Semenjak kejadian Raka menghadang truk untuk Nayla. Semua mata mulai memperhatikan cewek itu. Ada yang menatapnya sinis, terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan mereka. Tapi ada juga yang mulai menyapa Nayla dengan ramah. Nama Nayla si anak baru tiba-tiba boom disetiap kalangan. Terutama di ekskul PA.
"Tumben alumni kita pada dateng. Biasanya kalo ada hal penting aja mereka dateng." Ujar Beca di sebelah Nayla. Menunjuk ke arah Raka, Doni, Erga, dan Mike sedang mengobrol dengan Kang Deny di bawah pohon.
"Emang gitu?" tanya Nayla mengikuti pandangan Beca. Temannya itu mengangguk.
Walaupun tidak ada kegiatan anak PA wajib berkumpul setiap hari Jumat dan Sabtu. Sekedar berkumpul dan bersih-bersih basecamp mereka. Di ekskul ini banyak kegiatan yang positif yang mereka lakukan bersa
"Ada yang liat Reno? Gue keliling nyariin dia nggak ada," teriak Tina di ambang pintu basecamp PA."Barusan pergi," jawab Rangga santai melihat Tina."Pergi kemana? Padahal mau mulangin tenda." Tina mengeluh sambil menggaruk kepalanya. "Nayla nggak absen hari ini." Tina mencari sosok kawannya."Dateng kok dia. Tadi kita rame-rame beberes di sini," jawab Beca seraya menyapu."Si Reno ngajakin Nayla keluar, alesannya balikkin tenda. Modus banget kan? Udah tau kerjaan di sini belum selesai." Rangga bicara dengan nada kesal."Lo pada ngapa gak bilang dari tadi sih!"Rangga dan Tina saling pandang. Satu ruangan itu tersentak tiba-tiba, Tina mengeluarkan nada kesal dengan suara tinggi. Gadis itu pergi begitu saja. &nbs
Nayla melangkah dengan semangat keluar dari pintu rumahnya. Tadi malam dia tidur nyenyak hingga bisa bangun cepat. Rambutnya dibiarkan tergerai. Nayla menekan kedua sisi tali tasnya, langkahnya terhenti melihat motor sport yang terlalu mencolok matanya berada di depan gerbang."Lama banget sih keluarnya." Raka bersuara saat Nayla sedang menutup gerbang. Nayla menautkan kedua alisnya. Menurut Nayla, ini adalah waktu tercepatnya bangun pagi. Bisa-bisanya dia bilang lama. Eh, tunggu! Ngapain dia ke sini?"Lo ngapain pagi-pagi di depan rumah orang?" tanya Nayla terheran-heran."Rumah orang? Ini kan rumah lo, ya gue nyari lo-lah. Mau nganterin ke sekolah." Raka masih bersender di badan motornya."Eh, nggak usah. Gue biasa naik angkot." Nayla berjalan m
Pulang sekolah Nayla berjalan dengan penuh waspada. Ini semua karena Raka, entah apa yang dipikirkan cowok itu hingga ingin menjemputnya pulang sekolah. Ucapan Raka tadi pagi bisa dianggap serius, karena Raka termasuk nekad.Semoga dia nggak dateng.Semoga semogaLangkah Nayla terhenti. Melihat para siswi SMA Budi Mulia sedang tebar pesona melewati cowok berbaju hoodie itu. Cowok itu melipat tangannya di depan dada, menatap sekeliling dengan wajah datar."Rakaaaa... Mati gue." Nayla hampir melompat karena takut. Ia langsung bersembunyi di balik pohon dengan mata menatap Raka."Serius gue di jemput mantan Bapa Presiden PA. Terharu gue." Nayla berdecak dengan wajah ingin menangis. "Ngapa sih lo ganggu hidup gue yan
"Lo punya gue," ulang Raka. Gadis itu mengedipkan mata tidak percaya yang dia dengar. Demi apa gitu?"Jadi lo nggak bisa nolak buat gue anter." Raka menarik tangan Nayla ke depan motornya."Tunggu sebentar. Jadi maksud lo, setelah lo ngomong gitu ke gue. Terus lo bisa seenaknya bawa-bawa gue." Nayla melepaskan tangannya. "Jangan macem-macem.Gue bilangin bapa gue lo ya!""Nggak ada yang nggak bisa gue dapetin. Lo mau gue minta izin Bapa lo?" Raka menantang, gadis itu menggeleng jengkel. "Dengan senang hati.""Tapi gue bukan boneka lo," ucap Nayla melepaskan helmnya lalu meninggalkan Raka yang tetep saja mengikuti Nayla."La." Raka mengejar Nayla. Cowok itu menarik tangan Nayla. Membuat mereka saling berhadapan. Perasaan Nayla bercampur aduk. "Kasih gue waktu sebulan buat dekat sama lo. Kalau sebulan, hati lo nggak luluh. Gue lepasin lo.""Kalau gue nggak mau," jawab N
"Gue abis akal,La. Udah seminggu kita cobain segala cara buat bikin Raka illfeel ama lo. Tapi, tetap aja gak ada reaksinya," ucap Rangga, menyenderkan tubuhnya kebelakang bangku. Putus asa. "Gue juga bingung." Beca menggaruk kepalanya yang gatal. Dua hari belum keramas. Nayla menjatuhkan kepalanya di meja, bingung juga. "Kalian pada ngomongin apaan sih kok gue nggak ngerti." Tina melihat bergantian kepada ketiga kawannya. "Oia, Kita lupa cerita sama lo tentang Nayla sama Raka," kata Beca. Nayla menunggu reaksi Tina, hubungan mereka sedikit berjarak. Entahlah kenapa. Nayla pun heran dengan perubahan sikap Tina. "Ada cerita yang nggak gue tahu?" tanya Tina pada mereka. "Si Raka blak-blakan ngejar Nayla. Tuh cowok maksa banget pengen jadi cowok Nayla. Kaget nggak lo
Eits! Jangan salah bukan hanya memamerkan seragam sekolah, tapi juga dandanan Nayla agak sedikit ektrim. Rambut diikat ke atas kuncir kuda. Anting berbulu dan juga lengan bajunya dilipat ke atas. Wajahnya dipoles makeup. Kira-kira terlihat seperti apa dia dilingkungan anak kuliahan. "Hai! Hallow gue Nayla, pacar Raka Nicholas Ciputra. Ada yang tau nggakRaka dimana?" tanya Nayla pada mahasiswa yang melewatinya. "Lagi stand-up comedy, ya?" "Belajar dulu yang bener, jangan kegatelan di kampus orang." "Eh, Raka nggak akan mau sama lo. Kampus ini nggak kekurangan siswi cakep." "Apa sepopuler itu Raka di kampusnya? Pada sewot semua kayanya," gumam Nayla. Dari sekian orang yang disapa Nayla belum ada satupun yang ter
Nayla yang sudah berkeliling bak artis itu nggakk tahan lagi ingin ke kamar mandi. Cewek itu masuk ke toilet kampus. Saat Nayla mencuci tangan di wastafel. Ternyata sudah ada yang berdiri di belakangnya. Nayla menghitung dari cermin kira-kira empat wanita dengan wajah mengesalkan mengelilinginya. "Lo Nayla? Cewek Raka," ucap gadis yang berambut panjang dengan wajah mengesalkan. "Iya. Kenapa?" bukan Nayla kalau nggak bisa mengimbangi suara datar mereka. "Pacar Raka?" Ke-empat gadis itu menyeringai. "Pe De banget lo! Cewek putih abu-abu ngaku pacar Raka. Dandanan lo kaya topeng monyet gini berani keliaran di kampus kita. Urat malu lo putus?" ucap wanita yang berambut pe
"Raka!" panggil Ellena yang melihat Raka. Tidak, dia sengaja mencari Raka untuk mencari perhatian cowok itu. "Gue buru-buru, nggak ada waktu." "Lo cari Nayla kan?" Ucapan Ellena mampu menghentikan langkah Raka yang lebar. Cowok itu menatap Ellena. "Lo tahu dia dimana ?" "Tadi gue dengar di kantin, Metta cs ngurung cewek SMA di kamar mandi dekat ruang lab," ucap Ellena dengan hati-hati, sebenarnya sudah semenjak pembulian, Ellena tahu Nayla di sana. Saat ia ingin masuk ke toilet. Tapi, diurungkan melihat Metta cs sedang melancarkan aksinya. Raka dan Doni langsung pergi meninggalkan Ellena, gadis itu tampak melihat k
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te