"Aku kira selama ini kamu menghindar karena kamu tidak mau pacaran, Ris." Raut wajah Zara berubah sendu, "Makanya aku bilang sama Mami dan Papi kalau aku beruntung banget," lanjut wanita itu.
"Sekali lagi, maaf Zara. Saya juga minta maaf sama Om dan Tante. Saya menganggap Zara sama seperti teman-teman yang lain dan saya tidak pernah bersikap berlebihan pada siapapun karena saya sudah punya istri."
Zara bergelayut pada lengan Maminya, wanita itu jelas kecewa dan campur malu tentunya.
"Om dan Tante juga minta maaf, atas kelancangan kami barusan. Sungguh, ini kami telah salah faham." Papinya Zara merasa tidak enak pada Aris dan keluarganya.
"Tidak apa-apa, Tuan. Ini juga mungkin salah Aris yang tidak berterus terang tentang pernikahannya." Papanya Aris melangkah maju sedikit.
"Kalau begitu kami permisi," pamit Papinya Zara.
Ketiganya hampir saja meniggalkan tempat itu ketika Fanno dan Lintang datang.
Selesai mandi dan berpakaian, Aris keluar kamar mandi dan begitu saja Laila masuk untuk mandi. Pria itu sempat mengernyit melihat Laila seperti yang terburu-buru masuk kamar mandi.Biasanya wanita itu menggodanya setiap kali akan masuk kamar mandi."Yakin tidak mau mandi ulang?" goda nya dengan kerlingan nakal.Setelah itu, jika Aris sedang tidak buru-buru pergi ke kampus, ia memilih menerima tawaran istri cantiknya itu.Tapi kali ini, boro-boro menawarkan mandi bareng, masuk dan menutup pintu saja dilakukan wanita itu dengan terburu-buru.Aris hanya bisa mengacak rambutnya kasar lalu melangkah menuju ujung kasur. Untunglah, wanita itu masih mau menyiapkan baju ganti untuknya. Itu artinya, Laila masih ingat kewajibannya.Hingga waktunya makan malam, Laila masih enggan bicara. Selama berada di meja makan, tak sepatah katapun keluar dari mulut Laila. Ia masih mau mengambilkan makanan untuk suaminya meski dalam keadaan tidak bersuara.Se
Hari ini Aris tidak kemana-mana, selain memang tidak ada kepentingan pergi ke kampus, ia juga ingin menyelesaikan permasalahan salah faham tentang Zara.Sengaja Aris mengajak Laila ke luar, maksudnya supaya leluasa bicara tanpa sungkan karena ada Ajeng.Laila awalnya menolak, tapi jika dipikir lagi masalah ini memang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.Aris memilih tempat yang nyaman, selain untuk makan juga supaya Ariel bisa bermain.Tapi ternyata sepertinya makan di luar juga tidak tepat, karena tidak ada waktu untuk mereka ngobrol."Maaf, Kak, jangan bahas apa pun saat ini. Aku harus fokus jagain Ariel," tolak Laila ketika Aris bilang minta maaf atas kejadian kemarin. Sedangkan Ariel yang baru bisa berjalan aktif ke sana ke mari perlu diawasi.Pria itu mendesah kesal karena Laila cenderung menghindar. Sebenarnya bisa saja mereka berbicara sambil menjaga Ariel, toh anak itu anteng bermain.Aris hanya bisa pasrah, sebenarnya dia tid
Sore itu Rani baru saja selesai mandi ketika anak cucu dan menantunya datang. "Kalian datang, kok, enggak ngasih kabar, sih. Jadi Bunda enggak masak," kata Rani sambil mengambil Ariel dari gendongan Laila. "Tenang aja, Bun. Laila tadi mampir beli makanan banyak. Katanya sekalian pengin makan bareng Ayah dan Bunda." Aris mengangkat kantong plastik yang ia tenteng lalu meletakkan di atas meja. "Ya ampun banyak banget, Laila," Rani kaget melihat makanan yang Aris bawa ternyata banyak. "Sengaja, Bun. Kata Ayah 'kan sekarang Bunda lagi enggak suka masak. Jadi aku sengaja bawa yang banyak." "Kalau begitu, telepon Ayahmu! Nanti kalau dia keburu beli makanan 'kan mubazir." "Enggak usah, Bun. Bentar lagi Ayah pulang, 'kan? Kalau pun beliau bawa makanan, tidak usah khawatir. Ada ibu menyusui yang siap menghabis makanan itu." Aris mengusap pundak Laila sambil tersenyum dan saling menatap. "Bawaan kamu banyak banget, Laila. Seperti orang m
Di dalam penjara. Beberapa hari ini, setelah kedatangan Arya, kekasihnya. Helen selalu menuggu kabar baik dari pria itu. Ia sudah memohon pada Arya supaya membebaskan dia dari penjara. Helen tahu uang Arya banyak. Bukan hal sulit untuk menyogok petugas di penjara ini supaya mengeluarkannya dari sini. Atau setidaknya membayar orang yang bisa membantu dia kabur. Tapi pria yang dia tunggu tidak datang-datang. Helen menungggu dengan perasaan gelisah. Berbagai prasangka buruk hadir di dalam pikirannya. "Arya sangat mencintaiku, tidak mungkin dia mengabaikan aku di saat seperti ini. Mungkin dia sedang sibuk dengan bisnisnya," gumam Helen menghibur diri. Wanita itu terus memupuk rasa percayanya pada kekasihnya itu. Meskipun dalam hatinya ada perasaan tidak enak, karena tidak seperti biasanya pria itu menghilang. Teringat sikap Arya ketika kemarin berpamitan, pria itu seperti tiba-tiba berubah dingin. Padahal sebelum Helen memintanya untuk men
Pagi ini Aris sudah rapih, jadwal ia interview diperkirakan jam 11 nanti. Tapi tak ada salahnya Aris datang lebih awal, siapa tahu urutannya diacak.Laila memindai penampilan suaminya sekali lagi, khawatir ada yang kurang atau ada yang salah."Aku sudah cakep, 'kan?" tanya Aris sambil berdiri di depan cermin."Dari dulu memang cakep, kalau enggak cakep mana mungkin aku jatuh cinta.""Is, sudah semakin pandai merayu sekarang." Aris menghampiri istrinya itu lalu menatapnya tak berkedip."Yang ngajarin 'kan Kak Aris," ucap Laila sambil tersenyum."Kapan aku ngajarin?""Setiap hari.""Begitu, ya?" Aris mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan telunjuk."Udah, ah, cepetan berangkat! Nanti terlambat.""Masih ada waktu tiga jam lagi." Aris melirik jam tangannya."Siapa tahu ada yang berhalangan hadir atau jalanan macet.""Iya, juga, sih. Kalau begitu aku pergi dulu, ya.""Hati-hati, kalau lihat cewek cantik
Besoknya, berbekal kartu nama dari David, Aris pergi ke kantor Papanya David. Tidak sulit ternyata untuk menemui pria paruh baya berbadan tinggi itu.Tadi sewaktu datang, Aris menemui Mbak resepsionis dan bertanya apa ada lowongan pekerjaan. Mbaknya langsung menjawab sedang tidak ada. Aris langsung merasa kecewa dan mengeluarkan kartu nama Papanya David."Apa ini benar kantornya orang yang ada di kartu nama ini?" tanya Aris sambil memperlihatkan kartu tersebut."Iya, benar? Apa Anda sudah ada janji dengan beliau?""Tidak, saya hanya memenuhi undangan anaknya Pak Jani.""Sebentar, saya hubungi dulu Pak Jani." Mbak resepsionis berbicara melalui telepon, sepertinya dengan yang bersangkutan."Silahkan, Anda ditunggu di ruangan beliau di lantai 4," ucap Mbak resepsionis sambil memberi tahukan letak ruangan tersebut.Sesuai petunjuk dari Mbak resepsionis, akhirnya Aris dapat menemukan ruangan Pak Jani, Papanya David."Temannya David?
Fanno menjalankan mobilnya tanpa tahu Lintang akan membawanya ke mana. Ia hanya menuruti perintah Lintang, belok kiri, belok kanan atau lurus."Tinggal bilang mau kemana, aku langsung meluncur," protes Fanno."Enggak bisa, aku maunya begitu. Pokoknya Kak Fanno ikut aja, deh. Enggak usah protes.""Tapi 'kan jadi lama, perasaan dari tadi muter-muter mulu.""Enggak apa-apa, 'kan biar lama. Udah dibilang jangan protes juga.""Iya, bawel. Untung sayang," balas Fanno dengan raut datar."Bilang sayang, kok, enggak ada manis-manisnya? Mana enggak senyum lagi." Lintang melirik kekasihnya itu."Kan lagi kesel, jadi enggak boleh senyum, dong." Fanno tetap menatap lurus ke depan."Oh, oke. Sabar, Lintang." Gadis itu mengusap dadanya pelan sementara Fanno hanya meliriknya sekilas.Lintang tersenyum senang karena akan membawa pria itu ke suatu tempat yang menurutnya akan menjadi kejutan buat Fanno. Meskipun pria itu nampak kesal, Lint
David kerap mengajak Aris bertemu selepas jam kerja. Cuma sekedar minum kopi dan nongkrong. Sebenarnya Aris kurang suka, karena di rumah ada anak dan istrinya yang menunggu.Akan tetapi jika ia menolak ajakan David, Aris merasa tidak enak secara dia seperti punya hutang budi.Ketika Aris hampir putus asa karena selalu gagal melamar pekerjaan, saat itulah kartu nama yang David berikan menjadi sangat berguna."Bengong aja, Ris." David menjentikkan jari di depan wajah Aris."Enggak juga." Aris berkelit."Dari tadi lu enggak banyak ngomong.""Gue cape Dav, hari ini banyak mesin yang ngadat." Aris memijit tengkuknya."Lu mau gue promosikan jadi manager? Masalah gampang itu, gue tinggal bilang sama bokap.""Enggak usah Dav. Makasih, gue enggak enak, baru saja kerja dua bulan masa udah jadi manager saja," sahut Aris sambil tersenyum miring.Baginya mungkin akan sangat menguntungkan jika diangkat menjadi manager. Tapi apa kata s