Alana.Dengan malas aku berjalan ke arah pintu ketika bel apartemenku terus-menerus berbunyi dari tadi. Kepalaku pusing sekali, membuatku memilih hanya berbaring setelah makan dengan lahap tadi.“Alana!!! Kamu nggak apa-apa, kan? Kamu ini senang biikin orang panik ya. Udah nggak ada kabar, ponsel nggak aktif. Pintu nggak dibuka-buka padahal aku udah mencet bell berkali-kali!” Nafisa langsung menyerbu masuk dengan wajah panik saat aku membuka pintu. Kulihat ibu muda itu sedikit kerepotan menggendong Baby Almira.“Kamu ini, Naf. Datang-datang bukannya ngucapin salam malah langsung ngomel,” ucapku. “Hai Baby, yuk sini sama Aunty.” Aku menunduk memasang wajahku tepat di depan wajah Baby Almira.“Haduh maaf-maaf, aku panik, Al. Takut kamu kenapa-kenapa. Sampai lupa ngucapin salam. Assalamualaikum ....”“Walaikumsalam,” jawabku tersenyum. “Maaf ya Naf, udah bikin kamu panik. Tumben nih ngajakin si Baby,” lanjutku sambil menjawil pipi montok Almira.“Baby sitternya lagi izin nengokin orangt
Darwin.Hacker yang menyerang perusahanku kali ini benar-benar membuatku dan tim kewalahan. Mereka hampir saja menghacurkan applikasi terbaru kami yang baru saja hendak dipasarkan, bahkan hampir saja mengacaukan sistem utama di perusahaan. Berutung tadi aku langsung datang ketika seorang karyawanku mengabariku tentang warning atau peringatan yang diberikan oleh sistem kami akibat serangan hacker.Aku bahkan sampai meninggalkan Alana dalam keadaan polos tanpa busana di kamar hotel tadi pagi. Meskipun awalnya aku ragu, aku takut Alana akan mencapku sebagai laki-laki pengecut saat terbangun dan mendapati aku sudah tak ada di sana. Padahal, banyak hal yang harus kuluruskan tentang kesalahan yang ‘mengasyikkan’ semalam. Terutama tentang obat-obatan yang dicampurkan si lelaki mesum di Muse dalam minumannya. Ya, bagiku kejadian semalam adalah kesalahan, sangat salah, kami melakukan hal yang tidak seharusnya kami lakukan. Namun, separuh jiwaku merasa sangat puas dengan semua yang terjadi sema
Darwin.Aku memilih pulang ke rumahku dulu, untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian sebelum menjemput Jessy. Saat sedang mandi dan mengguyur tubuhku di bawah shower kamar mandiku, aku baru menyadari jika di bagian dada dan leherku ada beberapa tanda merah berkas gigitan Alana semalam. Aku tersenyum sendiri, Alana benar-benar melakukan yang terbaik semalam, bahkan sampai meninggalkan bekas seperti ini di tubuhku. Kuusap bekas-bekas perbuatan Alana dengan senyum yang terus terkulum kemudian menyelesaikan mandiku dan bersiap menjemput putriku Jessy.Aku menunggu di lobby hotel dan mengabari pada Inge bahwa aku sudah berada di lobby. Tak lama kemuadian gadis kecil dengan rambut panjang yang dikuncir dua berlari dengan senyum lebarnya berlari dari arah lift yang baru saja terbuka lalu menghambur ke pelukanku. Aku segera membungkukkan tubuhku menyambut tubuh mungil putriku kesayanganku.“Papaaaa!!” seru Jessy menghambur ke dalam dekapanku.“Ah, anak Papa sudah gede rupanya. Papa kange
“Ini kan jalan ke arah rumahmu, Mas. Kenapa nggak langsung ke hotel aja sih?” tanya Inge saat kami sudah pulang dari taman hiburan. Jessy sendiri sudah tertidur lelap di jok kursi belakang karena kecapean setelah menikmati berbagai wahana di taman hiburan.“Rumah kita, Nge.” Aku meluruskan.“Tapi kan ....”“Itu rumah kamu dan Jessy juga, Nge,” sahutku sebelum wanita itu meneruskan kalimatnya. “Lagian kenapa kamu malah milih nginap ke hotel, sih.”Inge tak menjawab, seperti biasanya wanita itu memilih tak meneruskan perdebatan. Aku menoleh sekilas padanya.Inge Paramita, wanita yang kunikahi sekitar 3 tahun lalu. Aku tak pernah menjalin hubungan dengan gadis manapun setelah hubunganku dengan Alana berakhir. Setelah pulang dari Jepang dan mengetahui jika Alana sudah menikah, aku memilih menghabiskan waktuku dengan bekerja. Mendirikan perusahaan di bidang IT bersama Harry dan 2 temanku lainnya yang berkewarganegaraan Jepang. Kami berempat dulu juga sama-sama bekerja di Jepang sampai kemu
“Aku bingung bagaimana menjelaskan padamu, Nge. Please, jangan menatapku seperti itu, aku masih pria baik-baik, Nge. Ini ... ini hanya sedikit kesalahan kemarin. Huhh ... begini, Nge. Semalam adalah kali pertama aku melakukan hal itu lagi setelah denganmu, dan ... hhhhh ... itupun terjadi karena ... karena kecelakaan.” Mas Darwin berusaha menjelaskan dengan terbata-bata dan diselingi hembusan nafas kasarnya.“Mas, anggap aku ini temanmu. Kita bisa bersahabat meskipun kita sudah berpisah. Demi Jessy, Mas. Aku mohon jangan ada kebohongan. Aku sangat berharap kamu bisa jadi ayah yang baik dan membanggakan bagi Jessy. Pun jika akhirnya kamu sudah menemukan wanita lain untuk menyandingmu, aku hanya ingin mengenalnya dan memastikan Jessy berada pada orang yang tepat. Agar jika kelak aku pergi, aku bisa pergi dengan tenang,” ucapku lirih, stetes bening berhasil lolos dari sudut mataku. Membahas tentang Jessy akan selalu membuatku seperti ini.Mas Darwin kembali menghela nafas kasar sebelum a
Terakhir kali, sebelum aku memutuskan untuk pulang ke Surabaya. Aku bertekad untuk memberikan pelayanan yang berbeda pada pria yang sudah memberiku seorang putri cantik itu. Maka, aku sengaja mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit dan juga obat perangsang sebelum melakukannya. Itu adalah kali pertama sekaligus kali terakhir aku menyaksikan kepuasan batin dari seorang Darwin Rahardian terhadapku. Pria itu mendekapku dengan peluh yang masih bercucuran deras di sekujur tubuhnya.“Terima kasih, Nge,” ucapnya sambil mengecup bibirku.Aku tersenyum. ‘Aku hanya ingin meninggalkan kesan terbaik sekali saja dalam hubungan ini, Mas,’ batinku. Aku ingin Mas Darwin mengingat saat ini, saat terakhir kali pria itu menyentuhku. Karena setelah ini aku sudah punya rencana lain untuk hidupku kedepan.Diam-diam aku mengajukan gugatan cerai padanya. Mas Darwin tak pernah mau hadir dalam proses persidangan, membuat prosesnya sedikit mengalami hambatan. Kemudian saat akan berangkat untuk melakukan kemoter
Alana.Hari ini aku membuat janji dengan seseorang yang akan membeli rumah lamaku dan Mas Wildan. Dari kemarin Handi sudah beberapa kali menelpon menanyakan kapan dan di mana aku bisa bertemu dengan orang itu. Namun entah mengapa aku selalu menundanya. Bukan karena belum mau menjual rumah itu, tapi aku enggan untuk menghubungi Mas Wildan untuk mengabarinya. Meskipun Mas Wildan sudah mengatakan menyerahkan rumah itu padaku, tapi rasanya tak etis jika rumah itu berpindah tangan begitu saja tanpa kukabarkan padanya. Apalagi bisa saja masih ada barang-barang Mas Wildan di rumah itu.Ponselku berdering. Aku yakin itu pasti Handi yang menelpon, karena tak ada yang tau nomor baruku selain Nafisa, Handi dan keluargaku di Bandung.[Mbak, siang ini jadi kan ketemu di Jingga?] tanya Handi.[Mbak usahakan ya. Ndi.][Kalau bisa jangan ditunda-tunda lagi, Mbak. Saya jadi nggak enak sama orangnya, takutnya dikira saya nipu.][Iya, maaf ya, Ndi. Beberapa hari ini Mbak kurang enak badan. Pokoknya Mbak
Ternyata Handi memang benar-benar bisa diandalkan dalam urusan jual beli rumah. Terbukti tak memakan waktu lama, sertifikat rumah dan surat-surat pengalihan kepemilikan dan balik nama sudah beres. Handi sudah punya rekanan notaris yang sering bekerja sama dengannya dalam hal jual beli barang. Maka uang dalam jumlah besar pun sudah masuk ke dalam rekeningku. Aku bernafas lega, paling tidak satu urusan lagi sudah terselesaikan dengan mulus tanpa hambatan.“Handi, tolong buatin Mbak teh hangat ya, nanti antar saja ke dalam,” pintaku pada Handi. Entah kenapa kepalaku tiba-tiba saja terasa pening. Memang sejak beberapa hari belakangan aku sering sekali merasa pusing dan tak berselera makan. Aku hanya menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran sepanjang hari sambil menonton drama Korea kesukaanku.“Tumben mintanya teh hangat, Mbak. Bukan kopi kental seperti biasanya?” tanya Handi memasang ekspresi heran.“Nggak ... nggak ... teh hangat aja ya, Ndi.”Aneh, aku tiba-tiba saja merasa mual menden
Dengan senyum sumringah aku dan Darwin, juga Jessy dan Baby Gandhi bergantian menyalami semua tamu. Tak lupa sambil berfoto mengabadikan semua kebahagiaan yang tercipta hari ini. Darwin memang sengaja menyewa potografer profesional khusus untuk acara ini. Salah satu sudut ruang tamu bahkan sengaja didekorasi dengan indah.“Anggap aja pelaminan kita, Al. Kita kan nggak pernah menggelar resepsi pernikahan,” ucapnya saat aku menanyakan mengapa harus ada hiasan seperti itu.Ternyata sudut yang dihiasi dengan indah itu memanglah menjadi pelaminan kami, pelaminanku bersama suami dan kedua anakku. Tamu-tamu yang datang bergantian menghampiri sudut cantik itu dan mengajak kami berfoto bersama.Lalu tamu yang tak kusangka-sangka itu muncul di depan pintu. Mas Wildan datang dengan menggandeng Lilis sambil menggendong putra mereka. Aku melirik Darwin yang langsung melempar senyuman pada mereka.“Aku sengaja mengundangnya, Al. berdamailah dengan masa lalu, maka masa depan kita akan semakin indah,
Alana.“Kita mau ke mana sih? Perasaan sejak pulang dari Surabaya Abang sering banget deh nyulik Al?” tanyaku ketika masih pagi Darwin sudah menyuruhku bersiap-siap tanpa mengatakan hendak mengajakku ke mana.“Udah nurut aja, Al. Masih banyak rencana masa depan kita yang ada di otakku.”“Tapi aku jadi sering ninggalin anak-anak.”“Justru semua ini demi kenyamanan kita semua nantinya, Al. Termasuk anak-anak kita.”Lalu akupun hanya menurut dan mengikutinya.“Ngapain kita ke rumah sakit? Abang sakit?” tanyaku heran bercampur panik ketika ia menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak ada yang sakit, Al. Aku mengajakmu ke sini untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan.”“Dokter kandungan?” Aku semakin heran dan kali ini menatapnya penuh curiga.“Jangan curiga gitu dong. Kita akan berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi apa yang cocok untukmu dan tidak membahayakan dirimu dan juga Baby Gandhi. Aku sudah membuat janji dengan dokter terbaik di rumah sakit ini.”“Kenapa harus kon
“Tentu saja boleh, Sayang. Tapi untuk saat ini Opa belum bisa ikut dengan kita. Kondisi Opa belum memungkinkan. Opa juga masih punya banyak urusan di sini,” ucapku memberinya pengertian.Lalu kami bergantian berpamitan dan mencium punggung tangan Pak Leon. Pria tua itu kembali membungkuk ketika aku meraih punggung tangannya.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup Jessy, Nak. Papa percayakan dia padamu dan Papa berharap bisa segera mendapat kabar baik kepindahan kalian ke rumah Jessy. Sejak kecil Jessy sangat menyukai rumah itu. Terima kasih juga sudah mau menandatangani semua berkas pelimpahan perusahaan.”“Tak perlu berterima kasih, Pa. Bukankah itulah gunanya keluarga? Bagi Alana Papa sekarang adalah orangtua Alana. Terima kasih juga sudah mempercayakan semua pada Alana,” jawabku lirih.***Darwin langsung berangkat ke kantormya setibanya kami semua di Jakarta. Sedangkan aku dengan dibantu Rita dan baby sitter Jessy yang ikut ke Jakarta bersama kami membereskan beberapa hal. Terutama
Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la
“Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua
Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel
Aku tergugu di samping batu nisan bertuliskan nama Inge Paramita di area pemakaman elit yang tersusun dengan sangat rapi. Bayangan wajah serta senyum tulus Inge membuatku menitikkan air mata kehilangan. Meski hanya sebentar mengenalnya, namun wanita itu serasa sangat dekat denganku. Bahkan Inge lah yang mendampingiku melalui proses persalianku dikala Darwin tak bisa mendampingiku.Kuusap batu nisan Inge sambil memanjatkan doa-doa untuk kebahagiaannya di sana. “Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah mempercayakan Jessy padaku. Aku berjanji akan menyayanginya setulus kamu menyayanginya. Tenang dan bahagia lah di sana,” bisikku lirih sambil mengusap batu nisannya. Lalu tangan kekar itu merengkuh bahuku.“Jangan menangisinya, Al. Inge sudah bahagia di sana.” Darwin melerai tangisku. Meski aku tau, dibalik kaca mata hitam yang dipakainya, lelaki itu pun meneteskan air matanya.Ternyata niatku dan Darwin untuk hanya mampir sebentar di Suarabaya tak berjalan dengan mulus.
Darwin.Berkali-kali Harry dan bawahanku di kantor menelponku karena aku sudah seminggu lebih meninggalkan pekerjaanku. Memang sepulang dari Jepang kemudian mengurus pemakaman Inge hingga mencari keberadaan Alana di Bali kemudian menikahinya kembali aku melupakan semua urusan pekerjaanku. Padahal masih banyak sekali perkerjaan tertunda terutama laporan hasil pekerjaan kami sewaktu di Jepang. Sepertinya pihak kementrian juga sudah mendesak untuk perusahaanku segera melaporkan hasil dan meneruskan kontrak kerja.Maka rencanaku untuk memboyong Alana menginap di hotel malam ini sepertinya tak akan bisa terlaksana.“Al, kita harus segera kembali ke Jakarta. Banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Aku sudah meninggalkan kantor selama seminggu lebih,” ucapku pada Alana setelah sarapan pagi bersama keluarga Alana.“Jadi kapan rencananya kita pulang ke Jakarta?”“Secepatnya, Al. Kalau bisa hari ini juga.”“Lalu bagaimana dengan niatku untuk mengunjungi makam Inge?”Aku mengusap wajah
Alana.Ada keharuan yang menyeruak dalam hatiku ketika Darwin kembali menyebut namaku dalan ikrar ijab kabul. Ini yang kedua kalinya lelaki itu menyebut namaku dalam prosesi sakral ijab kabul. Dengan sepenuh hati aku mengamini semua doa-doa baik yang terus menerus dipanjatkan sepanjang acara. Aku sangat berharap hubungan pernikahanku kali ini langgeng hingga maut memisahkan. Saat ini, lelaki itu benar-benar telah mengisi penuh seluruh ruang hatiku. Ia hadir perlahan-lahan di sana kemudian dengan pasti memenuhi hatiku dengan perhatian dan cintanya, sehingga sakit yang dulu pernah kurasakan atas kegagalan rumah tanggaku yang dulu sudah tak lagi tersisa. Darwin telah berhasil menutupi semua rasa sakitku dengan kasih sayangnya.Kudengar para tokoh agama yang diundang Mas Sofyan memberi beberapa wejangan padanya ketika ia dengan gagahnya mengakui tentang kehadiran Baby Gandhi dalam hubunganku dengannya. Tanpa segan ia mengakui bahwa bayi yang sedang digendongnya itu hadir akibat dosa-dosan