"Apa katamu? Bisa kau jelaskan lebih terperinci lagi? Kenapa ibuku ke sini? Dia melukai Zeta?" Jack menghujani Lerry dengan banyak pertanyaan bernada tinggi. Kesabarannya nyaris habis, menguap entah ke mana.
"Iya Tuan, Nyonya Merry tiba-tiba ke sini, Nyonya melakukan hal yang tidak biasa dengan berkeliling rumah Anda. Nyonya terlihat seperti sudah mengincar Nona Zeta sejak awal. Nyonya tidak mau berhenti sampai benar-benar bertemu dengan Nona Zeta. Nyonya mengatakan hal yang tak baik mengenai Nona dan menampar sekaligus menjambak rambut Nona," tutur Lerry menceritakan semua yang terjadi, tak terlewatkan satu pun.
Jack tak berucap lagi. Ia segera berbalik dan bergegas pergi. Tujuan utamanya sekarang adalah Merry. Ia akan membuat ibunya itu menyesal telah mengusik miliknya—Zeta. Karena ulahnya, Jack hampir kehilangan putranya. Tentu, Jack tak akan tinggal diam.
Dengan tangan yang mencengkeram erat setir, Jack berkendara dengan kecepatan tinggi. Ia ingin sece
Zeta menatap dirinya di pantulan cermin. Ia enggan untuk memoleskan wajahnya dengan benda-benda berjejer rapi di atas meja rias. Entah kenapa, untuk melihatnya saja ia sudah malas.Zeta terperanjat dari kursi yang ia duduki ketika matanya menangkap sosok Jack yang baru saja menongol dari balik pintu yang terbuka pelan."Jack..." Zeta menengok ke belakang, tepat di mana Jack berdiri.Jack melemparkan senyumnya dan bergerak kepada Zeta. Ia berhenti di tepi tempat tidur, mendudukkan dirinya di sana. "Kau ingin berdandan?" tanyanya yang seketika membuat Zeta mengerjapkan mata cepat, dan itu menurut Jack sungguh menggemaskan.Jack menyilangkan kedua kakinya, menanti jawaban Zeta yang tak kunjung terdengar dari bibir perempuan itu yang sebenarnya sudah terbuka sedikit, namun tak ada satu kata pun yang keluar.Zeta tepekur sejenak. Ia kemudian berucap seraya tersenyum canggung. "Aku tidak berdandan, Jack. Aku sedang malas.""Oh ya? Kau tak pe
"Kau pilih Zeta atau perusahaan? Kau tinggal pilih, kalau kau tetap bersikeras memilih perempuan itu berarti kau akan dilepas dari jabatan CEO Baron group secara tak hormat dan otomatis Max akan menggantikan posisimu itu." Edwin kembali duduk, ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi kulitnya. Ia menilik perubahan raut wajah Jack yang sekarang terlihat ragu. Tentu saja akan ragu. Siapa pula yang akan dengan mudah memilih salah satu dari dua pilihan yang sama-sama beratnya itu?Jack tak langsung memberikan jawaban. Ia lebih memilih untuk diam, memikirkan dua opsi yang sulit untuk ia pilih salah satu. Di satu sisi ia akan melakukan apa pun agar bisa menikahi Zeta, itulah tekadnya, tapi kini sedikit goyah. Jika Jack memilih Zeta maka ia harus melepaskan semua yang telah ia raih dengan susah payah di Baron group, yang telah ia berjuangkan dengan mengorbankan banyak hal. Bukan berarti ia tak rela memberikan posisi itu untuk Max, ia rela-rela saja. Namun, sulit untuk melepas ap
"Kau harus menjaga kesehatanmu. Aku akan sering-sering ke sini, Max. Cepatlah sembuh supaya kau bisa menghadiri pernikahanku." Jack menepuk pelan pundak Max.Max mengangguk. "Iya, aku akan segera sembuh dan pulang ke rumah. Lagi pula aku juga bosan di sini terus.""Baiklah. Aku akan kembali ke kantor sekarang." Jack berdiri dari kursi, sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Max. Ia memeluk Max erat."Hey... Kenapa kau memelukku? Kerasukan apa kau?" Max terkekeh."Aku tidak sedang kerasukan, Max. Dari dulu aku sangat ingin memelukmu, dan baru sekarang keinginanku itu terwujud." Jack melepaskan pelukannya. Ia menampilkan senyum termanisnya, lalu memeluk Max lagi."Jack!" Max meronta, berusaha lepas dari pelukan tubuh Jack yang besar, membuatnya sesak.***Jack menatapi Aiden, terpaku padanya. Tapi, walaupun tatapannya mengarah kepada Aiden, pikirannya bukan tentang Aiden melainkan tentang pernikahannya. Ia
Hari ini Jack akan mengajak Zeta pergi ke sebuah butik, kemudian ke sebuah toko perhiasan, dan selanjutnya mereka akan pergi untuk melihat hall tempat di mana pernikahan mereka akan diselenggarakan. Satu hari penuh mereka memakainya untuk sibuk mempersiapkan pernikahan mereka.Jack membantu Zeta turun dari mobil pelan. "Kesehatanmu dan bayi kita tetap harus kau jaga. Jangan sampai kau kelelahan.""Iya, suamiku." Zeta membalas dengan sebuah cengiran usil. Berhasil membuat Jack sedikit salah tingkah."Kau sedang menggodaku ya, Zeta? Tapi, tidak apa-apa kalau kau memanggilku dengan 'suami'. Aku menyukainya," tukas Jack melempar pandangan ke arah lain dengan sedikit berdehem."Iya, suamiku." Kedua kaki Zeta sudah berpijak di jalanan aspal. Lalu ia menggiringnya mengikuti tuntunan dari Jack.Zeta berjalan beriringan dengan Jack, ia melingkarkan tangan ke lengan kekar Jack. Keduanya kini memasuki butik Eldora."Di mana Madam Viola?" tanya Zeta men
"Pangeran dari mana ini?" Zeta mengitari Jack yang berdiri tegak, menjulang di atasnya."Berhentilah, Zeta. Nanti kau capek sebelum resepsi dilaksanakan." Jack mendengus pelan.Zeta tak mengira kalau Jack akan memangkas rambutnya dan membuat pria itu semakin tampan dan menggoda. Zeta jadi ingin menerkamnya sekarang. Jangan salahkan Zeta karena ia jadi agresif, salahkan saja hormonnya yang jadi tak menentu."Nanti kita akan melakukan... Malam pertama kan?" tanya Zeta sembari terus mengitari Jack, ia berbisik dengan sedikit mendesah. Ia lalu berhenti persis di depan Jack, namun dengan sengaja ia memberikan jarak yang cukup jauh antara dirinya dan Jack.Jack tersenyum. "Kau sengaja menggodaku ya. Padahal aku sudah menahan diri dengan susah payah." Jack mendekati Zeta, kedua mata biru gelapnya menajam.Jack meraih leher Zeta. "Aku tak mau merusak riasanmu, jadi..." Ia tak meneruskan kalimatnya dan memilih untuk melumat leher Zeta memberikan tanda
"Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A
Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin
Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen
Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal
"Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say
"Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa
Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h
"Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai
Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut
Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen
Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin
"Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A