Fatih menutup agenda siang ini dengan menikmati secangkir kopi dan menu ringan di kafe samping kantornya. Makan siang sering ia habiskan di tempat ini karena tidak jauh dan bisa dijangkau dengan berjalan kaki, juga menu yang disediakan cukup menggugah seleranya.âBelum selesai âkan? Aku boleh duduk.â Fatih menoleh ke sumber suara. Anita tersenyum pias ke arahnya.âSilahkan.âAnita meletakkan bokongnya tepat di kursi, berseberangan dengan Fatih.âMbak,â panggil Anita pada seorang waiters, âsaya mau coffelatte.âFatih menyesap kopinya, lalu memandang Anita.âSelamat ulang tahun,â gumam Fatih. Anita yang semula memandang sekeliling, bergerak menatap Fatih, kemudian tertunduk.âMaaf untuk semua janji yang tidak bisa aku tunaikan.ââNggak usah dibahas. Aku sedang berjuang untuk tidak menuntut itu darimu. Padahal kalau kamu berniat, kita bisa menggapainya bersama-sama.ââSatu-satunya keinginan yang tidak bisa aku capai adalah satu itu. Aku tidak ingin meninggalkan jejak masa lalu yang akan
Keduanya terdiam sejenak, menikmati sup buah dengan duduk santai mengawasi lalu lalang karyawan yang sedang menikmati makan siang di kantin itu. Suasana seperti ini, berlangsung tanpa kecanggungan.âBesok jadwal USG. Pulang kerja, Mas antarkan kamu.âAlina hendak protes, tetapi Fatih segera menggoyang-goyangkan telunjuk tanda tak ingin bantah.âBesok jadwal ke psikiater. Aku sudah tiga kali nggak datang konsultasi. Mumpung Rey lagi ada di sini.ââUSG lebih penting. Kalau masih ada waktu, nanti mas antarkan ke psikiater.ââReyâââKetemu Rey âkan bisa kapan-kapan.âAlina tak menjawab. Ingin mengajukan protes, tetapi Faris tampak terburu-buru. âHabiskan, Mas duluan. Ada janji ketemuan sama klien di luar.â Fatih meninggalkan Alina.Alina menghabiskan seluruh sup buah tanpa sisa, lalu menyusul langkah Fatih dengan berbeda arah tentunya. Ia menuju ruangan yang sudah tujuh bulan lamanya ia tempati.Waktu selama itu, membuat hubungan keduanya mulai membaik. Fatih tak lagi menuntut Alina untu
âKalau Gue serius ngajak Lo ke Belanda, bagaimana?âAlina meletakkan bungkusan rujak ke kursi tempatnya duduk. Posisi Rey yang sedang berdiri di hadapan Alina menatap wanita yang sedang gugup itu dengan leluasa.âLo ngomong apa, sih!ââNgomongin kitalah! Lo bakal pisahan sama mas Fatih kan, Al?âAlina tidak berani lagi memandang Rey yang entah sejak kapan tidak bisa diajak berbasa-basi.âGue serius nanya.ââGak lucu, ah!â Alina menyembunyikannya kegamangan di balik tawaan, âLo memang juaranya kalau disuruh akting.â Alina mencocol pepaya pada sambal rujak.âYa ... ya ... ya! Gue memang rajanya akting. Sampai-sampai Serius pun gak bisa dibedakan.âRey mendesah kesal. Seserius apapun ucapannya, Alina tidak pernah menanggapi. Wanita itu memiliki bakat menetralkan perasaan yang mumpuni.Contohnya, ketika Rey mengajaknya berbicara serius tentang rasa rindu, Alina akan mengalihkan pembicaraan ke topik yang lainnya. Padahal saat itu, Rey ingin mengetahui seberapa berartinya dia di kehidupan w
Alina menikmati setiap perlakuan manja dari sang suami. Tidak hanya perhatian pada anak dalam kandungannya, tetapi pada hal-hal detail tentang pekerjaan rumah. Fatih akan membantu Alina menyelesaikannya.âHei, Boy, mau makan apa malam iniâ tangannya tidak berhenti mengelus perut Alina. Wanita itu sedang menjalankan aktivitas rutinnya menjelang malam, merajut pesanan tas.âKan sudah makan?ââWanti-wanti aja, mana tau pas tengah malam minta ini itu kayak kemarin malam.ââHihihi, iya sih.â Alina meletakkan benang dan jarum di atas meja. Lalu berdiri dan menyambar sweeter.âAyo!â ajaknya.Fatih yang berbaring dengan memainkan ponsel beralih perhatian.âLah, mau ke mana?â Fatih bangkit dari posisi tidurnya.âKatanya nawarin makan.â Alina memasang wajah masam mendengar pertanyaan Fatih.âOh, oke-oke.â Ia bangkit lalu ke kamar mandi untuk membasuh muka. Tak lama kemudian, Fatih membuka lemari dan mengambil jaket.âKirain, mau pesen G- food aja tadi.ââJadi ... gak niat, nih!ââBukan. Kok jad
Sementara itu, Alina segara mengambil nampan dan mulai berkeliling mencari roti dan keinginannya. Ada banyak jenis roti yang terpampang di dalam lemari kaca. Ternyata tidak hanya roti, tetapi ada juga jajaran makanan tradisional. Alina sudah memenuhi nampannya dengan kue yang didominasi bercitarasa manis. Belum puas di situ, ia menuju lemari di tempat diletakkan aneka roti. Ia mengambil tiga buah sebagai pelengkap. Puas berkeliling toko dan dirasa sudah terpenuhi keinginannya, Alina menuju meja kasir dan mengantri di sana. Ia menentang satu paper bag. Berdiri di depan toko sambil mengedarkan pandangan ke area parkir. Mencari mobil dan pemiliknya, Fatih. Kakinya terasa pegal, ia menuruni tangga untuk duduk di kursi depan toko. Ia mengangkat ponsel tepat saat sebuah panggilan masuk. Fatih. âHalo Sayang, masih di toko roti, kan?â âIya, aku tunggu di luar.â âSudah selesai?â âSudah. Mas di mana?â âLagi jalan ini, sebentar lagi nyampe.â âJangan lama-lama.â âOke. Sebentar lagi Ma
Alina langsung menuruni mobil begitu sampai di rumah. Ia langsung membuka pintu dan menuju dapur. Menyimpan makanan ke dalam kulkas, lalu beranjak ke kamar tidur.Fatih memandang setiap gerak tubuh Alina. Tampak sekali kemarahan itu di lampiaskan dengan membisu. Biasanya ia akan mengoceh jika mendapat sesuatu dari Fatih.âCiloknya kurang kecap, kurang gurih juga ... kurang banyak.â Gumamnya ketika Fatih berhasil membawakan pesanannya.Meskipun begitu, Fatih tak pernah marah atau pun kesal. Ia malah senang mendengar Alina mengoceh, dari pada terdiam. Seperti saat ini.Ia menyusul ke kamar dan mendapati Alina sedang melanjutkan rajutannya.Fatih membuka jaketnya menyimpan dalam lemari gantung, kemudian berdiri di hadapan Alina. Ia merendahkan posisinya hingga berjongkok, tangannya menyentuh rajutan yang sedang digarap Alina. Meraihnya dan meletakkan di sebelah duduknya.âHelena bukan siapa-siapa.â Fatih mulai menjelaskan. Ia meraih jemari sang istri, membawanya dalam genggaman. Sementar
Alina bangun dengan malas. Pinggangnya mulai terasa pegal akhir-akhir ini. Usai solat Subuh tadi, ia berbaring lagi untuk menyamankan pinggangnya.Sementara Fatih tak tampak dari sejam yang lalu, padahal Alina ingin memintanya menggosokkan minyak angin ke punggung.âMas Fatih mana, sih?â Alina menuruni ranjang. Berjalan ke luar kamar. Aroma masakan menguar menuntunnya melangkah ke dapur. Ia mendapati Fatih sedang memindahkan masakan ke piring. Fatih memang sering memasak di pagi hari.Alina langsung mengambil tempat duduk di kursi, di depan sebuah piring saji yang berisi irisan timun dan tomat. Satu piring lagi berisi ayam goreng.âPagi, Boy,â suara tegas Fatih memecah kesunyian pagi bersamaan dengan segelas susu putih yang ia letakkan di hadapan Alina. Ia berbalik menuju kompor dan mengangkat dua piring dari sana.âNasi goreng ayam suwir,â ucapnya. Alis Alina saling bertautan mendengar nama aneh untuk nasi goreng di hadapannya.âBaru denger namanya, kan? Ini spesial untuk Baby boy. C
Alina menutup map di hadapannya. Selesai memeriksa hasil kerjanya, ia beranjak ke luar ruangan.âMel, Gue duluan, ya?âMeli mengangkat wajah, âoke, hati-hati!â balasnya.Alina berjalan dengan menenteng tas kecilnya. Menuju lift ke lantai bawah.[Gue sudah di lobi.] Sebuah pesan ia buka.â[Tunggu di situ.]Sent. Terkirim ke Rey. Alina mengarahkan pandangannya mencari sosok Rey begitu sampai di lobi.Rey langsung melambai begitu melihat Alina, senyumnya terus mengembang. Alina buru-buru mendekat, tetapi langkahnya perlahan berkurang dan akhirnya terhenti karena melihat sosok orang lain yang ada di lobi itu juga. Fatih sedang berbicara dengan seorang wanita yang gelagatnya sudah terekam dalam otaknya, Helena.âAl!â Rey memanggil. Karena panggilannya cukup keras, membuat Fatih dan Helena menoleh. Mereka bertiga saling menatap satu sama lain. Sedangkan Rey yang tidak mengetahui keberadaan Fatih dan Helena, terus menunjukkan ekspresi bahagianya melihat sosok Alina.Alina berjalan kembali se
Fatih mendorong pintu apartemen dengan satu tangan, sedangkan satunya lagi menyeret koper. Ia berdiri di sisi pintu. Tatapannya keluar, menunggu Alina yang masih berdiri mematung.âBuruan masuk. Kejutannya sudah menunggu di dalam.âAlina tersenyum manis, lalu masuk melintasi Fatih tanpa berkata apa-apa.âMana kejutannya.âBelum sempat menoleh untuk menuntut jawaban, Fatih sudah menutup matanya dari belakang.âEh, kenapa ditutup sih.ââNamanya juga kejutan,â ucap Fatih. Dengan cepat mendorong tubuh Alina sambil tetap menutup matanya.Fatih menghadapkan Alina ke satu tempat.Alina langsung membuka mata. Di hadapannya terbentang ranjang tanpa kelambu. Kelopak mawar merah bertebaran di atas seprai putih. Ada dua bantal dan dua gulung teronggok di sana.âIni kejutannya?â tanya Alina sembari menoleh Fatih yang baru saja meletakkan dagu di pundaknya..âBukanâ jawabnya singkat. Ia menoleh, membuat hidungnya yang bangir menyentuh pipi Alina.âMana? Kayaknya memang ini surprise-nya. Kemarin pas
Alina memasukkan pakaian ke dalam koper. Sebagian masih ia simpan di lemari karena tidak mungkin dibawa sekaligus.Tanpa disadari, seseorang berdiri di depan pintu yang sudah tertutup.âAstagfirullah!â kejutnya. âMas Fatih. Bikin kaget aja. Salam dulu kek,â rutuk Alina.Fatih terkekeh melihat keterkejutan Alina.âSemangat banget yang mau pindahan. Sampai-sampai mas mengucapkan salam gak dengar.âFatih berjalan, lalu duduk di tepi ranjang. Ia masih rapi dengan koko dan peci. Sebab, baru saja pulang dari jumatan.âGak dengar, Mas. Aku tuh, masih kepikiran Rey. Habis tamu-tamu pergi, dia juga ngilang gitu aja.â Alina menghentikan aktivitas setelah kopernya penuh.âPalingan menemui Anisa,â balase Fatih.âMudah-mudahan mereka baik-baik saja. Oya, jam berapa kita pamitannya?ââSekarang, dong.âAlina menatap, ingin protes.âKapan-kapan kan bisa ke sini lagi. Rey pasti maklum kalau kita pergi tanpa pamit sama dia. Lagian ....â ucapan Fatih menggantung membuat Alina didera rasa penasaran.âLag
Jumâat pagi yang cerah, Rey sibuk membantu mamanya mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut keluarga Fatih. Persiapan proses ijab qobul yang direncanakan pukul sepuluh itu sudah matang. Rey dan mamanya benar-benar menyiapkan acara itu dengan suka cita, mengingat hari itu juga Alina akan meninggalkan kediaman mereka.Alina sendiri sudah siap dengan busana pengantinnya. Kebaya putih, lengkap dengan hijabnya. Seorang tata rias datang bersama seorang anak buahnya datang untuk menyulap Alina menjadi bidadari sehari.Butuh waktu satu jam untuk menjadikan Alina berubah menjadi sosok yang Dian sendiri sampai tak mempercayainya.âAl, cantik banget. Fatih pasti tak berkedip lihat kamu nanti,â ucapnya saat Alina berdiri, lalu mematut dirinya di depan cermin yang menjulang tinggi, memastikan jika ucapan Dian itu benar.âMasa sih, Tan.ââSerius tante. Oya, nanti kalau sudah di sana, jangan lupa sering-sering ke sini ya? Tante bakal kesepian pasti.âAlina melebarkan kedua tangannya mendengar Di
âHai, Fatih. Akhirnya datang juga. Kirain gak jadi datang.âPria itu, Rama. Suami Anita. Mereka masuk, tanpa sungkan Fatih tetap menggenggam tangan Alina.âEh, iya. Mau minum apa? Em ... Alina kan?â tiba-tiba Rama menyebut nama Alina yang terlihat gugup.âOh, iya. Belum kenalan, ya?â balas Fatih.Rama mengulurkan tangan, Alina menyambutnya dengan ragu. Masih sama, tanpa ekspresi apapun.âOh, iya. Aku ambil minum dulu.âTama ke belakang. Untuk sesaat, suasana menjadi hening. Fatih tidak berani memaksa Alina untuk mengubah sikapnya.âAku mau pulang.âFatih terkejut, Alina sudah bersiap menegakkan tubuh. Fatih mencegah dengan memegang tangan Alina.âTunggu sebentar lagi.âRama muncul dengan membawa nampan.âMaaf agak lama. Pembantu sedang bantuan istri mandiin baby. Ayo silahkan.ââTerima kasih, mestinya gak usah repot-repot. Oya-ââBang ....â Anita keluar dengan menggendong bayinya. âTolong gendong-âAnita tercekat. Ia menghentikan langkahnya. Dengan tatapan tak percaya menatap dua oran
Rey sudah bersiap mengantar mamanya menggantikan Alina ke panti. Dian tidak mengizinkan Alina keluar rumah, karena sudah mendekati hari pernikahan.âMama jangan lupa rencana kita,â bisik Rey pada wanita paruh baya itu.âSip,â jawab Dian santai sambil menyendok nasi dari piring.Alina mengeryit mendengar bisikan keduanya.âRencana apa, Tan?â tanya Alina penasaran.âKepo,â jawab Rey sengit.âIsh, gue tanya sama Tante Dian, bukan sama elo.â Alina tak kalah sengit.âSudah-sudah. Ribut aja.â Dian menengahi. âSi Rey minta ditengahi masalahnya.ââBilang aja minta dicomblangi.ââNgeledek terooos.ââLangsung aja samperin ke rumahnya. Kata Mas Fatih, abahnya baik kok.ââBaik sama Mas Fatih, belum tentu baik sama gue, Al.ââSama saja, sih! Anisa kan sedang menimbang. Nah, itu kesempatan lo datang buat mendekati abahnya.âRey terdiam. Cukup lama di meja makan dalam keheningan.âMama sih, terserah Rey aja. Semakin cepat, semakin bagus. Betul tuh usulan Alina. Gak ada salahnya datang ke rumahnya. G
Fatih menghentikan mobilnya di samping gang kecil. Iamenelisik dari dalam, mencari keberadaan seseorang. Di sebuah taman remaja. Ia mendapati arah Rey berhenti danmenuju dalam sana. Sayangnya Fatih kehilangan jejak, sehingga harusmengendap-endap mencari Rey. âKalau bukan karena disuruh Alina, males sebenarnya ke sini.Sudah kayak maling aja.â Fatih mengamati tempat di mana terakhir Rey di lihat. Lelah berjalan,ia mengambil duduk di bangku tak jauh dari tempatnya berdiri. âKehilangan jejak, kan? Balik aja, deh!â gumam Fatih. Tapi iaragu. Rasa penasaran akan seseorang yang didekati Rey membuat Fatih urung pergi.Sembari mengitari pandangan ke sekitar, tiba-tiba ia menangkap sosok gadis yangsangat ia kenali. âAnisa!â Fatih berdiri dan langsung berpindah tempat di balik pohon. Maksudnyaingin bersembunyi, tapi lagi-lagi ia harusdikejutkan lagi oleh kedatangan seseorang lain ke arahnya. âRey! Jadi ... mereka ....â Fatih memperhatikan dari jarak jauh. Anisa duduk bersanding denganseoran
âAssalamualaikum, Bu. Ibu apa kabarnyâ Alina mengambil alihposisi paling depan sehingga langsung duduk di samping wanita yang sedangberbaring.Tampak kaca-kaca saat menatap Alina dan Fatih secarabergantian.âKalian datang. Makasih, ya? Ayo, duduk sini.â Alina melepasbobot tubuhnya tepat di samping wanita yang tampak ringkih itu. Merasa iba,Alina memeluknya.âIbu sehat, kan?â Alina melepaskan pelukannya. Mengusap sesuatuyang hampir jatuh dari sudut mata.âBaik. Kalian apa kabar?ââAlhamdulillah baik juga?â jawab Alina.âOya, kapan ijab qobulnya? Ibu kepengen datang sebenarnya, tapi-ââIbu pasti bisa datang.â Fatih memotong.âIya-ya. Kan masih empat hari. Mudah-mudahan ibu sudah diperbolehkankeluar rumah.ââDari mana Ibu tau empat hari lagi?â Alina bertanya sambil berbisik.Lalu melirik ke arah Fatih. Jangan-jangan Fatih yang membocorkan berita ini. Pikirnya.âTuh!âAlina menoleh, Fatih pura-pura tidak melihat.âKatanya mau bikin surprise! Huh, dasar!âFatih tertawa. Ia memang sudah menj
âAku sudah lama berdamai dengan keadaan. Berusaha menerima takdir berpisah denganmu, tapi nggak bisa. Al, bisakah kita mulai dari awal lagi?âFatih menuntun jawab. Tatap matanya tak berpindah sedikitpun pada sosok mantan istrinya.âAl, aku tanya sekali lagi, maukah menikah denganku lagi?âAlina mengangkat wajah, kemudian menunduk lagi.âAl.ââIya, Mas, iya.âIya apa?ââCk, iya. Aku mau menikah denganmu.ââAlhamdulillah ... akhirnya ....ââE-eh, mau ngapain?â Alina mencubit lengan Fatih saat berusaha memapas jarak.âNggak ada.â Ketahuan hendak mencuri ciuman dari Alina, Fatih hanya bisa menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. Lalu, ia menarik paksa jemari Alina dan menciuminya.Alina tersentak, tetapi memberikan Fatih melakukan keinginannya.âDi depan ada galeri perhiasan. Kita ke sana sekarang.ââLoh-loh! Katanya mau makan.ââCari cincin dulu, baru cari makan.ââJadi ... serius minggu depan.ââJelas jadi, dong. Atau kita percepat lagi jadi besok juga gak pa-pa.ââIh, gaklah! Minggu de
Alina mematut dirinya di depan cermin. Fatih sedang dalamperjalanan. Mereka sepakat untuk makan malam berdua.Tunik berwarna soft pink sebatas lutut dan jeans warna hitammenjadi pilihannya. Di tambah pasmina warna senada dengan tuniknya membuat ronadi wajahnya kentara oleh rona bahagia..âWah, cantiknya,â puji Dian saat membuka pintu kamar Alina.âEh, Tante.ââFatih sudah datang, tuh.ââOh, ya?â Alina bergerak ke jendela. Memastikan Fatih memangsudah datang. Sebab, ia tak mendengar suara mobil.Ternyata benar ucapan Dian. Bahkan Fatih tampak berdirimenunggu di teras rumah.âMau ke mana, sih?â tanya Dian penasaran.âCuma makan malam, Tan.ââMasa rapi amat. Fatih juga kelihatan berbeda.ââMasa, sih!ââAh, mungkin kalian gak sadar. Ya sudah, buruan berangkat.Pulangnya jangan larut malam, karena Tante mau tanya-tanya soal Rey. Gak sabarmau nunggu besok.ââHah, tante merasa juga kalau Rey-ââJelas merasa, tapi gak berani tanya. Takut tersinggung.ââIya, Tan. Nanti Al langsung ke kamar Tant