"Bagaimana hasilnya ya?" Kang Alvin terus mondar-mandir seperti setrikaan ke kiri kanan tiada henti. Sudah lebih dari enam puluh menit dia berdiri di depan pintu kamar mandi menunggu kemunculan sang istri yang sampai saat ini tidak saja kembali. Setahunya hasil dari tespact tidak terlalu lama sampai berjam-jam menunggu. Hingga pada akhirnya dia memutuskan mengetuk pintu. "Rissa ... kamu sudah dapat hasilnya?" tanya Kang Alvin cemas karena sedari tadi tidak terdengar suara sang istri di dalam kamar mandi tersebut. Masa iya Rissa ketiduran? Dia menggeleng pelan mencoba menjauhkan pemikiran tentang hal itu. "Sayang ... kamu masih di sana?" tanya Kang Alvin, berulang kali dia mengetuk pintu. Pria itu mendekatkan telinganya tepat pada balik pintu mencoba mendengarkan jawaban dari sang istri, tapi tidak ada seseorang yang menimpali perkataannya. Hanya ada suara isak tangis yang membuatnya bertanya-tanya. Rissa kenapa? Apa dia kecewa dengan hasilnya? Seharusnya dia tidak memintanya untuk
"Apa? Dipercepat?" Nissa membulatkan kedua matanya begitu Nina mengatakan pada semua anggota keluarganya jika pernikahannya dengan Delon akan disegerakan. Nissa tidak mau hal itu terjadi, bagaimana mungkin dirinya bisa melalui kehidupan bersama orang yang tidak tahu diri. Delon sudah menghancurkan hidupnya begitu saja, bahkan dia sudah mendapatkan surat dari sekolah jika murid yang bernama Nissa Khairunnisa sudah dikeluarkan dari sekolah. Padahal tinggal satu langkah lagi dia mencapai ijazah SMA, tapi rumor yang beredar hingga sampai di telinga kepala sekolah membuat mereka menggeleng pelan tidak mempercayai dengan perilaku gadis polos sepertinya akan berlaku tindakan yang senonoh. Dia mengendap mendengar pembicaraan ibunya di ruang tamu. Di sana ada Delon juga yang tengah menyesap secangkir kopi, lelaki itu tampaknya senang karena rencananya akan segera berhasil. Wanita itu kembali menutup pintu kamarnya, tidak ingin keberadaannya diketahui Delon. Dia harus menyelamatkan dirinya,
Rissa memijat pelipisnya yang terasa pening setelah banyak permasalahan yang dilaluinya. Teruntuk sekarang wanita itu tampak ingin menyudahi segala pertentangan dengan sang suami, dia hanya ingin hidup tenang apalagi kini janinnya mulai berkembang di dalam rahimnya. "Aku percaya jika tidak ada lagi kebohongan yang disembunyikan Kang Alvin." Rissa perlahan mengelus perutnya yang masih rata karena baru saja beberapa minggu janin itu berada di rahimnya. Dia sangat senang dengan alur hidupnya sekarang yang sudah mulai indah begitu Sang Khalik memberikan kebahagiaan yang tiada tara. Kang Alvin melihat dari kejauhan, senyuman istrinya yang begitu memukau. Akan tetapi, hal itu malah membuat ulu hatinya terasa nyeri. Tidak kuasa pria itu melihat Rissa menitikkan air matanya lagi, cukup saat permasalahan mengenai noda juga istri pertamanya yang akhirnya terbongkar juga. Mungkin, setelah ini hidup mereka akan jauh lebih bahagia. Menyadari keberadaan suaminya yang tidak jauh dari tempatnya,
"Ngapain kamu di sini?" tanya Keyla mengejutkannya. Begitu Bi Ratih berbalik, kedua matanya terbelalak mendapati istri pertama Kang Alvin berdiri tepat di depannya. Keyla melongok ke dalam ruangan kamar, nyatanya di sana ada Rissa dan Kang Alvin. Pertanyaannya terlupakan kini terganti dengan kepalan di tangannya. Dia tampaknya marah begitu melihat suaminya berduaan dengan madunya. Sedangkan dirinya, sedari tadi dibiarkan begitu saja mengurusi Lea. Ekspresinya marah karena dia cemburu dengan kedekatan suami dan madunya. Kedua tangannya mengepal erat, dia pun berlalu begitu saja meninggalkan Bi Ratih yang masih mematung di tempat. Begitu juga dengan Bi Ratih yang cepat pergi dari tempat itu, karena dia takut jika tertangkap tengah mengintip majikannya yang berduaan. Dia segera memasuki kamarnya merenungkan diri sejenak. Ekor matanya melirik ke arah Zidan yang tengah tertidur pulas. Kali ini wanita berambut pendek itu meraih laci meja nakasnya. Di sana ada sebuah foto tanpa berbingka
Kendaraan beroda empat melaju cepat membelah jalanan, tapi terpaksa harus terhenti begitu lampu merah menyala itu artinya dia harus menghentikan lajunya. Suaminya sesekali melirik sang istri yang masih merasakan kesakitan. Dia takut terjadi sesuatu terhadap Rissa juga calon bayinya. Entah apa yang terjadi, hal itu membuatnya gelisah. Bahkan keadaan di jalan pun macet membuatnya tidak bisa cepat sampai di rumah sakit. Dia harus menunggunya beberapa saat lagi. "Sakit, Kang.""Sabar ya." Beberapa saat kemudian perjalanan pun kembali normal, Alvin melajukan mobilnya dengan cepat karena dia ingin segera sampai di tempat yang dituju. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk menempuh jarak yang dituju, Alvin menghentikan deru mobilnya. Cepat menggendong sang istri sambil memanggil suster untuk segera membawanya ke atas brankar. "Cepat bawa istri saya untuk segera diperiksa." Wanita yang mengenakan seragam berwarna biru itu mengangguk pelan mengiyakan perintah Alvin. Dia cepat me
Kang Alvin tidak bisa memilih di antara kedua pilihan yang menjadi pertanyaan dari sang istri. Dia mengusap lembut tangan Rissa mencoba menenangkannya barangkali istrinya kelelahan membuatnya bertanya seperti hal itu. "Kamu jangan tanya yang aneh-aneh lagi deh, Rissa." Rissa mengangguk pelan mengiyakan ucapan suaminya. Dia mencoba melupakan pemikiran mengenai hal itu sejenak, lagipula tidak baik untuk Ibu hamil memikirkan banyak hal. "Nak, kamu harus banyak istirahat." Nina mengusap lembut puncak kepala Rissa yang tertutupi dengan hijab. Wanita itu hanya mengangguk pelan menyetujui dengan ucapan sang Ibu. Begitu juga Nissa yang mendoakannya agar cepat sehat. "Kakak cepat sembuh ya. Jangan terlalu kelelahan." "Kamu juga, Niss. Kamu harus sehat ya." Rissa mengusap lembut perut sang adik yang sudah mulai terlihat. Ucapan Rissa tidak membangkitkan semangat Nissa, dia malah terdiam merasa jika dirinya tidak pantas untuk didoakan. Dia selalu menyalahkan dirinya jika sosoknya tergolon
Nissa mengurung diri di dalam kamarnya, dia tidak mau berkomunikasi dengan siapapun apalagi ibunya yang selalu saja membicarakan pernikahannya dengan Delon. Pria yang sudah merusak dirinya juga seringkali datang ke rumahnya sekedar memperbincangkan mengenai rencana pernikahannya yang semakin dekat. "Aku sudah pesan dekornya, Bu." Delon menjelaskannya jika dia sudah menyelesaikan semuanya. "Dekornya harus yang bagus. Emangnya kamu punya uang?" tanya Nina sinis. Dari awal dia memang tidak setuju pada Delon, pria itu seringkali ditolak setiap kali menjemput putrinya untuk bepergian dengan alasan dia tidak mempunyai apa-apa. Namun, untuk kali ini Nina tidak mempunyai alasan untuk menolaknya. Toh, bayi dalam kandungan putrinya yaitu darah daging Delon. "Kalau memang ingin yang mahal coba saja Ibu memintanya pada menantu yang kaya raya," ucap Delon menyindir Kang Alvin. Pria yang tengah terduduk dengan Rissa di antara mereka. Istrinya memang masih lemah baru saja pulang dari rumah sak
"Apa Bibi mau bantu aku?" tanya Nissa, menaikkan alis sebelahnya mencoba memastikan ucapan asisten rumah tangganya yang sempat menawarkan diri untuk membantunya menggagalkan rencana pernikahannya. "Bantu? Maksudnya, Non?" tanya Bi Ratih. Dia mengernyitkan dahinya hingga tampak adanya beberapa garis halus di sana. "Bantu membatalkan pernikahanku dengan Delon, Bi." Nissa mencoba untuk meminta bantuan pada Bi Ratih. Barangkali dia akan mengatakan sesuatu. Nissa masih terus kepikiran rahasia Bi Ratih yang sangat ditakutinya jika saja Delon sampai membongkar semuanya. Dia tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu mereka, wanita itu hanya ingin tahu saja mengenai semuanya hingga sampai dia ketakutan seperti itu. "Maaf, Non. Tapi saya enggak enak sama nyonya." Ratih menundukkan kepalanya dalam, dia seperti tidak berani memandangi Nissa yang tengah menatap ke arahnya. "Kenapa, Bi? Ayolah kita bekerja sama. Bukankah Bibi ingin bantu Nissa?" tanya Nissa, dia terus mendesak Bi Ratih. Bi Rat
Keberadaan Clarissa memang berada di tangan Fatma, alasannya membawa bayi mungil itu karena dia ingin memiliki Alvin sepenuhnya. Dirinya sudah sangat terobsesi dengan sosok pri atersebut yang tidak bisa pergi dalam pikirannya. Makanya, dia memutuskan untuk membawa bayi tersebut diam-diam pada malam hari saat kedua matanya terlelap.Bayi mungil yang kini tengah berada di pangkuannya tampak gelisah, sepertinya dia ingin sesuatu, tapi hanya bisa merengek membuat Fatma kesal sendiri.“Aduh, jangan nangis terus dong, pusing deh dengernya.” Begitu yang disampaikannya, dia benar-benar tidak bisa habis pikir pada Clarissa yang tidak bisa diam.“Kamu mau apa sih? Mimi?” tanya Fatma. Dia mencoba menanyakannya pada bayi mungil nan menggemaskan itu .Akan tetapi, justru tidak ada jawaban yang didapatkannya. Hal itu membuatnya mendengus kasar karena dirinya tidak tahu harus bagaimana lagi.“Tapi aku bukan ibu kamu.” Dia mengatakannya dengan tegas, Fatma pikir jika bayi dalam pangkuannya itu akan s
Kehilangan Clarissa yang entah berada di mana, membuat Alvin benar-benar tidak tenang. Bahkan dia tak tahu harus mencarinya ke mana, tapi meski begitu, lelaki itu akan terus mencarinya.Rissa sedari tadi menangis tiada henti, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, terlebih lagi sebelumnya Clarissa itu Bersama dengannya. Tentunya hal itu membuatnya sangat terpukul sekali.“Aku enggak tahu harus cari Clarissa ke mana lagi.” Rissa menundukkan pandangannya, dia benar-benar terpukul sekali atas kehilangan putrinya yang sampai saat ini entah berada di mana.“Kamu malah nyerah gitu aja?” tanya Alvin, dia menggeleng pelan seolah kebingungan sendiri dengan apa yang dikatakan istrinya.“Aku bukannya nyerah, Kang. Tapi, aku cuman berada di fase yang enggak tahu lagi harus kayak gimana ngadepin ini semua.” Perempuan itu menangis tiada henti. Mana ada seorang Ibu yang tidak menangis sama sekali saat anaknya hilang begitu saja.“Ini juga gara-gara kamu!” sergah Alvin, dia mengatakannya dengan
Gambar yang memperlihatkan sosok Alvin, membuat Rissa bertanya-tanya, siapa pengirimnya? Akan tetapi, dia juga mempunyai firasat jika orang yang mengirimkannya adalah Fatma. Pemikirannya itu ditanggapi dengan cepat olehnya sendiri. Namun, untuk apa dirinya mengirimkan terhadapnya? Atau mungkin hal itu seolah menunjukkan bahwa dia tengah berada di tempat yang sama seperti suaminya.“Padahal enggak usah kirim-kirim foto segala, lagipula aku udah tahu kalau dia itu satu tempat kerja sama suamiku.” Rissa menggeleng pelan, karena dirinya tidak habis pikir pada si pengirim. Hal itu membuatnya merasa cemas sendiri karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada suaminya.Maka dari itu, Rissa mencoba untuk menghubungi suaminya memintanya agar segera pulang. Namun, justru sambungan telepon darinya tidak saja diterima Alvin. Setelah banyaknya kejadian yang membuat Rissa semakin tidak tenang dalam menjalani kehidupannya, bahkan dia juga jadi lebih banyak memberikan Batasan terhadap suami
Alvin pergi ke tempatnya bekerja, dia berharap jika Fatma tidak lagi mengejarnya, karena wanita itu juga sudah tahu jika dirinya mempunyai keluarga. Mana mungkin dia terus berlaku seperti itu saja. Kesannya seperti tidak mengenakkan.“Selamat pagi, Pak.” Salah satu karyawan menghampiri Alvin, dia menyapanya dengan sangat ramah. Tentu saja, lelaki itu pula membalasnya dengan senyuman pula yang merekah.“Iya.” Alvin menyunggingkan senyumannya.Tidak lama kemudian, Fatma berjalan ke arahnya, senyumannya terlihat merekah. Wanita itu bahagia sekali saat kedua matanya beradu pandang dengan lelaki satu anak itu.Alvin berusaha untuk menghindarinya, dia segera melangkahkan kakinya ke arah ruangannya, tapi justru Fatma mengikutinya begitu saja seolah enggan ditinggalkan. Bahkan, saat lelaki itu hendak memasuki ruang kerjanya pun wanita itu mencekal pergelangan tangannya seolah menghentikannya begitu saja.Sikap Fatma membuat Alvin semakin tidak nyaman, bagaimana tidak seperti itu? Bahkan kala
Kali ini Rissa jauh lebih posesif pada Alvin, karena bagaimana pun juga suaminya itu pernah melakukan hal yang tidak seharusnya, membohonginya begitu saja. Tentu saja, hal itu justru membuatnya tidak suka atas perlakuannya. Seperti saat ini keduanya tengah berhadapan di meja makan, Rissa seolah tidak nafsu makan, karena segala hal yang terjadi begitu sangat melelahkan baginya. Wanita itu merasa jika Alvin sudah memberinya terlalu banyak luka, tapi justru dirinya semakin cinta terhadapnya. Dia juga bahkan tidak tahu harus bagaimana lagi menyikapi persoalan tersebut. Rissa memang selalu melakukan yang terbaik untuk rumah tangganya, tapi namanya juga hubungan percintaan yang sudah dijalin dengan kesucian memang selalu saja tidak bisa terlepas dari masalah. Munkin hal itu juga disebabkan dari traumanya di masa lalu yang membuatnya tidak bisa melepaskan Alvin begitu saja. Persembunyian mengenai Bi Ratih juga membuat Rissa seolah tidak bisa mempercayai sang suami sepenuhnya, meskipun Alv
Fatma masih saja terus mengusik Alvin, bahkan dia kali ini seringkali memberikan makanan buatannya. Namun, hal itu tidak membuat Kang Alvin luluh untuk memakannya. Fatma memberikannya untuknya, lalu dia akan menyerahkannya pada pekerjanya yang memang sedang bertugas ke ruangannya, entah itu cleaning service atau yang lainnya. Kang Alvin enggan menerimanya karena merasa takut akan terjadi seperti kejadian sebelumnya, bagaimana jika istrinya tahu kalau di kantor ada perempuan genit yang sedang berusaha menggodanya. Mungkin saja dia akan menggamparnya atau bisa lebih parah lagi enggan untuk memaafkannya. Meski sebelumnya pun Kang Alvin tidak berselingkuh, tapi dia merasa banyak bersalah bahkan seolah mengkhianati istrinya begitu saja, dia enggan melakukan hal seperti itu lagi. Sudah cukup baginya membohongi sampai dirinya nyaris kehilangan istrinya. "Ini untuk Bapak." Fatma tidak akan pernah menyerah memberikan makanan buatannya pada Alvin. Seperti biasanya, Alvin akan menolaknya se
"Pak Alvin, ini berkasnya." Wanita berambut panjang itu menyodorkan beberapa lembar dalam sebuah map pada pria di hadapannya yang sebelumnya tengah memainkan laptop miliknya. "Terima kasih." Alvin segera menerimanya, tapi wanita itu tidak segera mengindahkan langkahnya. Dia tetap berdiri mematung di tempatnya. Menyadari hal itu, Alvin melirik ke arahnya. Tampaknya dia memandangi beberapa saat, pria itu memahami jika wanita di hadapannya seolah belum paham jika dirinya belum memintanya pergi. "Kamu boleh kembali ke ruangan lagi." Alvin pun berkutat pada laptopnya, karena dia rasa kalimat tersebut sudah bisa mewakili bahwa dirinya tidak lagi membutuhkannya. Namun, wanita itu masih saja berdiri di sana seolah belum mengerti dengan kalimat yang disampaikan direkturnya. "Pak. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari karyawannya membuat Alvin tersenyum samar, lalu dia pun menggeleng dengan pasti. "Tidak ada. Kamu kerjakan saja tugasmu yang l
Alvin membondong istri dan anaknya ke tempat baru, dia hanya ingin membangun rumah tangganya dengan tentram, seperti halnya saat pertama kali mereka bertemu. Pria itu hanya ingin melupakan semua masalah yang pernah ada dalam kehidupannya. Mungkin, dengan cara seperti ini semuanya menjadi lebih menyenangkan dan membahagiakan keluarga kecil tersebut. Bayi mungil perempuan yang pada akhirnya diberi nama Clarissa, diberi janji oleh kedua orang tuanya bahwa mereka akan memberikannya kasih sayang secara penuh, tidak peduli apa yang terjadi di masa mendatang pada keduanya. Nissa sempat merasa bersedih atas kepergian kakaknya ke kota berbeda. Meski begitu, dia juga tahu bahwa semuanya sudah menjadi rencana pasangan suami-istri tersebut, mereka hanya ingin tenang dan menjalankan perannya masing-masing.Suasana di tempat kali ini lebih menyenangkan, dan jauh bersih. Alvin tersenyum begitu menilik istrinya yang tengah menggendong putrinya sembari berdiri memandangi pemandangan asri di hadapan
"Cantik ya seperti kamu, Sayang." Kang Alvin memberikan rayuan pada istrinya, hal itu tentu saja membuat wanita di sampingnya tampak tersipu malu. Rissa mengulum senyumnya, tambah cantik saja. Benar kata suaminya jika sang istri selalu menambah pesonanya dengan seulas senyuman. Dari dulu Kang Alvin memang seringkali merayunya, apa pun yang dilihatnya dari sang istri. Dia akan selalu memberikannya ucapan manis yang tidak pernah terlepas dari mulutnya. Hanya saja, kali ini istrinya tidak tersipu malu seperti sebelumnya. Dia lebih banyak diam setelah mengingat apa yang terjadi. Alvin terlalu banyak menyimpan misteri yang membuatnya sulit saat mencari tahu. Meski begitu, Rissa berusaha untuk memaafkan. "Kang." Rissa mencoba untuk mengatakannya pada sang suami. "Iya, Sayang?" tanya Kang Alvin mencoba untuk memastikannya. Kedua matanya memandangi istrinya dengan sangat lekat. Hal itu membuat Rissa ikut tersenyum pula, dia seperti merasa senang sekali saat dipandangi seperti itu oleh s