"Neng!"
Rasanya aku senang sekali saat baru keluar dari pintu lobi dan sudah menemukan Fattah tengah menungguku.Hari ini adalah hari terakhir sebelum dia pergi untuk pekerjaan dinas, maka kami sudah sepakat untuk makan malam bersama sebagai tanda perpisahan dan aku sudah sangat menegaskan padanya bahwa aku tidak ingin rencana kali ini gagal atau berubah seperti sebelumnya. Untunglah Fattah menepati janjinya dengan baik kali ini."Dari tadi ya?" tanyaku.Aku tidak bisa menghilangkan senyum di wajahku. senang sekali akhirnya setelah sekian lama kami bisa makan malam bersama dan agenda lainnya adalah untuk membahas rencana pernikahan kami, tentang kunjungan orang tuanya kembali ke kediaman keluarga ku."Baru kok. Tadi aku keluar dari kantor jam setengah lima, untungnya enggak macet," balasnya.Kepala ku mengangguk. Lalu dengan manis dia membukakan pintu mobil agar aku bisa langsung masuk ke dalamnya. Perlakuan kecil yang tidak perAkibat kerusuhan yang terjadi di rumah, aku jadi tidak bisa tidur hingga subuh. Bukan karena sedih atau kasihan melihat kakakku. Aku justru memikirkan nasibku sendiri.Raffan adalah pribadi yang baik dan juga sabar selama aku mengenalnya sebagai pacar dari Aleya. Tidak terlihat bahwa matanya akan terarah pada wanita lain selama dia menjalin hubungan dengan kakakku. Tapi mendengar masalah yang terjadi kemarin pada mereka, entah kenapa aku merasa sedikit khawatir.Bagaimana pun, Fattah agak sedikit mirip dengan Raffan. Bagaimana jika Fattah akan melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Raffan? Bagaimana jika setelah menikah, dia lalu tertarik pada wanita lain dan diam-diam menjalin hubungan dengannya di belakang ku?Memikirkan itu semalaman membuat aku tidak bisa tidur dan tidak bisa berhenti khawatir. Ternyata benar kata orang, bahwa menjelang pernikahan akan banyak kekhawatiran yang dirasakan oleh calon mempelai."Len, gue lagi
Jika ditanya apakah aku shock dengan sikap Kale? Tentu saja aku sangat shock, bahkan perasaan itu bertahan sampai sekarang, saat aku sudah duduk berhadapan dengan Lalisa di kantin kantor untuk makan siang.Setelah kejadian dimana aku dan Kale ribut di ruangan, kemudian Kale yang meninggalkan aku keluar lalu kembali sekitar sepuluh menit kemudian, keadaan ruangan menjadi sangat hening. seakan semua orang di sana merasa sungkan bahkan hanya untuk menarik napas dan menghembuskan nya lagi.Aku pun demikian, sepanjang waktu yang aku lakukan hanya memandangi Kale secara diam-diam, menyadari bahwa anak itu benar-benar marah. Untuk pertama kalinya selama aku mengenal dia, aku melihatnya marah seperti itu. dan untuk pertama kalinya pula aku tahu bahwa Kale sangat menganggap penting aku dibandingkan dengan orang lain dalam ruangan ini.Dan hal itu membuat aku menjadi merasa bersalah setelah perasaan emosi sesaat ku berhasil menghilang."Tadi gue kaget. Gue
Selama aku berhubungan dengan Fattah, banyak kali kami tidak berkomunikasi selama beberapa hari. Itu sudah biasa karena aku tahu Fattah sibuk dengan pekerjaannya apalagi jika sedang ada proyek seperti sekarang. Bahkan karena masalah pekerjaannya itu juga aku dan dia bertengkar kemarin.Dan sekarang, semua seperti kembali terulang. Sudah dua hari dan Fattah tidak memberi kabar padaku. Aku tadinya merasa bahwa semua itu wajar saja. Karena bagaimana pun Fattah sedang melaksanakan langkah terakhir dalam proyeknya.Sudah bermasalah dengan Kale yang sekarang mendiamkan aku, kini aku juga harus memikirkan Fattah yang tiba-tiba saja menghilang."Len, rekapan jaminan kesehatan yang kemarin kamu kirim, bisa dikirim ulang enggak? File nya enggak bisa dibuka."Aku mendongak ketika mendengar suara Mas Adit tidak jauh dari ku. Beberapa detik aku delay karena tidak fokus sebelum kemudian aku berdeham."Bisa, Mas. Lewat e-mail kan?"Mas Adit men
Amarahku lenyap berkat satu kotak nasi dan ayam bakar yang diberikan oleh Kale. Ternyata benar kata banyak orang, manusia akan menjadi sangat menyeramkan jika mereka sedang lapar. Walaupun aku masih merasa putus ada dengan Fattah yang entah kemana, namun setidaknya emosiku menjadi lebih stabil setelah perutku yang kelaparan terisi dengan nasi dan ayam bakar yang sambalnya mantap sekali. Mungkin nanti aku harus bertanya dimana Kale membelinya.Waktu menunjukkan angka lima lima belas menit, semua teman satu ruangan ku sudah sibuk merapikan barang mereka dan bersiap untuk keluar dari kantor. Sama halnya dengan aku, sayangnya aku tidak akan pulang. Jika sesuai dengan yang Fattah katakan maka hari ini adalah hari kepulangannya dari dinas. Tapi karena dia tidak bisa dihubungi dan bahkan tidak membalas semua pesanku, maka aku berniat untuk menemuinya di rumah. Memang akan jadi masalah besar jika ternyata dia pulang ke rumah tanpa mengabari aku, tapi itu akan lebih b
"Padahal Ibu sudah sering bilang supaya Fattah meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumah kamu, Len. Tapi memang rasanya Fattah itu gila kerja, jadinya begini deh. Maaf ya, Len. Kamu jadi nunggu lama."Aku tersenyum menanggapi ucapan Ibu dari Fattah. Kini kami sedang dalam perjalanan menuju rumahku untuk pertemuan keluarga. Untungnya keluargaku sudah tahu bahwa hari ini, bertepatan dengan pulangnya Fattah maka keluarganya akan datang juga. Makanya tadi aku sempat cemas saat Fattah tidak bisa dihubungi, karena aku bingung harus mengatakan apa pada Mama dan Papa."Enggak apa-apa, Ibu. Alen tahu kalau mas Fattah sibuk. Sekarang pulang dinas langsung mau ke rumah Alen saja, Alen sudah berterimakasih sekali," ujarku sambil melirik ke arah Fattah yang bertugas menyetir.Aku dan Ibunya berada di kursi belakang, sedangkan Fattah menyetir dengan ditemani oleh ayahnya yang duduk di kursi penumpang."Padahal Ibu sudah enggak sabar mau punya cucu lo
"Cie! Gue lihat di IG lo, foto yang lo post itu foto lamaran bukan sih?"Baru saja aku memasuki ruangan, Lalisa sudah heboh menyambut ku dengan kalimat itu. Reflek aku melotot padanya, lalu mataku berkeliling memperhatikan respon dan reaksi dari teman satu kantor yang juga mendengar ucapan ku. Untungnya mereka hanya tersenyum menggoda saat bertatapan padaku. Hanya satu orang yang masih bertahan dengan wajah datarnya, sebelum kemudian memalingkan muka."Enggak usah kasih pengumuman ke semua orang juga kali, Lis," balasku jengah.Aku berjalan ke arah meja kerja ku dan Lalisa mengikutinya."Habisnya dari semalam gue udah mau ngomong begitu, sayangnya gue enggak mau ganggu acara lamaran lo makanya gue tahan sampai sekarang."Aku hanya menggelengkan kepala pelan mendengar ucapannya. Tanganku bergerak menyalakan komputer.Semalam aku memang sempat mengambil gambar bersama dengan semua orang dan kemudian memposting nya salah satu aplika
Ini sama sekali tidak di sengaja. Aku adalah seseorang yang selalu memegang ucapan ku sendiri.Termasuk tentang ucapan pada Fattah yang berjanji tidak akan lagi pulang bersama dengan Kale. Hanya saja, sore hari ini, ketika aku hendak memesan taksi online atau ojek online, ponsel kesayanganku yang selama hampir satu tahun tidak menyusahkan aku sama sekali, Tiba-tiba saja mati. Tadinya aku berpikir bahwa ponselku akan tertolong dengan bantuan charger, tapi siapa yang akan menyangka jika ponselku sama sekali tidak terbantu. Mendapatkan kejadian seperti itu, aku berpikir untuk pulang bersama dengan Fattah.Aku meminjam ponsel Lalisa untuk menghubunginya tapi Fattah tidak bisa datang menjemput karena dia sedang berada di Bogor. Lalu aku tidak punya pilihan lain selain pulang menggunakan bus. Dan akhirnya, disini lah aku bersama dengan Kale yang juga berada satu bus denganku.Selama ini, perjalanan pulang kami selalu menyenangkan dengan segal
Setelah melewati hari sabtu dimana aku dan Fattah akhirnya gagal bertemu dengan penanggungjawab pakaian pernikahan kami karena Fattah yang tiba-tiba jatuh sakit, akhirnya aku bertemu dengan hari minggu yang pastinya akan sangat melelahkan.Jam enam pagi aku sudah berangkat dari rumah karena kayanya, bus akan mulai berangkat jam tujuh tepat. Padahal niatnya aku ingin membatalkan keikutsertaan diriku dalam acara kali ini karena aku ingin menemani Fattah yang sedang sakit, tapi apa mau dikata bahwa Mas Adit menetapkan denda untuk siapa saja yang membatalkan keikutsertaan nya secara tiba-tiba.Maka disini lah aku sekarang, duduk di dalam bus bersama dengan Lalisa. Sedangkan di kursi seberang ku ada Kale bersama dengan Fahri, salah satu teman satu ruangan kami. Tadi aku sempat mendengar bahwa Lili memaksa untuk duduk bersama Kale namun langsung ditolak oleh pria itu. Mendengarnya saja membuat aku senang, aku langsung teringat obrolan ku bersama dengan Kale di bus yang