Bab 32. Berhasil Mendapat Talak
“Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi! Kamu keluar dari rumahku! Sekarang!” Amelia menarik paksa tangan laki-laki yang belum juga mengenakan baju itu. Pria itu belum sempat membenahi pakaian saat Amel tiba-tiba menyerang masuk ke gudang tadi. Hanya celana boxer pendek yang menutupi bagian tubuhnya.
Sementara Yati mengikuti langkah Amelia yang terseok karena menarik beban berat tubuh Darfan. Kedua anaknya mengiringi sambil menjerit-jerit memegangi ujung kain sarung ibunya.
Suasana ribut itu membuat Anwar makin tak tenang di dalam kamarnya. Meskipun Ayu sudah berusaha menenangkan dirinya, namun tetap saja pria ringkih itu memaksa agar Ayu memindahkan tubuhnya ke atas kursi roda dan mendorongnya ke luar. Dia ingin memastikan keadaan putri semata wayangny
Bab 33. Ada Apa Dengan Bik Jum? Dengan bantuan satpam dan warga, Darfan kembali diseret paksa keluar dari rumah Amelia. “Aku gak akan terima dengan perlakuan kamu ini, Mel! Tunggu balasan dariku! Kau pasti akan menyesal!!” Sekali lagi Darfan mengancam. Pria itu bertekat menguras habis isi ATM Anwar yang kini dikuasainya. Sedikitpun dia tak tahu, kalau Amel telah memblokirnya malam itu juga. “Ya, aku tunggu balasan kamu, Mas! Tapi jangan lupa pesanku, besok pagi aku akan mengecek rumahku yang ditempati seluruh keluarga besar kamu! Kuharap saat aku ke sana, sudah dalam keadaan kosong! Paham!” Amelia kembali mengancam. Darfan menggendong Arini, putri bungsunya. Sementara Bagas dituntun oleh Yati. Mereka berjalan hingga ke gerb
Bab 34. Bertemu Andre ====== Gadis itu sudah trauma berhubungan dengan seorang pria. Apalagi pria setampan Darfan yang telah begitu licik menipunya. Bukankah Andre jauh lebih tampan? Amelia tak akan pernah memulai hubungan dengan pria tampan manapun lagi, begitu tekatnya. Tanpa ragu, gadis itu menggeser panel merah di layar ponselnya. Meraih tas dan kunci mobil, buru-buru gadis itu menuju kamar sang Papa sebelum berangkat ke bank seperti rencananya. Sempat tertegun saat melihat pemandangan di dalam kamar. Bik Jum tengah menyuapi Papanya dengan penuh kelembutan. Senyum manis tersungging di bibir wanita sederhana itu. Mata sang Papa tampak berbinar bahagia, menerima setiap suapan meski selalu tumpah, karena mulut dan lidah kaku
Bab 35. Zonk, ATM Sudah Diblokir “Eem, anu, kebetulan saya juga mau pulang, tapi mobil saya mogok. Saya bermaksud menumpang mobil ibu, boleh?” dusta Andre dengan tampang memelas penuh harap. “Ehm, begitu, ya? Kenapa tidak telpon montir atau bengkel saja?” “Ehm, anu, Bu, eh … sudah. Sudah saya telpon. Mereka sedang dalam perjalanan ke mari. Tetapi, saya enggak bisa menunggu mereka. Ada yang saya kejar dan buru-buru sekali. Sedangkan untuk memesan jasa taksi online, lokasi ini terlalu jauh untuk mereka jangkau. Boleh, ya, Bu, saya menumpang sampai ada akses taksi saja?” Andre kembali memelas. “Begitu?” Amelia terlihat ragu, tetapi alasan mitra bisnisnya ini sangat masuk akal. Tak ada alasan baginya untuk menolak. Apalagi peternakan ini berada di daerah perbukitan dan agak jauh dar
Bab 36. Benalu Memanggil Nurdin Sang Pengacau “Lho, kok, laki-laki di rumah ini pada aneh, sih?!” Dina berteriak kebingungan. “Tadi Andy, sekarang Mas Leo! Ada apa, sih, dengan kalian? Kenapa kalian semua pada membelai si kribo itu! Ada apa sebenarnya dengan kalian, hah!” serunya menatap lekat wajah suaminya. “Pikirkan sendiri!” ketus Leo dingin. “Mas!” pekik Dina semakin tak mengerti. Leo tak menggubris. Tekatnya sudah bulat akan memboyong istri dan anak-anaknya menjauh. Jika Dina menolak, maka mengakhiri pernikahan ini, tentu lebih baik. Tapi anak-anak tetap akan dia bawa bersamanya, begitu tekat Leo. Suasana tegang itu berubah hening. Tak ada lagi seorangpun yang bersuara. Semua tenggelam di dalam kekalutan masing-masing.
Bab 37. Tak Ada Tempat Buat Andre Di Hati Amelia “Eeem, jadi Pak Andre kok bisa kenal dengan Bang leo?” Amelia kembali ke topik semula. “Jadi, kebetulan Bang Leo itu adalah mandor kepercayaan saya di proyek. Kasihan dia, sekarang ini harus menumpang tinggal di rumah Ibu. Rencananya kalau proyek ini sudah jalan, dia akan ngontrak rumah. Itupun kalau Mbak Dina, istrinya setuju.” “Mas Leo baik. Satu-satunya keluarga mantan suami saya yang baik hanya dia aja.” “Iya, Bang Leo memang baik.” Suasana hening kembali. Mobil Amelia yang dikemudikan oleh Andre kini memasuki kawasan kota Pancur Batu, sebentar lagi akan tiba di Medan Tuntungan, di mana rumah Amelia yang ditempati oleh keluarga benalu itu berada. “Eem, jadi Bu Amel gimana perasaan
Bab 38. Akte Pra Nikah Menjerat Amelia Andre berjalan melewati Dinda, seolah perempuan itu tak pernah ada di dalam hidupnya. Padahal Dinda sangat tahu, kalau hingga detik ini Andre tak juga menemukan pengganti dirinya. Andre teramat mencintainya, Dinda yakin itu. Lalu, kenapa Andre mengacuhkannya? Apakah karena ada Andy, suami pilihan Dinda? “Hey, Pak Nur? Kebetulan sekali, ya? Benar kata orang, dunia ini sempat Pak Nur, buktinya kita. Setelah Bapak bersembunyi dari saya selama bertahun tahun, diketemukan di sini, hehehehe …. Apa kabar, Pak Nur?” Andre mendekati lelaki paruh baya itu, lalu mengulurkan tangan hendak menyalam. Tetapi, tangan kekar pria itu hanya mengambang di udara. Nurdin tak mau menyambut salamnya. Laki-laki itu lalu mendongak, menatap tajam wajah Andre.
Bab 39. Amelia Tak Mempan Digertak “Ya, aku berjanji. Aku akan bersikap adil buat kalian berdua juga anak-anak. Sekarang kita pulang ke rumah papa kamu, ya, Sayang! Yati akan tinggal di sini saja bersama mama dan yang lainnya. Yuk, kita pulang!” Darfan kembali mengulurkan tangan hendak menggamit lengan Amelia. Lagi-lagi Amelia mundur beberapa langkah. “Om!” lirihnya memanggil Nurdin dengan nada dingin. “Ya, Mel. Ada apa, Sayang?” Nurdin menajamkan telinga bersiap mendengar kalimat sang mangsa yang sudah telak berhasil mereka taklukkan. “Saya mau nanya, apakah Papa dalam keadaan sadar saat menandatangani surat perjanjian pra pernikahan itu?” tanya Amelia masih dengan nada begitu datar.
Bab 40. Pembalasan Buat Nurdin dan Yati “Kenapa, kurang banyak harta papaku yang ingin kau kuras?” ketus Amelia. “Aku gak peduli harta sekarang. Aku hanya tak mau berpisah darimu, itu saja, Sayang!” Seketika rencana pembalasan baru melintas di benaknya. Tak ada salahnya kalau Nurdin diberi pelajaran pertama. Laki-laki culas yang telah tega menusuk Papanya dari belakang. Menggunting dalam lipatan. Bara api yang ingin dia lemparkan pada Anwar, papa kandung Amelia sahabatnya sendiri, kini akan Amelia kembalikan kepada sang empunya. Senjata makan tuan, itu lebih tepatnya. Lihat saja! “Benar kau lebih memilih aku sekarang daripada harta papaku?” tegas gadis itu. “Ya?”
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya