Wildan.Kulangkahkan kakiku menginggalkan ruangan Alana di Kafe Jingga. Pendengaranku masih sempat menangkap Alana menggumam lirih diiringi isak tangisnya ketika aku berpamitan padanya setelah menyerahkan surat sertifikat rumah padanya. Namun, aku enggan untuk menoleh kembali. Aku tau, keputusan Alana sudah bulat untuk bercerai dariku. Tak dapat lagi kupertahankan atau kuyakinkan wanita itu dengan kata-kata rayuanku.Sekilas kulihat Nafisa melihat ke arahku ketika aku melangkah menuju pintu depan kafe. Aku pun memilih tak menoleh pada Nafisa. Aku yakin kondisiku saat ini sedang terlihat kacau. Maka segera kulangkahkan kakiku menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilku.Kuhela nafas panjang sambil mengcengkram setir mobilku. Mengapa tak henti-hentinya rasa sesal ini menyesakkan dadaku? Padahal aku sadar, akulah yang membuat Alana pergi. Betapa bodohnya aku, bagaimana mungkin seorang istri yang cerdas seperti Alana menerima tindakanku yang menikah diam-diam di belakangnya. Bahkan punya a
Hari ini aku harus menghadiri sidang putusan atas gugatan cerai Alana di Pengadilan Agama. Ya, setelah melalui serangkaian persidangan dan juga mediasi yang menemui jalan buntu karena Alana tetap ngotot berpisah, akhirnya hari ini aku akan benar-benar bercerai sah dari Alana.Aku tak menyangka Alana membeberkan semua bukti chat yang ditemukannya waktu itu di laptopku pada saat sidang. Alana benar-benar mempersiapkan semua buktinya dengan rapi. Meskipun wanita itu harus kembali menangis dalam persidangan saat membeberkan bagaimana awalnya dia menemukan bukti-bukti kebohongan dan pengkhiatanku.Aku hanya terdiam terpaku saat itu, aku baru menyadari bahwa aku sungguh telah melukai hati Alana begitu dalam. Ternyata sederet chat dan status whatsappku yang mengabarkan kebahagiaaku atas kelahiran Bagas putra pertamaku dan Lilis sungguh telah mencabik-cabik perasaan Alana. Hal itu membuatku sadar bahwa betapa sebenarnya Alana sangat mencintaiku, sehingga pengkhiatanan dan kebohonganku tentang
Alana.Hari ini adalah hari dimana sidang putusan atas gugatan ceraiku pada Mas wildan digelar. Ada perasaan lega dalam hatiku karena akhirnya hari ini status perpisahanku akan disahkan secara hukum. Namun di sisi lain, ada sebersit perasaan sedih mengingat pernikahan yang sudah kujalani selama 5 tahun akan benar-benar berakhir.Aku sengaja tak mengabari keluargaku di Bandung mengenai jadwal sidang putusan hari ini. Aku hanya tak mau lagi menyusahkan orangtuaku. Biarlah kuurus sendiri proses sidang ini, tentunya dengan bantuan Nafisa dan Mas Pram, suaminya, sebagai pengacaraku.“Hai! Gimana kabarmu, Al.” Aku spontan menoleh ke arah suara, di mana Mas Wildan sedang tersenyum kikuk padaku. Lelaki itu memakai stelan hitan-hitam. Aku sedikit terperangah oleh penampilannya yang terlihat seperti sedang berkabung, ditambah lagi dengan kacamata hitam yang dikenakannya.“Hai juga, Mas. Kabarku baik,” jawabku singkat.Semua berlalu begitu cepat hingga akhirnya status Hakim pun mengesahkan perce
Suara deburan ombak yang sesekali diselingi dengan suara burung-burung camar yang terbang melintas membuat hatiku sedikit tenang. Sudah satu jam lebih aku duduk di sini, di tepi pantai yang begitu damai, pantai ini memang tersembunyi sehingga tidak terlalu banyak orang yang mengunjunginya. Entah bagaimana tadi aku berkendara sehingga tiba-tiba saja sudah berada di tempat ini.Aku sedikit bergidik ketika mengingat bagaimana tadi aku mengendarai mobilku tanpa arah, tanpa konsentrasi, tanpa mempedulikan lagi keselamatanku sendiri. Namun, ternyata Allah masih melindungiku. Hingga akhirnya aku bisa berada di sini, menikmati suara ombak. Rasa sesak yang tadi memenuhi dadaku sudah mulai berangsur-angsur hilang setelah aku terdiam di sini. Sungguh, pengakuan Mas Wildan tadi benar-benar memukul telak harga diri dan kepercayaan diriku. Bagaimana mungkin lelaki yang pernah berstatus suamiku itu begitu tega melakukan kejahatan seperti itu padaku?Ternyata aku tak mengenal siapa Mas Wildan meskipu
Darwin.[Win, kamu sibuk nggak? Aku mau minta tolong banget ini!] seru Nafisa di telpon saat aku sedang berada di kantor. Suaranya terdengar panik.[Ada apa, Naf. Aku lagi di kantor.] jawabku.[Alana, Win ... Alana! Anak itu ... aku nggak tau dia ada di mana sekarang. Tolong cariin dia dong, Win. Tadi setelah sidang putusan cerainya, aku lihat dia buru-buru sekali masuk ke dalam mobilnya. Terus ... Alana bawa mobil kayak orang kesetanan, Win. Astaghfirullah, aku khawatir banget dengan anak itu.][Kamu tenang dulu, Naf. Mungkin saja Lana sedang ingin sendiri dulu. Bagaimana pun dia pasti sedih dengan apa yang dialaminya hari ini, perceraian pastilah menyisakan luka baginya. Biarkan dia sendiri dulu, Naf.][Tapi ... tapi nggak biasanya dia seperti itu, Win. Mana bawa mobil udah kayak pembalap lagi. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi setelah sidang tadi. Kulihat Alana berlari dari arah kantin pengadilan, dan di sana juga ada mantan suaminya.][Ya udah, kamu tenang dulu, Naf. Kita tungg
“Darwin? Tumben sendirian?” sapa Roy, manager pub yang baru saja turun dari lantai 2 ketika aku masuk dari pintu depan.“Eh, Roy. Iya, nih. Gue lagi nggak bareng teman-teman. Gue ke sini mau nyari seseorang sih, tadi kulihat mobilnya parkir di parkiran,” jawabku sambil mengedarkan pandanganku yang kabur karena kepulan asap rokok.“Nyari siapa? Cewek apa cowok?”“Cewek.”“Eh, tumben lu nyari cewek di tempat ginian. Udah bosan jadi anak baik-baik lu?”“Gue serius, Roy. Gue lagi nyari teman gue. Dari tadi ditelpon nggak diangkat, pesan nggak dibalas. Tau-tau mobilnya parkir di tempat maksiatmu ini.”“Wah ... wah ... jangan gitu, Men. Aku cuma kerja di sini. Oiya, dari tadi kulihat nggak ada orang baru sih di sini. Cewek-cewek itu orang lama semua, nggak mungkin kan lu nyari salah satu dari mereka,” ucapnya menunjuk beberapa gadis berpakaian minim yang memandang liar dengan tatapan menggoda ke arahku. Aku bergidik geli.“Ih, amit-amit deh, Roy. Teman gue cewek baik-baik.”“Eh, gue lupa. T
Darwin.“A- aku ... aku pengen dipeluk!”“Hmmm ...”Racauan lirih Alana benar-benar membuatku serasa kehabisan nafas. Aku kembali masuk ke dalam kamar mandi hotel dan memilih mandi mengguyur tubuhku yang serasa panas di bawah shower. Namun belum sempat aku memakai pakaianku kembali, pintu toilet digedor kuat-kuat dari luar.“Buka!!! Aku kebelet!” Suara Alana.“Cepatin! Udah nggak tahan!” Gedoran pintu semakin kuat. Astaga! Bagaimana wanita lemah lembut itu bisa berubah jadi beringas begitu mengetuk pintunya. Buru-buru kuraih handuk hotel kemudian memakainya dan membawa pakaianku keluar dari toilet sebelum gedoran Alana membuat onar di hotel ini.Glekkk!!! Aku terkesiap, kembali menelan liurku yang semakin terasa keras seperti batu. Alana berdiri tepat di depan pintu toliet tanpa pakaian lengkapnya. Sia-sia sudah usahaku mengguyur tubuh di bawah shower barusan. Alana berdiri di hadapanku bak seorang finalis Putri Indonesia yang sedang memperagakan bikini.“Minggir! Aku kebelet!” ucapny
Dengan langkah gontai aku membuka pintu apartemenku dan langsung merebahkan tubuhku di sofa. Aku mengingat semua kejadian di Muse Pub semalam saat aku mengambil mobilku di sana. Terlebih satpam yang langsung menyambutku ketika aku datang ke parkiran untuk mengambil mobilku sedikit banyak menceritakan semua kejadian semalam.“Tenang aja, Mbak. Lelaki mesum yang semalam ngerjain Mbak sudah ditangkap polisi, si Tian juga mau-maunya disuruh masukin pil haram dan obat perangsang ke dalam minuman Mbak hanya karena diiming-imingi uang lima ratus ribu. Akhirnya dia pun harus berurusan dengan polisi, padahal istrinya baru saja melahirkan.” Pak Satpam itu menjelaskan padaku sambil mengiringi langkah ku ke arah di mana mobilku terparkir.“Boss pasti lebih memilih membela Pak Darwin lah. Apalagi teman-teman Jepang nya Pak Darwin itu pelanggan tetap dan loyal di sini. Boss sendiri yang melaporkan si mesum itu termasuk juga Tian pada kepolisian.” Si Satpam masih terus berbicara padaku, sedangkan ak
Dengan senyum sumringah aku dan Darwin, juga Jessy dan Baby Gandhi bergantian menyalami semua tamu. Tak lupa sambil berfoto mengabadikan semua kebahagiaan yang tercipta hari ini. Darwin memang sengaja menyewa potografer profesional khusus untuk acara ini. Salah satu sudut ruang tamu bahkan sengaja didekorasi dengan indah.“Anggap aja pelaminan kita, Al. Kita kan nggak pernah menggelar resepsi pernikahan,” ucapnya saat aku menanyakan mengapa harus ada hiasan seperti itu.Ternyata sudut yang dihiasi dengan indah itu memanglah menjadi pelaminan kami, pelaminanku bersama suami dan kedua anakku. Tamu-tamu yang datang bergantian menghampiri sudut cantik itu dan mengajak kami berfoto bersama.Lalu tamu yang tak kusangka-sangka itu muncul di depan pintu. Mas Wildan datang dengan menggandeng Lilis sambil menggendong putra mereka. Aku melirik Darwin yang langsung melempar senyuman pada mereka.“Aku sengaja mengundangnya, Al. berdamailah dengan masa lalu, maka masa depan kita akan semakin indah,
Alana.“Kita mau ke mana sih? Perasaan sejak pulang dari Surabaya Abang sering banget deh nyulik Al?” tanyaku ketika masih pagi Darwin sudah menyuruhku bersiap-siap tanpa mengatakan hendak mengajakku ke mana.“Udah nurut aja, Al. Masih banyak rencana masa depan kita yang ada di otakku.”“Tapi aku jadi sering ninggalin anak-anak.”“Justru semua ini demi kenyamanan kita semua nantinya, Al. Termasuk anak-anak kita.”Lalu akupun hanya menurut dan mengikutinya.“Ngapain kita ke rumah sakit? Abang sakit?” tanyaku heran bercampur panik ketika ia menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak ada yang sakit, Al. Aku mengajakmu ke sini untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan.”“Dokter kandungan?” Aku semakin heran dan kali ini menatapnya penuh curiga.“Jangan curiga gitu dong. Kita akan berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi apa yang cocok untukmu dan tidak membahayakan dirimu dan juga Baby Gandhi. Aku sudah membuat janji dengan dokter terbaik di rumah sakit ini.”“Kenapa harus kon
“Tentu saja boleh, Sayang. Tapi untuk saat ini Opa belum bisa ikut dengan kita. Kondisi Opa belum memungkinkan. Opa juga masih punya banyak urusan di sini,” ucapku memberinya pengertian.Lalu kami bergantian berpamitan dan mencium punggung tangan Pak Leon. Pria tua itu kembali membungkuk ketika aku meraih punggung tangannya.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup Jessy, Nak. Papa percayakan dia padamu dan Papa berharap bisa segera mendapat kabar baik kepindahan kalian ke rumah Jessy. Sejak kecil Jessy sangat menyukai rumah itu. Terima kasih juga sudah mau menandatangani semua berkas pelimpahan perusahaan.”“Tak perlu berterima kasih, Pa. Bukankah itulah gunanya keluarga? Bagi Alana Papa sekarang adalah orangtua Alana. Terima kasih juga sudah mempercayakan semua pada Alana,” jawabku lirih.***Darwin langsung berangkat ke kantormya setibanya kami semua di Jakarta. Sedangkan aku dengan dibantu Rita dan baby sitter Jessy yang ikut ke Jakarta bersama kami membereskan beberapa hal. Terutama
Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la
“Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua
Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel
Aku tergugu di samping batu nisan bertuliskan nama Inge Paramita di area pemakaman elit yang tersusun dengan sangat rapi. Bayangan wajah serta senyum tulus Inge membuatku menitikkan air mata kehilangan. Meski hanya sebentar mengenalnya, namun wanita itu serasa sangat dekat denganku. Bahkan Inge lah yang mendampingiku melalui proses persalianku dikala Darwin tak bisa mendampingiku.Kuusap batu nisan Inge sambil memanjatkan doa-doa untuk kebahagiaannya di sana. “Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah mempercayakan Jessy padaku. Aku berjanji akan menyayanginya setulus kamu menyayanginya. Tenang dan bahagia lah di sana,” bisikku lirih sambil mengusap batu nisannya. Lalu tangan kekar itu merengkuh bahuku.“Jangan menangisinya, Al. Inge sudah bahagia di sana.” Darwin melerai tangisku. Meski aku tau, dibalik kaca mata hitam yang dipakainya, lelaki itu pun meneteskan air matanya.Ternyata niatku dan Darwin untuk hanya mampir sebentar di Suarabaya tak berjalan dengan mulus.
Darwin.Berkali-kali Harry dan bawahanku di kantor menelponku karena aku sudah seminggu lebih meninggalkan pekerjaanku. Memang sepulang dari Jepang kemudian mengurus pemakaman Inge hingga mencari keberadaan Alana di Bali kemudian menikahinya kembali aku melupakan semua urusan pekerjaanku. Padahal masih banyak sekali perkerjaan tertunda terutama laporan hasil pekerjaan kami sewaktu di Jepang. Sepertinya pihak kementrian juga sudah mendesak untuk perusahaanku segera melaporkan hasil dan meneruskan kontrak kerja.Maka rencanaku untuk memboyong Alana menginap di hotel malam ini sepertinya tak akan bisa terlaksana.“Al, kita harus segera kembali ke Jakarta. Banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Aku sudah meninggalkan kantor selama seminggu lebih,” ucapku pada Alana setelah sarapan pagi bersama keluarga Alana.“Jadi kapan rencananya kita pulang ke Jakarta?”“Secepatnya, Al. Kalau bisa hari ini juga.”“Lalu bagaimana dengan niatku untuk mengunjungi makam Inge?”Aku mengusap wajah
Alana.Ada keharuan yang menyeruak dalam hatiku ketika Darwin kembali menyebut namaku dalan ikrar ijab kabul. Ini yang kedua kalinya lelaki itu menyebut namaku dalam prosesi sakral ijab kabul. Dengan sepenuh hati aku mengamini semua doa-doa baik yang terus menerus dipanjatkan sepanjang acara. Aku sangat berharap hubungan pernikahanku kali ini langgeng hingga maut memisahkan. Saat ini, lelaki itu benar-benar telah mengisi penuh seluruh ruang hatiku. Ia hadir perlahan-lahan di sana kemudian dengan pasti memenuhi hatiku dengan perhatian dan cintanya, sehingga sakit yang dulu pernah kurasakan atas kegagalan rumah tanggaku yang dulu sudah tak lagi tersisa. Darwin telah berhasil menutupi semua rasa sakitku dengan kasih sayangnya.Kudengar para tokoh agama yang diundang Mas Sofyan memberi beberapa wejangan padanya ketika ia dengan gagahnya mengakui tentang kehadiran Baby Gandhi dalam hubunganku dengannya. Tanpa segan ia mengakui bahwa bayi yang sedang digendongnya itu hadir akibat dosa-dosan