Nara memandang pantulan dirinya di cermin, menghela napas karena melihat kalung itu kembali melingkar di lehernya. Matanya tiba-tiba membesar dengan cepat ia berlari membuka tas kerjanya lalu mengeluarkan sebuah amplop,”Aku lupakan memberikan ini ke mas Ara.”ocehnya pada dirinya sendiri,”Atau sebaiknya aku jual juga kalung ini?”gumam Nara lagi.
Namun, lagi-lagi Nara menghela napas panjang bagaimana caranya menjual kalung berlian yang surat-suratnya bahkan tidak ada padanya, bisa-bisa nanti disangka barang curian. Ia juga belum mengembalikan gaun sewaan ke butik Khansa. Kenapa sekarang kamarnya jadi dipenuhi barang-barang mahal? Gerutu Nara lelah.# Pagi ini ibu Linda yang sedang sarapan bersama suami dan kedua anaknya tiba-tiba sibuk menyadari akan sesuatu,”Sejak kapan kamu pakai kalung? Baru ya?”tanyanya sambil menunjuk ke arah leher putri bungsunya. Nara nyaris tersedak bubur ayam yang ada di muKekacauan apa lagi yang akan terjadi dalam hidup Nara? Ditunggu ya đđ
âJadi pacar mas itu mbak Davina?âtanya Nara begitu sahabat kakaknya itu selesai bercerita tentang alasannya datang ke rumah sakit lain siang tadi.Ara mengangguk,âBaru tiga minggu? Kurang lebih.âjawabnya tidak yakin,âTunggu kok kamu bisa kenal sama Davina?âtanyanya heran.Nara mengangguk pelan,âEnggak kenal cuma pernah ketemu waktu mas Arka lagi tugas di Bandung.âjelasnya singkat lalu dengan cepat memutar badannya menghadap ke arah kursi kemudi,âJadi kapan mas akan kasih tahu tante Ratih tentang masalah ini?âtanyanya sambil melipat kedua tangan di bawah dada.âSecepatnya.âjawab Ara cepat, ia agak sedikit terkejut karena tiba-tiba Nara mengubah topik pembicaraan. Beruntung mereka sudah sampai di restoran cepat saji yang ditunjuk Nara jadi ia menghentikan mobilnya,âKamu enggak mau pesan makanan.âkatanya segera mengalihkan perhatian Nara dengan menunjuk benda besar berbentuk kotak dan berwarna hitam yang mempersilahkan pelanggan untuk memesan makanan. K
“Kamu besok bisa tolong papa sebelum berangkat ke rumah sakit?”tanya pak Alex pada putra sulungnya.Ara mengalihkan pandangan dari layar laptopnya,”Ke lokasi proyek pa?”tanyanya menebak maksud ayahnya.Pak Alex mengangguk,”Nathan besok pagi harus ketemu pemasok kopi di kedainya.”jelasnya memberi alasan.“Hanya perlu mengambil beberapa foto dari semua bagiankan?”tanya Ara memastikan tujuannya pergi ke lokasi yang dimaksud oleh ayahnya.#Zia dan Embun menopang dagu dengan kedua tangan mereka masing-masing menunggu Nara melanjutkan ceritanya. Mata Nara mengejap-ngejap melihat tingkah kedua rekannya itu.“Ini kalau aku enggak lanjutin ceritanya kalian enggak bakal kerja?”tanya Nara sebelum melanjutkan ceritanya.Keduanya dengan kompak menganggukkan kepala.“Karena bekerja dengan dipenuhi rasa penasaran itu tidak baik.”sahut Zia
Untuk kedua kalinya Ara menyesali keputusannya membantu Nara malam ini karena Arka langsung memandangnya dengan tatapan curiga,âKamu bukannya tadi buru-buru pulang karena harus menjemput tante Ratih?âtanyanya dengan mata menyipit,âLalu kenapa kalian bisa pulang sama-sama?âtanyanya lagi.âKamu tahukan teori persamaan waktu yang biasa kita sebut kebetulan.âjawab Ara dengan wajah bodoh dan senyum aneh.Arka menghela napas panjang,âTeori Relativitas Einstein itu hanya berlaku untuk luar angkasa.âjelasnya dengan wajah datar,âTidak ada hubungannya dengan kebetulan.âkata Arka sengaja bicara dengan nada rendah dan dalam.#Nara menjatuhkan diri ke atas tempat tidurnya, setelah berhasil untuk memaksa diri mandi dan berganti pakaian. Kini saat berencana untuk segera pergi tidur tiba-tiba ia mendengar bunyi gemuruh di dalam perutnya,âKamu lapar ya?âtanya Nara sambil menatap perutnya. Mengingat bahwa dirinya tadi tidak bisa benar-benar menikmati makan malam N
Setelah kembali dari makan siang ketiga mbak bos beserta dua pegawai harus kembali berhadapan dengan tumpukan barang-barang yang menghampar di seluruh ruang kantor.âAduh ini apa mau sekalian kita bereskan?âtanya Nara begitu masuk ke dalam kantor.Embun mengangguk,âKayaknya begitu. Apa sekalian saja kita pilih-pilih mana barang yang harus disimpan dan dibuang hari ini?âajaknya.Galang memandang para bosnya sambil tersenyum,âKalau begitu nanti ada camilan sore dong mbak?âtanyanya dengan penuh harap.Nadira langsung mengangguk setuju dengan pertanyaan rekan seperjuangannya.âKita bicara setelah selesai beres-beres.âkata Zia sambil merangkul kedua pegawainya itu.#âAduh dia bunyi lagi.âgerutu Nara begitu mendengar suara ponselnya sedang kedua tangannya penuh karena membawa sebuah kardus.Zia dengan cepat mengambil ponsel yang ada di saku belakang celana rekannya itu,âMas Ara.âkatanya sambil menunjuk layar ponsel N
âKamu habis dari mana?âtanya ibu Linda begitu melihat putri bungsunya pulang dengan pakaian penuh dengan noda debu di mana-mana,âKotor amat bajumu?âtanyanya dengan dahi berkerut.âHari ini beres-beres di kantor ma.âjelas Nara sambil berjalan masuk dengan mulut yang menguap lebar.âEh masmu pulang tuh.âkata ibu Linda yang berjalan di belakang Nara begitu mendengar ada bunyi pagar .Nara mengangguk sambil menuang air ke dalam gelas lalu meminumnya.#âKamu pulang sama Nara?âtanya Arka pada adiknya begitu masuk ke ruang makan.Nara langsung tersedak air yang sedang diminumnya. Benar juga kakaknya pasti tadi melihat mobil mas Ara,âBayaran sudah kasih tahu tukang mas.âjawabnya sambil menyeka air tercecer di sekitar mulutnya dengan tisu.Arka mengerutkan dahinya,âBalas jasa kok kamu yang diantar pulang?âtanyanya bingung.âAku yang jadi sopir mas.âjelas Nara singkat.âTetap saja.âgumam Arka tetap merasa
Nara berusaha mengatur napasnya begitu masuk ke dalam kamar,âAduh gawat. Ternyata selama ini papa sama mama tahu.âgumamnya sambil menggaruk dahi,âKenapa juga mereka harus lihat setiap kali aku lagi diantar pulang?âkeluhnya lagi. Sepertinya sebelum berangkat ke Yogyakarta ia harus membuat mas Ara segera membereskan masalah ini.#âNara?âjawab Ara begitu mengangkat panggilan masuk di ponselnya saat ia dan keluarganya baru saja selesai makan malam bersama.Ibu Ratih yang sedang sibuk di dapur langsung menoleh dan memandang putra sulungnya, ia langsung bersemangat begitu tahu siapa yang menghubungi Ara.âMas ada yang mau aku bahas. Besok mas sempat jam berapa?âtanya Nara cepat.Ara mengangkat sebelah alis karena melihat wajah ibu Ratih yang berseri-seri terus menatapnya,âBelum tahu. Aku ada jadwal operasi sampai sore.âjawabnya singkat.âYa sudah kalau begitu.âujar Nara sambil menghela napas.Begitu Ara meletakkan ponselnya
âKalian berdua kenapa kelihatannya capek sekali? Semalam kalian bergadang ya?âtanya pak Yono heran begitu menemukan kedua anaknya yang pagi ini saling duduk berhadapan dengan wajah lelah dan hampir tidak ada yang mengeluarkan suara.Arka langsung dengan cepat mengacungkan sendok di tangan kanannya menunjuk ke arah Nara,âKamu awas ya! Kalau sekali lagi mas sampai tahu kamu itu mau menginap seminggu saja harus sampai bawa-bawa bantal dari rumah.âocehnya kesal begitu mengingat kejadian konyol semalam. Bagaimana tidak? Arka menemukan sebuah bantal besar yang mengisi hampir setengah bagian koper adiknya.âBantal?âtanya ibu Linda bingung,âKamu masih tetap bawa-bawa bantalmu?âtanyanya tidak percaya.âAnak bungsu mama ini. Sudah tua, masih juga kalau mau menginap ke mana-mana harus bawa-bawa bantalnya!âujar Arka mengadu pada ibunya tentang kelakuan adiknya,âGara-gara itu kopernya sampai enggak bisa ditutup!âomelnya lagi.Nara hanya mengoceh tanpa s
“Kamu yakin ambil penerbangan pagi? Bukan biasanya suka telat ya? Belakangan penerbangan pagi ke sana sering ada delay.”komentar Ara santai, saat mendengar Nara menjawab pertanyaan kakaknya tentang keberangkatnya besok ke Yogyakarta.“Selama ini aku sih enggak pernah bermasalah dengan penerbangan pagi.”sahut Nara tidak terima dengan pendapat sahabat kakaknya itu.#Hampir jam sebelas malam setelah memastikan lagi pemesanan vila, mobil juga tiket untuk besok sudah beres akhirnya Nara bisa beristirahat. Rencana hari ini untuk pulang awal kandas sudah tapi paling tidak masalah soal gaun kliennya sudah selesai. Besok dirinya harus bangun sekitar jam tiga pagi, karena jam lima tiga puluh sudah harus ada di bandara.“Semoga besok Nadira tidak kesiangan.”gumam Nara sambil menarik selimut lalu memejamkan mata.#Ara memutar mata menatap langit-langit kamarnya, ia mengambil ponsel lalu
âMas dokter!â panggil pak Asep begitu melihat Ara.âPak Asep? Apa kabar pak?â sahut Ara sambil tersenyum ramah, âSama siapa pak?â tanyanya.Pak Asep ikut tersenyum, âBaik mas dokter.â jawabnya sambil menunjuk ke arah belakang punggung Ara, âMenemani Indah bawa si kembar periksa.â jelasnya.Begitu menoleh Ara melihat sepasang anak berusia empat tahun sedang berlari ke arah mereka.âSiang mas dokter, sudah lama sekali. Apa kabar?â sapa Indah.Ara tersenyum begitu melihat Indah, âWah mereka sudah besar ya.â ujarnya sambil berjongkok menyapa si kembar, âKalian Nara kan?â tanyanya sambil tertawa.#âNara belum datang?â tanya Arka sambil menganggukkan kepala begitu melihat pak Asep dan Indah.Ara melirik jam di pergelangan tangannya, âHarusnya sudah di sini.â jawabnya sambil mencari, âItu dia.â katanya sambil menunjuk ke arah lift.#âJalanan macet banget tadi.â jelas Nara napas terengah-engah.âY
âYa ampun ini jeng satu.â ujar Zia begitu tiba di kantor,âPonsel kok ditinggal di kantor.âkatanya sambil mengangkat ponsel milik Nara yang ada di atas meja.âMbak Nara sudah pulang?â tanya Galang, âApa kalau enggak kita titip ke mas Arka saja? Mungkin mas Arka belum pulang.â sarannya sambil menunjuk ke arah bangunan sebelah.âTapi teleponnya mas Arka enggak diangkat nih.â kata Zia saat mencoba menelepon Arka dengan menggunakan ponsel milik sahabatnya itu.#âArka belum selesai ya.â gumam Ara begitu keluar dari ruang operasi, âMau pulang? Apa makan dulu ya? Kenapa aku jadi bingung begini.â ujarnya pada dirinya sendiri, âItu anak lagi ngapain ya? Kok bisa sih sudah seminggu dia benar-benar enggak nyariin aku.â keluh Ara tanpa sadar sambil menatap ponselnya.#âHalo?â jawab Ara tanpa sadar malah tersenyum lebar begitu melihat siapa yang meneleponnya.âHalo mas!â balas Zia cepat.Begitu mendengar suara Zia yang menjawab,
âKok kamu enggak tanya apa-apa?â tanya Ara begitu duduk berhadapan dengan Davina.âMemang ada apa lagi yang bisa aku tanya?â balas Davina sedikit ketus, âBisa-bisanya dirimu enggak cerita sama sekali.â omelnya lagi.âMaaf aku juga bingung harus bagaimana ceritanya.â jelas Ara memberi alasan.âKamu sih benar-benar bikin aku malu di depan keluargamu. Mana baru pertama kali ketemu lagi.â keluh Davina sambil menahan senyum.Melihat kekasihnya itu tidak jadi marah Ara pun menghela napas lega.#âKamu benaran mau pergi?â tanya Embun begitu melihat Nara menutup teleponnya.Nara menghela napas panjang, âMemang aku punya pilihan untuk enggak pergi?â jawabnya.âKayaknya tante Ratih tahu apa enggak, enggak banyak pengaruhnya.â komentar Zia menanggapi.#âMama yang benar saja? Kalau mas tahu bagaimana?â oceh Nathan begitu tahu kalau ibu Ratih habis menelepon Nara.âMama kan kangen sama Nara.â kata ibu Ratih m
âMbak! Itu tante Ratih datang.â ujar Nadira sambil berlari ke arah dalam kedai.âIni kedai punya anaknya, sudah jelas tante Ratih pasti datang.â jawab Nara berusaha terdengar setenang mungkin padahal jantungnya tidak berhenti berdegup, apa lagi saat mendengar kalau kedua orangtuanya begitu bersemangat untuk menerima undangan dari Nathan.âMbak! Tante Linda sama om Yono balik ke sini lagi sama mas Arka kapan?â kata Galang yang muncul dengan wajah panik beberapa saat kemudian, âItu tante Ratih sudah di depan.â katanya lagi tiba-tiba dengan suara berbisik.âKamu telat.â balas Nadira cepat.#âKok kalian masih di sini?â tanya Ara begitu melihat Zia sambil menunjuk penghuni kantor Nara yang lainnya.âKami di sini sih enggak masalah mas.â jawab Zia dengan wajah cemas, âYang repot itu nanti tante Linda sama om Yono balik lagi sama mas Arka.â jelasnya cepat.Mendengar itu dalam hitungan detik Ara segera menghilang dari hadapan Z
âKamu serius?â tanya Nathan memastikan begitu mendapat kabar dari Zinnia, rekan usahanya yang juga merupakan adik teman baiknya sejak masa SMA.âIya mas. Bagaimana nih? Acaranya kan tinggal tiga hari lagi.â Jawab Zin cemas.Nathan mengetuk bagian belakang ponselnya sambil berpikir, âNanti biar aku yang coba cari gantinya.â kata Nathan akhirnya.#Ara dan Nara cukup lama saling berpandangan, keduanya tidak bisa langsung menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Arka. Untung saja Dewi dengan cepat membaca kepanikkan dua Nara itu, âSayang, sudah malam nih. Besok kan kamu juga ada jadwal operasi pagi.â katanya sambil mengapit lengan Arka, âAyo kita pulang.â ajak Dewi dengan setengah memaksa sambil memberi isyarat pada Nara dengan menggerakkan kepalanya.âIya mas sudah malam. Kami juga pulang dulu ya.â ujar Nara cepat segera menarik lengan Ara yang masih berdiri mematung dengan wajah kaku.#âMas! Mas
âMas Arka! Kok baru pulang?â tanya Nara saat keluar dari mobil dan berpapasan dengan kakaknya itu.âHabis seminar.â jawab Arka singkat, âKalian kenapa bisa sama-sama?â tanyanya heran.Ara yang tidak turun dari mobil hanya menurutkan kaca mobilnya, âMana ada seminar sampai jam sebelas malam?â tanyanya curiga.Arka tidak langsung menjawab mata-matanya bergerak-gerak cemas.âMas kenapa malah kayak orang bingung begitu?â tanya Nara ikut menimpali.âMacet! Macet!â jawab Arka akhirnya, âJadi kenapa kalian bisa sama-sama?â ulangnya sengaja mengalihkan.âTerpaksa ketemu mas.â jawab Nara singkat.âMustinya diriku yang bilang begitu.â balas Ara tidak terima, âTahu begitu tadi harusnya aku biarin kamu pulang sendiri.â gerutunya sebal.âMemang siapa yang suka diantarin pulang sama mas!â omel Nara dengan suara meninggi.Arka yang awalnya sempat panik dengan pertanyaan yang diajukan oleh Ara kini menarik
âMbak! Hasil video minggu kemarin enggak bisa dibuka!â seru Galang panik langsung menerobos masuk ke dalam ruang kerja ketiga mbak bosnya itu.Sontak ketiganya langsung menoleh menatap satu-satunya pria di kantor mereka itu.âBagaimana bisa? Punya Alya dan Devan kan kemarin semua sudah di cek. Baik-baik saja kok.â ujar Embun yakin.Galang menunjuk ke arah luar ruangan, âYang bermasalah itu punya Lusi dan Bima mbak.â terangnya dengan wajah yang dipenuhi dengan kecemasan.Mendengar itu mata Nara langsung membesar, âKok bisa? Kamu yakin kemarin enggak ada salah?â tanyanya memastikan.âYakin mbak!â jawab Galang yakin.âKamun coba cek lagi, kalau masih enggak bisa segera pergi ambil lagi video mentahannya ke tempat mas Baro.â ujar Zia cepat.âNanti aku yang akan kasih tahu kantor mas Baro.â tambah Nara lagi.#âMa aku sudah bilang kan dari kemarin. Itu bukan urusan kita.â jelas Ara untuk kesekian kalinya.
âWah! Ini hadiah ulang tahun buat mama?â tanya ibu Linda dengan mata berbinar begitu melihat batu kecil yang menghiasi kalung pemberian ke dua anaknya.Arka tanpa sadar tersenyum senang begitu melihat reaksi ibu Linda, âNara yang pilih ma. Terus Nara yang satu lagi kasih ide untuk kasih mama perhiasan.â jelasnya, âWah! Aku baru tahu kalau mama suka sama benda yang satu ini.â komentar Arka yang tidak menyangka kalau ibunya akan sesenang ini.Ibu Linda yang masih memasang senyum lebar sibuk mengenakan kalung barunya, âCuma wanita aneh yang menolak benda cantik begini.â katanya ringan.Nara yang mendengar kata-kata ibunya mau tidak mau mengingat dua kejadian waktu di mana dirinya ribut menolak pemberian Ara juga ibu Ratih.âKamu kok malah bengong?â tegur ibu Linda sambil menyenggol lengan putrinya itu.#âIni bagaimana dong?â keluh Zia sambil menopak dagu dengan kedua tangannya.Nara yang juga belum lama tiba di kantor ikut
Karena Arka dan Rio harus pergi menjemput dokter Tio beserta istrinya jadilah Nara dan seisi kantornya malah ikut menemani Ara di UGD, bukan menemani lebih tepatnya mereka semua penasaran kenapa para dokter itu ramai-ramai menangis.âMas sudah jangan diam begitu kenapa? Bikin takut orang tahu.â tegur Nara pada Ara yang hanya duduk diam di sebelahnya tanpa mengatakan apa pun.Ara yang tadi sempat terisak saat menghadapi kepergian Danu hanya menghela napas panjang.âMas enggak mau makan?â tanya Galang yang baru datang sambil menyodorkan hamburger yang baru saja dibelinya bersama Nadira dari restoran cepat saji di depan mal.Namun bukannya menanggapi Ara malah hanya mengangkat kepala menatap ke arah Galang yang berdiri di hadapannya.âAda apa mas?â tanya Galang yang kebingungan dengan maksud tatapan yang ditujukan kepadanya.Terlihat ada rasa penyelasan di mata Ara, âSeharusnya jangan aku angkat waktu itu.â gumamnya pelan