Ridwan tidak menyangkan pria kecil yang dingin dan mengeluarkan aura permusuhan saat pertama bertemu itu berusaha mencarinya.
Ada sesak tersendiri saat anak laki-lakinya yang masih kecil punya pemikiran seperti itu.Dada Ridwan berdebar.Ridwan kemudian memeluk Fatih dan Zahra lebih erat.Meluapkan rasa bersalah pada dua orang di depannya itu."Maafkan, Ayah. Mari kita ke Turki dan berkeliling di sana!" jawab Ridwan.Sore ini hati Ridwan membuncah dan anak istrinya hanya mengangguk dalam Pelukannya.Malam itu pun mereka bertiga tidur bersama di ranjang sempit dan keras milik Zahra.Menikmati saat bersama dan getaran hati masing-masing.Memeluk orang-orang terkasih adalah kebahagiaan yang tak bisa digambarkan.Zahra, Ridwan, dan Fatih sama-sama sedang dilanda kebahagiaan.Hingga pagi datang begitu cepat.Selesai sholat dan sarapan, Zahra menuju rumah Umi Awiyah untukFatih menatap Ayahnya yang baru saja berkata dengan lirih. "Sayang, Apa menurut kamu Ibu susah?" tanya Zahra. Sontak Fatih mengangguk menjawab pertanyaan Ibu. Zahra menggeleng sambil tersenyum melihat ekspresi Ridwan yang menggelap, "Ibu tidak pernah merasa susah, besok coba tanya sama nenek, Apakah ibu miskin atau kaya?"Fatih menatap intens Zahra, "Benar, Bu?" "Iya, Sayang! Bahkan Ibu bisa membelikan apapun yang kamu mau bukan? Ibu membuat Roti karena Ibu senang saat roti buatan Ibu banyak yang makan!" jawab Zahra. "Apa karena itu? Ibu mengajar tanpa bayaran oleh Nenek? Bukankah berarti Ibu mencari uang dengan berjualan roti?" tanya Fatih. Zahra menggeleng, "Ibu tidak ingin dibayar untuk Ilmu yang Allah titipkan sebagai amanah, karena kewajiban Ibu menyebarkan ilmu ini!" Zahra kemudian mengambil ponselnya dan membuka aplikasi penjualannya. "Lihatlah, Ibu memiliki brand mukena yang Alhamdulilla
Zahra tersenyum dan meraih tangan keriput Oma. Mencium tangan tua itu, dan menggenggamnya sambil mengelus punggung tangan Oma. "Kalau tidak Zahra terima, nanti Oma tidak bisa bertemu dengan suami kecil Oma, dong!" canda Zahra. Zahra sebagai seorang istri sudah selayaknya menjaga marwah suaminya. Walau bagaimanapun Zahra tidak terima suaminya dikatai brandalan oleh Omanya.Setelah berbicara Zahra kembali bersimpuh di samping Ridwan, "Tapi, bukankah Oma harus bertemu dengan suami kecil, Oma?"Oma kemudian tersenyum dan mengangguk. Menunduk dan mencium kening Zahra dengan lembut. "Tentu saja, Oma harus bertemu dengan suami kecil Oma dan cucu menantu sepertimu!"Oma kembali mencium kening Zahra. "Beruntungnya cucu Oma memiliki bidadari sepertimu, Zahra!" lanjut Oma. Oma kemudian kembali tegak dan mencium Fatih kecil. "Berdirilah kalian, Oma memaafkanmu Ridwan. Oma tak ing
Dan olahraga berkuda berakhir berakhir setelah adzan mulai berkumandang. Ridwan kemudian membawa Zahra menuju sower setelah menyelesaikan pelepasannya. Mereka benar-benar menyelesaikannya kali ini, membersihkan diri dan saling menggosok punggung. Dan mereka segera melaksanakan sholat. Zahra sudah sangat lemas dan mengantuk sekali karena ulah Ridwan. Ridwan benar-benar menghabisinya siang ini, tidak jadi di ketinggian di kamar mandi pun jadi, pikir Zahra. Dan benar saja Zahra langsung terlelap tanpa menunggu menit lagi. Mata Zahra terasa sangat berat.Ridwan yang melihat istrinya tertidur lelap ikut masuk ke dalam selimut istrinya untuk menyusul tidur. Hingga mereka terbangun saat adzan ashar berkumandang. Zahra melepas pelukannya suaminya dan bergegas sholat. Selepas sholat, Ridwan dan Zahra turun berencana pergi ke Hagia Sofia. Ridwan dan Zahra akan memulai liburan
Perasaan Ridwan tidak karuan mendengar perkataan sang putra. Ada sedih, senang dan sesal yang lebih mendominasi. Rasanya Ridwan ingin memutar kembali waktu dan memilih melamar Zahra dengan cara yang baik. Tidak dalam balutan kesalahan dan dosa besar yang Ridwan torehkan pada Zahra. Hingga mengambil waktu lima tahun dalam kesakitan mereka bertiga. Mereka bertiga sama-sama terluka, dan Ridwan tau mereka sama-sama memendamnya dalam hati. Sehingga tidak menyakiti masa kecil putranya yang sangat luar biasa. Fatih kecilnya yang seperti malaikat itu, kenapa harus mengalami kesakitan atas dosa yang Ridwan perbuat. Rasanya Ridwan tidak terima untuk kesakitan yang Fatih rasakan. Ridwan kemudian mengambil tangan Fatih, menciumi tangan mungil itu, "Maafkan Ayah, Ya?" Ridwan mulai mengurai sesak di dadanya sendiri. "Pasti Ibu sangat kerepotan saat itu?" kata Ridwan. Zahra tau j
Bayangan laki-laki lain yang ada untuk memenuhi ngidam Zahra membuat Ridwan merasakan sesak. Sakit sekali hatinya saat mendengarnya. Ridwan memejamkan mata sebentar sambil menajamkan telinganya mendengar jawaban Zahra. "Baju Baba tersangkut dan Babamu jatuh dari ketinggian hingga menyisakan celananya saja!" timpal Zahra. Sontak Fatih tertawa terbahak-bahak. Membayangkan Baba nya jatuh dengan baju yang tertinggal dipohon kurma selalu membuatnya tertawa. "Ibu nakal sekali, Kasihan Babanya Fatih!" jawab Fatih.Sedangkan Ridwan yang melihat Istri dan anaknya tengah membahas laki-laki lain membuat Ridwan menatap dingin. Menceritakan hal yang membuat Ridwan semakin terbakar cemburu. "Ayah pergi membayar terlebih dahulu!" kata Ridwan dingin. Ridwan kemudian berdiri dan berjalan keluar dari privat room, membuat Zahra dan Fatih saling pandang. Zahra tersenyum menggelitik putranya untu
Zahra memeluk erat Ridwan, "Maafkan aku, Mas! Aku tidak pergi ke mana-mana! Aku tidak meninggalkanmu!"Ridwan masih memeluk Zahra erat untuk menetralkan jantungnya. Ridwan sangat terkejut beberapa jam lalu, saat keluar dari kamar mandi dan tidak mendapati seseorang. Ridwan mulai panik karena Ridwan pikir Zahra marah dengannya dan pergi. Ridwan berteriak memanggil Zahra dan Fatih, namun tak ada jawaban. Balkon juga masih terlihat tertutup dan gelap gulita. Ridwan berlari keluar kamar mencari Zahra. Ridwan mengutuki dirinya sendiri karena terlalu lama di kamar mandi. Ridwan menyesali kekesalannya. Ridwan menuju ruang kontrol hotel untuk melihat CCTV dan sambil menunggu Ridwan berlari mencari Zahra. Ridwan menyesali berendamnya di kamar mandi untuk mengurai amarahnya. Ridwan berfikir jika Zahra pasti sudah pergi agak jauh. Tanpa memikirkan dirinya yang masih berantakan
Dan malam itu Ridwan kembali menaburkan benih pada lahan Zahra. Melangitkan gairah di langit Turki. Dan meledakkan hasratnya di kegelapan malam itu. Memeluk istri tercinta yang masih lengkap dengan pakaian syar'i nya. Menyalurkan rasa kasih sayangnya dan menghadangkan istrinya dari terpaan angin malam yang dingin. Nyaman sekali dan berakhir Ridwan menggendong Zahra untuk membersihkan diri di kamar mandi. Tengah malam telah berlalu dan mereka bertiga saling memeluk hangat menuju dunia mimpi. Ridwan tertidur pulas dengan bibir yang menyunggingkan senyum.Keesokan harinya, Ridwan kembali melanjutkan jalan-jalannya tanpa pulang ke Mansion. Tanpa membawa apapun, hanya berbekal black card untuk membeli apapun keperluan selama berlibur. Ridwan mengajak Fatih dan Zahra ke Cappadocia. Menaiki balon udara disana dengan udara yang lebih dingin. Membuat Fatih selalu memeluk Aya
Zahra kini tak mampu lagi menahan air matanya. Keterdiaman Ridwan menyakiti hati Zahra. Zahra tidak pernah berniat untuk membangkang pada suaminya. Zahra walaupun dengan hati yang hancur tetap menurut dan membeli pil penunda kehamilan itu. Apakah setidak ingin itukah, Ridwan memiliki anak lagi? pikir Zahra. Zahra diliputi rasa yang tak karuan dan akhirnya berjongkok menangkup wajahnya sendiri. Meluapkan sesak dadanya dan Zahra terisak. Ridwan buru-buru ikut berjongkok dan memeluk istrinya, menggendong Zahra yang menangis menuju ranjang. Baju syar'i yang akan dipakainya itu terjatuh dan menurut dengan sang suami. Zahra terus menangkup wajahnya. Hatinya terasa sangat sakit dengan penolakan demi penolakan Ridwan. "Ra!" panggil Ridwan sambil memegang tangan Zahra. Sedikit menariknya agar Ridwan bisa melihat wajah Zahra. Namun, Zahra mengeratkan tangannya men