Sementara itu....
Andira dan Martin berada di dalam sebuah mobil bersama. Seakan tidak ada lagi masalah.
“Tuan Martin.”
“Hmm.”
“Aku akan mendengarkan apa yang dikatakan Tuan. Hanya saja, jangan bercerai.”
Mendengar itu Martin mengernyit, dia yang tadinya memandang ke arah jalan kini menoleh ke arah Andira.
“Kenapa begitu peduli pada pernikahan ku?”
“Bukan begitu.”
“Lalu?”
Tatapan Martin kembali mengarah ke jalan raya.
“Aku tidak ingin menjadi alasan kalian bercerai, carilah alasan lain.”
“Hahhahah, kau..?” Terkekeh, dia tidak percaya Andira mengatakan hal demikian. “Percaya diri sekali.”
“Apa?” Andira menoleh ke arah Martin.
“Aku menikah dengan Sarah bukanlah karena kemaun ku, ataupun kemauannya, kami baru bertemu saat pertunangan terjadi,” jelas Martin.
&l
Mereka setidaknya tidak bercerai, Martin membatalkannya. Dia terlihat duduk di hadapan Sarah yang juga tengah duduk di kursi kebesarannya. Martin mengunjungi kantor Sarah hanya untuk mengatakan bahwa dia merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Dalam ruangan dingin, sejuk dan tentu saja nyaman, mereka sempat berbincang.“Kenapa menarik keputusanmu?” Pertanyaan pertama yang Sarah lontarkan pada pria yang berstatus suaminya itu. Martin tak memandang ke arah Sarah, tatapannya fokus menatap ornamen-ornamen yang menempel di dinding ruangan itu. Namun dia tetap menjawab pertanyaan dari sang istri.“Aku hanya kesal kemarin.” Jawaban yang aneh bukan? Dia menjawab bahwa dia hanya kesal.“Kesal?” Sarah menganga tipis dan alisnya mengernyit.“Kau kesal karena itu mau cerai?” Sarah bertanya lagi, raut wajahnya sama sekali bingung dan heran tentu saja. Martin kesal ditanya terus, dua hanya menghela napas berat karena tid
FlashbackOh ya, berbicara tentang Sarah, dia menikah juga karena terpaksa, malam itu, malam yang paling mengerikan untuk Sarah saat ayahnya mengatakan bahwa dia harus menikah di malam saat dia baru pulang dari pestanya. Pesta malam tahun baru bersama teman-temannya. Dia pulang dalam keadaan mabuk.Dengan luntang-lantung jalannya masuk ke dalam rumah.“Ayah Nona ingin bicara.” Seorang pelayan tua, dia meraih mantel kulit Sarah saat gadis itu baru pulang di tengah malam. Sarah yang sudah teler dan jalannya sudah tak seimbang menatap pekerja rumahnya itu.“Bicara....di tengah malam ini?” Suaranya sedikit terbata-bata, dan tatapannya lelah, terlihat seperti wanita yang belum tidur dalam dua hari.“Katakan padanya, aku akan mau tidur. Aku lelah, aku akan bicara padanya besok.” Dengan senyum yang mekar pada gadis muda itu dan mulai berjalan dengan kaki yang seakan ingin jatuh.“Aku antar Nona saja ke kama
Sarah mengingat-ingat kembali momen saat pertama kali ayahnya mengatakan tentang pernikahan. Dia jatuh pingsan, tidak sadarkan diri. Hingga esoknya, ternyata semuanya sudah direncanakan. Sarah terlihat merenung, mengabaikan tatapan Martin padanya.“Apa yang kau pikirkan?” Sedikit cubitan di punggung tangan Sarah. Sarah larut dalam memorinya, mengingat momen dimana dia pertama kali mendengar kata pernikahan untuk dirinya sendiri. Dia baru terbangun dari ingatannya saat Martin mencubit punggung tangannya.“Aku tidak memikirkan apa-apa, aku melamun.”Martin mengernyit, dia menyipitkan matanya, lalu berkata, “Kau melamun saat aku sedang bicara denganmu?”“Kenapa? Tidak boleh?”Mendengar hal itu Martin memandang kesal, dan mulai berdiri, dia memperbaiki kancing jas abu-abu yang dia kenakan dan sudah menganggap bahwa mereka menyetujui tentang pembatalan perceraian. Martin keluar dari ruangan itu, dan sempat
Makan malam yang dihadiri oleh keluarga lengkap, terlihat canggung. Namun tidak apa setidaknya lengkap. Martin Dailuna mengunyah makanannya sesekali melihat siapa yang menyiapkan makanan penutup. Sama seperti sebelumnya, namun kali ini perasaan Martin kebih sejuk, keluarganya mungkin tak menatap ke arahnya dan merasa tidak nyaman dengan makan malamnya. Namun dia, dia betul-betul nyaman. Matanya kini menatap ke arah Sarah, lalu Raisi kemudian Randy dan Nadira. Keempat orang yang ditatapnya sama sekali tidak menatap ke arah Martin. “Bagaimana ujian final mu?” Martin bertanya menatap Raisi yang berhenti mengunyah setelah mendengar pertanyaan dari sang ayah. Dia perlahan menoleh ke arah Martin dan berusaha untuk sopan. “Lumayan.” Dengan singkat dia menjawab. Lalu pandangan Martin menatap ke arah kedua anaknya yang lain. “Kalian? Bagaimana? Sudah mau ujian?” tanyanya dengan nada suara berat namun lembut. “Belum, kami belum ujian. Lagi pula kalau ak
Makan malam yang dihadiri oleh keluarga lengkap, terlihat canggung. Namun tidak apa setidaknya lengkap. Martin Dailuna mengunyah makanannya sesekali melihat siapa yang menyiapkan makanan penutup. Sama seperti sebelumnya, namun kali ini perasaan Martin kebih sejuk, keluarganya mungkin tak menatap ke arahnya dan merasa tidak nyaman dengan makan malamnya. Namun dia, dia betul-betul nyaman.Matanya kini menatap ke arah Sarah, lalu Raisi kemudian Randy dan Nadira. Keempat orang yang ditatapnya sama sekali tidak menatap ke arah Martin.“Bagaimana ujian final mu?” Martin bertanya menatap Raisi yang berhenti mengunyah setelah mendengar pertanyaan dari sang ayah. Dia perlahan menoleh ke arah Martin dan berusaha untuk sopan.“Lumayan.” Dengan singkat dia menjawab. Lalu pandangan Martin menatap ke arah kedua anaknya yang lain.“Kalian? Bagaimana? Sudah mau ujian?” tanyanya dengan nada suara berat namun lembut.“Belum,
Malam yang dipenuhi bintang. Perselingkuhan yang dinikmati. Dan tragedi yang mungkin menanti. Saat ini, Sarah asik memandang laut malam bersama kekasih simpanannya. Kaki mereka tak beralas, ombak kecil membentur kaki mereka dan pandangannya menatap ke arah langit yang berbintang, serta suhu tubuh mereka dingin karena angin laut.Perbincangan terjadi, mereka berdiri dan berjarak. Tangan Lutfi berada di saku celananya, sedangkan kedua tangan Sarah diletakkan di perut, saling bergenggam dan mata mereka hanya menatap gelapnya laut dan indahnya bintang.“Apa menurut mu kita serasi?” Lutfi memulai percakapan. Pertanyaan yang membuat Sarah terkekeh kecil.“Kita harus bertanya pada orang lain untuk pertanyaan itu.” Jawaban yang juga membuat Lutfi tersenyum.“Sayangnya tidak ada orang lain di sini, apa aku harus bertanya pada bintang?”Sekali lagi, mereka saling tersenyum dan bertatap. Lutfi terlihat meraih tangan Sarah d
Pemuda itu pulang, mungkin dari bersenang-senang, namun baunya sama sekali tak tercium bau minuman. Mungkin hanya menenangkan diri. Dia berjalan ke arah kamar Andira dan mengetuk pintunya.Tak lama kemudian pintunya terbuka, dan lampu yang tadinya mati kini menyala.“Tuan Muda.” Mata itu terlihat kantuk.“Sejak tadi aku sudah ingin bicara denganmu.” Dia dengan senyum. Andira yang terlihat lelah kini terlihat malas. Namun dia menyembunyikan rasa malas itu. Entahlah, awalnya dia sangat bersemangat dan selalu bersemangat jika itu dengan Raisi, namun kenapa sekarang tidak?“Bicara? Tentang apa?”“Ayolah, ikut denganku,” ucapnya dengan senyum dan meraih tangan Andira. “Bintang di malam ini bertaburan, tidak enak jika tidak menikmati bintangnya.”Mereka berjalan keluar, ke taman. Taman yang dirawat oleh Pak Rustam tak kalah indahnya di malam hari. Selain itu, lampu-lampu kecil ketika mala
Dia menuliskan sesuatu di sebuah kertas kecil. Begini yang dia tuliskan, “Besok hari Kamis, ingat audisimu. Kau akan sangat indah bersama biola coklat mu. Omong-omong dansamu dengan Raisi itu payah .”Dia menuruni tangga dengan lincah di malam hari dan masuk ke kamar Andira, setelah itu dia taruh kertas kecil itu di atas meja dekat lemari. Sudah menaruh, dia langsung berjalan pergi dan menaiki tangga dengan kaki yang juga lincah.Sementara itu, Raisi dan Andira larut dalam tarian mereka. Hingga Sarah pulang dan mengagetkan mereka. Dengan cepat Raisi mematikan musiknya dan menyuruh Andira untuk bersembunyi.“Tapi dimana?”“Di sana saja, ayo!” Dia menarik tangannya dan masuk ke dalam semak bunga. Suara semak itu terdengar hingga ke telinga Sarah yang berlalu. Sarah yang sudah lelah dan sedikit mabuk langsung masuk saja ke dalam rumah.Raisi terlihat tersenyum menyeringai setelah melihat ibunya berlalu pergi. Mereka
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k