Share

Bab 140

Author: Adny Ummi
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

"Ya Allah, Mas Gilang! Bibi bersyukur bangeeet ... bisa ketemu lagi sama Mas dalam keadaan hidup begini. Artinya Allah masih kasih kesempatan buat kita silaturahmi lagi, Maas ...." Ima terlihat sangat bahagia dengan kenyataan kalau Gilang, anak majikannya yang selama ini disangka telah tewas kini ada di hadapannya dalam keadaan baik-baik saja.

"Aku juga senang bisa bertemu dengan orang-orang yang kenal sama aku," sahut Gilang sambil tersenyum manis.

"Iya ya, Bu. Mas Rayyan sangat sedih dulu pas denger tim SAR menghentikan pencarian di sungai waktu itu," sambung Isam mengingat kejadian ketika Gilang dinyatakan hilang ditelan air sungai yang deras.

Nunung hanya diam menyimak. Sudut-sudut bibirnya ikut tertarik ke atas melihat kebahagiaan semua orang.

Kini keempat orang itu tengah makan siang bersama di ruang makan rumah tersebut.

Gilang tertawa kecil mendengar ungkapan Isam. Ia juga tampak begitu senang melihat kegembiraan di wajah orang-orang di sekitarnya. Dalam hatinya menyakini kal
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 141

    "Ada, Mas. Album foto pernikahan mereka. Tapi, adanya di kamar Tuan dan Nyonya. Saya sudah lama nggak boleh masuk lagi ke sana. Jadi, saya nggak berani ambil sembarangan ke situ," jawab Nunung. Ya, semenjak Lestari yang mengurus kebersihan kamar itu, sejak itu pula Nunung tidak lagi dengan mudah ke kamar Rayyan. Apalagi semenjak sepasang suami-istri itu berbaikan kembali, benar-benar Nunung tidak pernah lagi masuk ke kamar tersebut."Oh, gitu." Gilang merasa kecewa, sebab ia sangat penasaran."Eh!" seru Nunung tiba-tiba membuat semua orang menoleh ke arahnya, "ada deh, Mas, di hape saya! Kami pernah berfoto berdua. Tunggu, ya!" Nunung langsung bergegas menuju ke arah kamarnya.Tak lama kemudian, Nunung tampak melenggang mendekat sembari mengutak-atik ponselnya. Ia memeriksa foto-foto yang ada di galeri gawai di tangannya.Semua orang menunggu dengan rasa penasaran."Nah, ini, Mas!" Nunung kemudian menyerahkan ponselnya kepada Gilang.Ima dan Isam berjalan mendekati Gilang. Keduanya j

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 142

    Tiga hari setelah kematian Dinar Abdullah, Rayyan dan Lestari kemudian kembali ke kota. Rumah Dinar masih dititipkan kepada Leman. "Rumah itu apa nggak sebaiknya dijual aja, Sayang?" tanya Rayyan kepada sang istri dalam perjalanan pulangnya. "Hmm?" Lestari yang sedang melamun, lantas menoleh ke kursi kemudi di sebelahnya, "kayaknya aku belum memikirkan ke arah sana, Mas," jawabnya. Rayyan menghela napas. "Yaa, Pak Leman juga 'kan, punya rumah dan keluarga sendiri. Kemarin dia kita bayar untuk menemani ayahmu, dan bisa pulang sepekan sekali. Dia tadi ngomong ke Mas kalau nanti bakal kembali ke rumah keluarganya lagi dan cari kerjaan lain. Kalau rumah nggak ditempati, nanti malah rusak," pungkas lelaki itu mengajak sang istri untuk memikirkan sarannya. "Nanti aku pikirkan lagi, Mas." Lestari kembali menoleh ke arah jendela mobil dan menatap jalanan. Rayyan melipat bibirnya sejenak. Ia memahami kesedihan sang istri yang kini telah kehilangan kedua orang tuanya. Ya, dia pernah merasa

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 143

    "Ma–Mas Gilang ma–masih hidup?!" tanya wanita itu tergagap. "A–yo kita duduk dulu!" ajak Rayyan sembari berjalan mendahului semua orang. Ia menuju ke arah ruang tengah. Kaki Lestari seakan terasa berat dan terseret saat ia mengekori langkah sang suami. Kedua alisnya bertaut kencang. 'Maksudnya Kakek itu apa? Mas Gilang benar masih hidup?' Hatinya terus dipenuhi oleh tanda tanya. Nunung terlihat meraih koper yang dibawa oleh Rayyan tadi. Ia menyeretnya menuju ke bagian belakang rumah. Sementara semua orang menuju ke sofa di ruang keluarga. "Wak, gimana keluarga di kampung? Sehat semua?" tanya Rayyan kepada Isam. Ia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan ketika telah duduk di sofa di sana. Lestari yang sudah berada di dekatnya, dengan gerakan yang perlahan mendaratkan bobotnya di sebelah sang suami. Sungguh, ia ingin mempertanyakan tentang ucapan Isam tadi. "Alhamdulillah, keluarga Uwak sehat-sehat, Mas. Salam dari mereka," jawab Isam sembari menggeser badannya, memberi ruang un

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 144

    Rayyan mengalihkan pandangannya. Sungguh, ia sebenarnya belum siap jika Lestari mengetahui hal ini. Akan tetapi, ia tidak menyangka kalau Isam-lah yang membocorkan informasi tentang Gilang. "Sejak kapan, Mas!" desak Lestari. "Sejak dua bulanan lalu," jawab Rayyan apa adanya. "Dua bulan?! Sudah dua bulan Mas tahu kenyataan tentang masih hidupnya Mas Gilang, dan Mas menutupi hal ini dari aku selama itu?!" Lestari merasa begitu kesal. Ia tidak tahu apa maksud sang suami menutupi hal ini. "Tari, Mas sebenarnya mau ngomong sama kamu. Cumaa–" "Cuma apa, Mas?" potong Lestari, "kalau nggak Kakek itu yang bilang, aku yakin, Mas masih terus menutupi hal ini sama aku! Iya, 'kan?!" Rayyan terdiam. Ya, dia tidak bisa membantah apa yang dikatakan sang istri. Memang benar adanya, ia masih saja ingin menutupi semuanya. Ia belum siap, dan tidak tahu kapan dirinya akan siap. "Ap–Apa, Mas? Apa maksudnya Mas nutupin berita ini ke aku? Alasannya apa?" cecar Lestari ingin tahu. Rayyan masih bergemi

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 145

    "Lestari, kamu ... bagaimana bisa kamu menikah dengan abangku sendiri?" Semenjak bangun dari tidur di rumah keluarganya, satu per satu kenangan masa lalu Gilang muncul begitu saja di dalam kepalanya. Ya, akhirnya ingatannya kembali sepenuhnya. Akan tetapi, Gilang memilih bungkam. Di dalam kepalanya penuh dengan tanda tanya. Ia merasa heran dan sangat penasaran. Mengapa Rayyan yang notabene adalah kakak angkat yang sudah ia anggap seperti kakak kandung sendiri itu malah menikah dengan perempuan yang ia cintai?Hati Gilang kontan saja merasa sangat perih. Ia merasa seakan-akan dikhianati oleh orang yang ia percayai. Padahal masih terngiang di telinganya kejadian di malam itu. Ucapan-ucapan Dinar Abdullah yang sangat menusuk. Hinaan dan celaan pria tua itu kepadanya di hadapan sang sahabat, Burhan."Ayah sudah akan menjodohkan Lestari dengan anaknya Pak Salim. Dia juga sarjana. Tapi dia sudah ASN. Nggak seperti anak ini. Masih honorer sudah sok mau ngelamar anak orang!" ketus Dinar ke

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 146

    Bobby masih ingat kalau sang atasan mencegahnya untuk berbicara tentang meninggalnya Dinar kepada orang lain. Namun, saat ini ternyata Gilang sudah tahu sendiri. "Aku kemarin ke rumah keluargaku. Bi Nunung yang ngomong," jawab Gilang apa adanya. Bobby sedikit terkejut mendengar Gilang yang ke rumah keluarganya. "Oh–eh, iya benar, Mas Gilang. Emaang ... Mas kenal sama Pak Dinar?" tanya Bobby penasaran. Dalam hatinya bertanya-tanya, apakah Gilang ingat dengan orang tua Lestari itu? "Hmm, katanya dia salah seorang tetua di desa itu ya?" Entah mengapa Gilang sengaja untuk menutupi kenyataan kalau dia sudah mengingat semuanya. Ia ingin memancing informasi dari orang-orang di sekitarnya tentang latar belakang bagaimana bisa sang kakak lelaki menikahi wanita yang ia cintai. Meskipun demikian, Gilang tidak bisa membohongi diri. Hatinya merasa begitu gemas dan dadanya terasa sempit menahan gejolak yang entah apa. Sungguh, ada rasa tidak rela di lubuk hatinya dengan realita ini. "Iya,

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 147

    Bobby menghela napas panjang. Ia menimbang-nimbang. "Pak, apa nggak bisa diundur bulan depannya lagi ya, kami keluar dari sana?" Bobby hanya ingin mengantisipasi waktu saja. Khawatir kalau nanti ia butuh waktu lebih lama untuk mengurus kepindahan Gilang. "Aduh, Mas, maaf sekali lagi. Kayaknya nggak bisa. Soalnya itu apartemen mau dipake anak orang yang beli itu. Bulan depan tanggal 7, dia sudah masuk kuliah. Jadinya sebelum itu dia harus pindahan dan prepare semua urusan dia secepatnya. Begitu katanya, Mas!" Kembali Bobby menghela napas panjang. "Oh, iyalah, Pak. Saya nanti koordinasi dulu sama sodara saya itu. Nanti saya kabari lagi perkembangannya ke Bapak," ucap lelaki itu akhirnya. "Oke, Mas Bobby. Maaf sekali lagi. Semoga dimudahkan ya, Mas!" Keduanya pun memutuskan sambungan telepon seluler tersebut. "Aku mesti langsung kasih tahu si Boss ini!" seru Bobby sembari menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas. Setelah itu, ia langsung menjalankan kembali motor besarnya men

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 148

    Bobby mencebikkan bibirnya. "Nggak ada, Boss. Makanya aku bilang, kayaknya ingatan Mas Gilang masih setengah-setengah," ujar lelaki itu lagi. Rayyan menghela napas sedikit lega. Akan tetapi, kekhawatiran di wajahnya masih menyelimuti. "Gimana kalau suatu saat dia ingat semuanya, ya, Bobb? Apa yang harus saya katakan soal Tari?" Lelaki tampan itu menatap pelas ke arah sang asisten. Ia berharap bisa mendapatkan pencerahan dari Bobby. "Ya mau gimana. Ini sudah takdir, Boss. Sekarang Boss udah nikahin cewek yang Mas Gilang taksir. Mau nggak mau, Mas Gilang juga mesti menerima itu!" Ucapan Bobby terdengar tanpa beban di telinga Rayyan. Rayyan menunduk, kemudian menekan kepala dengan dua tangannya. Entah mengapa kepalanya kini terasa berdenyut tiba-tiba seperti ini. Pikirannya terasa sangat penuh. "Mbak Tari sendiri kira-kira gimana kalau tahu Mas Gilang sebenarnya masih hidup ya, Boss?" tanya Bobby kepada yang atasan yang wajahnya mulai kusut itu. "Tari sudah tahu." "Hah?!" Bobby tam

Pinakabagong kabanata

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 155

    "Loh? Nyonya mau pergi ke mana? Memangnya sudah dibeli rumah barunya?" Nunung bertanya heran, sebab sang majikan wanita berpamitan dengan beberapa koper yang sudah disiapkan di dekat mereka."Iya, Bi. Sudah beli rumah. Tapi, ini nggak langsung pindah ke rumah itu. Saya dan Tari mau ke tempat teman saya dulu." Jawaban itu justru keluar dari lisan Rayyan, "Bibi sementara di sini dulu. Kalau kami sudah benar-benar pindah ke rumah yang baru, Bibi akan saya jemput," lanjut lelaki itu menjelaskan."O–oh, gitu, Tuan?" Meski masih merasa heran karena kepergian majikannya yang mendadak seperti ini, Nunung hanya bisa menuruti.Lestari memilih diam dari tadi, sebab ia mengikuti suaminya saja. Saat ini, ia hanya ingin segera pergi dari rumah itu."Bi, aku pamit dulu ya ...." Lestari mendekati sang ART, kemudian memeluk wanita tua yang selama ini telah ia anggap seperti ibunya sendiri."I–iya, Nya. Hati-hati di jalan. Nyonya kabari saya kalau sudah sampai di rumah temen Tuan ya! Nyonya juga jangan

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 154

    Terdengar suara isakan dari Lestari membuat Rayyan seolah baru tersadar. Lelaki itu kemudian berjalan mendekat ke arah tempat duduk istrinya, lalu merangkul pundak wanita itu. "Tari ... kamu ... nggak apa-apa?" 'Ck! Pertanyaan bodoh! Nggak apa-apa gimana? Dia sedih, Gobl0k!' Batin Rayyan memarahi dirinya sendiri sebab mengucapkan pertanyaan yang ia anggap tidak perlu itu. Lestari bangkit berdiri dengan perlahan-lahan. Kakinya terasa begitu lemas rasanya. Ia lalu berjalan pelan dan lunglai menuju ke arah kamarnya. Rayyan bingung dengan apa yang mesti ia lakukan. Lelaki itu hanya bisa mengiringi sang istri menuju ke arah kamar mereka. Sesampainya di dalam kamar. Lestari menuju ke arah ranjangnya dan merebahkan diri sembari kembali menangis di atas bantalnya. Sungguh, ia merasa begitu sedih, sebab telah membuat Gilang sangat kecewa seperti saat ini. Sementara Rayyan, pria itu hanya bisa duduk di pinggir ranjang tersebut dengan kepala yang terasa berdenyut. Ia benar-benar tidak tahu

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 153

    "Jadi, kamu sudah ingat tentang Tari?" tanya Rayyan tak mau lagi berbasa-basi."Bi, nggak apa-apa, kok. Bibi lanjutin kerjaan Bibi lagi, gih," bisik Lestari lirih ke arah Nunung di sebelahnya."Eeh, i–iya. Baik, Nyonya," sahut Nunung tergagap. Akan tetapi, wanita tua itu tetap menurut. Ia pun berbalik dan melenggang kembali ke teras belakang rumah.Lestari kembali mengarahkan pandangan ke arah Gilang dan juga Rayyan yang tengah berbicara di sana dengan perasaan yang tidak menentu. 'Apa benar, Mas Gilang sudah mengingat tentang kami?' bisik hatinya bertanya-tanya."Yaaah, begitulah. Aku bahkan sudah ingat kata-kata kamu malam itu, Tari." Gilang terus melihat ke arah sang wanita.Lestari mencoba mengingat apa yang pernah ia katakan. "Kata-kataku?" Rayyan ikut menoleh ke arah sang istri dengan sorot penasaran."Ya, kamu ingat di depan Burhan kamu bilang cinta sama Mas, 'kan? Burhan bilang, nggak lama dari berita kematian Mas, kamu memang batal menikah dengan Fadil, si anak kepala desa i

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 152

    Meski hatinya terasa panas, Rayyan hanya bisa menyunggingkan senyuman dengan terpaksa. Ia tidak mau rasa cemburunya itu tertangkap oleh sang istri. "Mudah-mudahan aja rumah yang ditawarkan ke Bobby kemarin cocok buatku dan Lestari nanti," lirih ucapan Rayyan pada diri sendiri. Ya, tadi Bobby bilang mereka sudah janjian untuk melakukan survey ke sebuah rumah besok. Lokasi rumah tersebut hanya sekitar dua puluh menit dari kantor pusat perusahaan Rayyan ini. Memang harganya cukup tinggi, tetapi kalau cocok, Rayyan tidak mau menunda lagi untuk mengurus kepindahannya. Ia ingin segera memboyong Lestari menjauh dari Gilang. 'Kalau lebih lama lagi aku melihat kebersamaan mereka. Aku bisa gila!' keluh pria itu membatin. *** "Kakak iparku ini mau ke mana? Pagi-pagi udah cantik aja?" sapa Gilang, ketika langkah kakinya baru sampai di ruang makan. Ia hendak bergabung dengan Rayyan dan Lestari yang sudah lebih dulu berada di sana. Mata Gilang melirik sebentar melihat ekspresi sang kakak le

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 151

    Lima hari belakangan ini, ketika sedang berada di kantor, Rayyan terlihat gusar dan tidak fokus dengan pekerjaannya. Gilang sudah tiga hari ikut ke kantornya dan belajar bekerja di sana. Ia didampingi langsung oleh Bobby. Lelaki itu terlihat serius dalam belajar. "Bos yakin dengan keputusan akan memberikan posisi CEO pada Mas Gilang?" tanya Bobby kepada sang atasan. Mereka kini sedang berada di ruangan presiden direktur, yakni Rayyan sendiri. Pria itu baru saja menyampaikan kepada asisten setianya untuk mengajari Gilang agar ke depan bisa menduduki posisi CEO yang saat ini dirangkap oleh Rayyan sendiri selain ia juga sebagai owner sekaligus presiden direktur di perusahaan itu. Selama ini Rayyan memang cukup sibuk karena jabatan yang dirangkapnya itu. Meskipun demikian, selama ini ia mampu sebab didukung oleh Bobby yang selalu bisa ia andalkan. "Ya, kamu mesti ajari dia yang bener, Bobb. Gilang sebaiknya tidak usah melanjutkan jadi guru lagi. Aku nggak mau dia dihina orang lagi s

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 150

    Wanita cantik yang kini wajahnya terlihat agak pucat itu mengangguk cepat. Lestari baru sadar kalau tangannya sendiri terasa sangat dingin ketika sang suami meraih dan menggenggamnya saat ini. "Ini jarimu kenapa?" tanya Rayyan ketika melihat dan meraba jari telunjuk tangan kanan Lestari yang dibalut plaster. "Ini, nggak sengaja kena pisau, Mas. Nggak apa-apa, kok! Luka kecil aja." "Kamu lain kali hati-hati," pesan sang suami. Lestari tersenyum kikuk ketika sadar kalau sedari tadi Gilang mencuri-curi pandang ke arahnya. "A–ku siapin makan siang dulu, Mas," ujarnya kepada sang suami seraya berbalik badan dan langsung berjalan ke arah dapur menyusul Nunung. Rayyan menyembunyikan helaan napasnya ketika melihat punggung sang istri yang menjauh. Di dalam hati entah mengapa ia merasa timbul kesedihan. Ia menebak kalau benar, sang istri sepertinya masih menyimpan perasaan kepada adik angkatnya. "Naah, ini diaa! Terima kasih, Bi Nunung yang caeeem ...!" seru Bobby menarik Rayyan kembali

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 149

    "Kenapa sih, Nya? Nyonya sejak pagi tadi keliatan nggak fokus gitu?" tanya Nunung ketika Lestari baru saja menumpahkan air yang ia tuang dari sebuah teko. Sebelumnya Lestari juga tak sengaja mengiris jarinya sendiri ketika menyiangi sayuran. Keduanya memasak lebih banyak hari ini sebab Rayyan tadi malam mengatakan akan membawa Gilang ke rumah tersebut. Ya, sejak itu, entah mengapa Lestari menjadi gugup sendiri. Ia juga heran, sebenarnya apa yang sedang terjadi pada dirinya. Padahal ia yakin, kalau hatinya kini telah dimiliki oleh Rayyan Yudistira, sebagai lelaki yang berstatus suaminya. "E–eh, ma–af, Bi. Biar aku yang bersihkan. Bibi lanjut nata perlengkapan makannya aja!" tukas Lestari sembari meraih gagang pel yang dipegang Nunung dan mulai mengelap air yang membasahi lantai ruang makan tersebut. Nunung pun menghela napas dan melipat bibirnya sejenak. Lalu ia menata piring dan sendok di atas meja makan seperti perintah sang nyonya. "Assalamualaikum." Deg! Degup jantung Lesta

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 148

    Bobby mencebikkan bibirnya. "Nggak ada, Boss. Makanya aku bilang, kayaknya ingatan Mas Gilang masih setengah-setengah," ujar lelaki itu lagi. Rayyan menghela napas sedikit lega. Akan tetapi, kekhawatiran di wajahnya masih menyelimuti. "Gimana kalau suatu saat dia ingat semuanya, ya, Bobb? Apa yang harus saya katakan soal Tari?" Lelaki tampan itu menatap pelas ke arah sang asisten. Ia berharap bisa mendapatkan pencerahan dari Bobby. "Ya mau gimana. Ini sudah takdir, Boss. Sekarang Boss udah nikahin cewek yang Mas Gilang taksir. Mau nggak mau, Mas Gilang juga mesti menerima itu!" Ucapan Bobby terdengar tanpa beban di telinga Rayyan. Rayyan menunduk, kemudian menekan kepala dengan dua tangannya. Entah mengapa kepalanya kini terasa berdenyut tiba-tiba seperti ini. Pikirannya terasa sangat penuh. "Mbak Tari sendiri kira-kira gimana kalau tahu Mas Gilang sebenarnya masih hidup ya, Boss?" tanya Bobby kepada yang atasan yang wajahnya mulai kusut itu. "Tari sudah tahu." "Hah?!" Bobby tam

  • Neraka Pernikahan CEO Arogan   Bab 147

    Bobby menghela napas panjang. Ia menimbang-nimbang. "Pak, apa nggak bisa diundur bulan depannya lagi ya, kami keluar dari sana?" Bobby hanya ingin mengantisipasi waktu saja. Khawatir kalau nanti ia butuh waktu lebih lama untuk mengurus kepindahan Gilang. "Aduh, Mas, maaf sekali lagi. Kayaknya nggak bisa. Soalnya itu apartemen mau dipake anak orang yang beli itu. Bulan depan tanggal 7, dia sudah masuk kuliah. Jadinya sebelum itu dia harus pindahan dan prepare semua urusan dia secepatnya. Begitu katanya, Mas!" Kembali Bobby menghela napas panjang. "Oh, iyalah, Pak. Saya nanti koordinasi dulu sama sodara saya itu. Nanti saya kabari lagi perkembangannya ke Bapak," ucap lelaki itu akhirnya. "Oke, Mas Bobby. Maaf sekali lagi. Semoga dimudahkan ya, Mas!" Keduanya pun memutuskan sambungan telepon seluler tersebut. "Aku mesti langsung kasih tahu si Boss ini!" seru Bobby sembari menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas. Setelah itu, ia langsung menjalankan kembali motor besarnya men

DMCA.com Protection Status