Setelah melihat panggilan masuk dari Ibunda Fattah, sisa hari aku habiskan dengan merasa cemas. Itu karena aku mulai teringat pada keluargaku.
Keluarga yang sudah terlanjur memeluk harapan bahwa anak gadis bungsunya akan menikah sebentar lagi. Apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka mendengar bahwa pria yang seharusnya menikah dengan anak mereka, justru akan menikahi orang lain?Membayangkan wajah sedih Mama, membuat ulu hatiku terasa sakit bukan main. Aku kebingungan mencari cara untuk mengatakan hal ini pada Mama dan Papa."Mbak enggak pulang?"Aku terhenyak. Tanpa ku sadari ternyata Kale sudah ada di depanku.Memang semua orang sudah pulang, pun dengan Lalisa yang tadi buru-buru pamit karena Abangnya sudah menunggu di bawah. Hanya aku dan Kale yang tadi masih bertahan. Kale masih menyelesaikan tugasnya, sedangkan aku segan untuk pulang karena belum menemukan keberanian untuk bertemu dengan kedua orang tuaku."Pulang dongHal yang mustahil aku lakukan saat ini adalah menyembunyikan kenyataan dari keluargaku, terutama dari Mama yang langsung aku temui begitu aku sampai di rumah.Dengan wajah yang bengkak dan mata yang sembab, mustahil Mama tidak menyadari bahwa sesuatu telah terjadi padaku. Hal itu langsung terbukti begitu aku menginjakkan kaki di ruang tengah dan Mama menoleh padaku.Senyum lembut yang selalu dia berikan padaku setiap aku pulang, langsung berubah menjadi raut cemas saat melihat bagaimana kacaunya wajahku.Dia berdiri dengan segera dari kursi dan berlari ke arah ku."Kamu kenapa?" Nadanya sangat cemas dan panik, membuat hatiku ikut merasakan sakit.Baru seperti ini saja aku tidak sanggup melihatnya. Bagaimana nanti setelah Mama mengetahui kenyataan yang terjadi? Aku takut sekali. Namun saat ini lebih jauh lebih baik karena Mama hanya sendiri, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau Papa ada disini juga."Ma.. Mama.."
Aku menatap semua orang yang juga sedang menatapku.Sesaat lalu, Ayahnya Fattah mengatakan sesuatu yang aku saja marah mendengarnya. Padahal aku sengaja tidak menceritakan itu pada Mama karena tidak ingin Mama merasa marah. Tapi kemudian dengan santainya Ayah Fattah mengatakan itu seakan dia tidak merasa bahwa apa yang dia katakan adalah hal yang salah. Benar-benar salah.Papa menatap padaku cukup lama, sebelum kemudian mengalihkan pandangan dan menatap ke arah Ayah Fattah."Apa anda sadar dengan apa yang anda katakan?" Pertanyaan Papa memang terdengar masih sopan, namun siapapun tahu bahwa beliau sedang menahan amarah.Sedangkan Ayah Fattah yang juga menyadari itu, memilih untuk berpura-pura tidak tahu dan malah melanjutkan ucapannya."Kita sama-sama tahu bahwa anak kita saling mencintai. Persiapan pernikahan juga sudah dilaksakan setidaknya kurang lebih tujuh puluh persen, jadi alangkah baiknya jika kita mengenyampingkan ego
Aku pikir ini hanya perasaan ku saja. Di sepanjang jalan menuju ruangan kerjaku, aku merasakan bahwa banyak sekali orang-orang yang menatapku sambil berbisik-bisik. Bahkan ada dari mereka yang juga tertawa diam-diam.Awalnya aku berpikir mungkin itu hanya perasaanku saja yang terlalu sensitif, tapi semakin jauh aku berjalan, semakin jelas perlakuan mereka hingga aku tahu bahwa itu bukan hanya sekedar perasaanku. Apalagi begitu aku sampai di ruangan divisi ku, dengan wajah yang panik Lalisa langsung menarik tanganku. Membawa ku kembali ke luar."Beneran lo sama Fattah putus dan batal nikah?"Aku terkejut. Tidak menyangka bahwa Lalisa akan tahu masalah ini. Karena seingat ku sejauh ini yang tahu masalahku hanya lah Kale, itu pun karena aku sendiri yang menceritakan nya."Lo...kata siapa?"Lalisa berdecak pelan sambil memalingkan wajahnya."Kabarnya udah nyebar dari pertama gue datang. Gue aja kaget banget, dan sepertinya semua oran
Lebih dari tiga puluh menit aku dan Lili harus mendengarkan teguran dari Mas Adit. Dia tampak marah tapi aku sama sekali tidak merasakan sakit hati akibat ucapannya karena aku sangat tahu bahwa apa yang dia katakan adalah benar. Justru akan sangat berbahaya jika masalah ini sampai terdengar ke telinga atasan secara langsung, aku masih bersyukur karena hanya Mas Adit yang menegur kami.Setelah selesai dengan kami, Lili dipersilahkan untuk keluar namun tidak denganku. Mas Adit kembali meminta waktu untuk berbicara berdua dengan aku setelah resmi memberikan aku dan Lili SP1 sebagai peringatan."Alen, gue udah denger masalahnya saat gue naik kesini bareng Kale. Jujur, gue pribadi kaget pas dengar dari orang-orang. Lebih kaget lagi karena hampir semua cewek di kantor ini ngomongin masalah lo, entah gimana bisa begitu. Dan gue tahu kalau ternyata ini ulah Lili. Kalau nurutin keinginan pribadi dimana gue lebih deket sama lo, udah pasti gue pengen kasih dia surat SP 2 sek
"Len, ada kabar baik buat seminar kali ini."Pagi-pagi ketika baru datang, Mas Adit langsung meminta ku untuk menghadap ke ruangan nya. Aku berpikir mungkin ini masih ada hubungannya dengan masalah kemarin saat aku bertengkar dengan Lili. Tapi ternyata tebakan ku salah."Kabar baik apa, Mas? Seminar nya dipindah ke Paris? Wah! Saya mau banget."Mas Adit langsung berdecak saat mendengar kelakar ku."Peserta seminar kan dijatah satu orang setiap divisi, tapi karena dari Pemasaran sama Keuangan enggak mengikutsertakan karyawannya, jadi dari tim kita yang diminta untuk mengisi kekosongan nya itu. Jadi kita butuh dua orang lagi dari Personalia. Dan berhubung lo adalah orang pertama yang dipilih sebagai perwakilan nya, maka dari itu gue ngasih wewenang buat lo, buat milih dua orang lainnya."Aku mengerjap. Sebenarnya ini bukan kabar yang sangat baik yang bisa membuat aku merasa senang, hanya saja dengan dipilihnya dua orang lain dari divisi Per
Aku bukan tipe wanita yang judes atau sejenisnya. Aku justru terkenal ramah dan juga pandai bersosialisasi. Hanya saja aku paling tidak senang dengan orang yang sok kenal, atau orang yang dari pandangan matanya seakan mengatakan bahwa dia tahu semuanya.Contohnya adalah seperti pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Adnan, sepupunya Lili. Sejak awal dia mengajakku bicara, senyuman yang dia tunjukkan membuatku merasa tidak nyaman. Terlebih setelah dia mengatakan bahwa dia tahu semua cerita tentang ku dan juga Lili, bahkan sampai meminta maaf mewakili sepupunya itu. Aku semakin merasa tidak senang dengan dirinya."Anda enggak perlu minta maaf karena bukan anda yang punya kesalahan. Dan entah apa yang anda tahu, tapi saya rasa tetap ada beberapa hal yang enggak anda tahu. Karena gimana pun juga, masalah ini hanya saya dan Lili yang tahu kebenaran seluruhnya."Walaupun mendengar ucapan ku yang seperti itu, senyumnya yang menyebalkan itu tidak luntur juga. Hal yang malah membuat aku me
Seperti vila kebanyakan, aku menemukan sebuah kursi kayu di belakang bangunan vila dalam pelarian ku. Di atas rumput yang basah karena hujan rintik yang sempat turun.Aku duduk di sana dengan ponsel yang tergenggam erat. Kata demi kata yang dikirimkan oleh Fattah kembali muncul di kepala ku. Tanganku lagi-lagi meremas pakaian di bagian dada, berharap tindakan bodoh itu akan bisa mengurangi rasa sakitnya. Namun itu sia-sia saja.Siapa yang tidak akan patah hati sepatah-patahnya saat mendengar pria yang beberapa hari yang lalu masih menjadi calon suami, kini justru akan menikahi wanita lain. Terlebih, kebaya itu..Aku menunduk dengan senyum pahit. Kebaya itu sudah membuat aku jatuh cinta saat pertama kali aku melihatnya. Aku langsung membayangkan diriku yang mengenakan kebaya itu di hari pernikahan. Pasti akan sangat cantik bukan?Tapi lagi-lagi bukan aku yang jadi pemeran utamanya.Dan walaupun aku sudah menduga bahkan aku sendiri sudah merasa bahwa seharusnya Fattah menikahi Imelda, b
"AH!"Aku tengah melamun saat kemudian aku terkejut mendengar suara Kale yang mengaduh. Aku reflek bangkit melihat Kale yang melepaskan jagung bakar yang dia pegang, berganti meniupi tangannya.Sepertinya dia terkena bara api tanpa sengaja sehingga jemarinya menjadi terbakar. Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan mendekat padanya, menarik tangannya yang terluka."Ayo, aku bantu obati!"Tidak perduli walaupun Kale kebingungan, aku langsung menariknya ke arah wastafel cuci tangan yang ada tidak jauh dari sana. Aku mengaliri tangannya yang memerah dengan air mengalir selama beberapa saat. Setelahnya aku meniup tangannya itu secara perlahan, berulang kali."Mbak, ini bukan luka besar kok. Saya tadi teriak karena saya kaget. Mbak bisa balik ke taman aja bareng yang lain, biar saya aja yang obatin sendiri."Aku menggeleng. Terus meniup tangannya."Enggak. Aku mau obatin tangan kamu dulu, baru setelah itu balik ke sana."
"Sayang! Handuk aku, kamu jemur di luar?"Aku mendesah pelan. Padahal aku sudah menyiapkan handuk mandi Kale di atas tempat tidur, bersebelahan dengan pakaian tidurnya. Tapi dia masih saja tidak membawa handuk nya ke kamar mandi. Dan sekarang, dia bertanya begitu seolah-olah dia tidak menemukan handuknya dimana pun.Langkah ku berjalan masuk ke kamar tidur, berdiri di depan pintu kamar mandi sambil menyampirkan handuk milik suamiku itu."Handuknya dari tadi udah aku taruh di kasur. Padahal kalau lupa bawa, kamu bisa minta tolong aku buat bawain. Bukan malah pura-pura begitu. Siap-siap buat hukuman kamu ya!"Aku yakin di dalam kamar mandi, Kale sedang bergidik ngeri mendengar ancaman ku. Tapi aku tidak perduli. Suruh siapa, dia selalu saja mengulangi perbuatannya itu?Semenjak kami menikah dua bulan lalu, aku jadi semakin tahu kebiasaan buruk Kale. Dia sama seperti para suami yang sering aku dengar dari orang-orang terdekat atau juga muncu
Author POVSejak pagi, hujan sudan turun dengan derasnya. Padahal hari ini adalah hari yang penting bagi Alena, karena dia berniat untuk keluar bersama dengan Kale, mencoba makanan ringan yang nantinya akan dia hidangkan di acara pernikahannya dengan Kale.Ketiga kalinya Alena mendesah berat. Menatap keluar jendela kamarnya, dimana air masih turun dengan disertai gemuruh yang sesekali datang."Gimana nih? Enggak jadi dong."Dia menyandarkan kepala di bingkai jendela. Meratapi pagi harinya yang sudah berhasil membunuh semangatnya. Tiba-tiba dering ponselnya terdengar, Alena tahu siapa yang menghubunginya. Segera dia mengambil ponsel dan mengangkat panggilan dari calon suaminya itu."Ya, Kal?" Suara Alena pasti terdengar begitu lesu hingga kemudian Kale menyuarakan rasa cemas nya dengan menanyakan apakah Alena sakit."Enggak. Aku enggak sakit. Kita enggak jadi pergi kan karena hujan?"Alena merasa bahwa dirinya bodoh karen
"Duh, yang akhirnya bisa pulang dan ketemu sama Mas Pacar. Seneng amat."Aku hanya melirik sekilas pada Mas Adit. Ada senyum kecil di bibir ku ketika bertatapan dengan atasan ku itu."Jelas dong, Mas. Kan dua hari enggak ketemu. Jadi wajar dong kalau saya kangen sama pacar saya."Mas Adit hanya tersenyum kecil tanpa membalas. Sedangkan aku kembali menyandarkan kepalaku pada kaca jendela mobil.Peristiwa terakhir kali sebelum aku pergi dinas, masih jelas teringat dan terkenang di kepala ku sepanjang aku menjalani kegiatan dinas dua hari ini. Bahkan setiap Kale menghubungi aku, aku secara otomatis akan langsung teringat dengan kejadian itu. Ciuman pertama aku dan Kale. Ciumannya yang amatir, yang terkesan ragu dan takut, justru membekas kuat di kepalaku.Aku menyukainya. Aku menyukai ke hati-hatian Kale yang sepertinya sangat takut aku akan kecewa dan tidak puas. Padahal dia tidak tahu bahwa menjadi ciuman pertama baginya adalah sebuah keba
Setelah aku mendengar wacana tentang lamaran itu, setiap harinya aku lalui dengan berdebar. Aku bahkan sudah melihat-lihat kebaya yang sekiranya cocok digunakan di acara yang seperti itu, padahal belakangan kami sudah tidak pernah membahas perihal lamaran itu lagi.Dua bulan berlalu semenjak malam itu. Dan Kale tampaknya mulai sibuk karena berkat kerjanya yang kompeten, dia dipercaya untuk menangani salah satu karya dari seorang penulis yang namanya sudah cukup dikenal di dunia Literasi. Walaupun begitu, dia masih saja menyempatkan diri untuk bisa menjemput aku di kantor setiap hari."Beruntung banget lo, Len. Semenjak keluar dari kantor ini, Kale kelihatan makin keren aja. Setelannya juga gue lihat oke punya. Apa Jangan-jangan, ini karena dia udah punya pacar ya? Makanya dia berusaha tampil sekeren mungkin?"Aku tertawa menanggapi komentar Lalisa. Kemarin dia sempat bertemu dengan Kale saat Kale menjemput ku dan dia melihat bagaimana Kale berubah setelah
Lampu gantung berbentuk bulat yang memberikan kesan temaram yang romantis, kursi kayu dan meja kayu yang sesuai dengan interior kafe yang agak jadul. Alunan musik dari penyanyi terkenal yang dikenal dengan lagu-lagu puitis nya.Sungguh, ini adalah komponen sempurna untuk kencan pertama. Kebetulan aku dan Kale menempati meja yang ada di pojok ruangan, yang agak terasing dari meja lainnya. Ternyata, selain es krim, kafe yang Kale sebut sebagai warung es krim ini juga menyediakan cemilan kekinian. Salah satunya adalah waffle es krim dan juga martabak es krim. Dua-dua nya sudah pasti berisi es krim segar di dalamnya.Tapi daripada memesan makanan dengan isian es krim, aku memilih brownies green tea tanpa es krim, karena aku sudah memesan es krim secara terpisah dan juga air mineral."Suka?"Adalah pertanyaan yang diutarakan oleh Kale setelah sekian lama kami hanya sibuk menyantap pesanan kami."Ini enak. Tapi sebenarnya, aku belum makan nasi,
Hari itu, Kale benar-benar mengatakan keputusannya pada Mas Adit. Aku tidak tahu apa saja yang mereka bicarakan, tapi saat aku bertanya pada Kale, dia hanya bilang bahwa Mas Adit sedikit menyayangkan keputusan yang Kale ambil. Mas Adit berkata bahwa dia merasa senang memilki Kale sebagai bawahannya. Meskipun begitu, Mas Adit pada akhirnya menyetujui sudah pengunduran diri Kale.Lalu esok malamnya, kamu mengadakan makan malam dengan teman satu kantor sebagai bentuk perpisahan untuk Kale. Tentu saja sebetulnya, aku tidak berniat mengajak Lili. Tapi walau bagaimana pun, dia masih rekan kerja kami. Rasanya tidak akan etis jika aku dengan sengaja mengecualikan dia."Dingin."Aku memeluk tubuh ku dengan kedua tangan. Saat ini, aku sedang ada di depan kafe bersama Kale, sedangkan teman-teman yang lain masih ada di dalam kafe."Mau pakai jaket saya?"Aku tertawa mendengar tawaran dari Kale. Biasanya, di dalam film atau drama, pemeran utama laki-l
"Kenapa, Kak? Kenapa Kakak lebih bela dia daripada aku? Apa Kakak lupa, kalau orang tuaku menitipkan aku sama Kakak? Tapi apa yang Kakak lakukan? Kakak malah menampar aku di depan banyak orang, demi perempuan itu."Kedua alisku nyaris menyatu saat Lili dengan kurang ajarnya menunjuk lurus ke arah ku. Padahal kalau dia minta maaf pun, aku belum tentu akan memaafkannya. Apalagi jika sikapnya seperti itu."Justru karena orang tua kamu menitipkan kamu pada saya, makanya saya enggak mau kamu melakukan sesuatu yang salah dan menyakiti orang lain. Alena enggak salah apa-apa. Dia hanya jatuh cinta pada seseorang yang selama ini dia anggap sebagai temannya. Tapi karena merasa disakiti dan dikhianati, kamu malah membuat dia dalam masalah. Kamu memprovokasi banyak orang untuk berbicara buruk tentang dia. Kamu pikir, saya enggak tahu?"Sudah aku duga, bahwa Lili yang melakukannya. Sebenci itu dia padaku hanya karena aku dan Kale berpacaran. Padahal orang yang belum la
"Enak banget ya? Udah ketahuan pacaran di kantor, tapi dapat hak istimewa buat tetap bertahan di kantor dua-duanya tanpa harus keluar salah satunya. Kalau tahu ada hak istimewa begitu, gue juga dari awal aja cari pacar satu kantor.""Ya gimana lagi? Yang melanggar kan karyawan terbaik selama dua bulan berturut-turut, jadi wajar kalau dapat hak istimewa kayak gitu. Sedangkan rakyat jelata kayak kita sih, kalau ketahuan pacaran sama sesama karyawan pasti sudah disuruh tulis surat pengunduran diri atau disuruh putus biar enggak jadi masalah di kantor."Aku sudah tahu bahwa masalahku dengan Kale sudah menyebar luar kesana kemari. Makanya sebisa mungkin, aku tidak merasa tersinggung atau marah walaupun dibicarakan dengan terang-terangan oleh orang-orang dari divisi lain. Kebanyakan, mereka adalah berasal dari bagian Pemasaran. Tapi ada juga yang berasal dari divisi Keuangan yang sebagian besar merupakan teman dekat Valani, gadis yang pernah menyukai Kale dan ditolak jug
Keluar dari ruangan Mas Adit, aku langsung mendatangi Lili di mejanya. Dia sangat percaya diri hingga menatapku dengan tatapan yang menantang."Ternyata benar ya? Padahal dulu Mbak dengan gigih mengelak kalau punya hubungan sama Kale, tapi--"Tanpa menunggu dia selesai bicara, aku langsung menarik tangannya untuk keluar dari ruangan. Sudah cukup dia membuat hubungan ku dan Kale menjadi konsumsi publik, tidak lagi untuk sekarang. Manusia ular sepertinya sudah pasti akan menggiring aku untuk dipermalukan di depan semua orang dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi."Lo sengaja ngikutin gue sama Kale dan juga langsung ngambil gambar kami terus diperlihatkan ke semua orang?"Dengan senyum menyebalkan yang ada di wajahnya, dia mengangguk."Iya. Berkat saya, semua orang jadi tahu betapa munafik nya Mbak selama ini. Dari awal Mbak kekeuh bilang kalau Mbak enggak punya hubungan apapun sama Kale. Mbak bahkan berlaku seakan-akan sampai kapan