*Adzan Subuh berkumandang di masjid besar di komplek perumahan ibu.Karena tak dapat tidur dengan baik, aku memutuskan mandi. Setelah mandi, tubuhku merasa benar-benar segar dan mulai bertenaga lagi.Selesai mandi, aku menunaikan shalat Subuh di mushola rumah Ibu. Berjamaah dengan Bapakserta Ibu, sementara Arka masih tidur.Setelah selesai, aku pun bersalaman dengan kedua orang tuaku. Hal yang baru aku lakukan lagi setelah sekian lamanya.Bapak dan Ibu memelukku bergantian. Segala doa dan harapan terbaik, mereka ucapkan. Mereka seakan tidak ingat, dengan luapan kekesalanku semalam. Karena, begitu besarnya mereka mengasihi putranya ini.Di mata mereka aku tetaplah anak-anak.Tak ingin membuang waktu. Aku meninggalkan mushola. Masuk ke kamar dan bersiap. Lalu menagih janji mereka semalam untuk pergi ke rumah Hilma.Ibu menyuarakan protes, sebab masih terlalu pagi. Pun karena Arka yang masih tidur.Akhirnya, aku pergi berdua diantar Bapak. Sementara Ibu, menunggui Arka. Tidak sampai hat
🌻POV Yuda."T—taaruf, Pak? Azmi—mau menikahi Hilma?" tergagap aku bertanya.Pak Wisnu mengangguk cepat."Iya, Nak Yuda. Hilma sedang menjalani ta'aruf dengan Nak Azmi, teman lamanya saat masih mondok. Azmi merupakan lulusan dari Kairo. Bulan depan, mereka akan menikah. Rencananya, setelah menikah, Nak Azmi akan memboyong Hilma kembali ke pondok. Menempati rumah yang sudah disiapkan di sana, supaya Hilma bisa tetap mengajar di sana," ungkap Pak Wisnu berhasil melemaskan engsel engsel persendianku.Aku menelan Saliva dengan susah payah. Benar firasatku. Jika seorang Azmi, pasti akan mencuri start dariku.Ah, menyebalkan."Owh, begitu ya, Pak Wisnu? Mohon maaf sekali, kami tidak tahu," timpal Bapak merasa tidak enak.Nampak Pak Wisnu menggangguk pada Bapak.Huh.Tanganku mengepal. Aku kehabisan napas mendengarnya. Aku tak bisa lagi bersuara. Masih sulit mengendalikan diri. Rasa tak percaya juga kecewa berlipat-lipat menggulung di hati.Secepat itukah Hilma menerima pinangan Azmi?Sebesa
Hilma itu jodohku. Azmi lebih baik balik ke Kairo sajalah, menikah dengan unta sana jangan dengan Hilma.Kusentak napas kasar.Gegas aku turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah orang tuaku.Di dalam rumah, Bapak sedang berbicara dengan Ibu. Bisa kudengar, Bapak tengah menceritakan apa yang sebenarnya di rumah Bu Devi tadi.Entah apa reaksi Ibu, karena aku memilih masuk ke kamarku.Kuhempaskan tubuh di atas springbed. Meraup wajah dengan kedua tangan.Dua Minggu lagi, Hilma baru pulang.Ingin menyusulnya, tapi Ibu dan Bapak pasti akan menentang. Pergi diam-diam, pasti akan tetap ketahuan.Entah apa yang harus kulakukan lagi.******Satu Minggu berlalu.Aku baru kembali bekerja di kantor. Aku juga sudah kembali ke rumahku. Tinggal berdua dengan Arka dan mengurusnya sendiri. Kemudian, kutitipkan kembali pada Ibu ketika aku harus bekerja.Sementara Arsa, masih tinggal bersama Bu Devi dan Pak Wisnu. Tanpa ada tanda-tanda akan segera pulang ke rumahku.Satu Minggu berlalu, tidak sa
Naik Ranjang🌻POV Yuda.Hari-hari berjalan terasa melambat. Hingga waktu yang kutunggu akhirnya tiba. Yakni, kepulangan Hilma ke rumah orangtuanya. Karena sekarang sudah masuk dua Minggu, sejak kedatanganku ke rumah Pak Wisnu hari itu.Entah Hilma pulang jam berapa, tetapi aku sudah bersiap berangkat siang hari ini.Arka dibawa menginap oleh Ibu. Sehingga tidak ada siapa-siapa di rumahku. Bahkan aku tidak memberitahu Ibu dan Bapak, bahwa aku akan kembali ke rumah orang tua Hilma. Karena bukan tidak mungkin, Bapak dan Ibu akan mencegahku pergi.Gegas aku mengeluarkan motor dari dalam garasi. Menghangatkannya sebentar lantas membawanya meninggalkan rumahku.Saat ini aku belum memiliki mobil kembali pasca kecelakaan yang kualami. Hingga aku mulai membiasakan diri sering-sering mengendarai motor.Sekitar lima belas menit berkendara. Motor yang ku kendarai sudah memasuki komplek perumahan tempat tinggal orangtua HilmaKulajukan motor sedikit lebih kencang. Hingga tinggal beberapa meter la
Naik Ranjang🌻POV Yuda.Aku berjalan mendekat pada Hilma tanpa menjawab pertanyaannya. Kuraih kedua pundaknya Cepat dan menahan Hilma di sudut kamar ini."Apa-apaan kamu?! Keluar! Sebelum aku teriak!" ancamnya dengan wajah panik.Aku tersenyum miring. "Ayok teriak. Biar Ibu dan Bapak kamu denger. Memergoki kita di sini, lalu, kita akan dinikahkan lagi."Hilma menggeleng cepat. "Gila kamu ya!" desisnya dengan netra melotot.Aku tersenyum miring. Kuulurkan kedua tanganku di sisi pundaknya hingga membuat Hilma terkurung. "Iya aku gila. Sekarang aku sudah gila, karena kamu mengakhiri pernikahan kita disaat aku sedang koma dan aku tidak menerima perpisahan ini."Aku menatapnya tajam. Dahi Hilma nampak berkerut dengan netra memicing menatapku."Aku juga gila, karena kamu menghindariku tadi siang. Kenapa? Kenapa kamu menghindar dariku? Aku hanya ingin bertemu dengan kamu. Aku ingin bertanya, kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu menggugat ceraiku? Kamu tidak kasihan dengan si kembar yang h
Naik Ranjang🌻POv Azmi."Mi, tinggal hitungan Minggu lagi pernikahan kamu sama Hilma berlangsung. Tapi design kartu undangannya belum ada yang kamu pilih. Sebentar lagi lho ini. Kamu sebenarnya bener-bener mau nikah enggak sama Hilma?"Ambu mencecarku. Bukan hanya kali ini saja. Tetapi sudah dari kemarin-kemarin. Karena aku yang tidak kunjung menentukan design untuk kartu undangan. Sementara pernikahanku dan Hilma tinggal hitungan Minggu lagi saja."Nanti saja, Ambu. Aku belum bisa memilih. Ada yang belum aku sampaikan pada Hilma," jawabku santai.Terdengar Ambu menghela napasnya berat. "Mi, ingat umur. Enggak perlulah kamu kukuh dengan keinginan kamu itu. Ambu gak mau sampai Hilma menolaknya dan kamu justru tidak jadi menikah sama dia. Ambu yakin, dia mencintai kamu dengan tulus. Seharusnya, kamu juga membalasnya dengan tulus," timpal Ambu dengan mukena masih terpasang, duduk di sofa ruangan keluarga."Ya, justru karena Hilma mencintaiku, Ambu. Hilma harusnya bisa mengerti apa yang
Naik Ranjang🌻POV Yuda.Aku termenung sendirian di ujung tempat tidur. Duduk membungkuk tanpa gairah menatap nanar dinding kamar di hadapan.Pikiranku berkelana jauh. Teringat malam di mana aku nekat masuk ke kamar Hilma. Tanpa adab, tanpa sopa santun. Aku tahu itu salah, sangat salah. Tetapi aku tidak tahu lagi, harus memperjuangkan cintaku dengan cara apalagi.Sebab, hari ini sudah tidak mungkin lagi aku mengejar Hilma. Pernikahannya dengan Azmi hanya tinggal hitungan hari.Malam itu, usai menyatakan perasaanku terhadapnya. Hilma mendorong pundakku, hingga aku terjengkang dan terduduk di lantai kamarnya.Dengan lantang Hilma menolakku. Memintaku pergi dan juga memintaku berhenti mengganggunya."Aku tidak mencintai kamu, Yud. Sejak awal kita menikah, aku tidak memiliki rasa apa pun terhadap kamu. Ditambah sikap kamu, kebencian kamu, dan perlakuan kamu selama kita menikah. Membuatku semakin sadar, untuk tidak jatuh hati terhadap kamu. Sekarang hubungan kita sudah selesai. Aku dan Azm
🌻POV Yuda.Hari demi hari berlalu.Hari pernikahan Hilma dengan Azmi sudah terlewati. Jika aku tidak salah hitung, sudah lewat satu bulan dari hari pernikahan yang awalnya telah ditentukan.Namun, karena pernikahannya itu diundur. Hingga kini sudah lewat satu bulan, belum juga kudengar kembali kabar pernikahan mereka.Entah diundur hingga berapa lama lagi.Satu bulan ini, aku ikut tinggal di rumah Ini dan Bapak. Agar tidak bolak balik saat harus bekerja dan menitipkan Arka. Jadilah aku membiarkan rumahku kosong entah sampai kapan.Sejak pulang menjenguk Hilma yang sakit. Aku tidak lagi mengejarnya. Bukan karena aku tidak lagi mencintainya. Bukan juga karena aku menyerah. Tetapi aku menyadari, cinta tidak pernah bisa dipaksakan.Sejak Hilma menolakku, cintaku padanya tidak hilang begitu saja. Aku justru menyadari diriku yang tidak baik di mata Hilma.Lambat laun, pelan namun pasti. Aku berusaha memperbaiki diri.Aku berusaha memantaskan diri, jika kelak bersanding dengan Hilma kembali