"Kami akan melakukan pemeriksaan darah. Berdasarkan diagnosis sementara kemungkinan pasien mengkonsumsi zat halusinogen dalam dosis yang tinggi," ucap dokter yang menangani Fiolina.
Ya, Julio sudah menduganya. Ini pasti perbuatan Annisa!"Jadi pasien harus rawat inap selama pemeriksaan berlangsung sekaligus agar pasien berada dalam pengawasan.""Baik Dokter," jawab Julio.Julio lalu mengurus segala administrasi yang dibutuhkan.Fiolina dipindahkan ke kamar vvip ditemani oleh Sarah."Itu Julio datang," ucap Sarah sarah Julio baru saja masuk ke kamar Fiolina."Gimana keadaan kamu Fio?" Julio menghampiri Fiolina."Aku udah merasa mendingan. Sarah udah ceritain ke aku. Jadi, sepertinya Annisa masukkan zat halusinogen ke makanan dan minumanku ya?""Iya. Tapi tenang aja. Kamu akan ditangani dengan baik di sini. Beberapa jam lagi hasil pemeriksaan darahnya akan keluar. Dokter akan langsung memberi pena"Pasien terlalu banyak mengkonsumsi racun yang mengandung antikolinergik dosis tinggi. Racun ini memicu halusinasi menakutkan yang berasal dari memori pengkonsumsinya," terang Dokter pada sore harinya. "Untungnya penggunaan tersebut dihentikan sekarang, jika tidak efek halusinasinya akan semakin parah, pasien bisa mengalami mimpi buruk dan mengingau, gagal ginjal hingga depresi yang menyebabkan keinginan untuk bunuh diri," lanjut Sang Dokter. "Apakah istri saya bisa kembali normal 100% Dok?" tanya Julio. Hatinya mulai terbakar oleh kemarahan kepada Annisa dan siapapun yang menyuruh perempuan itu untuk meracuni Fiolina. Membayangkan Fiolina sampai bunuh diri akibat racun itu, Julio semakin tidak kuasa menahan amarahnya. "Ya tentu, sangat bisa. Kami akan menetralkan racunnya dan nanti setelah hasil lab menunjukkan darahnya sudah bersih, pasien baru boleh pulang." "Terimakasih Dokter." "Mungkin itu beneran Billy. Billy beberap
"Tentu aku ingat. Pukulanmu masih kerasa." Ferdian tersenyum miring mendengar jawaban Julio. "Jadi nama kamu Ferdian? Ferdian, bisa kita bicara sebentar?" "Bisa. Kita perlu keluar?" "Iya."Julio dan Ferdian berjalan ke luar ruangan. Fiolina menatap mereka berdua dengan bertanya - tanya. "Menurutmu apa yang akan mereka bicarakan berdua?" tanya Fiolina kepada Sarah. "Semacam... pembicaraan sesama lelaki?" Sarah juga sama bingungnya. "Julio kelihatan gak suka sama dia," ujar Fiolina. "Yup. Tapi Ferdian juga gak suka kan sama Julio?" "Oh No....!!" Fiolina dan Sarah berseru bersamaan. "Menurutmu mereka bakal berantem?" Fiolina bertanya dengan tegang. "Entahlah. Mau aku intipin mereka?" "Oke coba kamu intip." Sarah berjalan ke luar ruangan untuk mengintip Julio dan Ferdian namun dia tidak menemukan mereka di sekitar kamar. "Kayaknya
3 hari kemudian, Fiolina sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Semenjak Julio bicara berdua dengan Ferdian, Ferdian tidak pernah lagi mengunjungi Fiolina. Fiolina pikir mungkin Julio melarangnya. Dia merasa tidak enak pada Ferdian. "Udah siap?" tanya Julio. Fiolina memasukkan pakaian terakhirnya ke koper. "Udah. Yuk pulang." Mereka pulang menggunakan mobil Julio. Sarah masih ikut menemani dan dia duduk di kursi belakang. "Kita ke mana? Ini bukan jalan ke apartemen," tanya Fiolina. "Kita gak akan tinggal di apartemen lagi, apartemen kita kan habis terbakar," jawab Julio. "Trus kita tinggal di mana?" "Di rumah baru kita." "Kamu habis beli rumah baru? Kapan?" "Kemarin lusa. Ya waktu kamu baru aja masuk rumah sakit itu." "Wow..." seru Sarah. "Enak ya jadi orang kaya. Gak bingung kalau satu rumah terbakar. Bisa langsung beli rumah lagi." "Makanya cari suami kaya,
"Ini produk perusahaan papa? Aku gak tahu hehe." "Apa ini produk smarthome yang waktu lalu di klaim oleh perusahaan lain sampai Perusahaan Chow kena denda dan bangkrut?" Sarah menimpali. Fiolina menganga. Benar juga, produk yang menjadi masalah saat itu adalah teknologi smarthome yang baru dirilis oleh Perusahaan Chow. Julio mengangguk. "Wah, Sarah malah lebih ingat ya. Iya bener ini produk yang bermasalah waktu itu." "Oh... gitu. Tapi, kok bisa sekarang ini jadi punya perusahaan papa lagi?" Julio menghela nafas. Ternyata istrinya ini benar - benar tidak pernah ambil pusing urusan perusahaan keluarganya. "Jadi uang yang kapan hari aku kasih itu awalnya buat bayar denda dan kerugian akibat kebakaran kan. Tapi papa ternyata menggunakannya untuk memperbaiki semua yang rusak akibat kebakaran. Untuk denda, dia ternyata mengajukan banding karena merasa percaya diri setelah menemukan bukti baru yang cukup kuat. Dan ternyata papa b
Fiolina terdiam. "Kamu beruntung banget!" tambah Sarah. "Beruntung apanya? Sebulan aku jadi istrinya aku udah hampir mati tiga kali." Sarah tertawa kecil. "Tapi dia sepertinya beneran menyesal. Dan sekarang sikapnya sangat manis sama kamu." Fiolina tidak memberi komentar soal itu. "Fio, soal Gary..." Sarah menggantu topik. "Kenapa?" "Bisa gak kamu tanyain ke Julio, kenapa dia bilang Gary brengs*k?" "Ah dia mungkin cuma asal bicara. Dia kan agak sombong. Dia pikir semua laki - laku yang lebih miskin dari dia berarti gak berguna." "Aku juga berpikir mungkin Julio tahu sesuatu. Sebenarnya.... beberapa minggu terakhir ini, aku merasa Gary berubah. Dia lebih cuek dan aku merasa dia mungkin lagi bersama perempuan lain." "Kamu yakin?""Aku gak yakin. Makanya aku minta tolong kamu buat tanya ke Julio apa yang dia tahu." "Hm... oke nanti aku tanya." "Fio, Sarah, ay
"Tuan Julio berubah. Sangat drastis. Dulu dia sangat sedikit bicara. Wajahnya selalu dingin. Dia orang yang kaku," Bibi Jasmin tersenyum. "Lama sekali dia seperti itu. Sejak terjadi masalah dengan kedua orang tuanya. Tapi sekarang dia kembali seperti Tuan Julio kecil yang saya rawat dulu. Sepanjang perjalanan dia bercerita ini itu. Sangat ceria dan tidak dingin lagi." "Seperti apa Julio kecil?" "Saya pertama kali diminta untuk menjadi baby sitternya adalah saat Tuan berusia 2 tahun. Sejak pertama bertemu saya benar - benar jatuh hati pada balita yang ceria itu. Tuan Julio sangat banyak bicara, suka bernyanyi dan menari, benar - benar periang. Tapi saat usia 7 tahun, dia berubah menjadi pendiam." "Apa yang terjadi?" Bibi Jasmin meniriskan ayam gorengnya yang sudah matang. Itu adalah ayam goreng terakhir. Semua makanan sekarang sudah siap. "Tuan Ferdinan menjalin hubungan dengan wanita lain. Hampir setiap hari dia bertengkar dengan ist
"Hampir 70% klien komplain dengan performa kamu! Kamu sengaja main - main atau memang bodoh?" Janneth tidak bisa menahan amarahnya. Kemarin, managernya habis - habisan memarahi dia karena beberapa klien 2memberi rating buruk bahkan menuntut ganti rugi. Dan semua penyebab kekacauan itu adalah satu orang, Javeline. "Ekspresi tidak natural, sulit diarahkan, sering datang terlambat, bahkan genit! Astaga! Lama - lama perusahaan akan benar - benar bangkrut Jave!" Janneth meluapkan amarahnya setelah membaca komentar klien yang tidak puas dengan kinerja Javeline. "Performamu bahkan lebih buruk daripada model junior!" Javeline hanya terdiam "Jangan diam! Katakan sesuatu!" sentak Janneth yang sudah kehabisan kesabaran. "Maaf, lain kali aku akan lebih baik," ucap Javeline sembari memainkan kuku - kuku lentiknya. Raut muka yang dia tampilkan terlihat kurang serius di mata Janneth. "Dan berapa kali kamu bil
Langkah Fiolina terhenti lagi. "Karena aku orang baik aku akam maafin kamu. Tapi jangan berpikir untuk berteman sama aku lagi." Fiolina lalu menggandeng Julio untuk segera meninggalkan kantor agensi itu. "Dia sangat menyebalkan," komentar Fiolina saat mereka sudah di mobil. "Iya. Perempuan seperti dia gak bisa dipercaya," Julio menambahkan. "Emangnya kamu tahu siapa dia?" Fiolina menatap Julio. "Iya tahu. Nicky kan? Dia selingkuhan Gary," jawab Julio dengan entengnya. "Apa!?" "Sebaiknya kamu beri tahu Sarah dan peringatkan dia soal Gary." "Tunggu tunggu, kamu tahu dari mana kalau Gary selingkuh sama Nicky?" "Waktu aku cari cara untuk memaksa kamu kembali ke aku saat kamu kabur, aku mencari tahu tentang Sarah karena dia sahabat baik kamu," Julio mulai menjalankan mobilnya. "Trus?" "Aku jadi tahu soalh Gary. Tapi, suatu hari aku lihat Gary lagi makan malam dengan mesra sama Ni
2 hari kemudian. "Argh! Kenapa gaunnya begini? Ini... ini sobek!" teriak seorang penata rias yang akan turut mendandani Fiolina untuk upacara pemberkatan hari ini. Fiolina dengan panik menghampiri penata rias itu. Fiolina terperangah melihat gaun pernikahannya yang sudah sobek. "Astaga! Kenapa bisa begini?" keluh Fiolina. Terry berlari menghampiri setelah mendengar kehebohan di kamar Fiolina. "Ada apa?" tanyanya. "Ma, lihat ini gaunku sobek!" "Ya Tuhan! Siapa yang melakukan ini sih?" Nicole menampakkan ekspresi sebal. "Ma, apa yang harus aku lakukan?" rengek Fiolina.Nicole terlihat berpikir sejenak. Dia lalu membongkar lemari Fiolina dan mengeluarkan sebuah kotak. "Ini, pakai ini aja," ucap Terry sambil menyerahkan gaun pernikahan lawas Fiolina dari dalam kotak. Fiolina meragu."Udah gak papa. Ini masih bagus." "Iya aku tahu ini masih bagus. Tapi ini gaun pernikahanku dan Julio dulu. Bagaimana perasaan Ferdian kalau tahu?""Ferdian akan tahu keadaannya. Gaun kamu robek dan
TING TONG! Bel pintu rumah Nicole berbunyi. Ibu kandung dari Julio itu jarang menerima tamu. Dia tidaj punya banyak teman terlebih setelah dia menjalani beberapa tahun hidupnya untuk perawatan di rumah sakit jiwa. Keadaannya sekarang tentu jauh lebih baik. Dia sudah ikhlas dan hari - harinya jauh lebih bahagia. Sekarang, dia banyak menghabiskan waktunya untuk menulis puisi sebanyak yang dia mampu. Pagi ini dia juga sedang menulis puisi saat seseorang membunyikan bel pintu rumahnya. Dengan segera dia bangkit dari kursi santainya lalu membuka pintu. "Nicole, apa kabar?" tamu itu menyapa Nicole. "Terry? Ada apa?" Terry melah menangis dan berlutut di hadapan Nicole. "Maaf, maafkan aku... tolong maafkan aku." Nicole bingung dengan sikap Terry yang tiba - tiba. Terry memeluk kakinya seperti anak kecil yang tidak mau ditinggal ibunya. "Terry, cukup, kenapa kamu begini? Ayo masuk, jangan di luar rumah," Nicole membantu Terry berdiri dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Terry duduk
"Fiolina, Fio! Bangun Nak!" Terry membangunkan Fiolina yang saat tengah malam dia dapati tertidur di lantai kamarnya, tersungkur dengan mengenakan gaun pengantin. Fiolina mengerjapkan matanya. Dia terbangun dengan tubuh yang lemas. "Kamu kenapa tidur di sini? Dan kenapa kamu pakai gaun ini? Mama tadinya mau kasih tahu kamu kalau Jovan udah tidur sama Papa kamu di kamar kami. Tapi... kamu..." "Aku gak papa Ma. Aku ketiduran karena kecapekan," Fiolina hendak bangkit berdiri, namun Terry menahannya. "Fio, mata kamu sangat bengkak. Kamu habis menangis?" Fiolina menggeleng. "Jangan bohong. Mama ini ibu kamu. Mama tahu kalau kamu lagi sedih. Kamu habis menangis kan? Kenapa Nak?" Fiolina menggeleng lagi. Tapi kali ini dia tidak mampu menahan air matanya lagi. Sekuat apapun Fiolina, setegar apapun dia, dia tidak pernah bisa menutupi kesedihannya di depan ibunya. Karena baginya ibunya adalah tempat ternyaman untuknya berkeluh kesah. Terry tak banyak bertanya, dia seketika merangkul Fio
"Jovan.. hati - hati! Pelan - pelan yang naik tangganya," teriak Fiolina. Jovan hanya mengangkat satu tangannya membentuk tanda 'OK' lalu lanjut menaiki tangga perosotan yang mungkin sudah dua puluh kali dia naiki. Tidak jauh ada area bermain, ada Ferdian yang sedang duduk sambil memegang bola kaki. Dia beristirahat setelah setengah jam penuh bermain bola bersama Jovan.Julio mengawasi dari dalam mobilnya yang berjarak kurang lebih 50 meter dari mereka. Dia merasa hatinya sakit, Jovan adalah anak kandungnya dan sekarang Ferdian bermain dengan bebas bersama anak itu sedangkan dirinya harus sembunyi - sembunyi hanya untuk memandangnya bermain. Dia ingin anaknya. Dia juga ingin istrinya kembali. Tapi egonya terlalu besar untuk menjadi menantu Terry. Julio pulang dengan beban berat di dalam hatinya. Sepulang dari bermain di taman bersama Fiolina dan Ferdian, Jovan dikagetkan dengan rumah Keluarga Chow yang penuh dengan bingkisan. "Wow, apa ini Oma?" tanyanya. "Seseorang mengirim
Fiolina melihat sekeliling playground dan tidak menemukan Sarah dan Jovan. Dia tidak mendengar teriakan Jovan yang memanggilnya sebelum ini. Jadi, dia menelepon Sarah. Sarah menjawab panggilannya. "Halo, Fiolina, hm... ini Jovan lagi sama aku. Kali lagi...." Julio menarik ponsel Sarah dan mengambil alihnya. "Halo Fiolina. Jovan dan Sarah sedang bersama aku. Lihatlah ke arah jam 10." "Julio?" "Ya aku Julio."Fiolina panik. Dia menoleh ke arah jam 10 dan mendapati ada Jovan, Sarah, Julio dan Glins! Dia segera mendatangi mereka sambil memikirkan kebohongan apa yang akan dia ucapkan kepada Julio. "Kalian sedang apa di sini?" ucap Fiolina basa - basi. Tidak tahu harus berkata apa. Jantungnya berdebar. "Jovan, apa dia mama kamu?" tanya Julio kepada Jovan. "Iya. Dia mama," jawab Jovan. Julio menatap tajam ke arah Fiolina. Fiolina berusaha menghindari tatapannya. "Jovan, berapa usia kamu?" "Hm... sebentar. Usiaku empat tahun," jawabnya sambil memperagakan angka lima dengan jari -
"Yang benar?" ucap Julio. Julio pun berlutut agar dia sejajar dengan anak laki - laki yang menabraknya barusan. "Benar juga, kita sangat mirip," ucap Julio. "Oke, aku akui Om memang ganteng. Tapi Om tua dan aku masih kecil," celatuk Jovan. Julio dan Glins tertawa renyah. Julio sengaja mengajak Glins ke mall hari ini untuk membelikannya barang - barang yang Glins mau sebagai ganti kalung yang dia berikan pada Javeline. Tidak disangka seorang anak kecil berlarian dan menabrak Julio dengan keras. "Itu sudah pasti," ucap Julio. "Maksudku, kamu mirip Om waktu Om masih kecil dulu." "Oh begitu rupanya," ujar Jovan. "Tapi, kalau dilihat - lihat pun, sekarang kalian tetap mirip," komentar Glins. "Kalian cocok sebagai ayah dan anak." "Benar juga. Ngomong - ngomong di mana orang tuamu? Kenapa kamu sendirian?" tanya Julio. "Itu dia masalahnya. Aku tersesat. Mama sedang belanja dan menitipkan aku pada tante. Tante ke toilet dan aku pergi dari playground diam - diam karena mengejar kereta
Javeline menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang Julio barusan lakukan. Bertahun - tahun dia mencintai Julio. Selama ini cintanya selalu bertepuk sebelah tangan, tapi sekarang Julio menyiapkan hadiah mahal untuknya dan melamarnya di depan semua orang. "Iya, aku mau," jawab Javeline dengan raut penuh kebahagiaan Julio lalu memasangkan kalung itu ke lehernya. Saat Julio berada di balik punggung Javeline, dia menatap Glins yang memberinya tatajam tajam. Julio membentuk ekspresi wajah meminta maaf yang membuat Glins memutar matanya. Javeline melirik ke meja sebelah dan melihat wajah datar Fiolina di sana, dia merasa puas. "Permisi aku mau ke toilet dulu," Fiolina meninggalkan mejanya untuk menuju ke toilet. Dia berdiri di depan kaca besar toilet wanita, tidak tahu harus melakukan apa. Akhirnya dia hanya mencuci tangannya untuk membuang waktu. Dia sangat membenci Julio. Laki - laki itu menceraikannya tanpa memberinya kesempatan untuk memahami situasinya. Setelahnya, Julio ba
DEG! Jantung Fiolina berasa hampir copot. Dia bersyukur Jovan tidak ikut. "Stt! bukankah itu keluarga Young di meja sebelah?" bisik Terry. Sontak Bernard dan juga Ferdian melirik ke meja sebelah. Namun mereka tahu untuk tidak menatap terlalu lama. "Iya benar itu mereka. Berikan sapaan sewajarnya kalau mereka menoleh. Selebihnya kita nikmati saja makan malam kita," ucap Bernard lirih. Julio juga sedikit terkejut saat dia tanpa sengaja melirik ke meja sebelahnya dan melihat ada keluarga chow di sana. Pandangannya tertuju pada Fiolina yang menurutnya semakin cantik. Namun dia mendadak sebal saat melihat siapa yang duduk di samping Fiolina. Julio berusaha untuk mengabaikan. "Itu Fiolina dan keluarganya," bisik Glins kepada Julio. "Ya aku tahu," ucap Julio. Oma mendengar apa yang Glins bisikkan kepada Julio. Dia pun menoleh dan bertemu tatap dengan Bernard. Untuk sopan santun, Oma mengangukkan kepalanya dan tersenyum untuk menyapa mereka. Bernard pun menganggukkan kepalanya da
Hari Jumat yang dinantikan Jovan pun tiba. Mulai pagi, dia bangun dengan penuh semangat membayangkan keseruan di camp memasak yang akan dia ikuti. "Ingat semua pesan Mama ya, selalu bilang ke pengawas kalau merasa sakit, lapar atau apapun yang butuh bantuan. Jangan sungkan, anggap mereka pengganti Mama oke? Dan jangan menganggu anak lain. Sebaliknya, adukan ke pangawas kalau ada yang mengganggumu," Fiolina mengulang- ulang wejangannya kepada Jovan. "Iya Ma. Aku sudah hafal itu. Jangan khawatir." "Nah, ini dia kita sampai," Fiolina menghentikan mobilnya. "Aku turun sekarang." "Hati - hati sayang ya, kiss me," Fiolina menyodorkan pipinya ke wajah Jovan. "Muach," Jovan mengecupnya lalu turun dan melambaikan tangan. Fiolina meninggalkannya dengan perasaan campur aduk. Dia senang Jovan berani, tapi dia juga sedikit patah hati karena harus menahan rindu selama 7 hari. Dia belum pernah berpisah dengan Jovan selama itu. "Jovan gak nangis?" tanya Terry begitu Fiolina tiba lagi di apart