Bab 17
"Kamu mengusirku?" Teriak Bu Melia.
"Ya aku mengusirmu?"
"Ini rumah anakku?"
"Tapi aku lebih berhak dibanding ibu. Aku ingin ibu pulang sekarang. Pulaang... Tidak usah koar-koar disini. Bikin malu sama tetangga saja. Orang tua yang tidak patut untuk dijadikan teladan." Amarah Ika benar-benar dibuat meledak.
"Berani kamu memperlakukan aku seperti ini, Ika?" Bu Melia memelototi menantunya.
"Ya, aku berani. Mengapa memangnya?"
"Akan ku adukan kau pada Arsyad. Biar dia tahu bagaimana belangmu yang sesungguhnya. Aku yakin Arsyad akan memarahimu habis-habisan. Kau tahu kan bagaimana Arsyad menghormati ibunya ini. Sekarang malah kau berani melawan dan mengusirku. Akan ku suruh Arsyad untuk menampar dan membungkam mulut busukmu itu dengan tangannya. Biar kamu tahu rasa akibatnya. Arsy
Bab 18 "Assalamualaikum..." Seseorang mengetuk pintu. Ika bergegas menarik daun pintu. berdirilah seorang laki-laki yang tidak lagi menjadi sosok yang dihormati. "Untuk apalagi kamu kemari Arsyad." Tanya Ika pendek. "Ika, aku ingin tanya sama kamu mengapa kamu memperlakukan ibu dengan tidak baik." "Oh berarti ibumu sudah mengadukan semuanya." Tanggap Ika "Iya benar kamu keterlaluan, Ika. Tega-teganya kamu membenturkan tangan ibu ke dinding hingga membuat tangan ibu Memar seperti itu." Ika menghela nafas panjang. "Ibu yang bilang aku membenturkan tangannya ke dinding?" Tanya Ika kemudian. "Tepat sekali. Sampai-sampai kau mengusirnya seperti seorang pengemis. Padahal ibu datang kemari dengan maksud yang baik. Mengapa
Bab 19 Ika mencoba untuk bangkit sendiri. Dia sadar tidak ada yang bisa untuk membuatnya maju selain dia sendiri. Oleh karena itu bangkit dari keterpurukan adalah tujuan utama. Di telinga Ika, selalu terngiang-ngiang ucapan Bu Melia dan Arsyad selama ini yang selalu menganggapnya tidak bisa apa-apa seorang diri. "Aku berjanji akan membuktikan bahwa aku bisa bangkit tanpa mereka. Meski tanpa orang tua dan tanpa saudara." Ika meraih ponselnya dari dalam tas. Menelpon seseorang. "Halo selamat siang bapak pengacara Edwar Galih," "Ya selamat siang," "Seperti kata saya kemarin, saya minta tolong sama bapak untuk mengurus perceraian saya dan Arsyad. Datu lagi, saya juga minta di bantu untuk mengurus over kredit rumah kami. kedua masalah itu saya serahkan kepada bapak secara utuh. Moho
Bab 20 "Pa, tolong fotoin Naura dulu dong!" Seru Naura sambil bersandar di mobil yang baru saja mereka dapatkan dari kredit. Arsyad meraih ponsel yang disodorkan oleh Naura lalu menghidupkan mode kamera. "Oke, Ma. Pose yang cantik ya, Sayang!" Arsyad membidikan ponsel ke arah sasaran. Ceklek! Beberapa jepretan berhasil Arsyad ambil. Tentu saja Naura berpose dengan berbagai gaya. "Gimana, Pa? Cantik nggak?" Tanya Naura sembari mendekat. "Sudah tentu cantik. Tapi aslinya lebih cantik." Arsyad memberikan pujian. "Ah, Papa bisa aja." Ujar Naura kemudian. "Papa nggak sedang bercanda, Sayang. Tapi serius, Mama memang cantik. Bangga deh, akhirnya papa punya istri yang bisa dibanggakan, dipuji-puji sama teman-tem
Bab 21"Maksudnya?" Naura sedikit kaget. "Sebenarnya, kamu mengenaliku Naura." "Emangnya mbak siapa?" Naura heran. "Ini aku, Naura," wanita empunya butik membuka maskernya, dan ... "Mbak Ika ...? Kamu ... Kamu ...?" Naura dan Arsyad terkaget-kaget. Kedua mata mereka melotot. Tidak percaya dengan siapa yang dilihat. "Maksudnya yang punya butik ini Mbak Ika, begitu?" Tanya Naura. "Ya tepat sekali." Jawab Ika. "Tidak mungkin. Mbak pasti bohong. Mbak mengaku-ngaku demikian, karena tidak ingin kalah saing dengan bukan? Dengan pura-pura punya butik." Naura menggeleng-gelengkan kepala. "Ya sudah kalau kamu tidak percaya, tidak apa-apa. Lagipula, meski kau percaya atau tidak, itu tidak akan mempengaruhi butik ini." Bala
Bab 22 Entah sudah berapa lama Arsyad tidak mengunjungi dan juga tidak memberi kabar kepada Ika. Terakhir kemarin Ika bertemu dengan Arsyad dan Naura, itupun karena ku etidaksengajaan. Namun Ika tidaklah peduli akan hal itu. Pikirannya tidak lagi dipengaruhi oleh ada atau tiadanya Arsyad di sisinya. Perlahan usaha Ika kian maju. Ruko kreditannya telah disulap menjadi sebuah butik yang elegan. Sedikit demi sedikit butik tersebut mulai dikenali oleh kalangan atas.Dan tentu saja banyak dikunjungi oleh para pengunjung dari kalangan elit. Secara perlahan Ika juga mengubah penampilan. Ia tidak ingin lagi terlihat kucel dengan daster kebesarannya ketika berada di rumah. Secara rutin Ika melakukan perawatan ke salon. Semua itu tentu saja ia lakukan dengan perhitungan yang tepat. Tidak terlalu berlebih-lebihan. &nbs
Bab 23 "Barangmu aku kembalikan karena kualitasnya di bawah standarku." Imbuh Naura. "Haha... Standarmu ya tidak jauh-jauh dari yang kau pakai, Naura. Kau pikir aku tidak tahu berapa kisaran harga pakaian dan perlengkapan yang kau pakai? Tapi ah, sudahlah aku banyak kerjaan sekarang. Masih banyak yang harus kulakukan ketimbang berselisih denganmu di sini..." Ika teringat kalau ia harus menemui pengacara Edwar Galih dalam waktu yang tidak lama lagi. "Akan ku adukan perlakuanku pada Arsyad, Ika. suamiku mendukungku dan akan membelaku. Dia pasti akan membalasmu." Naura mengancam. "Adukan saja, aku tidak takut. Aku tunggu kedatangan suamimu." Balas Ika sambil memasuki mobil. Ika meninggalkan Naura yang tengah bersungut-sungut di depan butik. Ika tidak menyangka akan bertemu dengan Naura kembali har
Bab 24 Agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, Ika berencana akan mengutus pengacara Edward Galih untuk mendatangi Arsyad ke rumah kediaman Bu Melia. Ada hal yang ingin harus di sampaikan pada mantan suaminya itu. Oleh karena malas berhadapan langsung dengan Arsyad dan Bu Melia, serta Naura yang terlalu bersikap lebay, Ika memutuskan untuk meminta pertolongan pengacara Edward Galih. *** Pagi ini Bu Melia terlihat lebih sibuk dari biasanya.Sengaja Bu Melia bangun lebih pagi dari biasanya. Ini di karenakan Bi Ijah pembantu satu-satunya meliburkan diri. Terpaksa semua pekerjaan rumah Bu Melia yang menghandle. Mulai dari menyiapkan sarapan hingga mengurus cucian yang menumpuk. Setelah matahari mulai menampakan diri, barulah Naura keluar tergopoh-gopoh dari kamarnya. "Aduh sedang beres-
Bab 25 "Dan amplop yang kubawa ini adalah bagian untuk Anda dari hasil penjualan rumah yang telah Mbak Ika jual melalui cara Over Kredit. Hasil penjualan rumah itu di bagi sama rata menjadi dua bagian. Jadi kedepannya Anda tidak boleh berpikir kalau Mbak Ika mengambil hasil penjualan rumah itu secara keseluruhan, apalagi jika beranggapan Mbak Ika menikmati uang Anda secara cuma-cuma. Mbak Ika pembisnis hebat, dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Sampai di sini Anda mengerti bukan?" Huuffhh...Lagi-lagi ini ini adalah sebuah kenyataan yang mengejutkan bagi Arsyad. Ada rasa marah, geram, dan kehilangan. Arsyad mengacak-acak rambut. Lalu mengusap-usap wajahnya kasar. "Kalau semua sudah jelas saya permisi dulu pak Arsyad." Pengacara Edwar Galih bangkit dari duduknya. Arsyad tidak menjawab apapun. Ia hanya diam dengan muka b
Bab 54 "Ma, sini Papa yang jemur pakaiannya ya," ujar Erland sembari menarik keranjang yang berisi pakaian-pakaian yang baru saja dikeringkan dari dalam mesin cuci. "Aduh, Pa. Ntar nggak enak kalo di liat orang. Kok Papa yang jemur pakaian?" "Ah nggak apa-apa. Namanya rumah tangga itu harus sama-sama. Apalagi Bik Inah dan Bik Inun sedang tidak ada. Bisa-bisa Mama sakit bila harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, udah deh, Mama istirahat saja dulu sana. Ntar sakit kalo kecapean. Papa lihat saudari bangun pagi tadi Mama beristirahat. Sambil liat-liat si kembar" ujar Erland dengan senyuman. Erland keluar menuju ke jemuran disamping rumah. Ika mengucap syukur kehadirat Tuhan yang telah menganugerahinya sesosok lelaki yang sudah dianggapnya seperti malaikat Sedangkan Erland mulai sibuk dengan pak
Bab 53 Beberapa tahun kemudian, Arsyad membanting begitu saja sebuah tas hitam yang berisi segenap berkas di tangannya. "Ada apa, Arsyad?" Bu Melia mendelik heran. "Tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerima aku lagi, Bu. Terpaksa Arsyad tetap bekerja di pencucian mobil yang menyebalkan itu. Dengan hasil yang jauh dari standar hidup. Selamanya kita akan terus terpuruk dalam kehidupan yang tidak menyenangkan ini," ucap Arsyad. "Sabar dulu, nanti pasti ada-ada saja perusahaan yang mau menerima kamu. Kerja di perkantoran lebih baik daripada bekerja di tempat cucian mobil." Bu Melia menenangkan. "Perusahaan mana lagi Bu, yang mau menerima seorang pria yang baru keluar dari penjara seperti aku? Bahkan perusahaan kecil pun menolak dengan kasar. Masih untung aku dapat pekerjaan di steam pencucian mobil. Kalau ti
Bab 52 "Pak Erland, bisakah aku meminta izin untuk pulang lebih cepat?" Suara Ika terdengar serak. Erlan melihat ada yang mengkhawatirkan dari wajah perempuan itu. "Ika, kau terlihat begitu pucat. Apa kau sakit?" Tanya Erland. "Tidak, aku baik-baik saja hanya sedikit pusing, Pak." Jawab Ika. "Baik kalau begitu, biar aku antarkan kamu pulang," Erland bangkit dari duduknya. "Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pulang pekerjaan Bapak belum selesai," "Tidak! Pekerjaanku bisa diselesaikan nanti. Aku khawatir jika kau harus pulang sendiri," ujar Erland. "Terserah Bapak saja kalau begitu. Tapi aku tidak enak terlalu banyak merepotkan Anda, Pak Erland." Ujar Ika sambil terhuyung. Tangannya berpegangan pada dinding. "Ika, kau tidak apa-apa?"
Bab 51 Hari demi hari, bulan demi bulan, tidak terasa usia Nada, Putri yang telah Naura lahirkan kian bertambah. Tentu saja kebutuhan yang harus dipenuhi juga bertambah banyak "Bu, Pampers Nada udah habis. Bagaimana ini? Pinjam duit Ibu dulu boleh ya?" Naura mendekati Bu Ema. "Kamu ini bagaimana, Naura? Kamu pikir ibu ini gudang duit apa? Darimana lagi ibu mendapatkan uang. Ibu sudah menghitung-hitung, setiap bulan kita harus mengeluarkan uang berapa, untuk jatah Nada juga berapa." Jawab Bu Ema. "Tapi uang yang ibu serahkan untuk Nada udah habis, Bu." Ujar Naura. "Naura, kondisi keuangan kita sedang sempit. Seharusnya kau tahu cara untuk berhemat, lihatlah rencana ibu untuk membuka usaha baru belum terwujud. Uang hasil gadai rumah kita pun hampir habis, nanti kalau kita tidak bisa menebus rumah ini, bahaimana? Mau kamu rumah in
Bab 50"Haaaa ...?" Naura tersentak. "Mahendra menyebut anak kecil itu sebagai anaknya? Apakah selama ini Mahendra sudah menikah?" Naura melongo dengan kedua tangan menutup mulut. "Kurang aj*r...!" Seru Naura seraya berjalan dengan amarah yang naik ke ubun-ubun. Langkah kakinya menuju ke arah di mana Mahendra dan wanita itu berada. "Mahendra...!" Teriak Naura. "Lhoo? Naura...? Kok kamu ada di sini?" Mahendra amat kaget melihat Naura berdiri tepat di hadapannya. "Pa, siapa wanita ini?" Istri Mahendra tidak kalah kaget. "Mmm ... ia bukan siapa-siapa, Sayang." Jawab Mahendra. Mendengar jawaban lelaki yang sejak lama ia kenali tersebut, Naura naik pitam. Hatinya sakit dengan pengakuan palsu Mahendra. "Apa kau bilang? Kau tak katakan jika aku ini
Bab 49 Karena tindakan yang mereka lakukan, Bu Melia dan Arsyad tidak mampu mengelak dari kenyataan bahwa mereka harus mendekam dalam jeruji besi. Bahkan jasa seorang pengacara yang mereka sewa pun tidak mampu untuk melepaskan mereka dari jeratan hukum. "Mengapa nasibku begini apes? Apa salahku? Huuuh...! Ika...semuanya gara-gara dia...!" Bu Melia terus sesenggukan meratapi nasib. "Bagaimana bisa dia menjadi marketing manager di perusahaan itu, jabatan yang bahkan melebihi jabatan anakku dulu. Apakah selama ini Ika membohongi kami?" dalam isak tangisnya Bu Melia masih sempat untuk mengumpat. Kembali ia teringat penampilan Ika yang ia lihat kemarin, "Sungguh sulit dipercaya, dari mana Ika mendapatkan uang banyak yang bisa merubah penampilannya hingga sedrastis itu? Hu
Bab 48 Bu Melia tersenyum sumringah dengan mengibas-ngibaskan lembaran-lembaran uang di tangannya. "Tidak apalah aku kehilangan rumah, yang penting anakku bisa bebas. Toh aku masih punya usaha mebel yang bisa kukembangkan," "Cicilan Bank tidak akan mengurangi hasil yang akan kudapatkan," gumam Bu Melia. "Sebaiknya aku harus mengabari Arsyad dulu soal ini,"*** Setelah melewati beberapa prosedur, Bu Melia akhirnya bertatap muka dengan Arsyad. "Arsyad, ibu punya cerita bagus untukmu," "Berita soal apa, Bu?" "Ibu akan membebaskanmu dari sini,"ujar Bu Melia tersenyum senang. "Oh ya? Tapi tidak sedikit uangnya yang diperlukan untuk membebaskan aku dari sini Bu, dari mana ibu mendapatkan uang?" Tanya Arsyad.
Bab 47 "Sekarang aku tanya Pak, apakah dia sering kemari hanya untuk melamar pekerjaan? saya hanya memberikan masukan jangan pernah menerima karyawan wanita janda seperti dia. Meskipun hanya untuk menjadi cleaning service sekali pun. Dia hanya akan mengusik para lelaki yang telah beristri. Karena apalah martabatnya sebagai janda mandul, seorang diri pula. Secara dari mana dia bisa hidup nyaman kalau tidak dari uang laki-laki hidung belang," ujar Bu Melia tanpa rasa bersalah. "Hentikan Bu Melia, aku tidak seperti yang ibu ucapkan," Ika menyela. Terlalu lama Ika membiarkan Bu Melia berkata sesuka hati. "Aku memang janda, tapi aku bukan janda gelenjotan. Aku bukan penikmat duit orang. Bahkan dengan tanganku ini, aku mampu mencari uang sendiri bahkan melebihi yang mampu Arsyad dapatkan," balas Ika. "Nah Pak Erland, Anda bisa lihat sendiri kesombongan wanita ini." Bu
Bab 46 "Mmm,kalau aku masih mencintainya, aku tidak akan meminta cerai." Jawab Ika. "Syukurlah kalau begitu," sahut Erland. "Kamu kok bersyukur?"Ika heran. "Tidak apa-apa. Artinya ada peluang." Sahut Erland. "Peluang? Peluang apa?" Tanya Ika bingung. "Ah tidak. Tidak ada maksud apa-apa," *** "Selamat siang, Pak Erland!" Seseorang menyapa. "Siang ada apa?" Erland bertanya. "Ada seseorang di luar sana yang ingin bertemu sama bapak," "Oh ya siapa?" "Saya tidak kenal, Pak," "Mmm, apakah dia mencurigakan?" "Tidak juga, dia seorang perempuan paruh baya. Tapi sepertinya kedatangannya tidak d