"Kayaknya hubungan lo sama Lili emang enggak baik ya? Kenapa sih, Len?"
Aku yang baru saja menyeruput es campur ku, langsung mendongak ke arah Mas Adit yang bertanya padaku. Aku sempat melirik pada Lalisa dan Kale, keduanya diam meskipun Lalisa sempat tersenyum miring ke arah ku."Ya enggak bisa dibilang begitu juga sih, Mas. Faktanya kami cuma saling enggak perduli aja. Istilah lainnya, kami enggak cocok.""Karena Kale?"Kening ku berkerut. Ucapan Mas Adit seakan-akan aku dan Lili berhubungan kurang baik karena berebut Kale."Dia yang nyangka nya kalau saya ini ada hubungan sama Kale, makanya dia jadi sentimen sama saya."Mas Adit tertawa. "Ya wajar sih kalau kata gue. Gue aja pas belum tahu lo punya cowok, nyangka nya lo sama Kale emang punya hubungan. Habisnya Kale jinak nya cuma sama lo doang, Len."Aku mendapati Kale yang memutar bola matanya malas."Enggak begitu, Mas. Saya cuma menghargai orang yang lebiDulu, aku pernah memiliki pacar dan aku diputuskan olehnya saat aku menolak untuk berciuman dengannya. Kejadiannya adalah saat aku masih SMA. Seorang kakak kelas yang paling tampan, tanpa diduga ternyata menyatakan cinta padaku.Siapa yang tidak merasa senang disukai oleh pria semacam itu? Jelas saja aku langsung menerimanya saat itu juga. Awalnya semua masih baik-baik saja, dia adalah tipe pria yang baik dan juga romantis. Nyaris semua orang merasa iri karena aku bisa mendapatkannya, pun dengan Rosa, sahabatku yang juga menyukai dia.Tapi kemudian setelah satu bulan menjalin hubungan dengannya, dia mulai meminta hal itu padaku. Aku menolak dan dia mengerti dengan penolakan ku. Walaupun begitu, itu bukan lah terakhir kalinya dia meminta. Selanjutnya setiap kali ada kesempatan, dia akan langsung mencoba mencium ku dan aku selalu menolak.Mungkin lama-lama dia jengah karena aku tidak bisa memberikan apa yang dia mau, sehingga pada akhirnya di kali terakhir d
Setelah melihat panggilan masuk dari Ibunda Fattah, sisa hari aku habiskan dengan merasa cemas. Itu karena aku mulai teringat pada keluargaku.Keluarga yang sudah terlanjur memeluk harapan bahwa anak gadis bungsunya akan menikah sebentar lagi. Apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka mendengar bahwa pria yang seharusnya menikah dengan anak mereka, justru akan menikahi orang lain?Membayangkan wajah sedih Mama, membuat ulu hatiku terasa sakit bukan main. Aku kebingungan mencari cara untuk mengatakan hal ini pada Mama dan Papa."Mbak enggak pulang?"Aku terhenyak. Tanpa ku sadari ternyata Kale sudah ada di depanku.Memang semua orang sudah pulang, pun dengan Lalisa yang tadi buru-buru pamit karena Abangnya sudah menunggu di bawah. Hanya aku dan Kale yang tadi masih bertahan. Kale masih menyelesaikan tugasnya, sedangkan aku segan untuk pulang karena belum menemukan keberanian untuk bertemu dengan kedua orang tuaku."Pulang dong
Hal yang mustahil aku lakukan saat ini adalah menyembunyikan kenyataan dari keluargaku, terutama dari Mama yang langsung aku temui begitu aku sampai di rumah.Dengan wajah yang bengkak dan mata yang sembab, mustahil Mama tidak menyadari bahwa sesuatu telah terjadi padaku. Hal itu langsung terbukti begitu aku menginjakkan kaki di ruang tengah dan Mama menoleh padaku.Senyum lembut yang selalu dia berikan padaku setiap aku pulang, langsung berubah menjadi raut cemas saat melihat bagaimana kacaunya wajahku.Dia berdiri dengan segera dari kursi dan berlari ke arah ku."Kamu kenapa?" Nadanya sangat cemas dan panik, membuat hatiku ikut merasakan sakit.Baru seperti ini saja aku tidak sanggup melihatnya. Bagaimana nanti setelah Mama mengetahui kenyataan yang terjadi? Aku takut sekali. Namun saat ini lebih jauh lebih baik karena Mama hanya sendiri, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau Papa ada disini juga."Ma.. Mama.."
Aku menatap semua orang yang juga sedang menatapku.Sesaat lalu, Ayahnya Fattah mengatakan sesuatu yang aku saja marah mendengarnya. Padahal aku sengaja tidak menceritakan itu pada Mama karena tidak ingin Mama merasa marah. Tapi kemudian dengan santainya Ayah Fattah mengatakan itu seakan dia tidak merasa bahwa apa yang dia katakan adalah hal yang salah. Benar-benar salah.Papa menatap padaku cukup lama, sebelum kemudian mengalihkan pandangan dan menatap ke arah Ayah Fattah."Apa anda sadar dengan apa yang anda katakan?" Pertanyaan Papa memang terdengar masih sopan, namun siapapun tahu bahwa beliau sedang menahan amarah.Sedangkan Ayah Fattah yang juga menyadari itu, memilih untuk berpura-pura tidak tahu dan malah melanjutkan ucapannya."Kita sama-sama tahu bahwa anak kita saling mencintai. Persiapan pernikahan juga sudah dilaksakan setidaknya kurang lebih tujuh puluh persen, jadi alangkah baiknya jika kita mengenyampingkan ego
Aku pikir ini hanya perasaan ku saja. Di sepanjang jalan menuju ruangan kerjaku, aku merasakan bahwa banyak sekali orang-orang yang menatapku sambil berbisik-bisik. Bahkan ada dari mereka yang juga tertawa diam-diam.Awalnya aku berpikir mungkin itu hanya perasaanku saja yang terlalu sensitif, tapi semakin jauh aku berjalan, semakin jelas perlakuan mereka hingga aku tahu bahwa itu bukan hanya sekedar perasaanku. Apalagi begitu aku sampai di ruangan divisi ku, dengan wajah yang panik Lalisa langsung menarik tanganku. Membawa ku kembali ke luar."Beneran lo sama Fattah putus dan batal nikah?"Aku terkejut. Tidak menyangka bahwa Lalisa akan tahu masalah ini. Karena seingat ku sejauh ini yang tahu masalahku hanya lah Kale, itu pun karena aku sendiri yang menceritakan nya."Lo...kata siapa?"Lalisa berdecak pelan sambil memalingkan wajahnya."Kabarnya udah nyebar dari pertama gue datang. Gue aja kaget banget, dan sepertinya semua oran
Lebih dari tiga puluh menit aku dan Lili harus mendengarkan teguran dari Mas Adit. Dia tampak marah tapi aku sama sekali tidak merasakan sakit hati akibat ucapannya karena aku sangat tahu bahwa apa yang dia katakan adalah benar. Justru akan sangat berbahaya jika masalah ini sampai terdengar ke telinga atasan secara langsung, aku masih bersyukur karena hanya Mas Adit yang menegur kami.Setelah selesai dengan kami, Lili dipersilahkan untuk keluar namun tidak denganku. Mas Adit kembali meminta waktu untuk berbicara berdua dengan aku setelah resmi memberikan aku dan Lili SP1 sebagai peringatan."Alen, gue udah denger masalahnya saat gue naik kesini bareng Kale. Jujur, gue pribadi kaget pas dengar dari orang-orang. Lebih kaget lagi karena hampir semua cewek di kantor ini ngomongin masalah lo, entah gimana bisa begitu. Dan gue tahu kalau ternyata ini ulah Lili. Kalau nurutin keinginan pribadi dimana gue lebih deket sama lo, udah pasti gue pengen kasih dia surat SP 2 sek
"Len, ada kabar baik buat seminar kali ini."Pagi-pagi ketika baru datang, Mas Adit langsung meminta ku untuk menghadap ke ruangan nya. Aku berpikir mungkin ini masih ada hubungannya dengan masalah kemarin saat aku bertengkar dengan Lili. Tapi ternyata tebakan ku salah."Kabar baik apa, Mas? Seminar nya dipindah ke Paris? Wah! Saya mau banget."Mas Adit langsung berdecak saat mendengar kelakar ku."Peserta seminar kan dijatah satu orang setiap divisi, tapi karena dari Pemasaran sama Keuangan enggak mengikutsertakan karyawannya, jadi dari tim kita yang diminta untuk mengisi kekosongan nya itu. Jadi kita butuh dua orang lagi dari Personalia. Dan berhubung lo adalah orang pertama yang dipilih sebagai perwakilan nya, maka dari itu gue ngasih wewenang buat lo, buat milih dua orang lainnya."Aku mengerjap. Sebenarnya ini bukan kabar yang sangat baik yang bisa membuat aku merasa senang, hanya saja dengan dipilihnya dua orang lain dari divisi Per
Aku bukan tipe wanita yang judes atau sejenisnya. Aku justru terkenal ramah dan juga pandai bersosialisasi. Hanya saja aku paling tidak senang dengan orang yang sok kenal, atau orang yang dari pandangan matanya seakan mengatakan bahwa dia tahu semuanya.Contohnya adalah seperti pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Adnan, sepupunya Lili. Sejak awal dia mengajakku bicara, senyuman yang dia tunjukkan membuatku merasa tidak nyaman. Terlebih setelah dia mengatakan bahwa dia tahu semua cerita tentang ku dan juga Lili, bahkan sampai meminta maaf mewakili sepupunya itu. Aku semakin merasa tidak senang dengan dirinya."Anda enggak perlu minta maaf karena bukan anda yang punya kesalahan. Dan entah apa yang anda tahu, tapi saya rasa tetap ada beberapa hal yang enggak anda tahu. Karena gimana pun juga, masalah ini hanya saya dan Lili yang tahu kebenaran seluruhnya."Walaupun mendengar ucapan ku yang seperti itu, senyumnya yang menyebalkan itu tidak luntur juga. Hal yang malah membuat aku me