Bab 179. Hampir Terjebak Maksiat “Masuk, Pak! Ya, di sini! Bapak baring aja, ya! Biar sakit kepalanya hilang!” Dinda membantu membaringkan tubuh Daffin di kasur yang biasa ditiduri oleh Ruminah. Tubuh Daffin sudah berbring dengan sempurna di sana. Tetapi pelukannya di bahu Dinda tak hendak dia lepas. Pria itu bahkan mengeratkan pelukannya di sana. Seperti anak kecil yang takut kehilangan mainannya, Daffin memeluk bahu Dinda semakin kencang. “Bapak tidak mau melepas saya?” bisik Dinda tepat di telinga pria itu. Sengaja lidahnya menyentuh daun telinga Daffin. Beberapa detik lidah wanita itu bermain di sana, menjilat-jilat hingga membuat Daffin menggelinjang. “Apa yang kamu lakukan?” desahnya di antara napas yang mulai memburu. “Bapak tidak mau melepas saya, jadi saya lakukan saja apa yang Bapak minta,” jawab Dinda menegrling nakal, seraya memainkan bibir tipisnya. “Aku tidak tahu, kenapa ini. Tolong … bantu saya!” Daffin menghiba. Seperti seorang yang tengah tersesat di pada
Bab 180. Amelia Jijik Pada Daffin? Amelia tersentak. Seorang pengawal Daffin datang dari pos depan. Pria itu berlari mengejarnya ke arah teras. “Pak Daffin, sudah selesai? Biar mobilnya saya siapkan,” tanya pria itu setelah jarak mereka dekat. “Justru saya sedang mencari Mas Daffin, ke mana dia?” Amelia balik bertanya. “Lho, bukannya kalian tadi bersama? Bahkan setelah sarapan Pak Daffin sempat limbung, lalu Mbak membawanya masuk ke kamar pembatu.” “Apa? Mas Daffin limbung dan saya membawanya masuk kamar pembantu?” pekik Amelia kaget. “Lho kenapa Mbak Amelia kaget? Ini … ada apa sebenarnya? Bos kami kenapa? Jangan-jangan Anda melakukan sesuatu padanya! Katakan di mana Pak Daffin?” Tiba-tiba pria sangar itu mencengkram lengan Amelia. Sebuah peluit dia bunyikan, seketika enam pria tegap berlarian ke arah mereka. “Ada apa ini?” seru mereka panik. “Perempuan ini berpura-pura mencari Pak Daffin. Padahal jelas saya lihat melalui CCTV dia membawa Pak Daffin masuk ke kamar pe
Bab 181. Amelia Terusir “Saya tidak peduli! Bapak terlalu melindungi Bos kalian! Saya pulang! Permisi! ketus Amelia melangkah pergi.” “Tunggu!” Langkah Amelia terhenti. “Apalagi yang Anda ragukan?” Sastro terlihat mulai geram. Matanya melotot tajam. Amelia membalikkan badan. “Penjaga Pos bilang bahwa bos kalian memeluk perempuan iut masuk ke dalam kamar pembantu, masih saja Bapak membela dia seperti itu, iya?” Suara Amelia ikut meninggi, mata lembutnya tak kalah tajam menghujam manik mata Sastro. “Itu karena Pak Daffin dalam pengaruh obat perangsang. Obat yang yang dibubuhkan oleh pembantu gila itu di dalam jus Pak Daffin!” Amelia terpana. Kalimat Sastro membuatnya tersadar. Napasnya yang tadi sempat memburu karena menahan emosi kini berangsur tenang. “Perempuan itu pasti akan menerima ganjarannya. Pak Daffin tak akan bisa memaafkannya! Barang bukti sudah kami amankan. Saya sendiri yang menemukan sisa benda terkutuk itu di dalam tasnya!” lanjut Sastro lagi, kini dengan s
Bab 182. Secercah Bahagia Buat Amelia Bik Jum menyeka kering air mata yang berjejak di kedua pipi, kala ponsel di tangannya bardering lagi. Amelia sontak menoleh ke arahnya. “Bik Jum?” “Eh, Non! Ini ponsel Non! Dari tadi bunyi.” Bik Jum meneliti wajah Nonanya, begitu murung, sayu dan kuyu. Namun, sama sekali tak ada jejak air mata di sana. Itulah kelebihan sang putri majikan. Sekalipun Bik Jum tak mendengar ada tangis dari bibir sensual gadis itu, meski sepahit apa derita tengah melanda. “Oh, iya. Makasih, ya, Bik!” Amelia meraih benda itu dengan lesu, mengusap layar, dan menekan loud speaker. “Ya, Tante! Maaf, Amel sedang berenang, hapenya di kamar. Ada apa Tan? Gimana kondisi Mas Andre?” Amelia berusaha tetap tenang, seolah semua baik-baik saja. “Andre sudah mendingan, Sayang! Mungkin nanti sore sudah bisa pulang.” “Syukurlah.” “Ya, ini, ada yang mau Tante bicarakan sama kamu, Nak! Boleh?” “Boleh, dong. Ada apa, Tan?” “Tentang Papa kamu, Sayang!” “Kenapa dengan Papa?”
Bab 183. Perjuangan Cinta Amelia “Kenapa ngeliatin Bibik kek gitu?” tanya Bik Jum seraya tersenyum arif, seperti biasanya. Senyum yang selalu mendamaikan hati Amelia. Sepuluh tahun belakangan ini, Bik Jum adalah sandarannya. Sejak ibunya meninggal dunia, Bik Jum adalah pengganti sosok seorang ibu baginya. Amelia tahu pasti, kalau wanita ini juga mempunyai harapan yang begitu besar pada papanya. Namun, sepuluh tahun kebersamaan mereka, tak juga menumbuhkan cinta di hati Anwar. “Bik, maafin Papa, ya!” lirih Amelia menggenggam tangan wanita itu. “Lho, maaf kenapa? Apakah karena rencana Bapak yang ingin menikahi Bu Regina?” “Hem.” “Ya, ndak apa-apa! Bapak harus bahagia. Sudah cukup masa dia menderita tanpa seorang istri. Jika Bu Regina mampu membuat dia bahagia, bibik ihklas! Bibik ikut mendukung. Bibik ikut bahagia, Non!” “Terima kasih, Bik!” Amelia memeluk wanita itu. “Meski nanti Papa menikah, Bibik tetap di sini, ya! Saya gak mau Bibik pergi!” ucapnya menahan sesak. “Iyalah
Bab 184. Karena Cinta, Maaf Diberi Tanpa Diminta Ada embun yang menggantung di kedua netra wanita tabah itu. Namun, senyum tulus tetap terbit di sana. Tadi, wanita itu yang berlari mengejar Amelia demi menerima telpon dari Anwar. Tapi apa yang diperolehnya? Hanya perintah untuk menyiapkan acara lamaran tuannya. Pria yang sangat dicintainya. Amelia tak tega. “Non Amel berangkatlah! Bibik akan merancang dulu segala keperluan untuk acara lamaran Bapak besok. Nanti, setelah Non Amel pulang, kita rundingkan sama-sama, ya!” ucap wanita itu kembali mengulas senyum. “Bik Jum enggak apa-apa?” tanya Amelia lirih. “Enggak, bibik baik-baik saja! Pokoknya acara lamaran besok harus kita usahankan sukses! Biar Bapak senang dan sehat lagi seperti dulu, ya, Non, ya!” “I-iya, Bik!” Suara Amelia terdengar parau, menahan sesak dan haru yang mengaduk perasaannya. “Berangkat!” perintah Daffin kepada Sastro ajudan kepercayaan sekaligus supir pribadinya. “Sastro akan mengantarmu sampai depan p
Bab 185. Rahayu Bukan Tante Girang “Kita langsung ke ruangan Tante Rahayu, ya!” Amelia menguatakn Daffin sekali lagi, begitu mobil menepi di halaman depan rumah sakit besar itu. “Hem,” sahut Daffin menekan perasaan gamang di hatinya. Masih ada sedikit ragu, masih ada ego, masih ada sedikit kebencian. Apalagi harus bertemu Andy yang masih menunggui Rahayu di ruangan rawat wanita itu. “Yuk, keluar!” bujuk Amelia membukakan pintu mobil buat Daffin. Pria itu akhirnya turun, lalu berjalan sedikit enggan di sisi Amelia. “Yuk, keluar!” bujuk Amelia membukakan pintu mobil buat Daffin. Pria itu akhirnya turun, lalu berjalan sedikit enggan di sisi Amelia. Langkah mereka terhenti, keduanya terpaksa menyisi saat tiba-tiba ada pengunjung lain yang berjalan terburu-buru. Bahkan Daffin hampir tertabrak. Dua orang remaja tengah mengejar seorang wanita paruh baya. Wanita itu adalah Tina, ibu mereka. Keduanya berusaha menghentikan Klara. Insiden itu memancing perhatian semua orang yang ten
Bab 186. Daffin Menghajar Selingkuhan Ibunya Derap kaki Klara dan Indah terdengar berlarian di koridor lantai empat rumah sakit itu. Mereka berhenti tepat di depan ruangan rawat Rahayu. Mereka berdiri dengan ragu masih dengan napas yang terengah-engah kelelahan. Kedua remaja itu tersentak kaget, saat tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka lebar, lalu sedetik kemudian, tubuh seseorang terlempar keluar. Tubuh yang terlempar tepat di kaki Klara dan Indah. Itu adalah Papa mereka. Andy. “Pergi dari sini! Jangan pernah lagi menemui ibuku! Urus saja keluargamu! Urus mulut istrimu yang kotor itu! Jangan sampai kubuat dia tak bisa lagi bersuara, paham! Pergi dari sini!” Itu suara pria yang mencampakkan laki-laki paruh baya itu. Daffin. “Papa! Papa kenapa?” Klara dan Indah spontan memeluk Andy, membantunya berdiri, ;alu menatap sayu ke arah Daffin. Amelia memburu keluar, setelah menenangkan Rahayu yang ikut terkejut karena kelakuan kasar Daffin. “Mas, tolong jangan kasar! Sabar! Ini t
Bab 200. Tamat (Malam Pertama Amelia)Amelia bersimpuh di pangkuan sang Papa. Memohon doa restu dengan derai air mata haru. Daffin mengikuti berbuat yang sama.Amelia bergeser ke bangku Rahayu. Andy ada di sampingnya. Wanita itu memeluk gadis bergaun pengantin itu. Membisikkan kalimat restu dan menguntai doa sakral. Semoga pernikahan putra semata wayangnya dengan gadis ini penuh keberkahan, abadi, tanpa pernah ada lagi perpisahan.“Terima kasih Tante,” ucap Amelia surut masih dengan berjongkok. Lalu berbisik pada Daffin, pria yang baru saja menghalalkannya. “Mas, minta restu pada Tante Rahayu, ya! Juga kepada Pak Andy, papa kandung Mas Daffin. Lakukan itu, seperti Mas meminta restu pada papaku! Agar pernikahan kita ini berkah, Mas!”Daffin menatap mata wanitanya, lembut. Lalu mengangguk. Pria itu melakukan seperti yang Amelia ucapkan. Untuk pertama kalinya, Rahayu memeluk tubuh putranya. Air mata haru tak henti mengalir deras membasahi kedua pipi kurusnya. Sama harunya sepert
Bab 199. Sentuhan Karena Cemburu Daffin Di Dalam Lif“Ada apa dengan Mas Andre? Aku tahu, kok, dia dirawat di sini,” tanya Amelia penasaran.“Dia ingin bertemu kamu, tanpa Pak Daffin. Mungkin kamu bisa luangkan waktu kamu menjenguknya sebentar.” Dr. Vito mengusulkan.“Waw, Andre ingin bertemu Amelia tanpa aku? Hebat! Apa yang kalian rahasiakan dariku?” Daffin mendelik pada Amelia, pria itu kembali terbakar.“Amelia juga belum tahu, Pak Daffin. Tak ada rahasia. Tapi, Andre memang takut kalau Pak Daffin ikut,” sela Dr. Vito.“Takut apa? Dia mau mengambil Amelia lagi dariku, begitu?” sergah Daffin dengan wajah mengetat.“Bukan tentang Amelia, Pak, tapi … wah, saya tak enak mengatakannya. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau Amelia menemuinya!”“Baik, terima kasih, Vito! Aku dan Mas Daffin akan menemuinya! Antara aku dan Mas Daffin tak pernah ada rahasia. Terserah, Mas Andre setuju, takut, dan sebagainya! Ayo, Mas kita ke rungannya! Ayo, Mela! Kami duluan, ya! Dadaah, Bilqis!”Amelia me
Bab 198. Daffin Cemburu Buta“Jangan seperti anak kecil, dong, Mas! Enggak ada angin, enggak ada badai, tiba-tiba aja, Mas Daffin sewot, aku gak paham, ada apa, sih?” Amelia menahan lengan Daffin.“Gak ada! Maaf aku buru-buru!” Pria itu menepis dengan sedikit kasar. Hampir saja gadis itu tersungkur. Sebuah tangan menahan tubuhnya.“Ati-ati, dong, Om! Kacian Antenya!” Seorang anak kecil berteriak dengan lantang. “Untung dipegangi mama Iqis, kalau enggak Antenya udah jatuh! Oom dahat!” sungut bocah perempuan itu lagi. Daffin dan Amelia tersentak kaget. Keduanya menoleh ke sumber suara. Suara itu sepertinya tak asing di telinga Amelia.“Ante Amel?” sang bocah malah lebih dulu mengenalinya. “Ini Ante Amel, kan? Mama, ini Ante Amel!” teriak bocah lincah itu kepada wanita yang bersamanya.“Bilqis?” gumam Amelia seraya merunduk lalu memeluk gadis kecil itu. Daffin terpana. “Ini Mama Iqis, Ante! Mama, ini Ante Amel, temannya Papa! Iqis mau Ante Amel jadi mama Iqis, tapi kata Papa, A
Bab 197. Telepon Dari Dr. Vito“Kalau memang Om Andy dengan Tante Ayu udah ada niat menikah, gak boleh ditunda lagi! Kalau saya dan Mas Daffin, bisa kok, nunggu dulu. Pokoknya Om dan Tante aja duluan! Mas Daffin enggak suka kalau Om Andy menunda lagi, ya, Om, Tante!” kata Amelia menekankan.Kedua calon mertuanya itu saling tatap. Lalu menghela napas kasar.“Mama cepat sembuh, pokoknya! Pak Andy jangan banyak pikiran lagi! Ini, pakai untuk keperluan Bapak! Tentang biaya sekolah Klara dan Indah, jangan pikirkan lagi, sudah diurus oleh anggota saya!” tukas Daffin sembari menyerahkan sebuah kartu kredit kepada Andy.“I-ini apa, Nak?” Andy tergagap. “Ti-tidak usah, Nak Daffin, tidak usah! Bapak akan burusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengumpulkan biaya pernikahan. Bapak tidak mau membebani Nak Daffin!” tolaknya mendorong dengan halus di tangan Daffin.“Pakailah, mulai sekarang Bapak akan saya anggap papa saya. Setelah menikahi Mama, Bapak akan saya bawa ke kantor, bantu saya m
Bab 196. Suasana Tegang Di Rumah Sakit“Tidak perlu sungkan, Ma! Pak Andy, saya terima lamaran Anda terhadap Mama saya, kapan rencana pernikahan kalian, kalau bisa secepatnya, ya!”Tiba-tiba Daffin muncul di ambang pintu.“Daff-daffin …!” Rahayu dan Andy serentak menoleh. Wajah keduanya memucat sesaat. Tetapi langsung terang benderang begitu Daffin menyelesaikan kalimatnya.“Terima kasih, Bapak sudah menjaga mama saya sepanjang malam ini?” ucap Daffin melangkah masuk.Andy langsung bangkit, memberi ruang kepada Daffin untuk mendekati Rahayu. Daffin segera menyalam ibunya, lalu duduk di kursi itu. Senyum semringah mekar di wajah tampannya.Rahayu sadar, hari ini putranya terlihat berbunga-bunga. Ada binar di wajahnya. Bukan karena lamaran Andy pada dirinya. Ada sesuatu, entah itu apa. Apakah ada hubungannya dengan Amelia? Rahayu menerka-nerka.“Jadi bagaimana Pak Andy, kapan rencana Bapak menikahi mama? Saya mau secepatnya. Kalau bisa begitu Mama boleh pulang kata dokter, esoknya
Bab 195. Daffin Menerima Lamaran Andy Untuk Ibunya Pagi ini Andy terjaga karena gerakan di atas ranjang pasien. Rahayu menggeliat di sana. Pria itu perlahan mengangkat kepala yang dia letakkan di tepi ranjang. Persis di sisi sang pasien. “Hey, kamu sudah bangun, Sayang?” sapanya sembari mengucek mata. “Maaf, gerakanku membuat Mas terganggu. Pindah saja tidurnya ke sofa sana, Mas! Kasihan, sepertinya Mas kurang tidur beberapa malam ini,” usul Rahayu menatap iba pria yang sangat dia cintai itu. “Tidak, aku juga sudah bangun. Gimana, kamu mau ke kamar mandi, ayo, aku bantu!” “Tidak usah, Mas. Itu terlalu merepotkan kamu. Aku tunggu perawat saja.” “Tidak Rahayu, kenapa kau masih sungkan. Tolonglah, jangan perlakukan aku seperti orang asing!” “Tapi, kamu memang orang lain, kan, Mas? Kita bukan muhrim, kamu juga bukan suamiku. Aku sungkan kamu membantuku ke kamar mandi. Aku akan minta tolong perawat saja nanti.” “Aku sangat sayang padamu, Yu. Aku sangat sedih kau bicara seperti
Bab 194. Papa Amelia Batal Melamar Regina “Hem.” “Terima kasih, Mel!” Tanpa ragu, Daffin meraih tubuh kekasihnya, membenamkan di dalam pelukan erat. “Aku akan minta pada Papa kamu, agar mau mengalah. Dia boleh melamar Bu Regina, tapi pernikahannya ditunda dulu. Aku mau, kita duluan, Sayang.” “Ya, Papa setuju!” Sontak Daffin melepas pelukan. Anwar telah berdiri tak jauh dari meja makan itu. Suster Ayu dan Bik Jum mengiring di belakangnya. Entah sejak kapan mereka ada di sana. Sedikitpun kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menyadarinya. “Maaf, Non. Bibik udah berusaha menghalangi agar Bapak jangan masuk ke ruang makan ini, tapi makin dihalangi, Bapak makin maksa masuk,” lirih Bik Jum merasa bersalah. “Papa khawatir, papa minta maaf. Papa kira putri papa sedang ada masalah lagi. Ternyata, papa salah duga. Anak gadis papa rupanya sedang dilamar oleh seorang pria hebat. Papa sangat bahagia. Jangankan menunda pernikahan papa, membatalkan lamaran esok pun, papa bersedia, Nak.”
Bab 193. Lamaran Daffin Di Meja Makan “Apa?” Amelia tersentak kaget. Salah dengarkah dia? Daffin memintanya menyuapi. “Ya, sudah, enggak jadi. Maaf!” ucap daffin dengan wajah sedikit memerah. Telunjuk pria itu langsung mengusap symbol hijau di layar ponselnya. “Ada apa lagi Pak Sastro?” sergahnya meninggikan suara melalui benda pipih itu. “Bu Lidya sudah kami tahan di pos depan, Pak. Tapi, dia tidak berhenti menjerit-jerit. Itu memancing perhatian semua orang yang kebetulan melintas juga warga sekitar. Mohon petunjuk, apa yang harus kami lakukan?” lapor Sastro dari ujung sana. “Hem, perempuan sial! Tidak usah menungguku, bawa ke kantor polisi! Lalu telepon pengacaraku, minta dia mengurus semuanya! Bukti-bukti kejahatan perempuan itu sudah ada di tangan pengacara itu! Sekaligus Bik Rum jadikan sebagai saksi!” kata Daffin menjelaskan. “Siaap, baik, Pak!” Daffin mematikan ponsel, lalu menghela napas panjang seraya menyenderkan tubuh lelahnya ke sandaran kursi. Matanya terpeja
Bab 192. Lidya mengamuk“Tolong jangan seperti anak kecil, Mas! Mas Daffin itu udah dewasa! Tolong bijaklah dalam berpikir, bijaklah dalam berbicara dan juga dalam memutuskan segala sesuatunya!”“Aku masih kurang bijak, ya?”“Ya!”“Baik, aku minta maaf!”“Aku mencintaimu, Mas! Tolong jangan pernah kamu ragukan! Jangan pula kamu kaitkan dengan hal lain!”“Boleh aku bertanya?”“Ya.”“Kenapa istri Papa yang bernama Tina itu mau bermesraan dengan pria selingkuhannya itu, bahkan mereka tak peduli itu di tempat umum? Karena cinta, bukan? Lalu kamu?”“Bukan. Yang mereka lakukan bukan karena cinta. Tapi karena napsu!”“Begitukah? Lalu kamu mengira aku …?”“Tolong jangan tersinggung! Aku hanya merasa ini terlalu cepat! Satu hal yang perlu Mas Daffin ketahui. Meskipun aku sudah pernah menikah, sudah juga pernah menjalin hubungan dengan Mas Andre. Tetapi hingga detik ini aku masih perawan.”“Mel?” sergah Daffin tersentak kaget. Perempuan yang sangat dia cintai ini ternyata begitu sempurna.“Ya