Bab 44. Mertua Benalu Minta Duit
“Ya, kok bareng kamu? Aku gak bisa leluasa, dong jalanin bisnis aku!”
“Aku, kan, gak terikat, Mas! Aku bisa ngantar kamu dulu baru kontrol peternakan.”
“Ya, gak bisa, gitu, Mel. Atau di balik aja, aku natar kamu dulu ke peternakan, baru aku ngurus kerjaan aku, gimana?”
“Gak bisa, Mas! Aku harus keliling! Cabang peternakan Papa itu ada lima belas, kan? Aku harus kontrol semua!”
“Lima belas? Banyak banget? Bukannya cuma tiga dengan yang baru akan dibuka di Tanjum Anom itu?” Darfan melotot takjub.
“Kalau sama itu enam belas, Mas!”
“Wow! Aku baru tahu, Sayang! Kalau gitu, ok, aku bersedia jadi
Bab 45. Pertengkaran Dina Dan Dinda [Maaf, Ma! Aku chat aja, ada amel di sampingku. Begini, Ma! Aku belum berhasil mendapatkan apa-apa, ini! Sabar, ya! Aku akan usahakan lagi nanti merayu dia!] Send. Darfan mengirim chat itu. Amelia sempat membacanya meski tak semua kata. Tetapi, dia bisa menangkap isinya. [Satu malam kamu udah tidur sama dia, tapi kamu gak dapat duitnya!!!] balasan chat ibunya disertai emoticon marah. [Maaf, Ma! Nanti aku usahakan lagi, ya! kalau udah dapat, segera kutransfer.] [Usaha, dong, Dar! Kamu mau kita semua mati kelaparan, ha?] [I-iya, Ma! Iya!] Lampu hijau menyala. Amelia melajukan mobil kembali. Terta
Bab 46. Dinda Mengejar Cinta AndreDinda yang baru tiba di kamar, justru bertambah gundah. Pemandangan di atas ranjang membuat emosinya kian memuncak. Seperti biasa, Andy suaminya yang sudah lama pengangguran lebih memilih tidur dari pada berkeliaran di luar untuk mencari lowongan pekerjaan.Perusahaan tempat dia bekerja selama ini melakukan pengurangan karyawan akibat wabah covit-19 yang sedang melanda dunia. Dia terkena imbasnya. Jabatan manager terpaksa dia lepas. Dia dirumahkan hingga batas yang tidak ditentukan.Dinda menghela napas panjang. Penyesalan karena telah salah memilih pria itu mulai menghentak kalbu. Perbedaan Andy dengan Andre teramat kontras sekarang. Kondisi perekonomian mantan orang yang dicintainya itu sudah sangat membaik. Sebaga
Bab 47. Tamparan Amelia di Pipi Dinda “Se – selamat pagi, Bu, Amel!” sapa Andre gugup. “Pagi, Pak Andre,” jawab Amelia datar. Sekali lagi Andre berusaha melepas pegangan Dinda di lengannya. Kali ini dia berhasil. Dinda melepas lengan kekar itu dengan terpaksa. Tetapi, Amelia telah berlalu. Gadis itu segera berjalan ke dalam lokasi proyek setelah menjawab salam Andre. “Amel? Kamu di sini? Kenapa kamu ke sini? Kamu nyusul Mas Andre juga, ya? Wow, hebat kamu, ya! Berani berselingkuh di belakang adik aku!” sergah Dinda dengan nada mencemooh. Amelia terkesiap. Menahan langkah kaki berikutnya, lalu membalikkan badan menoleh ke arah kakak iparnya. “Jadi benar, ya, ka
Bab 48. Ancaman Dinda Pada Andre“Ma-maksud Bu Amel, apa?” tanya Andre gugup.“Eh, Mel, gak usah gitu, ya, ngomongnya! Apa maksud kamu ngucapin kalimat itu sambil liat aku, ha?” protesnya sambil mendelik.“Pikir sendiri olehmu!” ketus Amelia melanjutkan langkah lagi.“Bu Amel tidak suka kamu berada di sini, tolonglah kamu pergi, Dinda! Lagian kamu ngapain ke sini?” kata Andre frustasi. Pria itu meremas kepalanya dengan kasar.“Mas, kenapa kamu berubah, sih? Aku ke sini karena udah lama banget kita kita gak ketemu. Aku chat kamu balasnya cuma ‘hem’ doang. Aku liat di status WA kamu, lokasi ini. Makanya aku ngejar ke sini.”“Aneh! Setelah lima ta
Bab 49. Video Mesum Masa Lalu Andre dan Dinda“Aku gak mahir nyetir di malam hari di daerah pegunungan begini. Jalan berkelok, menurun, dan licin, ditambah suasana gelap, aku gak biasa, Sayang!” ucap Andre memohon.“Daripada aku demam, gimana? Mas Andre mau kalau aku sakit?” Dinda malah mengancam.“Aku ambilin payung di mobil, ya! Ntar aku balik lagi. Kamu tunggu di sini, ya!”“Gak mau! Aku takut ditinggal!”“Kan ada Pak Satpam itu, Sayang! Bentar aja, ya!”“Gak mau pokoknya!”“Hem, ok. Kita tunggu redaan kalau begitu.”Andre mengalah, tetapi hujan yang tak mau mengalah. Airnya makin deras&n
Bab 50. Dendam Cinta Dinda “Jangan nekat, Dinda! Video kotor itu sebaiknya kau hapus saja! Kalau itu kau sebarkan, apa kau pikir aku saja yang akan malu? Kau juga sebagai perempuan akan terhina! Harga diri suami dan keluargamu akan hancur! Nama baiknya akan tercoreng!” “Gak penting! Aku gak mikirin itu! Yang aku mau adalah mencoreng nama baik kamu! Proyekmu pasti akan kena imbasnya. Dan yang paling penting, Amelia pasti jijik sama kamu. Nih, aku klik, ya! Tinggal klik, maka detik ini juga akan masuk ke nomor Amelia! Selanjutnya ke seluruh media sosial kamu! Gimana, Mas?” “Sini!” Tiba-tiba Andre merebut benda pipih itu dari tangan Dinda. Lalu dengan gerakan cepat menghapusnya video itu dari nomor Amelia yang hampir terkirim, juga dari tempat penyi
Bab 51. Papa Amelia Drop Karena Ancaman Nurdin“Maaf, Bu Amel, jika saya lancang,” pinta Andre menyesali pertanyaan yang sudah terlanjur dia ucap.“Tidak apa-apa, Pak! Eem, tentang Mas Dar, sikapnya sudah berubah. Dulu dia jijik pada saya. Sekarang dia sangat menginginkan saya. Tetapi, obsesinya untuk menguasai harta saya, sedikitpun tak berubah. Malah saya rasa, dia makin menggila.”“Oh, begitu? Jadi Darfan ….”Andre menggantung ucapannya.“Kenapa, Pak?”“Maksud saya, Darfan dulu sempat jijik pada Ibu? Saya kok, gak paham? Karena kemarin itu saya lihat, dia sepertinya sangat menyukai Ibu, buktinya dia rela menceraikan istrinya demi bisa rujuk dengan Ibu, iyakan?”&nb
Bab 52. Rayuan Kepada Mantan IstriPagi itu, Yati sendirian di rumah. Papanya baru saja keluar dari rumah. Yati tak tahu, kalau tujuannya adalah ke rumah Papa Amelia. Nurdin ingin menyampaikan sebuah ancaman manis kepada sahabatnya itu. Semoga dengan sedikit gertakan ini, Anwar mau memaksa Amelia untuk bercerai dengan Darfan, sehingga surat perjanjian pra nikah waktu itu bisa dia gunakan untuk menguasai peternakan yang di Kutalimbaru milik pria lumpuh itu. Begitu rencana Nurdin.Darfan yang disuruh Amelia menjalankan misi mendapatkan surat perjanjian pra nikah, telah berdiri di depan pintu. Tak ragu, pria gila harta itu mulai mengetuk pintu dengan halus.Terdengar suara langkah mendekat. Langkah terseret itu milik Yati, sang mantan istri.“Mas?!”Yati kaget saat memb
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya