"Heh! Jangan kurang ajar ya!" teriak Ellena pada cowok yang menyentuh pinggangnya. Ellena berhenti menari menatap penuh kemarahan pada Roy yang mulai berlaku kurang ajar, mungkin Roy sudah terpengaruh dengan alkohol.
Tak menghiraukan dengan teriakan Ellena, Roy kembali menyentuhnya dan memaksa untuk menari bersama. Ellena punya body yang sangat membuat Roy tidak tahan untuk mendekati. Bibir merah yang seperti di filter itu membuat Roy semakin bernafsu.
Ellena sudah menjauh dari pandangan Roy. Tapi cowok itu tetap saja mengikuti.
Roy semakin hilang sadar saat Ellena berdiri, lekukan tubuhnya mengikuti dress mini. Mata Roy liar memandangi setiap bagian tubuh Ellena yang membuatnya bergairah.
Tangan kanannya bergerak begitu saja menyentuh bagian paha Ellena, bagian yang mulus dan putih itu seakan menyapa matanya yang genit.
"Anjing! Lo jangan kurang ajar Roy!"
Jeritan Ellena
"Dasar brengsek!" hardiknya dengan wajah kesal. Nayla melangkah dengan cepat. Ia tidak perduli orang yang melewatinya menatapinya. Sepanjang perjalanan tak henti Nayla menggerutu, menahan air matanya untuk tidak jatuh. Sudah cukup, kesabarannya sudah habis. Seharusnya Nayla bersikap biasa saja, tapi sebagian dari dirinya tidak terima. Rasanya dadanya seperti ditusuk jarum, sakit dan perih.Dari belakang terdengar suara motor Raka. Nayla tidak perduli, dia tetap melangkah. Raka bernafas lega saat melihat Nayla. "Nayla dengerin aku dulu, "ucap Raka menggapai tangan Nayla, tapi dihempaskan Nayla."Dengerin aku dulu, La.""Apa? Nggak guna!" bentak Nayla marah. Menepis tangan Raka dan melangkah. Raka membiarkan motornya lalu mengikuti langkah Nayla. Nayla berdecak geram saat melihat Raka sudah
"Aku langsung pulang," ucap Raka saat sampai di gerbang rumah Nayla. Nayla tersenyum membalas tatapan dingin Raka. Sekarang entah siapa yang harusnya marah. Nayla menatap kepergian Raka."La, baru pulang?" tanya Ayu melihat Nayla masuk. Nayla tidak berkata apa-apa. Ia langsung memeluk Ayu dengan erat tersirat kesedihan diwajahnya. Ayu tidak mengurungkan niatnya untuk bertanya, ia tahu Nayla terlihat lelah dan seperti memendam sesuatu. Nayla merebahkan tubuhnya di atas kasur, bermalas-malasaan. Pagi ini terasa berbeda. Raka tidak menelpon, tidak ada pesan singkat cowok itu. Kalau sudah seperti ini ia merasa ada masalah. "Kata Tante, lo ngurung diri di kamar. Makanya gue samperin." Beca sudah ma
Raka berdiri di depan Nayla. Gadis itu mendongak melihat Raka dengan tatapan dingin. Lalu Raka berjongkok di depan Nayla. "Balapannya udah lama di rencanain, La. Jadi nggak bisa dicancel." Raka menatap bola mata bening itu. Gadis itu mengalihkan pandangannya dengan kesal. "Please, kali ini aja ngerti." "Hari ini kamu nggak ada kasih kabar ke aku. Taunya kamu mau balapan aja," ketus Nayla tidak mau melihat Raka. "Sayang, hari ini kita jangan berantem ya. Kamu mau aku nggak balapan? Semua lagi nungguin aku La, jangan larang aku ya." "Aku larang juga kamu pasti masih balapan kan?" ucap Nayla melihat wajah Raka yang serba salah. "Kamu maunya apa sih ke sini? Ngelarang aku, hm? Please dong La, jangan manja." Raka mena
Rumah Nayla begitu damai dipenuhi hiasan bunga-bunga di halaman rumahnya. Nayla berdiri ditepi jendela kamar melihat panorama keindahan taman halaman rumah. Sudah sebulan semenjak Nayla memutuskan Raka, seakan kejadian itu baru terjadi semalam. Masih terdengar suara Raka yang berteriak-teriak memanggil namanya saat dia meninggalkan Raka, wajah sayunya. Nayla menghela nafas pelan. Tubuh langsing Nayla masih berbalut dengan baju tidurnya, terasa dingin saat angin pagi menghembus tubuhnya dari jendela. Wajahnya masih murung dan tidak ceria. Nayla melangkah ke kasur. Dia duduk sambil memandang sekelilingnya, suasana seperti kapal pecah, plastik bekas cemilan tergeletak di lantai. Laptop terbiar di atas kasur, tadi malam dia begadang nonton film. Kebiasaan lamanya kambuh. Tidak ada lagi baju Raka yang biasa digantung di depan lemari.Dihempaskan tubuhnya ke dalam kasur menggeliat malas, hari ini libur memb
Rangga menyetir mobilnya dengan tenang menuju sekolah SMA Budi mulia. Pagi ini Rangga berbaik hati menjemput Nayla dan Beca. Mobilnya terus memasuki gerbang sekolah, ketika itu dia melihat Tina diantar oleh seorang laki-laki dengan motor yang sangat familiar. Rangga merasa seperti mengenal laki-laki itu. Lalu Rangga menatap gelisah pada Nayla yang duduk di sampingnya, kemudian menoleh ke belakang melihat Beca. Mereka saling menatap.Raka mengantar Tina ke sekolah dan Nayla melihatnya dengan sangat jelas.Nayla keluar dari mobil berjalan masuk bersama Beca. Raka melewati mereka begitu saja, seakan tidak pernah mengenal Nayla.Rasa sakit di hati Nayla dicoba disembunyikan dari kedua temannya dengan senyum tipis. Tina tidak peduli dengan situasi mereka. Dia dengan cuek berjalan begitu saja. &nb
Raka memilih untuk menonton film fash & furious 8, karena Raka lebih menyukai film action dibanding yang melow. Katrine hanya menghela nafas pendek saat tahu Raka sudah membeli tiket, padahal dia ingin menonton Aladin yang berbau romantis. Katrine mencoba menggerakkan tubuhnya selayaknya mereka sepasang kekasih, tapi Raka sama sekali tidak mengerti kode yang diberikan Katrine. Raka tetap asyik menonton, gadis itu menempelkan kepalanya di pundak Raka, tapi Raka hanya cuek tanpa ada belaian tangan di rambutnya. "Kiss me," bisik Katrine membuat Raka terkejut matanya membesar.Gila! Nih, cewek agresif banget! Raka men
"Raka jelasin sama gue apa maksud lo jalan sama Katrine?" tanya Ellena yang pagi-pagi sudah menyerang Raka. Seluruh kampus sedang membicarakan Raka yang sekarang sering gonta-ganti pasangan dan sekarang dengan Katrine. "Nggak ada hubungannya sama lo," tegas Raka meninggalkan Ellena yang berada di depannya. Ellena menarik tangan Raka.Wanita bertubuh seperti model itu tidak mau berhenti begitu saja. "Gue sayang sama lo. Kenapa lo harus sama perempuan lain? Sedangkan gue masih stay buat lo." Raka mulai muak dengan rengekan Ellena, dulu dia putus dengan Ellena karena wanita ini selingkuh dengan senior mereka. Dan itu harga mati untuk Raka. Dilihat dari segi mana pun Nayla lebih pantas untuk dicintai
"Hai Tante," sapa Tina pada wanita paruh baya yang sangat anggun itu. Wanita itu mengenakan baju formal dan sepatu hak tinggi. Wanita itu tersenyum pada Tina saat dia sudah melangkah keluar dari ruang guru. "Tina udah pulang sekolah?" ucap Anjani, ibu Raka. Tina sudah tahu bahwa Anjani adalah ibu Raka. Mereka bertemu di restoran tanpa sengaja, dan Raka memperkenalkan ibunya pada Tina. "Belum Tante, aku mau kumpul di basecamp PA dulu. Masih ada kegiatan," jawab Tina tersenyum ramah. "Wah. Kamu sama dengan Raka suka naik gunung. Jarang ada perempuan cantik mau ikutan naik gunung." Anjani menatap lembut pada Tina. Mereka beriringan berjalan di koridor utama.Dan ternyata di seberang Anjani dan Tina terlihat Nayla dan Beca yang sedang berjalan ke depan.Mama Raka sama Tina dekat banget, pikir Nayla saat melihat keakraban kedua orang di depa
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te