Beranda / Romansa / Nafsu Bejat CEO / 2. Pakaian Seksi

Share

2. Pakaian Seksi

Penulis: Cececans
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-09 13:47:50

Sinar matahari mulai mengintip dari balik tirai yang tersingkap, silaunya menyentuh kedua mata seorang perempuan yang masih tenggelam dalam kenikmatan tidur pulasnya.

Perempuan itu menggeliat berkali-kali. Sampai rasa tidak nyaman, sedikit nyeri ia rasakan di antara pangkal pahanya.

Zeta terjingkat bangun, ia langsung menyibak selimut yang tadi membungkus tubuhnya dengan manja. Betapa terkejutnya Zeta ketika mendapati tubuhnya polos tanpa ada sehelai benang pun yang menutupinya. Kedua matanya ia giring melihat bagian intinya. Maka semakin terkejutlah Zeta kala menemukan noda darah di selimut yang ia pakai.

Astaga, Siapa yang telah melakukan ini? Siapa pria yang telah merampas milikku yang berharga? Pikiran Zeta semakin rancau. Tak terasa beberapa butir kristal bening jatuh dari kedua pelupuk matanya. Zeta terisak, ia tak pernah menduga kalau ia akan merelakan kesuciannya dengan mudah. Zeta jijik dengan tubuhnya. Zeta merasa dirinya kotor, dia jalang.

Zeta kemudian berderap cepat ke kamar mandi tanpa melepas selimut dari badannya, namun suara gema kaki yang berbenturan dengan lantai mengurungkan niat Zeta tersebut. Alhasil dirinya masih terpaku di atas kasur, tangannya meremas selimut dan menaikkannya sampai semua tubuhnya terbungkus selimut.

Tok... Tok....

Suara pintu diketuk oleh seseorang di luar sana semakin memompa jantung Zeta dengan lebih cepat, hingga berdebar tak keruan.

"Siapa?" tanya Zeta memberanikan diri, setelahnya ia menunduk ketakutan. Takut kalau-kalau pria berengsek semalam kembali lagi dan menyerang Zeta tanpa ampun.

"Permisi, Nona. Saya mau memberikan baju ganti untuk Nona. Setelah ini saya akan mengantarkan Nona pulang jadi segeralah bersiap," ucap Aiden memanaskan telinga Zeta.

Itu pasti pria yang sudah merenggut keperawananku. Bisa-bisanya dia berbicara tanpa perasaan bersalah seperti itu, pikir Zeta meremas selimut dengan penuh amarah yang membuncah di dada hingga naik ke kepalanya.

"Tidak! Aku tidak butuh!" balas Zeta setengah membentak.

"Baiklah."

Suara ketukan sepatu samar-samar menghilang. Zeta masih mematung di tempatnya, dengan langkah yang tertatih-tatih ia berhasil berdiri di depan pintu. Perlahan namun pasti tangannya memutar gagang pintu, kepalanya mendongak keluar.

Tak didapatinya siapa pun di depan pintu, Zeta menyambar pakaian yang ia lihat dengan sebelah tangan. Ia mengernyit melihat pakaian seksi seperti wanita penghibur yang ia lihat kemarin di club. 

"Lebih baik memakai dress yang aku pakai kemarin," gumam Zeta menimbang-nimbang antara dress hitam miliknya atau pakaian super seksi yang ada di tangannya saat ini. Pada akhirnya Zeta memilih memakai kembali dressnya.

Zeta melangkah menuju kamar mandi, ia segera mengguyur tubuhnya dengan pancuran shower sambil sesekali berucap kalau dirinya sudah kotor, ia tak berbeda dengan para jalang pemuas pria hidung belang di luar sana.

"Maafkan aku..." Zeta membiarkan air matanya berderai kembali, menyatu dengan air shower yang mengucur deras dari atas. 

Zeta memeluk tubuhnya erat, ia bergeleng dan bergumam sendiri seakan menyuruh dirinya untuk tenang. Ini bukanlah akhir dari segalanya. 

Setelah membersihkan tubuhnya dari sisa percintaan semalam, Zeta memakai kembali dressnya.

Zeta becermin pada kaca yang ada di dalam kamar tersebut, ia mengusap bibirnya kasar dan menghentikan gerak tangannya ketika bibirnya terasa perih.

"Aww... Sebenarnya apa sih yang pria itu lakukan semalam?" tanya Zeta pada dirinya sendiri dengan kesal. Bibirnya sobek sedikit hingga menimbulkan noda warna merah.

Zeta tak mau berlama-lama di tempat yang seperti neraka ini. Zeta bergegas mengambil ponselnya yang tergeletak di meja, namun tak ada sebuah ponsel di sana.

"Astaga, aku lupa ponselku masih ada di club semalam," gumam Zeta menepuk jidatnya keras. Dengan kata-kata, ia mulai merutuki kebodohannya.

Zeta berderap menuju pintu, tangannya memutar gagang pintu perlahan. Kepala ia dongakkan ke luar untuk memeriksa keadaan sekitar. Setelah memastikan sekitarnya sepi, ia melangkah dengan cepat keluar dari kamar.

Zeta terus berjalan dengan sedikit berlari, ia tak mau tertangkap oleh orang-orang jahat yang akan mengurungnya di dalam kamar. Bayangan ketakutan segera menyelubunginya sehingga membuat Zeta tetap melangkah cepat meski di bagian tengah pangkal pahanya masih sangat sakit.

Seorang pria terus menatap ke arah perginya Zeta. Kemudian pria itu merogoh ponsel di saku celananya untuk menghubungi seseorang.

-To Be Continued-

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Nanik Sutiyani
ya saya senang sekali cerita nya.
goodnovel comment avatar
Kelurahan Sumberrejo
novelnya bergairah
goodnovel comment avatar
Rani Hermansyah
keren thor jangan lupa mampir di karya receh istri yang Tak Dirindukan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Nafsu Bejat CEO   3. Sepasang Mata Biru

    Zeta terus menggiring kedua kakinya masuk ke lift. Di dalam hatinya ia tak henti-hentinya merapalkan doa. Zeta sesekali menunduk ketika berpapasan dengan orang lain. Matanya terus berkeliling dengan penuh was-was, menghindari pandangan yang tertuju padanya dengan penuh kritik. Zeta menunduk lebih dalam lagi, ia menyadari kalau pakaian yang dipakainya saat ini sangat kontras dan tak sesuai jika digunakan ketika pagi yang cerah seperti sekarang ini. Zeta tak memusingkan hal itu. Yang terpenting ia harus pulang ke apartemen sederhananya dengan cepat. Sesampainya ia di luar gedung mewah itu, Zeta yang kebetulan melihat sebuah mobil taksi lewat segera menghentikannya. "Pak!" teriak Zeta tak sabar seraya melambaikan tangan kanannya ke depan. Sopir taksi menghentikan mobilnya tepat di depan Zeta, dengan sebuah anggukan darinya, Zeta pun masuk ke dalam taksi. Zeta tak membawa sepeser pun uang, ia akan membayar ongkos taksi ketika sudah s

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • Nafsu Bejat CEO   4. Semanis Candu

    Di tempat lain. Di sebuah gedung perusahaan yang berdiri kokoh di kota Chicago ini, Baron group namanya. Seorang pria bermata biru gelap dengan rambut coklat gelap yang tertata rapi dengan baluran pomade duduk di kursi itu menyilangkan kakinya menghadapi pengawalnya yang baru sampai di kantor beberapa menit yang lalu. "Tuan, kenapa Anda tidak memperbolehkan saya untuk mengikutinya?" tanya Aiden dengan sangat sopan. Tangannya saling bertautan di belakang badannya yang gagah dan tegap. "Memangnya dia siapa? Dia kan hanya jalang murahan yang menginginkan sentuhan dariku," balas Jack tak acuh. Begitulah nasib para jalang yang bertemu dengan Jack. Setelah dimasuki, dinikmati, lalu dibuang. Meskipun begitu, para perempuan itu begitu tergila-gila oleh ketampanan Jack, ditambah lagi pria itu sudah mapan dengan kekayaan yang dimilikinya terbilang sangat fantastis. Tidak ada yang tak mengenal Jack, si CEO tampan dari Baron group. Selain itu tubuh Jack seper

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11
  • Nafsu Bejat CEO   5. Cowok Sialan

    Sudah lewat satu hari, sesudah apa yang Zeta alami. Dalam tidurnya yang nyenyak, ada ketukan pintu yang terus berdengung mengganggu ketenangan Zeta.Zeta mengerjap kedua matanya dengan sebelah tangan menggosok matanya itu. Dengan malas ia memaksakan tubuhnya berdiri dan berjalan mendekat ke arah pintu.Ceklek...Pintu terbuka, memperlihatkan sesosok laki-laki yang tak lain ialah Anthony, pacar Sena, sahabat Zeta."Oh... Anthony. Ada apa ke sini? Kemarin Sena sudah membawakan ponselku, jadi kau tak perlu repot-repot ke sini." Zeta berdiri di ambang pintu, mencegah pintunya terbuka lebar untuk Anthony masuki."Sena yang menyuruhku ke sini, dia membelikanmu bubur. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Apalagi ketika dia tahu kalau kau pulang duluan meninggalkan kami di club karena alasan sakit." Anthony berucap seraya memperlihatkan sebuah kotak makanan di tangan kanannya."Baiklah, terimakasih." Zeta menunjukkan sudut mulut yang terangkat, membe

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Nafsu Bejat CEO   6. Tuan Jack

    Anthony menatap calang Zeta, ia meraih dagu perempuan itu dengan kasar dan meleparnya. "Tidak ada seorang pun yang akan meno..." Belum juga Anthony menyelesaikan ucapannya, pintu berhasil dibuka dengan sekali tendangan. Anthony terbelalak melihat pria bertubuh kekar dengan balutan jas yang berhasil mendobrak pintu yang tadinya sudah ia kunci agar tak ada yang mengganggunya ketika menikmati Zeta. Sial! Anthony terdiam dengan mata memandangi pria tersebut dengan heran. Siapa dia? Anthony tak habis pikir ada pria macam ini di sekitar apartemen Zeta yang kecil dan sunyi. Bug... Pria itu melayangkan sebuah pukulan yang tepat mengenai wajah Anthony. Pria itu menatap datar Zeta, memastikan kalau ia tak salah sasaran. Ia lalu beralih ke laki-laki yang mengangkat tangannya, siap untuk memberikan sebuah pukulan. Tapi, Anthony tak sebanding dengan pria yang ada di depannya itu. Dari perawakannya saja Anthony sudah kala

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Nafsu Bejat CEO   7. Usapan Lembut

    Aiden berdehem untuk membuyarkan lamunan Zeta. Zeta terperanjat kaget dan mengulas senyum karena malu."Silahkan masuk, Nona. Koper Anda biar saya yang urus." Aiden membukakan pintu untuk Zeta.Zeta mengangguk cepat dan bergegas masuk ke mobil. Matanya terus berkeliling dengan sangat terpukau, tangannya tak berhenti memberikan sapuan pada jok mobil yang bisa dipastikan untuk joknya saja harganya sudah sangat mahal. Baru kali ini Zeta menduduki mobil semewah ini. Sungguh luar biasa, pikir Zeta mengamati setiap inci mobil tersebut.Aiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi namun tetap hati-hati. Dari kaca yang menempel tepat di atasnya, Aiden melirik sekilas Zeta dengan penuh pengamatan. Perempuan di belakangnya sangat polos, tak seperti perempuan-perempuan lain yang pernah berhubungan dengan tuannya.Drttt...Ponsel Zeta bergetar. Terdapat satu panggilan masuk dari Sena ketika Zeta membuka layar ponselnya itu."Bolehkah aku menerima pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Nafsu Bejat CEO   8. Hasrat Yang Bergelora

    Zeta terlonjak kaget di saat sebuah tangan berhasil masuk ke dalam celana dalamnya dan menusuk bagian sensitifnya dengan cukup dalam. Zeta tercekat, suaranya tersangkut di tenggorokan kala pandangannya beradu dengan dua manik mata berwarna biru gelap di depannya. "Anda siapa?" tanya Zeta ketika berhasil membuka mulutnya. Ia berusaha untuk menghindari kejaran mata biru gelap itu yang seakan-akan ingin menelan Zeta dengan penuh nafsu. "Berhenti, Tuan. Aku mohon." Zeta tak tahan ketika sebuah tangan di bawahnya mengocok miliknya dengan kasar. Zeta menggigit bibir bawahnya, dengan segera ada sebuah rasa yang ikut bergelora. Rasa yang pernah muncul ketika meminum obat perangsang yang diberikan Anthony brengsek. Kalau begini, aku tak bisa tahan. Batin Zeta ingin menangis. Sedetik kemudian air matanya sudah tumpah ruah menghiasi wajahnya yang cantik. "Hush... Jangan menangis, Sayang. Nikmati saja." Tangan kekar Jack membelai lembut pipi Zeta, menyingkirkan b

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Nafsu Bejat CEO   9. Kepulangan Max

    Seketika tubuh Zeta merinding, bulu kuduknya berdiri tegak saat bayang-bayang tangan laknat itu kembali menjamah tubuhnya. Pasti pria itu yang memakaikan pakaian ini untuk Zeta. Kenapa semua harus berwarna pink? Zeta jadi terlihat seperti seonggok boneka barbie yang baru saja didandani. Ceklek... Suara pintu yang terbuka lebar berhasil menyita perhatian Zeta yang sedari tadi mengutuki pria brengsek dan baju tidur pinknya. "Permisi, Nona. Anda dipanggil Tuan di ruang makan," ucap seorang perempuan setengah baya dengan memakai baju maid. Tatanan rambutnya sangat rapi, tergulung ke bagian belakang. Zeta terus mengamati pelayan tersebut. Mungkin, jika ibunya masih hidup pasti usianya seperti perempuan ini. "Permisi, Nona. Mau saya antar?" ucap si pelayan kepada Zeta. "Untuk selanjutnya saya yang akan mengurus Nona di sini," timpal perempuan itu lagi. "Mungkinkah kau yang memakaikanku pakaian ini?" Pertanyaan Zeta

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • Nafsu Bejat CEO   10. Keinginan Untuk Kabur

    "Baik, aku akan melakukannya tepat seperti yang dia mau." Jack beranjak dari kursinya. Selera makannya sudah hilang sejak ia mendengar nama kakaknya, apalagi tahu kalau kakaknya itu akan segera pulang. Dan, cepat atau lambat kebebasan Jack ditekannya dengan sangat. Jack berderap menuju kamarnya. Ruangan ini begitu luas dengan perkakas mewah dan elegan. Kasur berukuran super king semakin membuat ruangan ini terlihat megah alih-alih sempit. Jack melempar tubuhnya ke atas kasur dengan desahan berat keluar dari mulutnya. Ia mengacak rambutnya, kegeraman yang memuncak sampai ke umbun-umbun. Rasa amarah segera menyelimuti dada Jack. Besok ia akan kembali bertemu dengan wajah bedebah menjengkelkan itu. Ah, ingin rasanya Jack melempar Max ke kutub utara biar sekalian pria itu dimakan oleh beruang kutub di sana. Jack memejamkan kedua matanya, berusaha menahan emosi yang membuncah di dada. Ia lalu terlelap dalam tidur. ***

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16

Bab terbaru

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status