"Ada apa sebenarnya?" gumam Aris sambil merogoh ponsel Laila.
Ia kemudian mencari kontak yang belum lama menelepon ke nomor milik istrinya. Nomor yang rupanya, sudah diberi nama 'Bunda' oleh Laila.
Tak membuang waktu, Aris pun mengklik icon panggil. Setelah menunggu, panggilan tak juga tersambung dan justru ada pemberitahuan bahwa nomor sedang tidak aktif.
"Ya Allah. Bagaimana ini? Bagaimana aku bisa tahu?"
Aris meletakkan ponsel kecewa sambil terus memutar otak. Dia kemudian ingat, ancaman Heru dan tuntutan bajingan itu.
"Dia bilang akan menyebarkan foto itu kalau orang tua Laila tidak membatalkan tuntutan ...." Ucapnya dengan dahi berkerut-kerut.
"Nah!" Pemuda itu berseru. Ia menemukan sebuah ide cetar dalam kepalanya.
"Aku akan ke kantor polisi untuk tahu. Hemh. Baguslah meski banyak masalah, Tuhan menganugerahkan otak cerdas ini." Aris tersenyum. Ia mengirim pesan pamit pada Fanno, perlu pergi ke suatu tempat.
[Bro, sorry g
Hati pengacara mulai guncang. Dia yang sudah menyewa hacker terhebat, kebobolan hacker lain yang dikerahkan pihak lawan. Apalagi lawannya berada di posisi yang benar menurut hukum.Bukan hanya itu, klien yang diperjuangkan nya, terindikasi berdarah dingin. Harusnya yang bisa dilakukan hanya meringankan hukuman dengan menceritakan kejadian secara jujur. Bukan malah menutupi, menghilangkan bukti dan memfitnah orang lain.Kalau sampai pengadilan mengendus perbuatannya, pengacara juga akan mendapat hukuman tak kalah berat"Eum, saya memilih mundur dari kasus ini." Pria itu akhirnya memberanikan diri bicara.Ini adalah keputusan terbaik. Meski tahu Heru pasti akan sangat marah padanya. Namun, jerat hukum lebih menakutkan baginya. Bukan hanya akan dipenjara dan didenda. Pengacara akan kehilangan izin untuk menjadi pengacara lagi setelahnya.Dia akan kehilangan masa depannya jika terus memaksa untuk jadi pengacara Heru."Apa?! Apa aku tak sal
"Ya udah, sih. Setelah ini baiknya nikah aja lagi. Laila juga pasti senang ayah kandung dan bundanya bersatu lagi," ceplos Ardian sambil mencebik, menggoda Aji. Pria yang ia tahu selama ini belum bisa melepaskan Rani seutuhnya.Mata Aji dan Rani melebar. Keduanya tak menyangka, akan dengan mudahnya Ardian mengatakan itu."Kamu ngomong apa, sih?" ketus Aji. "Dia ini masih istri orang." Pria itu melotot pada adiknya karena merasa malu pada Rani."Hehehe." Ardian tertawa renyah melihat wajah serius kakaknya yang tak terima."Aku bakal cerai, Mas." Rani menimpali obrolan itu. Ia tak tahan untuk tidak mengatakan apa yang menjadi keputusannya setelah sadar, bagaimana buruknya Heru.Mana mungkin dia akan bertahan? Laila juga pasti setuju. Entah, nanti akan bersatu lagi dengan Aji atau tidak. Ia belum berani berpikir sejauh itu."Ehm. Ya. Itu hak kamu, Ran." Aji menyahut. "Oya, kamu nggak apa-apa aku tinggal sendirian di sini? Aku harus bekerja." Aj
"Inj gara-gara terus mengunjungi hotel otakku jadi ngeres begini.""Sebentar, aku belum bisa menyentuhnya sampai tahu dia hamil atau tidak. Setidaknya sebulan ke depan. Kalau ada bayi ... apa aku harus menunggu hingga setahun?""Kehamilan tidak dimulai pada hari ketika pasangan melakukan hubungan seks, prosesnya dapat membutuhkan waktu hingga enam hari setelah hubungan seksual untuk sperma dan sel telur bertemu dan membentuk sel embrio yang berhasil dibuahi.Kemudian, bisa memakan waktu enam hingga 10 hari untuk telur yang telah dibuahi hingga sepenuhnya menanamkan dirinya sendiri di dinding rahim.Kehamilan dimulai selama implantasi ketika hormon yang dibutuhkan untuk mendukung kehamilan dilepaskan." Pria itu menggumam, membaca sebuah situs yang memberikan info mengenai kehamilan seorang gadis setelah ia bersetubuh dengan seorang pria."Tapi ... apa aku akan tahan jika melihat perut Laila yang membuncit karena hamil anak pria jahannam itu?"
Aris bicara dengan begitu cerdas. Polisi sampai memandang takjub. Laporan yang seyogyanya baru bisa diproses setelah 24 jam, kini langsung diekseskusi bersama bukti akurat di tangan sang pelapor.Mereka pun mengeluarkan surat penangkapan untuk Heru. Pria di depan komputer, meminta Aris menjawab semua pertanyaan guna melengkapi administrasi"Parjo!" panggil polisi pada rekannya."Ya, Bang!" Seorang pria yang memakai jaket datang mendekat. Menanyakan keperluan atau pun perintah dari orang yang memiliki pangkat di atasnya."Siapkan mobil, kita harus menjemput seseorang!" sahut polisi yang berada di depan Aris.Sementara Aris memilih tak lagi banyak cakap setelah polisi mengabulkan laporan."Baik!"Aris tak menyangka semua akan berjalan secepat ini. Kalau saja dari awal dia tahu, Heru juga seorang pria yang mampu menyembunyikan seorang wanita bahkan bisa jadi telah melenyapkan nyawanya. Sudah barang tentu, ia tak akan melakukan hal lain,
***Aries memandangi layar ponselnya dengan senyum kemenangan. Ia mengirim ucapan selamat pada Heru atas penangkapannya.Membayangkan bagaimana kesalnya wajah Heru membuat Aris tampak semakin senang.Setelah perjuangan panjang penuh drama, akhirnya ditangkap juga penjahat itu."Setidaknya ancaman pembunuhan lebih lama dibanding perkosaan," gumamnya.Sebelum keluar mobil, Aris menyempatkan mengirim pesan pada bunda mertuanya. Memberi kabar gembira pada tiga orang di sana. Bahwa keadaan sudah membaik. Mereka bisa kembali.Bahkan kabar dari Fanno yang sempat menyadap ponsel Heru, preman-preman sewaan yang mengejar-ngejar mereka sudah tak lagi bekerja pada Heru.[Assalamualaikum, Bund. Polisi sudah mengeluarkan surat perintah penahanan. Jadi Bunda dan Ayah bisa pulang segera. Melakukan aktifitas normal seperti dulu.]Ia memang hanya bisa mengirim pesan, karena menelepon beberapa kali nomor wanita itu tak aktif.Selesai denga
Rani menyambungkan kabel changer ke stop kontak yang melekat di dinding. Tadinya ia mematikan ponsel itu hanya untuk berjaga-jaga kalau-kalau lokasinya terlacak."Sepertinya tak masalah menyalakannya sebentar untuk menghubungi Laila. Toh, nomor ponsel ini belum diketahui Mas Heru," gumammya sembari menyalakan ponsel yang sempat tak aktif.Ada sesuatu yang berdesir dalam hatinya, kala layar dalam ponsel mulai menyala.Harap-harap cemas memikirkan nasib Laila yang keberadaannya jauh darinya.Baru saja layar utama menyala, sebuah notif terlihat di latar depan.Matanya melebar melihat ponsel itu. Seketika tawa Rani melebar. Ia langsung bangkit untuk keluar dan menemui Aji serta Ardian untuk menyampaikannya.******"Jadi kamu ditolak sama bundanya Laila, Mas?" tanya Ardian sambil senyum-senyum meledek."Tutup mulutmu! Tak enak kalau dia dengar!" tekan Aji dengan nada berbisik.Pasalnya mereka harus bekerja sekarang. Namun, ka
"Halo, Bi. Assalamualaikum."Kala mengangkat panggilan. Terdengar suara tuan mudanya di ujung telepon."Ya, Mas. Waalaikumsalam," jawab wanita paruh baya,yang bertanggungjawab atas dapur dan kebersihan di rumah keluarga Aris."Tolong kalau ayah Laila datang, jangan bilang Laila sedang sekolah, ya. Bilang dia masih siap-siap di kamarnya, dan memintanya untuk menunggu sebentar," pesan Aris yang tak ingin mangsanya lepas begitu saja."Hah?" Untuk sejenak Bibi tersebut bingung sekaligus heran, kenapa Laila yang tak ada di rumah, diminta untuk mengatakan sedang ada di kamar? Apa karena agar ayah Laila tak kepikiran anaknya tak ada, dan capek harus menyusul ke sekolah. Bibi manggut-manggut. "Bisa jadi," gumamnya."Oh ya, baik Tuan," jawabnya kemudian. Mau tak mau wanita itu mengiyakan apa yang diinginkan tuannya. Tak bisa membantah atau dengan sok tahunya memberi saran yang terbaik. Suka tak suka bibi harus mengiyakan itu'Ah, lagian ini buk
Lintang mengembus kasar, kala menatap foto kakaknya di sebuah akun Ig seorang gadis. Zara yang dulu satu kelas saat SMA dengan kakaknya."Kenapa pula dia mengambil hadiah dari gadis itu. Huh! Ngeselin. Apa semua cowok pada dasarnya sama saja. Mereka suka dekat dengan gadis cantik," omelnya. Seolah tengah bicara pada diri sendiri.Kini tatapan Lintang beralih pada seseorang. Pada Laila tengah bersiap untuk pulang. Memasukkan buku dan barang lain ke dalam tas. Begitu juga murid lain yang berada dalam satu kelas dengannya. Termasuk Lintang.Diam-diam gadis itu memperhatikan kakak iparnya, dari tempatnya duduk. Lintang memiliki keyakinan, kalau Aris tidak bisa menjemput kali ini. Mengingat tadi, ada pesan yang mengatakan dia tak bisa datang. Sebab ada urusan mnedesak.Entah, urusan apa? Yang jelas Lintang berharap itu bukan indikasi, kalau Aris tak main-main dengan pernikahannya dengan Laila.Ia kemudian bangkit, mendekat pada Laila sebelum akhirnya ke
Acara lamaran Lintang berlangsung sangat khidmat. Senyum tak lepas dari bibir gadis itu. Akhirnya pemuda yang selama hampir tiga tahun dekat dengannya ini, membuktikan keseriusannya.Begitu juga dengan Aris, kedua sahabat ini pernah berkelakar bahwa mereka akan jadi sodara ipar. Fanno berkali-kali pernah menawarkan diri untuk jadi adik ipar sahabatnya ini.Ternyata benar, ucapan itu adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik agar menjadi doa yang baik-baik pula.Selesai acara lamaran, semua yang hadir menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Ajeng.Fanno mendekati sahabat sekaligus calon Abangnya itu."Gimana kerjaan lu?""Sopan dikit kek, sekarang gue udah jadi calon Abang lu. Masa masih manggil seperti itu?" Aris protes."Oke, Bang, gue ralat. Gimana sekarang kerjaan lu, Bang?""Tetap aja, ya, tapi gapapa lah gue maklum.""Lagian, begitu aja jadi masalah. Pertanyaan gue kagak dijawab juga.""Lu kepo aja uru
Ekstra Part 19Menuju AkhirAris berusaha untuk menikmati pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Meski bayaran yang dia terima tidak sebanyak ketika bekerja di kantor Papanya David. Tetap saja ia syukuri.Dua hari sudah waktu yang David janjikan untuk membawa Zara kepada keluarga Aris. Tapi belum ada tanda-tanda pria itu akan menepati janjinya."Gue cuma mau ngingetin, ini sudah hampir 2 x 24 jam, Dav," kata Aris lewat sambungan telepon."Gue usahain nanti malam, Ris.""Bener, ya?""Bener. Entar gue kirim alamatnya.""Lu datang ke rumah gue saja.""Enggak bisa, Ris. Lu tahu Zara seperti apa? Ini juga gue enggak yakin.""Lah, gue pikir udah deal.""Tadi 'kan gue bilang mau usahain.""Oke, gue tunggu kabar selanjutnya."Aris memutus sambungan telepon. Ia berharap David bisa membuktikan ucapannya.***Selepas magrib David mengirimkan alamat pad
Malam itu juga Aris pergi ke rumah David. Tidak sulit baginya untuk menemukan alamat orang kaya dan terkenal seperti keluarga David.Sebelumnya Aris mengirim pesan terlebih dahulu pada pria berambut klimis itu kalau dia sedang dalam perjalanan ke rumahnya.[Gue lagi di luar, Ris. Besok aja, ya, kita ketemu di kantor.]David beralasan.[Tanggung gue udah di jalan. Enggak apa-apa kalau lu enggak ada, gue ketemu Bokap lu aja.]Tulis Aris sambil tersenyum.[Oke, gue balik. Lu tunggu gue, jangan ngadu macem-macem sama bokap gue!]Aris tersenyum membaca balasan dari David. Pria itu ternyata sangat sayang dengan jabatannya, sehingga dia sangat takut kehilangan.Ternyata Aris sampai terlebih dahulu dari tuan rumah. Dia menunggu di dekat pos satpam. Kata Pak satpam barusan, David belum sampai ke rumah.Berselang lima belas menit, mobil David memasukkan pintu gerbang. Ia langsung mengajak Aris masuk melalui pintu samping dan duduk
"Mama tidak menyangka kamu tega mencoreng muka Mama dan Papa. Memberikan kesan buruk pada keluarga kita, Ris. Maksudnya apa ini?" Ajeng mengetuk-ngetuk layar ponselnya."Itu fitnah, Ma. Aris dijebak, Mama tahu 'kan wanita itu yang mengacau di acara wisudaku beberapa bulan ke belakang.""Iya, Mama tahu. Tapi ini tidak bisa dikatakan fitnah. Sedangkan jelas orang di dalam poto ini adalah kamu. Mama tidak bisa membayangkan kalau Papa sampai tahu." Ajeng merasa terpukul.Lagipula, Aris tak habis pikir, dari mana wanita itu mendapat nomor Ajeng."Aku bisa jelaskan, Ma.""Apa lagi yang mau dijelaskan? Semuanya sudah jelas, kamu tidak bisa beralasan." Ajeng berpaling."Adegan dalam poto ini rekayasa, Ma.""Tidak mungkin, kamu tidak bisa membodohi Mama. Kalau kamu tidak mau harusnya berontak dan menolak. Dari segi mana itu dibilang rekayasa. Atau kamu mau bilang itu adegan poto untuk kepentingan komersial? Kalaupun ia, Mama tidak setuju!"
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Laila maupun Aris tidak banyak bicara. Keduanya bingung harus bersikap, secara dari semalam Laila masih belum bersikap manis pada suaminya.Aris ingin segera menunjukkan video itu pada Laila. Tapi sepertinya waktunya tidak tepat jika sekarang.Laila pun tak tahu harus bagaimana memulai untuk minta maaf pada Aris. Ia merasa canggung karena dari semalam dia tidak bersikap baik pada suaminya.Keduanya hanya bersikap biasa ketika berbicara dengan Ariel. Selebihnya seperti dua orang asing yang baru saja bertemu.Kaku.Di rumah sakit, untung saja Laila segera datang, karena ternyata Rani sendirian. Beberapa menit yang lalu, Aji pamit pulang dulu untuk mengambil sesuatu di rumah. Itu kata Rani, wanita itu tidak mau berterus terang bahwa Aji sedang mencari pinjaman uang untuk melunasi biaya rumah sakit.Tabungan mereka belum cukup untuk melunasi semua biaya. Aji sedang menemui beberapa teman kerjanya siapa tahu
"Ini surat pengunduran diri saya." Aris meletakkan surat itu dihadapan Pak Jani, pria yang dulu menerimanya bekerja."Saya perlu tahu, kenapa kamu ingin berhenti bekerja di sini. Padahal kamu termasuk karyawan terbaik meski baru dua bulan bergabung bersama kami. Apa kamu ada masalah dengan salah satu karyawan di sini?" Pak Jani bersandar pada kursinya sambil memperhatikan Aris."Saya tidak ada masalah, Pak. Selama bekerja di sini saya sangat senang. Tapi saat ini, saya ingin mencoba mengembangkan usaha sendiri meski kecil-kecilan." Aris beralasan."Saya sangat menyayangkan saja, Ris. Harus kehilangan karyawan baik seperti kamu. Next kalau kamu ingin bergabung kembali dengan kami, jangan sungkan, ya. Pintu selalu terbuka buat kamu.""Baik, Pak. Terima kasih telah memberikan kesempatan buat saya bekerja di sini. Saya permisi." Aris bangkit dan mengulurkan tangannya."Terima kasih juga sudah pernah bergabung bersama kami," jawab Pak Jani sambil meneri
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, Aris seperti kesetanan mengemudikan mobilnya. Ia terus merutuki kebodohannya, kenapa harus menuruti David. Bukankah ia sudah punya janji dengan Laila dan Ariel.Kenapa pula ia harus terus menerus merasa tidak enak pada David, bukankah ia juga punya hak untuk menolak."Sial. Seharusnya aku sudah berhenti kerja setelah tahu David itu sepupuan dengan Zara. Sebab aku tahu Zara itu licik dan nekad." Aris memukul setir.Berkali-kali ia menekan klakson karena ada yang menghalangi jalannya. Hingga satu ketika mobilnya oleng dan hampir saja menabrak pembatas jalan."Astaghfirullah," ucapan sambil memelankan mobilnya.Ia usap wajahnya berkali-kali, lalu membuang nafas perlahan. Ini salah, melampiaskan kekesalan dengan cara ugal-ugalan saat menyetir, memang tidak dibenarkan. Bisa membahayakan dirinya juga pengendara lain. Bukannya mengurangi masalah malah akan manambah masalah jadinya."Papa?!" Matanya membola keti
Ekstra Part 13Hati WanitaLaila mondar mandir sambil terus mengotak-atik ponselnya. Dari tadi ia menghubungi Aris tapi tidak diangkat. Akhir pekan ini, pria halalnya itu berjanji akan pulang cepat demi mengajak Ariel jalan-jalan."Habis ashar kamu dan Ariel langsung siap-siap, ya. Supaya aku tidak nunggu lama dan kita punya banyak waktu untuk mengajak Ariel jalan-jalan." Itu pesan Aris beberapa jam yang lalu lewat telepon.Tapi sampai saat ini suaminya itu belum juga datang. Laila mencoba menghubunginya, tapi tak satupun panggilan darinya diangkat."Mungkin Kak Aris terjebak macet, maklum ini sudah masuk akhir pekan jadi banyak yang ke luar untuk liburan," guman Laila menghibur diri.Matanya tak lepas dari layar ponsel yang masih menyala."Tapi ... kalau memang iya terjebak macet, kenapa sampai tidak bisa menjawab telepon?"Laila bangkit dari duduknya lalu melihat ke luar rumah melalui kac
"Lepaskan aku! Kalian tidak punya hak menangkapku!"Helen terus meronta ketika dua orang sipir memegangi tangannya. Kedua pria itu membawa Helen ke luar sel tersebut."Lepaskan!!" Helen mencoba mengayunkan tangannya agar terlepas, tapi sia-sia karena tenaga dua orang pria itu tentu saja lebih kuat.Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia berusaha mundur ketika dua orang berseragam itu menariknya."Aku bilang lepaskan! Kalian akan membawa aku kemana?""Tindakanmu barusan itu membahayakan penghuni lain. Kamu harus dipisahkan," ujar salah satunya."Tidak mau! Aku tidak mau sendirian! Aku mau bersama dengan yang lain. Lepas, aku bilang lepas!!"Lama-lama tenaga Helen terkuras sia-sia karena terus meronta. Wanita yang dulu selalu berpenampilan bak artis ibu kota itu akhirnya harus pasrah ketika dirinya dimasukkan ke sel terpisah tanpa teman."Heeyy! Lepaskan aku!! Kalian tidak tahu pacarku kaya, banyak duitnya. Sebentar lagi dia akan data