Bab 25. Pembalasan Dimulai
“Oh, begitu? Sudahlah! Gak usah dipikirkan. Sekarang Wawak pulang aja, kasihan anak istri Wawak nunggu di rumah, iya, kan?” Amelia berkata lembut.
Dadang mendongak, wajahnya berangsur terang.
“Non Amel gak marah sama saya?” lirihnya berkaca-kaca. Amelia menggeleng seraya tersenyum penuh pengertian.
“Makasih, Non! Kalau begitu saya pulang, ya!”
“Baik, Wak! Hati-hati!”
Dadang pulang dengan sepeda motor bututnya.
“Tolong kunci gerbangnya ya, Bik! Bibik langsung temui saya di kamar! Saya duluan masuk!” titah Amel lalu masuk dengan meneteng semua barang belajaannya di butik tad
Bab26. Babu Baru Itu Adalah Maduku ===== “Boleh, saya nurut apa kata suami saya saja, iya, kan, Mas?” kata Amelia bergelayut manja di bahu Darfan. Menarik sebelah tangan pria itu dan melingkarkan di pinggangnya. Darfan tak berani menolak, bahkan dia merasa dadanya berdebar hebat. Hanya Yati yang tampak menelan ludah yang tiba-tiba terasa pahit. “Tapi, dengan satu syarat!” sambung Amelia. “Syarat apa?” Suara Yati berubah serak. Jelas cemburu mulai membakar dadanya. “Mbak harus mengikuti semua aturan yang saya buat. Bersikaplah layaknya seorang pembantu, bisa?” Yati tak menjawab. Wanita itu menunduk. “Aturan pertama adalah, seorang pembantu tidurla
Bab 27. Darfan Menawarkan Nafkah Batin Sempat Amelia terhanyut. Tubuhnya menghangat. Angan liar melambung jauh ke awang. ‘Beginikah rasanya?’ bisiknya membatin. Kenapa baru sekarang? Setelah sekian lama pernikahan, kenapa kau lakukan seperti ini baru sekarang? Kenapa tubuh ini sempat di telantarkan, bahkan dihina dan dicaci tiada henti. Kenapa baru malam ini, Mas? Kenapa kau abaikan diriku selama ini? Kenapa kau tak penuhi kewajibamu sebagai seorang suami? Kenapa tak kau penuhi hakku sebagai seorang pengantin? Aku pengantinmu, Mas! Nafkah batin yang harusnya kau berikan untukku, berkali-kali kau abaikan. “Sayang? Aku minta maaf?” Seolah paham apa yang sedang mengganjal hati istrinya, Darfan mengucap kata maaf.
Bab 28. Bisik-bisik Di Dalam Gudang ‘Aku tahu, kau sangat menyayangi aku. Kau pasti takut dengan ancamanku hendak meminta talak padamu, jika kau berani menyentuh si kribo, iya, kan, Mas?’ Yati semakin yakin bahwa yang datang adalah suaminya. Langkah itu kian dekat, lalu masuk ke dalam gudang. Dugaan Yati benar adanya. Darfan mendapati sang istri terduduk di lantai dingin. “Mas!” panggil Yati langsung berdiri dan menghambur memeluk sang suami. “Hem, tolong kamu buatkan segelas susu hangat buat Amel, lalu antar ke kamar kami sekarang juga! Cepat, ya!” Darfan mengurai pelukan wanita itu dengan halus. “Apa?” Yati mundur selangkah, kedua tangan yang sempat memeluk luruh lemah di
Bab 29. Menolak Nafkah Batin “Basi” Pertahanan di mata Anwar jebol, air bening meleleh deras di sana. Pipi keriput itu basah seketika. Pria paruh baya yang tiba-tiba terlihat begitu ringkih itu merasa kian sesak. Apa yang dia risaukan sama sekali Amelia tak paham. Pria itu ingin menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi tanpa disadari oleh putrinya. Dia ingin meminta sang putri untuk meminta pisah dari laki-laki durjana, Darfan. Jangan sampai penipu itu menguras habis harta keluarga ini. Tetapi, dia tak mampu. Untunglah Anwar tak tahu kalau kartu ATM miliknya telah dikuasai oleh sang menantu durhaka. Kalau dia tahu, bisa saja hal yang lebih buruk terhadap kesehatannya akan terjadi. “Papa tidur lagi, ya!” bujuk Amel mengecup k
Bab 30. Suara Erangan Dari Gudang ======= Darfan kehilangan kontrol. Pria itu memeluk erat tubuh Amelia. Menghujani wajah gadis itu dengan ciuman membabi buta. Tenaganya yang jauh lebih kuat, membuat Amelia tak mampu menghindar. Tubuh perawan itu kini berada dibawah kungkungan sang durjana. Berpikir keras, Amelia tak mau menyerah. Perjuangannya untuk memberi pelajaran pada pria tak punya hati ini sudah hampir berhasil. Hasurkah semua berakhir sia-sia, bahkan dia pun harus pula kehilangan kesuciannya? Ya, tugas dia sebagai seorang istri benar adalah memenuhi keinginan ranjang suami. Tetapi, sejak awal pernikahan ini sudah salah. Pernikahan ini adalah pernikahan hasil tipu daya. Itu yang membuat Amelia merasa kewajiban itu telah gugur dengan sendirinya. Tak akan pernah terjadi hubungan ini. 
Bab 31. Terusir Di Tengah Malam Buta ====== Yati begitu percaya akan dusta pria itu. Yati merasa dirinyalah yang paling sempurna. Suaminya tetap memilih dirinya, meski sang madu telah merubah penampilannya. Itu membuatnya semakin melambung. Amelia merasa kian terluka. Rasa sakit ini semakin meradang. Tawa cekikan di dalam sana bagai perasan jeruk nipis menyiram luka yang kian menganga. Perih, pedih, tak terlukis lagi dengan kata-kata. ‘Cukup sudah!’ Tiba-tiba Gadis itu bergumam. Tubuh yang masih menyender lemas di daun pintu itu tiba-tiba menegak. Tak perlu menunggu esok tiba, malam ini harus diselesaikan segera. Amelia tak bisa berpikir lebih jernih sekarang.
Bab 32. Berhasil Mendapat Talak “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi! Kamu keluar dari rumahku! Sekarang!” Amelia menarik paksa tangan laki-laki yang belum juga mengenakan baju itu. Pria itu belum sempat membenahi pakaian saat Amel tiba-tiba menyerang masuk ke gudang tadi. Hanya celana boxer pendek yang menutupi bagian tubuhnya. Sementara Yati mengikuti langkah Amelia yang terseok karena menarik beban berat tubuh Darfan. Kedua anaknya mengiringi sambil menjerit-jerit memegangi ujung kain sarung ibunya. Suasana ribut itu membuat Anwar makin tak tenang di dalam kamarnya. Meskipun Ayu sudah berusaha menenangkan dirinya, namun tetap saja pria ringkih itu memaksa agar Ayu memindahkan tubuhnya ke atas kursi roda dan mendorongnya ke luar. Dia ingin memastikan keadaan putri semata wayangny
Bab 33. Ada Apa Dengan Bik Jum? Dengan bantuan satpam dan warga, Darfan kembali diseret paksa keluar dari rumah Amelia. “Aku gak akan terima dengan perlakuan kamu ini, Mel! Tunggu balasan dariku! Kau pasti akan menyesal!!” Sekali lagi Darfan mengancam. Pria itu bertekat menguras habis isi ATM Anwar yang kini dikuasainya. Sedikitpun dia tak tahu, kalau Amel telah memblokirnya malam itu juga. “Ya, aku tunggu balasan kamu, Mas! Tapi jangan lupa pesanku, besok pagi aku akan mengecek rumahku yang ditempati seluruh keluarga besar kamu! Kuharap saat aku ke sana, sudah dalam keadaan kosong! Paham!” Amelia kembali mengancam. Darfan menggendong Arini, putri bungsunya. Sementara Bagas dituntun oleh Yati. Mereka berjalan hingga ke gerb
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya