Di dalam taksi suasana hati Mbak Alena belum berubah. Apalagi dia semakin terlihat kesal saat beberapa kali ponselnya berdering. Sepertinya, Fattah keras kepala terus berusaha menghubungi Mbak Alena setelah tadi gagal membujuk Mbak Alena untuk berbicara."Memangnya selama ini, dia masih terus hubungin Mbak?"Padahal tadinya aku berniat untuk tidak bertanya, tapi akhirnya malah bertanya juga. Aku penasaran, sudah berlalu berbulan-bulan setelah pernikahan, aku berpikir Fattah sudah menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik karena istrinya sedang hamil. Tapi ternyata Fattah masih terus berusaha menghubungi Mbak Alena, bahkan sampai nekat menemuinya tanpa memikirkan akan bagaimana pendapat orang-orang jika sampai tahu."Enggak, sempat enggak lagi ngubungin aku selama beberapa lama. Tapi belakangan ini, dia mulai lagi. Aku capek."Mbak Alena mendesah lelah. Satu tangannya terangkat dan mengusap keningnya berulang kali."Padahal aku udah ngomong supaya dia enggak usah deketin aku lagi
Ternyata, berkata jujur adalah obat yang paling ampuh untuk hati yang terasa berat. Sekarang aku bisa merasa lega setelah semalam mengaku pada Mbak Alena tentang bagaimana perasaan ku padanya.Walaupun memang tidak ada yang berubah pada hubungan kami, tapi setidaknya tidak ada lagi yang kami sembunyikan.Kedekatan ku dengan Mbak Alena juga semakin akrab dari sebelumnya. Setidaknya, mulai sekarang aku lebih menjaga sikapku untuk tidak terlalu berdekatan dengan wanita lain demi menjaga perasaan Mbak Alena. Mirip seperti orang berpacaran, sebenarnya. Hanya saja tanpa status."Ngantuk banget. Ada yang mau nitip kopi enggak? Gue mau ke bawah."Suasana dalam ruangan yang sesaat lalu hening, mendadak riuh berkat tawaran dari Fahri. Aku melirik ke arah Mbak Alena, padahal semua orang sudah sibuk berseru, memesan kopi karena jam dua siang adalah waktu tanggung dimana para karyawan seperti kami mulai merasa mengantuk."Vanila latte sama green tea l
Kami duduk bersebelahan, aku menekuk kedua kakiku sambil sibuk memperhatikan jalanan, sedangkan Mbak Alena sedang mendengar musik dari dalam ponsel nya. sesekali bibirnya menyenandungkan lirik lagu sesuai yang dia dengar.Sakit kepala dan rasa mual hebat yang tadi aku rasakan sudah lebih membaik, aku menikmati angin sore yang menyapu wajah kami. Lalu beberapa saat kemudian makanan yang kami pesan, diantarkan oleh penjual angkringan.Aku menerima semuanya dan menata di atas tikar, Mbak Alena juga langsung melepaskan earphones yang tadi dia kenakan."Loh? Kok enggak pakai nasi?" Aku bertanya heran saat Mbak Alena memakan begitu saja sate telur puyuh pesanannya."Telur puyuh memang enaknya digadoin begini. Kalau pakai nasi 'mah enggak enak. Kan udah ada nasi bakar sama hati ayam."Aku hanya menggelengkan kepala melihatnya, memilih untuk mengambil bagian ku sendiri dan menyantapnya.Padahal aku berniat mengajak Mbak Alena untuk makan
"Padahal saya sudah bilang kalau saya bisa bawa motor sampai rumah Mbak. Kenapa malah jadi Mbak yang ngantar saya?"Sumpah, aku rasanya malu sekali. Niat hati untuk mengantar pulang Mbak Alena gagal total karena pada akhirnya malah Mbak Alena yang mengantarkan aku pulang dengan selamat sampai di rumah."Setelah dengar cerita kamu, mana mungkin aku tega biarin kamu pulang sendirian? Lagian ini belum terlalu malam, jadi aku masih bisa pulang naik ojek online."Cepat, aku menggeleng. "Jangan, Mbak. Kalau Mbak enggak percaya sama saya, saya bakalan minta supaya Kala atau Kana yang antar Mbak pulang."Aku tahu bahwa Mbak Alena sudah akan menolak tawaran ku, maka dari itu aku dengan cepat berlari masuk untuk memanggil Kala atau Kana. Tapi begitu masuk ke dalam, yang aku temukan malah Mama yang sedang duduk sambil memegangi ponselnya."Ma, kembarnya kemana?" tanyaku sambil celingukan.Mama menoleh padaku dengan kepala yang mendongak kar
Aku sungguh tidak menyangka jika sosok Kalendra yang selama ini aku kenal sebagai pribadi yang santai dan juga simpel, ternyata memiliki kenangan buruk yang dia simpan rapat-rapat. Bahkan dia dengan sengaja berpura-pura baik-baik saja dan beberapa kali memboncengi ku dengan motornya di tengah trauma yang dia punya.Kini aku merasa bersalah karena dengan santai nya selalu meminta dia mengajakku jalan menggunakan motor padahal dia memiliki kenangan buruk yang seperti itu. Dasar Alena!"Lah? Mau kemana libur begini?"Aku menoleh pada Aleya yang masih mengenakan piyama tidurnya. Kakakku lagi-lagi 'dititipkan' di rumah ini karena suaminya pergi dinas di luar. Kalau sudah seperti ini, Aleya akan jadi teman bicara untuk Mama yang selalu kesepian karena anak gadis bungsunya selalu sibuk kerja di kantor dan keluar saat akhir pekan, seperti saat ini."Ada janji ketemu sama Rosa sama Nindi. Kakak jagain Mama ya."Dia mendengus, mengikat rambutnya ya
Siapapun pasti akan mengatakan bahwa Fattah adalah orang paling gila di muka bumi ini. Baru tadi kami berpapasan di mall dan tidak ada pembicaraan di antara kami walaupun Fattah sempat memanggil namaku.Aku pikir, hanya sekedar itu saja karena memang tidak ada lagi yang perlu kami bicarakan. Hubungan kami sudah berakhir lama dan tidak ada kemungkinan secuil pun untuk kembali. Tapi kemudian saat aku pulang, aku terkejut saat melihat dia sudah berdiri di depan rumah ku. Masih dengan pakaian yang sama.Menghela napas berat, aku membuang muka dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Tapi baru saja membuka pagar, dia sudah berdiri di sebelah ku, menahan lenganku lagi."Kamu enggak capek? Aku aja capek banget loh. Ngapain sih? Harusnya kamu di rumah, nemenin istri kamu atau pijitin dia. Aku yakin dia capek karena harus jalan di mall yang besar dengan perut besar kayak gitu."Malas sekali aku berbicara dengannya, tapi untuk lepas darinya aku memang harus
Yang terdekat adalah kedai kopi yang hanya menyediakan dua meja untuk tamunya. Untungnya, satu meja masih kosong sehingga kami bisa duduk dengan tenang di sana.Karena aku berniat untuk makan setelah obrolan ini, maka aku tidak memilih kopi. Aku lebih memilih es susu dalam porsi sedang. Sama halnya dengan Imelda yang tidak boleh meminum kopi dalam keadaan hamil."Lo tahu kan, kalau gue enggak punya banyak waktu? Gue belum makan dan bahkan belum sarapan dari pagi, jadi kalau emang lo mau ngomong, lo bisa ngomong sekarang juga."Sudah berhadapan seperti ini, tapi dia masih saja terlihat gugup dan ketakutan. Kalau memang setakut itu, harusnya dia tidak perlu menemui aku dari awal."Sa-saya tahu kalau Mas Fattah pasti sudah menemui Mbak kemarin setelah kita papasan di mall. Dari semenjak di mall, dia sebenarnya sudah mau nemuin Mbak tapi dia masih bersikap sopan dengan mengantar saya pulang lebih dulu."Aku mendengus tawa. Bisa-bisa nya Imeld
Entah, harusnya aku merasa cemas atau bahagia. Karena semenjak pertanyaan iseng yang aku utarakan pada Kale tentang 'kenapa memangnya kalau aku balikan dengan Fattah?' , Kale langsung mendiamkan aku. Di tempat makan tadi, dia langsung bangun tanpa menghabiskan makanan yang dia pesan hingga membuat Lalisa bertanya-tanya, kenapa Kale bersikap seperti itu.Aku sendiri sebenarnya tidak tahu kenapa dia begitu, tapi setidaknya aku bisa menduga apa penyebab dia seperti itu.Bukankah dia tidak rela kalau aku balikan dengan Fattah? Entah apa alasannya, entah karena dia hanya tidak ingin aku kembali pada Fattah karena dianggap Fattah sudah menyakiti aku, atau memang karena dia cemburu, yang jelas aku benar-benar merasa senang dengan reaksinya.Apalagi ternyata, ngambeknya Kale itu menggemaskan sekali. Dia langsung melengos saat bertatapan dengan ku, lalu pura-pura tidak melihat saat ada aku. Luar biasa."Kale, aku mau pulang bareng kamu."Aku menge
"Sayang! Handuk aku, kamu jemur di luar?"Aku mendesah pelan. Padahal aku sudah menyiapkan handuk mandi Kale di atas tempat tidur, bersebelahan dengan pakaian tidurnya. Tapi dia masih saja tidak membawa handuk nya ke kamar mandi. Dan sekarang, dia bertanya begitu seolah-olah dia tidak menemukan handuknya dimana pun.Langkah ku berjalan masuk ke kamar tidur, berdiri di depan pintu kamar mandi sambil menyampirkan handuk milik suamiku itu."Handuknya dari tadi udah aku taruh di kasur. Padahal kalau lupa bawa, kamu bisa minta tolong aku buat bawain. Bukan malah pura-pura begitu. Siap-siap buat hukuman kamu ya!"Aku yakin di dalam kamar mandi, Kale sedang bergidik ngeri mendengar ancaman ku. Tapi aku tidak perduli. Suruh siapa, dia selalu saja mengulangi perbuatannya itu?Semenjak kami menikah dua bulan lalu, aku jadi semakin tahu kebiasaan buruk Kale. Dia sama seperti para suami yang sering aku dengar dari orang-orang terdekat atau juga muncu
Author POVSejak pagi, hujan sudan turun dengan derasnya. Padahal hari ini adalah hari yang penting bagi Alena, karena dia berniat untuk keluar bersama dengan Kale, mencoba makanan ringan yang nantinya akan dia hidangkan di acara pernikahannya dengan Kale.Ketiga kalinya Alena mendesah berat. Menatap keluar jendela kamarnya, dimana air masih turun dengan disertai gemuruh yang sesekali datang."Gimana nih? Enggak jadi dong."Dia menyandarkan kepala di bingkai jendela. Meratapi pagi harinya yang sudah berhasil membunuh semangatnya. Tiba-tiba dering ponselnya terdengar, Alena tahu siapa yang menghubunginya. Segera dia mengambil ponsel dan mengangkat panggilan dari calon suaminya itu."Ya, Kal?" Suara Alena pasti terdengar begitu lesu hingga kemudian Kale menyuarakan rasa cemas nya dengan menanyakan apakah Alena sakit."Enggak. Aku enggak sakit. Kita enggak jadi pergi kan karena hujan?"Alena merasa bahwa dirinya bodoh karen
"Duh, yang akhirnya bisa pulang dan ketemu sama Mas Pacar. Seneng amat."Aku hanya melirik sekilas pada Mas Adit. Ada senyum kecil di bibir ku ketika bertatapan dengan atasan ku itu."Jelas dong, Mas. Kan dua hari enggak ketemu. Jadi wajar dong kalau saya kangen sama pacar saya."Mas Adit hanya tersenyum kecil tanpa membalas. Sedangkan aku kembali menyandarkan kepalaku pada kaca jendela mobil.Peristiwa terakhir kali sebelum aku pergi dinas, masih jelas teringat dan terkenang di kepala ku sepanjang aku menjalani kegiatan dinas dua hari ini. Bahkan setiap Kale menghubungi aku, aku secara otomatis akan langsung teringat dengan kejadian itu. Ciuman pertama aku dan Kale. Ciumannya yang amatir, yang terkesan ragu dan takut, justru membekas kuat di kepalaku.Aku menyukainya. Aku menyukai ke hati-hatian Kale yang sepertinya sangat takut aku akan kecewa dan tidak puas. Padahal dia tidak tahu bahwa menjadi ciuman pertama baginya adalah sebuah keba
Setelah aku mendengar wacana tentang lamaran itu, setiap harinya aku lalui dengan berdebar. Aku bahkan sudah melihat-lihat kebaya yang sekiranya cocok digunakan di acara yang seperti itu, padahal belakangan kami sudah tidak pernah membahas perihal lamaran itu lagi.Dua bulan berlalu semenjak malam itu. Dan Kale tampaknya mulai sibuk karena berkat kerjanya yang kompeten, dia dipercaya untuk menangani salah satu karya dari seorang penulis yang namanya sudah cukup dikenal di dunia Literasi. Walaupun begitu, dia masih saja menyempatkan diri untuk bisa menjemput aku di kantor setiap hari."Beruntung banget lo, Len. Semenjak keluar dari kantor ini, Kale kelihatan makin keren aja. Setelannya juga gue lihat oke punya. Apa Jangan-jangan, ini karena dia udah punya pacar ya? Makanya dia berusaha tampil sekeren mungkin?"Aku tertawa menanggapi komentar Lalisa. Kemarin dia sempat bertemu dengan Kale saat Kale menjemput ku dan dia melihat bagaimana Kale berubah setelah
Lampu gantung berbentuk bulat yang memberikan kesan temaram yang romantis, kursi kayu dan meja kayu yang sesuai dengan interior kafe yang agak jadul. Alunan musik dari penyanyi terkenal yang dikenal dengan lagu-lagu puitis nya.Sungguh, ini adalah komponen sempurna untuk kencan pertama. Kebetulan aku dan Kale menempati meja yang ada di pojok ruangan, yang agak terasing dari meja lainnya. Ternyata, selain es krim, kafe yang Kale sebut sebagai warung es krim ini juga menyediakan cemilan kekinian. Salah satunya adalah waffle es krim dan juga martabak es krim. Dua-dua nya sudah pasti berisi es krim segar di dalamnya.Tapi daripada memesan makanan dengan isian es krim, aku memilih brownies green tea tanpa es krim, karena aku sudah memesan es krim secara terpisah dan juga air mineral."Suka?"Adalah pertanyaan yang diutarakan oleh Kale setelah sekian lama kami hanya sibuk menyantap pesanan kami."Ini enak. Tapi sebenarnya, aku belum makan nasi,
Hari itu, Kale benar-benar mengatakan keputusannya pada Mas Adit. Aku tidak tahu apa saja yang mereka bicarakan, tapi saat aku bertanya pada Kale, dia hanya bilang bahwa Mas Adit sedikit menyayangkan keputusan yang Kale ambil. Mas Adit berkata bahwa dia merasa senang memilki Kale sebagai bawahannya. Meskipun begitu, Mas Adit pada akhirnya menyetujui sudah pengunduran diri Kale.Lalu esok malamnya, kamu mengadakan makan malam dengan teman satu kantor sebagai bentuk perpisahan untuk Kale. Tentu saja sebetulnya, aku tidak berniat mengajak Lili. Tapi walau bagaimana pun, dia masih rekan kerja kami. Rasanya tidak akan etis jika aku dengan sengaja mengecualikan dia."Dingin."Aku memeluk tubuh ku dengan kedua tangan. Saat ini, aku sedang ada di depan kafe bersama Kale, sedangkan teman-teman yang lain masih ada di dalam kafe."Mau pakai jaket saya?"Aku tertawa mendengar tawaran dari Kale. Biasanya, di dalam film atau drama, pemeran utama laki-l
"Kenapa, Kak? Kenapa Kakak lebih bela dia daripada aku? Apa Kakak lupa, kalau orang tuaku menitipkan aku sama Kakak? Tapi apa yang Kakak lakukan? Kakak malah menampar aku di depan banyak orang, demi perempuan itu."Kedua alisku nyaris menyatu saat Lili dengan kurang ajarnya menunjuk lurus ke arah ku. Padahal kalau dia minta maaf pun, aku belum tentu akan memaafkannya. Apalagi jika sikapnya seperti itu."Justru karena orang tua kamu menitipkan kamu pada saya, makanya saya enggak mau kamu melakukan sesuatu yang salah dan menyakiti orang lain. Alena enggak salah apa-apa. Dia hanya jatuh cinta pada seseorang yang selama ini dia anggap sebagai temannya. Tapi karena merasa disakiti dan dikhianati, kamu malah membuat dia dalam masalah. Kamu memprovokasi banyak orang untuk berbicara buruk tentang dia. Kamu pikir, saya enggak tahu?"Sudah aku duga, bahwa Lili yang melakukannya. Sebenci itu dia padaku hanya karena aku dan Kale berpacaran. Padahal orang yang belum la
"Enak banget ya? Udah ketahuan pacaran di kantor, tapi dapat hak istimewa buat tetap bertahan di kantor dua-duanya tanpa harus keluar salah satunya. Kalau tahu ada hak istimewa begitu, gue juga dari awal aja cari pacar satu kantor.""Ya gimana lagi? Yang melanggar kan karyawan terbaik selama dua bulan berturut-turut, jadi wajar kalau dapat hak istimewa kayak gitu. Sedangkan rakyat jelata kayak kita sih, kalau ketahuan pacaran sama sesama karyawan pasti sudah disuruh tulis surat pengunduran diri atau disuruh putus biar enggak jadi masalah di kantor."Aku sudah tahu bahwa masalahku dengan Kale sudah menyebar luar kesana kemari. Makanya sebisa mungkin, aku tidak merasa tersinggung atau marah walaupun dibicarakan dengan terang-terangan oleh orang-orang dari divisi lain. Kebanyakan, mereka adalah berasal dari bagian Pemasaran. Tapi ada juga yang berasal dari divisi Keuangan yang sebagian besar merupakan teman dekat Valani, gadis yang pernah menyukai Kale dan ditolak jug
Keluar dari ruangan Mas Adit, aku langsung mendatangi Lili di mejanya. Dia sangat percaya diri hingga menatapku dengan tatapan yang menantang."Ternyata benar ya? Padahal dulu Mbak dengan gigih mengelak kalau punya hubungan sama Kale, tapi--"Tanpa menunggu dia selesai bicara, aku langsung menarik tangannya untuk keluar dari ruangan. Sudah cukup dia membuat hubungan ku dan Kale menjadi konsumsi publik, tidak lagi untuk sekarang. Manusia ular sepertinya sudah pasti akan menggiring aku untuk dipermalukan di depan semua orang dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi."Lo sengaja ngikutin gue sama Kale dan juga langsung ngambil gambar kami terus diperlihatkan ke semua orang?"Dengan senyum menyebalkan yang ada di wajahnya, dia mengangguk."Iya. Berkat saya, semua orang jadi tahu betapa munafik nya Mbak selama ini. Dari awal Mbak kekeuh bilang kalau Mbak enggak punya hubungan apapun sama Kale. Mbak bahkan berlaku seakan-akan sampai kapan