Ridwan kini tidak bisa tidur lagi setelah mimpi.
Ridwan berfikir, mimpi itu nyata atau hanya hasil dari pemikirannya saja tentang dua anaknya.Entah itu hasil dari pemikiran atau benar putra putrinya hadir, Ridwan sangat senang bisa menatap Zahra kecil dan Fatih dalam balutan bahagia."Semoga senyummu itu yang selalu menghiasi wajah cantikmu, Na!" batin Ridwan.Entah kenapa, Ridwan seolah langsung jatuh cinta saat pertama menatap Ena kecil dengan senyum indah itu.Hari berganti dan Ridwan masih setia di depan ruang ICU menunggu istrinya bangun.Sedangkan Papa Ameer menyusul istri dan Ibunya di ruang rawat inap.Ridwan berdiri dan menatap Zahra bari balik kaca, "Apa kamu begitu betah tidur, Sayang!" gumam Ridwan.Pagi itu Mama Sofiya, Papa Ameer dan Oma pamit harus pulang karena harus mengurus perusahaan.Ridwan mengiyakan dan menunggui Zahra seorang diri.Hingga sore hari, dokter mengaSelepas membeli bunga dan berziarah ke makam anak-anaknya, Zahra dan Ridwan memutuskan untuk segera pulang. Karena hari ini jadwal berkunjung ke Tarim karena akhir pekan, dan Zahra tak bisa bepergian jauh. Ridwan menyuruh Zen untuk menjemput putranya dan membawa ke Turki. Jika Ridwan dan Zahra tak bisa kesana, Fatih yang akan Ridwan boyong ke rumah selama satu hari. Ridwan ingin memberikan kejutan untuk istrinya. Saat sampai di Masion, keluarganya menyambut dengan hangat didepan. Hati Zahra selalu menghangat dengan cinta yang keluarga Kahraman berikan. Setelah makan sebentar, Ridwan membawa Zahra masuk ke dalam kamar. "Tidurlah, Sayang! Mas ada urusan sebentar dengan Papa, ya?" pamit Ridwan. Zahra mengangguk dan berbaring, dia sangat merindukan kamar mereka ini. Zahra tidur menerawang ke langit-langit kamar. "Apa benar setelah tiga bulan rahimku sudah pulih? Apa aku harus me
Dada Fatih bergemuruh hebat saat Ibunya memanggilnya dengan nama Arka. "Ini Fatih, Bu! Ibu sudah tak mengingat Fatih lagi?" kata Fatih sambil melepas pelukannya dan duduk.Jedar! Jantung Zahra meronta-ronta ingin keluar melihat tatapan putranya yang menyakitkan. Begitu pula dengan Ridwan yang merasa bersalah pada Fatih. Ridwan jelas melihat wajah terpukul Fatih, mungkin Fatih merasa tak diinginkan lagi dan Ibunya hanya mengingat sang adik. "Bukan, Nak! Fatih tau? Arka sangat mirip dengan Fatih! Senyum Fatih saat turun dari pesawat tadi juga mengingatkan Ayah pada Arka!" kata Ridwan mencoba menenangkan Fatih. Duduk dan membawa Fatih pada pahanya, "Ibu tidak tau jika Fatih akan ke sini, dan Ibu tidur! Ibu mungkin berfikir dia sedang bermimpi!" Fatih tetap diam menatap Ayahnya. Kemudian beralih menatap mata Ibunya yang berair, "Maafkan Ibu, Ibu tidak tau kamu datang, Nak!" Fatih tetap dia
Begitu pula dengan Ridwan yang tidak pernah berfikir istrinya akan berkata sepedas itu. Ridwan langsung menoleh pada istrinya yang tengah menatapnya tajam. Tatapan itu mampu membuat Ridwan menelan air liurnya sendiri, Ridwan menyadari jika dirinya menatap Delena cukup intens. Sehingga membuat sang istri terbakar rasa cemburu dan berkata se-sarkas itu. "Maaf, Nyonya! Lain kali akan saya perhatikan tatapan saya!" jawab dokter Dele. Setelah itu langsung pamit dan pergi dari kamar itu. "S—sayang! Kenapa kamu seperti itu?" kata Ridwan mendekati suaminya. Zahra menatap suaminya dengan tajam, "Lalu aku harus apa? Membiarkan suamiku terus menatap sahabat kecil yang sangat cantik dan sexy itu?" "S—sayang, Kamu semakin gak masuk akal! Kamu yang jauh lebih cantik dan sexy!" jawab Ridwan mendekati Zahra.Zahra menyeringai, "Setelah cemburu tak beralasan sekarang aku gak masuk akal, Mas?"Zahra kemu
Zahra terkejut melihat dokter Dele berdiri di dekat ruang keluarga dengan parsel buah di tangannya. Zahra kemudian menoleh pada suaminya. Ridwan yang mendapat tatapan itu hanya menggeleng pelan sambil merengkuh pinggang Zahra. "Waalaikumsalam Delena, Ada apa?" tanya Mama Sofiya berdiri mendekati Delena. Memeluk dan mencium pipinya. "Mau mengunjungi Oma, Tante!" jawab Delena sambil tersenyum. Kemudian berdehem sebentar. "Sambil meminta maaf pada Zahra, Tante!" lanjutnya. "Oh, Silahkan duduk!" ajak Mama Sofiya. Papa Ameer dan Oma yang bisa melihat perubahan wajah Zahra kemudian berdehem. Tidak ingin menganggu libur akhir pekan mereka, Papa Ameer berdiri. "Lebih baik duduk diluar yuk, Ma! Rasanya tidak pantas di ruang keluarga untuk menerima tamu! Ayo Del!" ajak Papa Ameer. Hal itu sontak membuat Mama Sofiya terkejut. Sedang Oma beranjak dan berdiri dan mengajak Zahra, "Ayo, Nak! Dele juga ingin menemuimu!" Zahra terus beristighfar dalam hati untuk menenangkan diri. Melihat
"Sayang, Karena Mas gak pernah menganggap dia!" jawab Ridwan santai. Ridwan memeluk Zahra dari samping dengan gemas. Hal itu sontak membuat semua orang tertawa. Seluruh keluarga senang melihat Zahra yang juga mencintai Ridwan. Karena mereka tau sebesar apa cinta Ridwan pada Zahra. Suasana libur akhir pekan mereka sangat hangat dan penuh tawa hingga akhirnya Fatih harus kembali ke Tarim sore hari. Fatih berangkat bersama Zen. Ridwan mengantar Fatih sampai di pesawat dan berjanji akan ke Tarim minggu depan. Fatih mengiyakan dan terbang kembali untuk menuntut ilmu. Setelah hari itu, hubungan Zahra dan Ridwan seperti biasa. Ridwan tetap belum memegang perusahaan karena masih sibuk dengan pemulihan Zahra. Zahra masih kontrol jahitan dan konsultasi pada dokter Dele. Dan setiap kontrol dan konsultasi selalu berakhir dengan konferensi meja bundar karena Zahra pasti akan selalu cemburu. Dan seperti biasa selalu bisa Ridwan tenangkan dengan mudah. Hari-hari mereka juga menyenangkan
Zahra terus memanjakan si tombak sakti hingga membuat Ridwan kelimpungan. "Udah, Ra! Mas gak tahan!" kata Ridwan sambil menjauhkan diri. Merebahkan istrinya lagi dan kembali mencium sekilas dan bergumam, "Belajar dari mana sih? Nikmat sekali!" Sontak membuat pipi Zahra memerah, rasa panas menjalar dari pipi hingga telinga. Ridwan kemudian memposisikan dirinya untuk memasuki sang istri. "Arghhhh!" lenguhan keduanya menyatu bersama erangan kecil. Rasa yang tidak mereka rasakan dua bulan ini melebur pada sore hari itu. Semua kerinduan, hasrat, dan puncaknya gairah menyatu dalam alunan suara mendayu dari dua sejoli itu. Desahan, kata cinta, desisan menyatu menjadi simfoni. Ridwan memacu pacuan kudanya dengan konstan dan tidak terlalu menekan perut Zahra. Karena Ridwan masih berfikir tentang kesehatan Zahra. Zahra sangat menikmati aktifitas itu, ditambah tatapan suaminya yang seolah mengunci tatapannya. Tatapan yang tidak Zahra temukan saat terakhir kali mereka berhubungan. Nam
Semua orang di meja makan itu tertawa mendengar seruan Mama Sofiya, termasuk Zahra. "Zahra mana suka, Mah! Udah Ridwan paksa tetep aja beli satu biji, malam beli bahan kue yang banyak!" canda Ridwan. Sontak membuat semua orang kembali tertawa. "Bermanfaat, Mas!" jawab Zahra sambil tersenyum. "Kamu harusnya bersyukur punya istri yang hemat!" lanjut Zahra. Ridwan menatap istrinya, "Lalu tugas siapa yang ngabisin uangku?" Semua orang kembali tertawa sambil memakan roti Zahra. "Ini, karyawan nanti yang habisin roti kita, Mas! Jadi yang bertugas karyawan!" jawab Zahra sambil tersenyum. Senyuman Zahra memang selalu bisa menular. "Setuju, Banyak pahalanya ya, Ra!" canda Papa Ameer. Oma hanya bisa tersenyum, aura Zahra yang sangat positif menyebar di keluarganya. Zahra benar-benar pelita dalam hidup mereka. Dapur selalu mengepul juga karena Zahra. Sehingga mansio
Ridwan menggelengkan kepalanya melihat istrinya pergi begitu saja. "Bahkan nafas suaminya belum kembali normal!" ucapnya. Sedangkan Zahra yang keluar kamar mandi langsung menemui dokter Dele dengan senyum cerah. Memberikan tabung itu pada dokter Dele. Senyum Zahra semakin cerah lagi saat melihat wajah dokter Dele yang memerah seperti tomat. Dalam hati Zahra bersorak, "Ya Allah ini upaya untuk menjaga keutuhan rumah tangga, Hamba!" batin Zahra. "Saya langsung ke laboratorium dulu, Nyonya!" pamit dokter Dele. Zahra hanya mengangguk dan duduk dengan senyuman. Buru-buru dokter Dele keluar ruangannya untuk menetralkan hawa panas dalam tubuhnya. Suara Ridwan membuat Delena membayangkan yang tidak-tidak. Sepasang suami istri itu mengotori otak dan pendengaran seorang gadis perawan, pikir Delena ngacir. Dan beberapa saat kemudian, Ridwan keluar dari dalam kamar mandi setelah menetra