Begitu pula dengan Ridwan yang tidak pernah berfikir istrinya akan berkata sepedas itu.
Ridwan langsung menoleh pada istrinya yang tengah menatapnya tajam.Tatapan itu mampu membuat Ridwan menelan air liurnya sendiri, Ridwan menyadari jika dirinya menatap Delena cukup intens.Sehingga membuat sang istri terbakar rasa cemburu dan berkata se-sarkas itu."Maaf, Nyonya! Lain kali akan saya perhatikan tatapan saya!" jawab dokter Dele.Setelah itu langsung pamit dan pergi dari kamar itu."S—sayang! Kenapa kamu seperti itu?" kata Ridwan mendekati suaminya.Zahra menatap suaminya dengan tajam, "Lalu aku harus apa? Membiarkan suamiku terus menatap sahabat kecil yang sangat cantik dan sexy itu?""S—sayang, Kamu semakin gak masuk akal! Kamu yang jauh lebih cantik dan sexy!" jawab Ridwan mendekati Zahra.Zahra menyeringai, "Setelah cemburu tak beralasan sekarang aku gak masuk akal, Mas?"Zahra kemuZahra terkejut melihat dokter Dele berdiri di dekat ruang keluarga dengan parsel buah di tangannya. Zahra kemudian menoleh pada suaminya. Ridwan yang mendapat tatapan itu hanya menggeleng pelan sambil merengkuh pinggang Zahra. "Waalaikumsalam Delena, Ada apa?" tanya Mama Sofiya berdiri mendekati Delena. Memeluk dan mencium pipinya. "Mau mengunjungi Oma, Tante!" jawab Delena sambil tersenyum. Kemudian berdehem sebentar. "Sambil meminta maaf pada Zahra, Tante!" lanjutnya. "Oh, Silahkan duduk!" ajak Mama Sofiya. Papa Ameer dan Oma yang bisa melihat perubahan wajah Zahra kemudian berdehem. Tidak ingin menganggu libur akhir pekan mereka, Papa Ameer berdiri. "Lebih baik duduk diluar yuk, Ma! Rasanya tidak pantas di ruang keluarga untuk menerima tamu! Ayo Del!" ajak Papa Ameer. Hal itu sontak membuat Mama Sofiya terkejut. Sedang Oma beranjak dan berdiri dan mengajak Zahra, "Ayo, Nak! Dele juga ingin menemuimu!" Zahra terus beristighfar dalam hati untuk menenangkan diri. Melihat
"Sayang, Karena Mas gak pernah menganggap dia!" jawab Ridwan santai. Ridwan memeluk Zahra dari samping dengan gemas. Hal itu sontak membuat semua orang tertawa. Seluruh keluarga senang melihat Zahra yang juga mencintai Ridwan. Karena mereka tau sebesar apa cinta Ridwan pada Zahra. Suasana libur akhir pekan mereka sangat hangat dan penuh tawa hingga akhirnya Fatih harus kembali ke Tarim sore hari. Fatih berangkat bersama Zen. Ridwan mengantar Fatih sampai di pesawat dan berjanji akan ke Tarim minggu depan. Fatih mengiyakan dan terbang kembali untuk menuntut ilmu. Setelah hari itu, hubungan Zahra dan Ridwan seperti biasa. Ridwan tetap belum memegang perusahaan karena masih sibuk dengan pemulihan Zahra. Zahra masih kontrol jahitan dan konsultasi pada dokter Dele. Dan setiap kontrol dan konsultasi selalu berakhir dengan konferensi meja bundar karena Zahra pasti akan selalu cemburu. Dan seperti biasa selalu bisa Ridwan tenangkan dengan mudah. Hari-hari mereka juga menyenangkan
Zahra terus memanjakan si tombak sakti hingga membuat Ridwan kelimpungan. "Udah, Ra! Mas gak tahan!" kata Ridwan sambil menjauhkan diri. Merebahkan istrinya lagi dan kembali mencium sekilas dan bergumam, "Belajar dari mana sih? Nikmat sekali!" Sontak membuat pipi Zahra memerah, rasa panas menjalar dari pipi hingga telinga. Ridwan kemudian memposisikan dirinya untuk memasuki sang istri. "Arghhhh!" lenguhan keduanya menyatu bersama erangan kecil. Rasa yang tidak mereka rasakan dua bulan ini melebur pada sore hari itu. Semua kerinduan, hasrat, dan puncaknya gairah menyatu dalam alunan suara mendayu dari dua sejoli itu. Desahan, kata cinta, desisan menyatu menjadi simfoni. Ridwan memacu pacuan kudanya dengan konstan dan tidak terlalu menekan perut Zahra. Karena Ridwan masih berfikir tentang kesehatan Zahra. Zahra sangat menikmati aktifitas itu, ditambah tatapan suaminya yang seolah mengunci tatapannya. Tatapan yang tidak Zahra temukan saat terakhir kali mereka berhubungan. Nam
Semua orang di meja makan itu tertawa mendengar seruan Mama Sofiya, termasuk Zahra. "Zahra mana suka, Mah! Udah Ridwan paksa tetep aja beli satu biji, malam beli bahan kue yang banyak!" canda Ridwan. Sontak membuat semua orang kembali tertawa. "Bermanfaat, Mas!" jawab Zahra sambil tersenyum. "Kamu harusnya bersyukur punya istri yang hemat!" lanjut Zahra. Ridwan menatap istrinya, "Lalu tugas siapa yang ngabisin uangku?" Semua orang kembali tertawa sambil memakan roti Zahra. "Ini, karyawan nanti yang habisin roti kita, Mas! Jadi yang bertugas karyawan!" jawab Zahra sambil tersenyum. Senyuman Zahra memang selalu bisa menular. "Setuju, Banyak pahalanya ya, Ra!" canda Papa Ameer. Oma hanya bisa tersenyum, aura Zahra yang sangat positif menyebar di keluarganya. Zahra benar-benar pelita dalam hidup mereka. Dapur selalu mengepul juga karena Zahra. Sehingga mansio
Ridwan menggelengkan kepalanya melihat istrinya pergi begitu saja. "Bahkan nafas suaminya belum kembali normal!" ucapnya. Sedangkan Zahra yang keluar kamar mandi langsung menemui dokter Dele dengan senyum cerah. Memberikan tabung itu pada dokter Dele. Senyum Zahra semakin cerah lagi saat melihat wajah dokter Dele yang memerah seperti tomat. Dalam hati Zahra bersorak, "Ya Allah ini upaya untuk menjaga keutuhan rumah tangga, Hamba!" batin Zahra. "Saya langsung ke laboratorium dulu, Nyonya!" pamit dokter Dele. Zahra hanya mengangguk dan duduk dengan senyuman. Buru-buru dokter Dele keluar ruangannya untuk menetralkan hawa panas dalam tubuhnya. Suara Ridwan membuat Delena membayangkan yang tidak-tidak. Sepasang suami istri itu mengotori otak dan pendengaran seorang gadis perawan, pikir Delena ngacir. Dan beberapa saat kemudian, Ridwan keluar dari dalam kamar mandi setelah menetra
Tujuh bulan kemudian. Waktu bergulir dengan cepat, Ridwan dan Zahra mulai sibuk dengan kesibukannya. Ridwan dengan semua urusan kantornya, dan Zahra dengan toko rotinya. Toko roti seorang istri direktur yang namanya mendunia dan rasanya yang nikmat membuat toko iku maju pesat. Dalam waktu tujuh bulan sudah memiliki banyak cabang dan management toko yang kuat. Zahra banyak belajar dari sang suami management toko. Semua terasa indah, hidup mereka berjalan sederhana dan bahagia. Setiap minggu masih tetap ke Tarim untuk mengunjungi putra tercinta. Dan kabar baiknya, Zahra kini tengah hamil lagi bayi kembar. Usia kehamilannya masuk ke tiga bulan, dan Ridwan sangat menjaga Zahra saat ini. Zahra bahkan setiap minggu cek up ke dokter karena Ridwan yang sangat protective. Dokter Zahra kini bukan lagi dokter Dele, karena dokter Dele mengundurkan diri selepas kejadian tujuh bulan lalu.
100.000 Franch Swiss sekitar 1,7 milyar rupiah. Tentu saja uang sebanyak itu dan perkataan suaminya membebani hati Zahra. Zahra memandangi wajah damai Ridwan tidur di kursi sebelahnya. Ridwan memang belum tidur dari kemarin karena menyelesaikan pekerjaannya agar tidak membebani Papa. Zahra terngiang jawaban Ridwan tadi, [Maksudnya, jika kita terpisah sebentar! Jadi kamu ada cash untuk membeli sesuatu yang kamu mau, atau mengurus Fatih]Entah kenapa perasaan Zahra yang tidak enak yang ditekan dari kemarin kembali menyerang. Seolah akan terjadi sesuatu pada keluarganya. Zahra terus beristighfar sepanjang waktu penerbangan, memohon pada sang Illahi untuk menjaga keluarganya. Setibanya di Tarim, Fatih sudah sangat antusias menunggu di rumah Habib Usman. Setelah salam, Ridwan dan Zahra masuk kemudian memeluk Fatihnya dengan hangat. "Habib, kami ijin membawa Fatih satu minggu!" kata Ridwan.
Zahra berteriak ingin masuk ke dalam air namun ditahan oleh perempuan-perempuan di dekatnya. Kejadian itu sangat cepat hingga tubuh Ridwan terlihat melemah menarik tangan Fatih. Terdengar jeritan Fatih meminta tolong sang Ayah. Sepersekian menit, Fatih sudah diangkat Ridwan dan mendekat pada jembatan untuk berpegangan. Beberapa turis membantu Ridwan memegang Fatih yang memerah. Merapat pada beton jembatan, namun tiba-tiba arus itu kembali meninggi menghantam mereka. Ridwan melemah karena kakinya mulai keram dan terbawa arus deras itu. Meninggalkan Fatih pada salah satu turis yang menolong. Semua orang yang melihat kejadian itu tak bisa berbuat apa-apa selain menyelamatkan diri. Kejadiannya sangat cepat dan arus tiba-tiba naik tidak seperti biasanya. Bruk! Zahra jatuh tak sadarkan diri saat tak lagi melihat Ridwan berusaha untuk berenang ke tepi.Ridwan benar-benar t