Entah apa yang di lakukan oleh Mas Eko, tapi dia baru datang tiga puluh menit kemudian bersama dengan semua keluarganya. Ada Bapak mertua, Ibu mertua, Yani dan Mbak Parti. Rupanya kakak iparku itu belum pulang ke rumah suaminya. Mas Eko tiba-tiba bertindak sebagai Ayah yang perhatian dengan memasang wajah khawatir.“Mana yang sakit sayang? Kepala kamu masih pusing?” Tanya Mas Eko dengan nada lembut pada Dinda. Tangan Mas Eko hendak menyentuh dahi Dinda. Tapi, putriku segera memalingkan wajah agar Mas Eko tidak menyentuh dahinya.“Kalau Ayah kamu nanya itu di jawab Din. Bukannya hanya diam saja.” Ujar Ibu mertua dengan wajah merengut kesal.“Sudahlah Bu. Mungkin Dinda masih nggak enak badan. Jangan di paksa.” Bela Mas Eko tegas. Hal yang tidak pernah di lakukannya selama ini.Sesekali Mas Eko akan melirik padaku. Mungkin untuk memeriksa ekspersi wajahku yang tetap datar. Mereka naif sekali. Bahkan jika aku tidak mendengar rencana Mas Eko saat itu, hatiku sudah terlalu hambar untuk mene
Pintu lift yang sudah terbuka membuatkau segera masuk sebelum Mbak Parti dan Yani selesai membayar makanan mereka di kasir kantin. Aku sama sekali tidak bisa tenang hingga lift tiba di lantai tujuan. Setelah pintu lift terbuka, aku berlari menyusuri lorong menuju ruang rawat Dinda. Begitu membuka pintu, aku hanya melihat keberadaan Pak Narto yang tengah membacakan Dinda buku cerita. Semua orang langsung menoleh padaku yang membuka pintu dengan keras. Tapi, aku sama sekali tidak melihat keberadaan Kak Rania.“Kak Rania dimana Pak?” Tanyaku cemas. Takut jika Kak Rania keluar dan berpapasan dengan Mbak Parti dan Yani di rumah sakit ini. Mereka pasti akan memberi tahu Mas Eko dan Ibu mertua. Hal itu bisa mengacaukan rencanaku dan Dinda untuk pergi dari kota ini dua hari lagi.“Mbak Rania lagi ke toilet Rin. Kenapa kamu panik seperti itu? Memang ada yang mengejar kamu?” Tanya Pak Narto dengan nada bercanda. Membuat Dinda tertawa bersama Pak Narto. Belum sempat aku menjawab, dari balik jend
Dasar tidak tahu malu. Kenapa juga Ibu mertua harus meminta oleh-oleh dari kedua kakakku. Pasti Mbak Parti atau Yani yang menyampaikan perkataan Pak Narto pada Ibu mertua. Mereka masih berusaha bersikap baik pada Kak Arif dan Kak Rania, tapi memperlakukan aku dengan sangat buruk sekali. Aku memilih tidak membaca pesan itu dan hanya melihat dari bagian slide atas hp. Malam itu, Kak Rania tidur di hotel dengan di antar oleh Pak Narto. Membuatku menjaga Dinda sendiri. Itu lebih baik karena tempat untuk berjaga tidak luas.Hari kedua Dinda di rawat, kondisinya jadi jauh lebih baik. Dokter mengatakan jika Dinda sudah hampir sembuh. Itu berarti besar kemungkinan jika Dinda bisa pulang besok. Hanya perlu melihat kondisi Dinda untuk dua puluh empat jam ke depan.Kak Rania datang bersama Kak Arif yang masih memakai pakaian kerjanya. Aku langsung menghambur dalam pelukan Kak Arif. Tidak mempedulikan tatapan orang lain pada kami. Toh mereka semua sudah tahu jika Kak Rania adalah kakak iparku. T
POV EkoSejak aku duduk di bangku SMA, Ibu selalu menasihati aku, Mbak Parti dan Yani untuk mencari pasangan yang kaya. Agar mereka bisa loyal pada keluarga kami. Mbak Parti berhasil mengabulkan keinginan Bapak dan Ibu dengan menikahi pria kaya. Banyak hal yang sudah di berikan suami Mbak Parti pada kami. Hingga mereka memutuskan untuk pindah keluar pulau. Sejak saat itu suami Mbak Parti berubah menjadi pelit pada kami.Ibu pernah menegur Mbak Parti karena tidak pernah mengirim uang lagi pada beliau. Tapi, Mbak Parti justru marah besar dan mengancam tidak akan pernah pulang kampung untuk bertemu keluarga kami lagi. Mbak Parti juga mengatakan agar Ibu dan Bapak berhenti meminta uang padanya. Atau jika tidak suami Mbak Parti akan memukulnya. Mendengar hal itu lewat sambungan telpon, Ibu hanya bisa merutuk kesal tapi tetap menuruti permintaan Mbak Parti.Harapan Bapak dan Ibu lalu tertuju padaku. Sebagai lulusan SMA, cukup sulit bagiku untuk mencari pekerjaan yang mapan. Aku hanya bekerj
Walaupun Arini sudah tidak mau jika di suruh meminta uang pada Kak Rania lagi, setidaknya penghasilan Arini dari berjualan cukup untuk membayar rumah kontrakan setiap tahun dan memberikan uang tambahan untuk Ibu. Namun, setiap aku ingin makan enak Arini tidak bisa memasakan atau membelikan makanan itu karena uangnya sudah di ambil oleh Ibu.Tentu saja aku melampiaskan hal itu pada Arini. Dia bisa bekerja lebih keras lagi atau menyembunyikan uangnya di tempat yang aman agar tidak di ambil oleh Ibu dan Yani. Aku tidak mungkin menyalahkan Ibu karena sudah jadi kewajiban Arini untuk ikut berbakti pada keluargaku. Akhirnya aku pergi ke rumah Ibu yang selalu memasak makanan enak dari mengambil uang Arini secara paksa.Tahun demi tahun berlalu. Rumah tanggaku dengan Arini hanya di isi dengan pertengkaran karena Arini sering mengeluh uangnya di ambil oleh Ibu. Setiap aku mengatakan untuk meminta uang pada Kak Rania jika uangnya kurang, Arini selalu menolak. Untungnya kami masih bisa bertemu d
Aku baru tahu jika Dinda di rawat di rumah sakit saat hari sudah mulai berganti menjadi sore. Ibu yang mendengar telpon dari Arini marah karena rencana kami tidak berjalan sesuai dengan harapan. Bahkan Ibu sampai menggerutu karena Arini tidak akan bisa berjualan selama beberapa hari ke depan karena harus menjaga Dinda di rumah sakit.“Mungkin Dinda hanya di rawat satu hari saja di rumah sakit Bu.” Kataku menenangkan saat aku menaiki taksi online bersama Bapak dan Ibu. Sedangkan Mbak Parti dan Yani naik mobil yang lain.“Mudah-mudahan saja begitu. Oh iya ada kemungkinan lain jika Rania akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Dinda. Kamu bisa gunakan kesempatan itu untuk mencari muka pada kakak iparmu itu Ko.”Sesampainya di rumah sakit, hanya ada Arini yang sedang menjaga Dinda. Di depan semua orang aku bersikap sebagai Ayah yang perhatian pada anaknya yang sedang sakit. Sayangnya sikap Dinda justru terlihat acuh padaku. Ibu sudah menegur, tapi Arini balik berkata dengan mengungkap
Keesokan harinya aku pergi ke toko distributor milik Bu Sumi. Hal pertama yang akan aku lakukan adalah bertanya apakah barang dagangan Arini di ambil karena sering telat membayar atau Arini sendiri yang mengembalikan barang dagangannya agar bisa kabur dariku bersama dengan Dinda. Sesampainya disana aku tidak bisa bertemu dengan Bu Sumi. Hanya salah satu staffnya yang bicara denganku. “Oh untuk barang dagangan milik Mbak Arini memang di ambil lagi mas. Karena kemarin Mbak Arini tidak bisa bayar yang bulan ini untuk biaya menebus obat selama Dinda di rumah sakit.” Kata staff itu ramah. Setelah mendapat informasi, tujuanku selanjutnya adalah pergi ke kampung halaman Arini dan Kak Arif yang jaraknya satu jam saja dari kota ini. Aku sengaja memakai helm, masker dan kacamata agar tidak ada tetangga yang tahu. Karena beberapa orang disini sudah tahu jika aku adalah suami Arini. Rumah sederhana yang terbuat dari kayu itu tampak sudah lapuk. Pintunya bahkan sudah rusak sehingga separuh terb
Sudah satu jam aku memeriksa rumah ini. Bahkan kepala art juga mengijinkan aku untuk masuk ke dalam kamar utama yang di tempati Kak Rania dan Kak Arif. Tapi, aku sama sekali tidak menemukan keberadaan Arini dan Dinda. Tidak lupa aku memeriksa isi lemari di setiap kamar. Siapa tahu ada pakaian anak perempuan. Jika ada pakaian itu, maka kemungkinan besar pemiliknya adalah Dinda. Karena Kak Arif dan Kak Rania hanya punya dua anak kembar laki-laki.Namun, hasilnya sama sekali tidak ada barang yang aku cari. Aku menutup pintu lemari lalu berjalan keluar kamar. Menuruni satu per satu anak tangga hingga tiba di lantai satu.Langkah kakiku berhenti di teras belakang karena lelah. Aku memilih untuk duduk di kursi yang ada disana. Kepala art sudah meninggalkan aku untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah aku mengatakan akan langsung pulang setelah istirahat.Taman di belakang rumah ini sangat indah. Namun, pikiranku terus terfokus untuk mencari keberadaan Arini dan Dinda. Setelah rasa lelahku hi
Setelah tangis Gilang reda, Anita baru menceritakan kemungkinan besar alasan Radit adn Dina berselingkuh. Karena mereka berdua sama-sama bohong. Kening Gilang berkerut tidak mengerti mendengar awal mula penjelasan dari kakak sepupunya itu. “Maksud kamu apa Nit? Kenapa Dina bisa selingkuh sama Mas Radit karena mereka sama-sama berbohong.” Tanya Gilang heran sama sekali tidak mengerti dengan apa maksud Anita tadi.“Ya karena mereka sudah berbohong satu sama lain Lang. Mas Radit sudah berbohong pada Dina jika dia adalah pengusaha online yang sukses. Lewat pesannya, Mas Radit membual jika dia mendapat omset yang sangat banyak hanya dari toko online saja. Sayangnya, saat sedang berpacaran dengan Dina, dia sudah menginvestasikan hampir semua uangnya untuk membeli saham. Sedangkan sisanya untuk biaya kebutuhan makanku dan keluarganya.” Belum selesai Anita becerita, Gilang sudah tertawa terbahak-bahak hingga air matanya kembali menetes.Berbanding terbalik dengan tadi saat pria itu terlihat s
Setelah berhasil meredakan amarahnya karena membaca beberapa status Radit di hp milik Sania, Anita menghela nafasnya berulang kali. Ia tidak boleh marah disini. Apalagi marah pada Anita yang sudah berbaik hati menunjukkan tentang status Radit padanya. Itu sama sekali tidak baik dan bisa merusak hubungan mereka.“Aku kirim ke hpku ya San. Nanti akan aku buka blokiran khusus untuk Mas Radit.” Kata Anita setelah amarahnya reda. Sania menganggukan kepalanya setuju.“Iya buka saja Nit. Kamu balas status Radit di sosial media sekalian sertakan bukti yang bisa menguatkan perlakuan Radit padamu. Karena kamu bekerja di perusahaan terkenal, nama baik kamu bisa tercoreng kalau sampai ada yang tahu orang yang di maksud Radit di postingannya adalah kamu. Apalagi kamu juga asisten pribadi Bu Rania.” Anita menghela nafas berat karena masalahnya belum selesai-selesai. “Padahal dia yang melakukan kesalahan selama ini hingga selingkuh. Para warga juga sudah tahu jika Mas Radit berselingkuh dengan Dina
Ada banyak rutinitas yang Anita lakukan seperti biasa sejak pulang ke rumah orang tuanya. Rutinitas yang dulu selalu Anita lakukan sebelum menikah dengan Radit. Bedanya dulu orang tua Anita bekerja di sawah. Sekarang orang tua Anita berjualan bahan makanan di mereka serta keliling kampung dengan menggunakan mobil pick up. Sejak pagi ia bangun saat kedua orang tuanya sudah bersiap pergi ke pasar. Bapak dan Ibu Anita pergi jam setengah empat pagi sebelum adzan subuh berkumandang. Kedua orang tua Anita akan sholat subuh di musola pasar bersama pedagang yang lain. Sedangkan Anita yang juga sudah bangun saat mendengar suara orang tuanya berbincang di ruang tamu segera keluar menuju dapur untuk membuatkan dua teh hangat lalu di bungkus untuk kedua orang tuanya agar bisa di bawa pergi.Setelah itu, ia akan sholat tahajjud dulu sambil mengaji untuk menunggu datangnya waktu subuh. Baru setelah sholat subuh Anita akan mulai membersihkan rumah. Mulai dari meyapu halaman, menyapu seisi rumah, men
“Kenapa besan? Apa anda mau menghajar saya di rumah saya sendiri? Cepat hajar saya sekarang juga karena saya sama sekali tidak takut.” Tantang Bapak Anita tidak merasa takut sama sekali melihat wajah besannya yang sudah semerah tomat. Rasanya Bapak Anita ingin kembali melontarkan hinaan pada Radit dan kedua orang tuanya lagi atas semua penderitaan yang sudah di lalui Anita selama ini.“Itu kenyataannyakan. Semua hal yang saya bicarakan adalah fakta." Ibu Anita segera memegang tangan sang suami agar tidak terjadi perkelahian di antara dua pria paruh baya itu. Anita juga menggelengkan kepalanya pada sang Bapak karena ada hal lain yang ingin ia bicarakan dengan Radit.“Silahkan duduk dulu Bapak mertua karena ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kalian. Ini terkait dengan urusan harta gono gini yang kalian ributkan dan nasib rumah tangga saya dan Mas Radit ke depannya.” Bapak Anita sudah duduk lebih dulu sambil terus mengangkat dagunya tinggi. Membuat Anita dan sang Ibu hanya bisa men
Malam itu juga sesuai rencana Radit dan orang tuanya datang ke rumah orang tua Anita dengan mengendarai dua sepeda motor yang berbeda. Radit mengendarai motornya sendiri sedangkan Bapak dan Ibunya naik motor yang berbeda. Sepanjang perjalanan entah kenapa Radit begitu gugup jika ia akan di pukuli kali ini. Mengingat jika masalah tentang perselingkuhanya dengan Dina sudah terbongkar dan jadi konsusmi di sosial media. Sudah pasti orang tua Anita dan keluarganya yang lain sudah tahu masalah ini walaupun Anita tidak pernah menceritakannya pada mereka.Suara kedua motor itu terdengar cukup keras saat berhenti samping mobil pick up kecil yang terparkir di halaman rumah orang tua Anita. Mobil pick up yang sering di gunakan untuk orang tua Anita untuk membeli sayur di pasar lalu menjakannya saat hari sudah beranjak siang. Radit lebih dulu turun dari motor lalu di susul oleh kedua orang tuanya. Mereka bertiga sudah berdiri di depan pintu rumah orang tua Anita."Cepat kamu ketuk pintunya Dit."
Saat Gilang menganggukan kepalanya, seketika tangis Bu Surti menjadi semakin keras. Pak Andi mengusap setitik air mata yang jatuh ke pipinya. Dalam benak Bu Surti pantas saja sejak Gilang keluar dari kamarnya untuk mengambil wudhu untuk menunaikan sholat subuh, sang putra sudah terlihat sangat lemas. Belum lagi keanehan yang lain dari pria itu dimana Gilang memilih untuk cuti kerja dengan alasan tidak enak badan. Saat Bu Surti mengukur suhu tubuh sang putra dengan telapak tangannya, tubuh Gilang sama sekali tidak terasa panas.“Biarkan saja Gilang cuti hari ini Bu. Mungkin tubuhnya yang terlalu pegal.” Begitu kata Pak Andi setelah sang istri mengatakan tentang rasa khawatirnya karena sikap Gilang yang tiba-tiba berubah.“Lagian Gilang juga belum pernah libur kerjakan?” Tanya Pak Andi lagi untuk mengusir rasa khawatir sang istri pada putra mereka.“Benar juga sih Pak.” Bu Surti menganggukan kepalanya setuju.Tanpa mereka sangka penyebab Gilang terlihat sangat sedih karena pria itu suda
Bersamaan dengan keributan yang terjadi di rumah keluarga Radit, pagi itu Ibu Anita pergi mengendarai motor menuju rumah adiknya yang bernama Bu Surti yang merupakan Ibu Gilang. Hari ini Ibu dan Bapak Anita juga tidak mengambil barangan dagangan dari pasar, sehingga hanya ada sedikri pembeli hari ini. Pekerjaan rumah juga sudah di kerjakan oleh Anita. Jadi, Ibu Anita bisa langsung pergi ke rumah adik dan adik iparnya itu tepat setelah sarapan.Meskipun sudah memakai helm dan masker, sepanjang jalan banyak orang yang menyapa Ibu Anita dengan ramah seperti biasa lalu berbisik di belakang wanita paruh baya itu. Setelah motor yang di kendarai Ibu Anita sudah berlalu dengan hadapan mereka. Seperti yang di takutkan oleh Anita jika perceraiannya dengan Radit akan menjadi bahan gunjingan pada tetangga satu desa bahkan sampai desa sebelah. Tapi, untungnya orang-orang yang membicarakan mereka karena kasihan pada Anita telah di selingkuhi dengan tunangan adik sepupunya sendiri. Setelah menjadi t
“Kenapa kamu bisa ketahuan sampai seperti ini Radit?” Teriak sang Bapak galak setelah menyerahkan hp milik Rina pada pemiliknya. Kening Bapak Radit suydah berkerut dalam tanda jika pria paruh baya itu marah besar. Kedua mata tuanya menatap sang putra dengan tatapan nyalang.“Sudahlah Pak. Mau bagaimana lagi. Yang penting untuk saat ini kita harus membujuk Anita agar tidak melaporkan Radit ke polisi.” Ibu Radit berusaha memberanikan diri untuk membela sang putra. Ini semua juga salahnya karena sudah mendukung hubungan terlarang Radit dengan Dina. Hanya karena hidup mereka masih bergantung pada gaji Anita.“Kan sudah Bapak bilang dulu. Kalau berhubungan dengan Dina yang lelbh kaya dari Anita, ceraikan dulu istrimu itu agar kalian bisa memulai hubungan di saat sudah sama-sama sendiri. Tidak perlu menuntut soal harta karena Anita sudah tidak punya apapun lagi. Waktu tahu Dina sudah punya tunangan, minta saja Dina putus dar tunangannya dengan embel-embel harta. Kenapa kalian nggak bisa mik
Perkataan Pakde Herman itu tentu saja membuat Ibu Radit merasa sangat bingung. Apa yang sebenarnya terjadi hingga Anita memulangkan koper radit ke rumah ini? Belum lagi pria yang tidak mereka kenal dengan seenak hati bisa bicara dengan bebas tentang permasalahan rumah tangga di antara Anita dan Radit.“Apa maksud semua ini Dit?” Tiba-tiba saja Ibu Radit itu teringat pada Dina yang baru saja berkunjung ke rumah ini lalu pergi dengan Radit sambil berboncengan motor. Ia sama sekali tidak tahu alasan Radit pulang ke rumah karena apa. Selain itu, Ibu Radit juga sama sekali tidak curiga saat kemarin malam Radit pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki. Karena sang putra langsung masuk ke dalam kamar untuk tidur. Bukannya menonton TV bersama keluarga di ruang tengah.“Anita pulang bersamaan dengan Radit ke rumah saat sedang membonceng selingkuhannya itu. Belum sempat Anita bertanya siapa wanita itu dia sudah kabur. Ternyata wanita selingkuhan anakmu ini adalah Dina yang merupakan tunangannya