“Kalian mau ke mana?” tanya Arka yang baru keluar dari ruang operasi pada dua perawat yang terlihat begitu tergesa-gesa berlari melewatinya.
“Ada pasien di UGD dok.” jawab salah satu dari mereka. “Pasiennya berantem sama dokter Nara.” Jelas perawat yang satunya. Arka mengangkat kedua alisnya, ”Berantem?” ulangnya, ”Terus kalian kenapa bawa-bawa retraktor?” tanyanya sambil menunjuk tangan salah satu perawat. Perawat itu mengangkat gunting dengan kepala penahan pada kedua ujung sisinya, ”Disuruh sama dokter Nara.” jelasnya. “Bagaimana ceritanya sih?” tanya Arka dengan wajah semakin bingung.# Kejadian sekitar satu jam yang lalu, “Suster! Tolong dong ini sus!” panggil Zia begitu membawa Nara masuk ke ruang gawat darurat. “Iya sus ini enggak bisa copot!” seru Galang sama paniknya. “Suster! Suster!” panggil Nadira. Embun yang juga baru akan bersuara segera ditahan oleh Nara, ”Mbak suruh mereka diMaaf ya pembaca up nya agak terlambat. Kekacauan dihidup Nara masih berlanjut nih. Tungguin ya kisah selanjutnya Jangan lupa vote dan reviewnya ya. Terima kasih 😁♥
“Jeng nanti jangan sampai lupa ya, itu anak-anak harus diajak pergi lihat pameran. Jadi biar mereka ada gambaran. Apa-apa yang perlu dipersiapkan.” ujar ibu Winda mengingatkan sambil menahan tawa senang.Ibu Ratih mengangguk dengan wajah mengulum senyum, ”Pasti jeng nanti akan aku paksa kalau sampai itu anak pakai alasan sibuk.” katanya lagi menegaskan.“Iya anak-anak mah kalau sudah kerja sulit untuk diajak pergi. Selalu saja pekerjaan dijadikan alasan.” sahut ibu Winda lagi.#“Ya ampun jeng! Dirimu itu pergi ke mana? Kok tiba-tiba menghilang. Mana pergi enggak bawa tas, ponsel juga ditinggal.”omel Zia begitu melihat sahabatnya itu kembali ke kantor.Nara hanya bisa memasang senyum bodoh sambil menarik kursi kerjanya.“Kamu bukan ke sebelah kan?”tebak Embun sambil mengalihkan pandangan menatap Nara.Lagi-lagi Nara hanya memasang senyum bodoh di wajahny
“Kamu tumben hari minggu begini sudah bangun pagi-pagi? Mau ke rumah sakit?” tegur pak Yono begitu melihat Arka yang sudah bangun tidak lama setelah Nara berangkat ke lokasi pameran.“Mari lari pa.” jawab Arka singkat sambil mengisi gelas dengan air putih.“Kamu lari sepagi ini? Biasa jam sembilan saja belum bangun.” ujar ibu Linda yang sibuk menyiapkan sarapan.“Mama mah orang mau olahraga itu harusnya didukung.” protes Arka tidak terima.#“Hari terakhir!” seru Zia begitu semua isi kantor sudah lengkap mengisi mobil Embun.“Semangat amat jeng?” tanya Nara dari balik kemudi dengan suara serak sambil mengusap sudut matanya lalu kembali memperhatikan jalanan.“Karena hari ini calon-calon klienku akan kembali untuk bayar uang muka.” ujar Zia senang, ”Kamu juga kan?” tanyanya tiba-tiba menoleh ke arah Galang yang duduk di sebelahnya.“Amin!!” seru Galang sambil menanggkup kedua telapak tangannya dengan penuh ha
Nara akhirnya ikut menoleh dengan panik, ”Mau apa sih mas Arka kemari?” tanyanya dengan suara berbisik.“Ya mana aku tahu.” jawab Ara pelan, menunduk dengan wajah yang hampir menyentuh kaca etalase.“Kalian berdua sedang apa?” tanya ibu Ratih begitu menemukan Ara dan Nara dengan muka yang menempel dengan etalase.Ara dengan cepat memutar badan, ”Mama sudah selesai?” tanyanya cepat.“Iya. Ini sudah.” jawab ibu Ratih sambil tersenyum senang, ”Mana sini jari kamu.” pintanya pada Nara.Dengan cepat Ara mengangkat lengan gadis yang duduk di sebelahnya itu lalu menyodorkannya kepada ibu Ratih, Nara dengan mata membesar terus memperhatikan cincin dengan harga lebih dari tiga puluh juta itu yang bergerak dengan perlahan dan akhirnya mendarat di jari manisnya.“Cantik ya.” puji ibu Ratih gembira, ”Ini hadiah dari tante.” ujarnya lagi.Nara tersenyum canggung, sebaiknya ibu dan anak ini segera keluar dari sini. Masalah u
“Mas Ara? Kok kemari? Kabur lagi mas dari rumah? Apa kena omel tante Ratih?” sapa Galang yang langsung bertanya panjang lebar begitu melihat Ara muncul di kantor saat dirinya sedang bersiap-siap akan pulang.Ara tertawa geli begitu mendengar pertanyaan Galang yang begitu mengetahui tentang kacaunya masalah ia dengan Nara, ”Bagusnya sih enggak. Mbak bosmu yang galak itu yang suruh aku kemari.” jelasnya sambil menarik kursi lalu menguap lebar. Untuk kesekian kalinya ia harus menerima telepon ancaman dari Nara, gadis satu itu sepertinya punya bakat terselubung untuk menjadi teroris. Selain kejam dalam mengancam juga sangat pintar dalam mengingat kelemahan dan kesalahan orang.Galang langsung mengangguk pelan, ”Tapi mereka kayaknya masih beresin kerjaan tuh mas, Nadira saja dari tadi masuk sampai sekarang belum keluar-keluar.” jelasnya menunjuk ke ruang kerja para mbak bos.“Sudah biarin saja kalau begitu.” ujar Ara akhirnya, ”Mendingan kita ma
“Mas mu pulang telat lagi?” tanya pak Alex pada putra bungsunya yang baru keluar dari kamar.Nathan mengerutkan alis, ”Tadi malam sih enggak ada bilang apa-apa pa.” jawabnya bingung, ”Mendadak ada pasien kali.” tebaknya kemudian.Ibu Ratih tiba-tiba tersenyum, ”Mas mu itu lagi pergi ke tempat calon istrinya.” jelasnya cepat, ”Tadi sore waktu mama telepon, mas mu bilang mereka ada acara.” tambahnya lagi.Pak Alex dan Nathan pun saling beradu pandang dengan kedua alis yang sama-sama terangkat begitu mendengar jawaban ibu Ratih.#Suasana ramai dan meriah yang tiba-tiba terjadi di rumah Nara baru saja dimulai. Pak Yono dan ibu Linda mendadak jadi sibuk mondar mandir di dapur. Nara hanya bisa menghela napas panjang begitu melihat seisi kantornya kini duduk mengelilingi meja makan.“Mas silahkan duduk.” ujar Zia mempersilahkan Rio sambil tersenyum ramah.Ara memandang Zia saat melihat Rio yang berdiri sebelahnya menolak m
“Eh kamu besok jangan lupa pinjam mobil ya.” kata Embun, ”Sabtu ini kita ada meeting sama dua klien. Alya dan Devan kan tanggal resepsinya maju. ”tambahnya lagi mengingatkan Nara.“Jadi besok aku sama Zia yang ke tempat Alya dan Devan ya? Mbak sama Nadira yang ketemu Lusi dan Bima?” tanya Nara memastikan, ”Kamu besok jangan pakai acara kesiangan ya. Sabtu sore itu daerah utara macet.” kata Nara sambil menunjuk Zia yang duduk di sebelahnya.Dengan sigap Zia mengacungkan kedua ibu jarinya ke hadapan Nara, ”Siap kanjeng ratu.” sahutnya geli.#“Besok dirimu juga enggak ada jadwal kunjungan pasien?” tanya Ara begitu melihat Arka keluar dari ruang prakteknya sore itu dengan wajah lelah.Arka mengangguk sambil menutup mulutnya yang menguap dengan lebar, ”Akhirnya bisa bangun siang.” sahutnya lalu menyeka kedua sudut matanya.“Dirimu kan tiap hari minggu tidur sampai siang.” ujar Ara sambil menyipitkan mata.“Enak saja. Aku suk
“Kamu yakin enggak salah tempat?” tanya Rio dengan dahi berkerut saat menelepon Arka, ia sudah menunggu sekitar tiga puluh menit dan tidak menemukan sosok yag dicarinya.Arka memutar matanya, ”Ya enggak dong! Tadi pagi kan aku ke sana.” ujarnya heran, ”Apa kamu coba telepon saja?” tanyanya menawarkan.#“Siapa nih?” ujar Nara begitu melihat ada panggilan masuk diponselnya.“Nomor enggak dikenal?” tanya Zia, ”Klien baru mungkin.” tebaknya.Dengan tenang Nara mengangkatnya, ”Halo, selamat siang.” sapanya ramah. Namun dalam hitungan detik ekspresi wajahnya langsung berubah jadi panik.#“Kok dimatiin?” tanya Rio sambil menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut bingung.#“Mukamu kenapa? Siapa yang telepon? Kok langsung diputus?” tanya Ara begitu mereka berhenti di lampu merah.Mata Nara membesar, ”Kayaknya mas Rio yang telepon.” sahutnya dengan nada meninggi.“Rio yang telepon?” ulang Ara ikut pan
“Dokter jadi ini semua jadwal pasien memang sengaja dimajukan?” tanya perawat yang sedang membantu Ara di ruang prakteknya.Ara mengangguk dengan pelan, ”Iya sus. Mumpung aku lagi banyak waktu.” jawabnya asal.Perawat itu pun hanya memutar matanya, ”Dok kalau lagi banyak waktu mendingan dokter istirahat.” sarannya tiba-tiba, ”Itu muka dokter sih sama tembok putihnya beda tipis.” ujarnya lagi sambil menunjuk wajah Ara yang pucat karena kelelahan.#Nara menjatuhkan diri dengan malas ke atas kursi kerjanya, karena lagi-lagi ia harus sampai terlalu awal di kantor.“Ih sudah datang saja ini jeng satu.” goda Zia yang tiba-tiba muncul tidak lama kemudian dengan membawa kantong berisi sarapannya.“Itu cuma ada satu?” tanya Nara sambil menunjuk bungkusan yang dibawa oleh sahabatnya itu.Zia mengangguk sambil tersenyum, ”Tentu saja!” sahutnya.“Dasar pelit! Punya uang banyak tapi beli sarapan selalu hanya satu bungku
“Mas dokter!” panggil pak Asep begitu melihat Ara.“Pak Asep? Apa kabar pak?” sahut Ara sambil tersenyum ramah, ”Sama siapa pak?” tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, ”Baik mas dokter.” jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, ”Menemani Indah bawa si kembar periksa.” jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.“Siang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?” sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, ”Wah mereka sudah besar ya.” ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, ”Kalian Nara kan?” tanyanya sambil tertawa.#“Nara belum datang?” tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, ”Harusnya sudah di sini.” jawabnya sambil mencari, ”Itu dia.” katanya sambil menunjuk ke arah lift.#“Jalanan macet banget tadi.” jelas Nara napas terengah-engah.“Y
“Ya ampun ini jeng satu.” ujar Zia begitu tiba di kantor,”Ponsel kok ditinggal di kantor.”katanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.“Mbak Nara sudah pulang?” tanya Galang, ”Apa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.” sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.“Tapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.” kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#“Arka belum selesai ya.” gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, ”Mau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.” ujarnya pada dirinya sendiri, ”Itu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.” keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#“Halo?” jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.“Halo mas!” balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,
“Kok kamu enggak tanya apa-apa?” tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.“Memang ada apa lagi yang bisa aku tanya?” balas Davina sedikit ketus, ”Bisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.” omelnya lagi.“Maaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.” jelas Ara memberi alasan.“Kamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.” keluh Davina sambil menahan senyum.Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.#“Kamu benaran mau pergi?” tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya.Nara menghela napas panjang, ”Memang aku punya pilihan untuk enggak pergi?” jawabnya.“Kayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.” komentar Zia menanggapi.#“Mama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?” oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara.“Mama kan kangen sama Nara.” kata ibu Ratih m
“Mbak! Itu tante Ratih datang.” ujar Nadira sambil berlari ke arah dalam kedai.“Ini kedai punya anaknya, sudah jelas tante Ratih pasti datang.” jawab Nara berusaha terdengar setenang mungkin padahal jantungnya tidak berhenti berdegup, apa lagi saat mendengar kalau kedua orangtuanya begitu bersemangat untuk menerima undangan dari Nathan.“Mbak! Tante Linda sama om Yono balik ke sini lagi sama mas Arka kapan?” kata Galang yang muncul dengan wajah panik beberapa saat kemudian, ”Itu tante Ratih sudah di depan.” katanya lagi tiba-tiba dengan suara berbisik.“Kamu telat.” balas Nadira cepat.#“Kok kalian masih di sini?” tanya Ara begitu melihat Zia sambil menunjuk penghuni kantor Nara yang lainnya.“Kami di sini sih enggak masalah mas.” jawab Zia dengan wajah cemas, ”Yang repot itu nanti tante Linda sama om Yono balik lagi sama mas Arka.” jelasnya cepat.Mendengar itu dalam hitungan detik Ara segera menghilang dari hadapan Z
“Kamu serius?” tanya Nathan memastikan begitu mendapat kabar dari Zinnia, rekan usahanya yang juga merupakan adik teman baiknya sejak masa SMA.“Iya mas. Bagaimana nih? Acaranya kan tinggal tiga hari lagi.” Jawab Zin cemas.Nathan mengetuk bagian belakang ponselnya sambil berpikir, ”Nanti biar aku yang coba cari gantinya.” kata Nathan akhirnya.#Ara dan Nara cukup lama saling berpandangan, keduanya tidak bisa langsung menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Arka. Untung saja Dewi dengan cepat membaca kepanikkan dua Nara itu, ”Sayang, sudah malam nih. Besok kan kamu juga ada jadwal operasi pagi.” katanya sambil mengapit lengan Arka, “Ayo kita pulang.” ajak Dewi dengan setengah memaksa sambil memberi isyarat pada Nara dengan menggerakkan kepalanya.“Iya mas sudah malam. Kami juga pulang dulu ya.” ujar Nara cepat segera menarik lengan Ara yang masih berdiri mematung dengan wajah kaku.#“Mas! Mas
“Mas Arka! Kok baru pulang?” tanya Nara saat keluar dari mobil dan berpapasan dengan kakaknya itu.“Habis seminar.” jawab Arka singkat, ”Kalian kenapa bisa sama-sama?” tanyanya heran.Ara yang tidak turun dari mobil hanya menurutkan kaca mobilnya, ”Mana ada seminar sampai jam sebelas malam?” tanyanya curiga.Arka tidak langsung menjawab mata-matanya bergerak-gerak cemas.“Mas kenapa malah kayak orang bingung begitu?” tanya Nara ikut menimpali.“Macet! Macet!” jawab Arka akhirnya, ”Jadi kenapa kalian bisa sama-sama?” ulangnya sengaja mengalihkan.”Terpaksa ketemu mas.” jawab Nara singkat.“Mustinya diriku yang bilang begitu.” balas Ara tidak terima, ”Tahu begitu tadi harusnya aku biarin kamu pulang sendiri.” gerutunya sebal.“Memang siapa yang suka diantarin pulang sama mas!” omel Nara dengan suara meninggi.Arka yang awalnya sempat panik dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ara kini menarik
“Mbak! Hasil video minggu kemarin enggak bisa dibuka!” seru Galang panik langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja ketiga mbak bosnya itu.Sontak ketiganya langsung menoleh menatap satu-satunya pria di kantor mereka itu.“Bagaimana bisa? Punya Alya dan Devan kan kemarin semua sudah di cek. Baik-baik saja kok.” ujar Embun yakin.Galang menunjuk ke arah luar ruangan, “Yang bermasalah itu punya Lusi dan Bima mbak.” terangnya dengan wajah yang dipenuhi dengan kecemasan.Mendengar itu mata Nara langsung membesar, ”Kok bisa? Kamu yakin kemarin enggak ada salah?” tanyanya memastikan.“Yakin mbak!” jawab Galang yakin.“Kamun coba cek lagi, kalau masih enggak bisa segera pergi ambil lagi video mentahannya ke tempat mas Baro.” ujar Zia cepat.“Nanti aku yang akan kasih tahu kantor mas Baro.” tambah Nara lagi.#“Ma aku sudah bilang kan dari kemarin. Itu bukan urusan kita.” jelas Ara untuk kesekian kalinya.
“Wah! Ini hadiah ulang tahun buat mama?” tanya ibu Linda dengan mata berbinar begitu melihat batu kecil yang menghiasi kalung pemberian ke dua anaknya.Arka tanpa sadar tersenyum senang begitu melihat reaksi ibu Linda, ”Nara yang pilih ma. Terus Nara yang satu lagi kasih ide untuk kasih mama perhiasan.” jelasnya, “Wah! Aku baru tahu kalau mama suka sama benda yang satu ini.” komentar Arka yang tidak menyangka kalau ibunya akan sesenang ini.Ibu Linda yang masih memasang senyum lebar sibuk mengenakan kalung barunya, “Cuma wanita aneh yang menolak benda cantik begini.” katanya ringan.Nara yang mendengar kata-kata ibunya mau tidak mau mengingat dua kejadian waktu di mana dirinya ribut menolak pemberian Ara juga ibu Ratih.“Kamu kok malah bengong?” tegur ibu Linda sambil menyenggol lengan putrinya itu.#“Ini bagaimana dong?” keluh Zia sambil menopak dagu dengan kedua tangannya.Nara yang juga belum lama tiba di kantor ikut
Karena Arka dan Rio harus pergi menjemput dokter Tio beserta istrinya jadilah Nara dan seisi kantornya malah ikut menemani Ara di UGD, bukan menemani lebih tepatnya mereka semua penasaran kenapa para dokter itu ramai-ramai menangis.“Mas sudah jangan diam begitu kenapa? Bikin takut orang tahu.” tegur Nara pada Ara yang hanya duduk diam di sebelahnya tanpa mengatakan apa pun.Ara yang tadi sempat terisak saat menghadapi kepergian Danu hanya menghela napas panjang.“Mas enggak mau makan?” tanya Galang yang baru datang sambil menyodorkan hamburger yang baru saja dibelinya bersama Nadira dari restoran cepat saji di depan mal.Namun bukannya menanggapi Ara malah hanya mengangkat kepala menatap ke arah Galang yang berdiri di hadapannya.“Ada apa mas?” tanya Galang yang kebingungan dengan maksud tatapan yang ditujukan kepadanya.Terlihat ada rasa penyelasan di mata Ara, ”Seharusnya jangan aku angkat waktu itu.” gumamnya pelan