarga Aris. Tapi belum ada tanda-tanda pria itu akan menepati janjinya."Gue cuma mau ngingetin, ini sudah hampir 2 x 24 jam, Dav," kata Aris lewat sambungan telepon."Gue usahain nanti malam, Ris.""Bener, ya?""Bener. Entar gue kirim alamatnya.""Lu datang ke rumah gue saja.""Enggak bisa, Ris. Lu tahu Zara seperti apa? Ini juga gue enggak yakin.""Lah, gue pikir udah deal.""Tadi 'kan gue bilang mau usahain.""Oke, gue tunggu kabar selanjutnya."Aris memutus sambungan telepon. Ia berharap David bisa membuktikan ucapannya.***Selepas magrib David mengirimkan alamat pad
Malam itu juga Aris pergi ke rumah David. Tidak sulit baginya untuk menemukan alamat orang kaya dan terkenal seperti keluarga David.Sebelumnya Aris mengirim pesan terlebih dahulu pada pria berambut klimis itu kalau dia sedang dalam perjalanan ke rumahnya.[Gue lagi di luar, Ris. Besok aja, ya, kita ketemu di kantor.]David beralasan.[Tanggung gue udah di jalan. Enggak apa-apa kalau lu enggak ada, gue ketemu Bokap lu aja.]Tulis Aris sambil tersenyum.[Oke, gue balik. Lu tunggu gue, jangan ngadu macem-macem sama bokap gue!]Aris tersenyum membaca balasan dari David. Pria itu ternyata sangat sayang dengan jabatannya, sehingga dia sangat takut kehilangan.Ternyata Aris sampai terlebih dahulu dari tuan rumah. Dia menunggu di dekat pos satpam. Kata Pak satpam barusan, David belum sampai ke rumah.Berselang lima belas menit, mobil David memasukkan pintu gerbang. Ia langsung mengajak Aris masuk melalui pintu samping dan duduk
"Mama tidak menyangka kamu tega mencoreng muka Mama dan Papa. Memberikan kesan buruk pada keluarga kita, Ris. Maksudnya apa ini?" Ajeng mengetuk-ngetuk layar ponselnya."Itu fitnah, Ma. Aris dijebak, Mama tahu 'kan wanita itu yang mengacau di acara wisudaku beberapa bulan ke belakang.""Iya, Mama tahu. Tapi ini tidak bisa dikatakan fitnah. Sedangkan jelas orang di dalam poto ini adalah kamu. Mama tidak bisa membayangkan kalau Papa sampai tahu." Ajeng merasa terpukul.Lagipula, Aris tak habis pikir, dari mana wanita itu mendapat nomor Ajeng."Aku bisa jelaskan, Ma.""Apa lagi yang mau dijelaskan? Semuanya sudah jelas, kamu tidak bisa beralasan." Ajeng berpaling."Adegan dalam poto ini rekayasa, Ma.""Tidak mungkin, kamu tidak bisa membodohi Mama. Kalau kamu tidak mau harusnya berontak dan menolak. Dari segi mana itu dibilang rekayasa. Atau kamu mau bilang itu adegan poto untuk kepentingan komersial? Kalaupun ia, Mama tidak setuju!"
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Laila maupun Aris tidak banyak bicara. Keduanya bingung harus bersikap, secara dari semalam Laila masih belum bersikap manis pada suaminya.Aris ingin segera menunjukkan video itu pada Laila. Tapi sepertinya waktunya tidak tepat jika sekarang.Laila pun tak tahu harus bagaimana memulai untuk minta maaf pada Aris. Ia merasa canggung karena dari semalam dia tidak bersikap baik pada suaminya.Keduanya hanya bersikap biasa ketika berbicara dengan Ariel. Selebihnya seperti dua orang asing yang baru saja bertemu.Kaku.Di rumah sakit, untung saja Laila segera datang, karena ternyata Rani sendirian. Beberapa menit yang lalu, Aji pamit pulang dulu untuk mengambil sesuatu di rumah. Itu kata Rani, wanita itu tidak mau berterus terang bahwa Aji sedang mencari pinjaman uang untuk melunasi biaya rumah sakit.Tabungan mereka belum cukup untuk melunasi semua biaya. Aji sedang menemui beberapa teman kerjanya siapa tahu
"Ini surat pengunduran diri saya." Aris meletakkan surat itu dihadapan Pak Jani, pria yang dulu menerimanya bekerja."Saya perlu tahu, kenapa kamu ingin berhenti bekerja di sini. Padahal kamu termasuk karyawan terbaik meski baru dua bulan bergabung bersama kami. Apa kamu ada masalah dengan salah satu karyawan di sini?" Pak Jani bersandar pada kursinya sambil memperhatikan Aris."Saya tidak ada masalah, Pak. Selama bekerja di sini saya sangat senang. Tapi saat ini, saya ingin mencoba mengembangkan usaha sendiri meski kecil-kecilan." Aris beralasan."Saya sangat menyayangkan saja, Ris. Harus kehilangan karyawan baik seperti kamu. Next kalau kamu ingin bergabung kembali dengan kami, jangan sungkan, ya. Pintu selalu terbuka buat kamu.""Baik, Pak. Terima kasih telah memberikan kesempatan buat saya bekerja di sini. Saya permisi." Aris bangkit dan mengulurkan tangannya."Terima kasih juga sudah pernah bergabung bersama kami," jawab Pak Jani sambil meneri
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, Aris seperti kesetanan mengemudikan mobilnya. Ia terus merutuki kebodohannya, kenapa harus menuruti David. Bukankah ia sudah punya janji dengan Laila dan Ariel.Kenapa pula ia harus terus menerus merasa tidak enak pada David, bukankah ia juga punya hak untuk menolak."Sial. Seharusnya aku sudah berhenti kerja setelah tahu David itu sepupuan dengan Zara. Sebab aku tahu Zara itu licik dan nekad." Aris memukul setir.Berkali-kali ia menekan klakson karena ada yang menghalangi jalannya. Hingga satu ketika mobilnya oleng dan hampir saja menabrak pembatas jalan."Astaghfirullah," ucapan sambil memelankan mobilnya.Ia usap wajahnya berkali-kali, lalu membuang nafas perlahan. Ini salah, melampiaskan kekesalan dengan cara ugal-ugalan saat menyetir, memang tidak dibenarkan. Bisa membahayakan dirinya juga pengendara lain. Bukannya mengurangi masalah malah akan manambah masalah jadinya."Papa?!" Matanya membola keti
Ekstra Part 13Hati WanitaLaila mondar mandir sambil terus mengotak-atik ponselnya. Dari tadi ia menghubungi Aris tapi tidak diangkat. Akhir pekan ini, pria halalnya itu berjanji akan pulang cepat demi mengajak Ariel jalan-jalan."Habis ashar kamu dan Ariel langsung siap-siap, ya. Supaya aku tidak nunggu lama dan kita punya banyak waktu untuk mengajak Ariel jalan-jalan." Itu pesan Aris beberapa jam yang lalu lewat telepon.Tapi sampai saat ini suaminya itu belum juga datang. Laila mencoba menghubunginya, tapi tak satupun panggilan darinya diangkat."Mungkin Kak Aris terjebak macet, maklum ini sudah masuk akhir pekan jadi banyak yang ke luar untuk liburan," guman Laila menghibur diri.Matanya tak lepas dari layar ponsel yang masih menyala."Tapi ... kalau memang iya terjebak macet, kenapa sampai tidak bisa menjawab telepon?"Laila bangkit dari duduknya lalu melihat ke luar rumah melalui kac
"Lepaskan aku! Kalian tidak punya hak menangkapku!"Helen terus meronta ketika dua orang sipir memegangi tangannya. Kedua pria itu membawa Helen ke luar sel tersebut."Lepaskan!!" Helen mencoba mengayunkan tangannya agar terlepas, tapi sia-sia karena tenaga dua orang pria itu tentu saja lebih kuat.Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia berusaha mundur ketika dua orang berseragam itu menariknya."Aku bilang lepaskan! Kalian akan membawa aku kemana?""Tindakanmu barusan itu membahayakan penghuni lain. Kamu harus dipisahkan," ujar salah satunya."Tidak mau! Aku tidak mau sendirian! Aku mau bersama dengan yang lain. Lepas, aku bilang lepas!!"Lama-lama tenaga Helen terkuras sia-sia karena terus meronta. Wanita yang dulu selalu berpenampilan bak artis ibu kota itu akhirnya harus pasrah ketika dirinya dimasukkan ke sel terpisah tanpa teman."Heeyy! Lepaskan aku!! Kalian tidak tahu pacarku kaya, banyak duitnya. Sebentar lagi dia akan data