"Nissa hilang. Dia kabur entah ke mana," ucap Nina frustasi. Baru kali ini Nissa berani kabur dari rumah, padahal sebenarnya dia tidak bisa jauh dari ibunya. "Nanti kita cari ya, Mah." Rissa mencoba untuk menenangkan ibu tirinya. Dia berusaha menangani masalah besar ini yang terus berdatangan. "Semuanya gara-gara Alvin suami kamu, Riss." Nina kembali bersuara, nadanya tinggi seolah sudah meyakini dirinya jika menantunya itu memang pria yang bejat. Meskipun Kang Alvin sudah menjelaskan jika bukan dirinya yang berbuat, tapi Nina tetap menyalahkannya. Dengan alasan, siapa lagi jika bukan Alvin yang melakukannya? Seorang pria di rumah itu hanya menantunya saja tidak akan mungkin jika penjaga rumahnya yang selalu di luar rumah tidak pernah sekali pun dia masuk ke dalam rumahnya. Akan sangat memungkinkan jika menantunya yang telah melecehkan putrinya. "Memangnya sudah ada bukti yang kuat, Mah?" tanya Rissa. Kali ini dia berusaha untuk membela suaminya. Mengingat perkataan Kang Alvin sa
Nissa menangis sesegukan karena kekasihnya menolak permintaannya. Kedua kakinya melangkah entah ke arah mana dia harus pergi. Lalu, untuk apa Delon menjanjikan padanya jika dia akan terus bersama apapun yang terjadi padanya, tapi sekarang? Gadis itu menyusuri jalan aspal jika merasa lelah dia istirahat hanya sejenak saja. Sesekali melihat jajanan Nissa akan menyempatkan untuk singgah dan membelinya. Namanya orang hamil selalu saja ingin ini itu, begitu juga dengannya yang sedang berada di fase ngidam. Akan tetapi, setiap makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya dia kembali memuntahkannya karena terasa mual. "Ribet banget sih jadi orang hamil." Gadis itu menggerutu saat keluar dari WC umum. Dia memuntahkan kembali makanan yang semula masuk ke lambungnya, tapi ternyata penolakan tetap menjadi kebiasaannya akhir-akhir ini. Merasa kakinya lelah dia terduduk di sebuah Pos Ronda sekedar beristirahat sejenak setelah berjalan jauh. Keberadaannya di sana sangat mudah dijangkau oleh orang
"Kamu harus nikahkan Nissa, Kang," ucap Rissa. Nina yang sedari tadi tengah mengaduk secangkir teh melirik ke arah Rissa. Wanita itu memandangi Nissa yang menyembunyikan tangisannya dengan menundukkan pandangan. "Kenapa harus aku, Sayang?" tanya Kang Alvin menatap istrinya dengan lekat. "Karena kamu yang telah berbuat kan, Kang?" tanya Nissa, kedua matanya mulai berkaca-kaca dia berusaha untuk menahan pertahanannya agar tidak runtuh. "Untuk apa aku melakukan hal seperti itu pada Nissa? Dia sudah aku anggap sebagai adikku sendiri," jawab Kang Alvin, sesekali pria itu melirik ke arah Nissa yang terus menundukkan kepalanya seolah tidak berani memandangi kakak iparnya. "Nissa. Tolong kamu jelasin semuanya."Isak tangisnya tiada henti, Nissa terlalu lemah untuk menjelaskan semuanya. Pada akhirnya pertahanannya runtuh seketika begitu mengingat kejadian di hari itu yang merenggut kehormatannya. Delon, kekasihnya ternyata bukan lelaki baik-baik yang menjaganya, tapi dia malah mengambil ke
"Ada apa kamu meminta saya ke sini, Delon?" tanya Keyla, kedua matanya menatap tajam ke arah pria yang terduduk santai dengan menyilangkan sebelah kakinya. Secangkir coffe late tersaji di depannya, asapnya masih mengepul sepertinya barista baru saja menyuguhkan. Begitu Keyla mengambil posisi duduk di depannya, Delon menyambar cangkir itu sambil menyesapnya perlahan. "Saya hanya ingin berbincang saja, tidak lebih," jawabnya. "Lagipula kakak sepupu saya sedang bersenang-senang dengan istrinya kan?"Wanita itu terlihat sangat geram begitu Delon menekankan di akhir ucapannya. Dia memang tidak mempermasalahkan hal itu, tapi kenapa rasanya semakin sakit mengingat jika Kang Alvin mencintai perempuan lain. "Tolong jangan mencoba memancing emosi saya." Tanpa disadari tangannya mengepal dengan sangat kuat, sepertinya dia sangat kesal pada Delon hingga tersalurkan pada kepalan tangan yang kapan saja siap melayang ke udara. "Eits kenapa?" tanyanya, menaikkan alisnya sebelah. "Saya juga istri
"Kang? Kamu menyembunyikannya dari aku?" tanya Rissa terisak. Kang Alvin terdiam sangat lama, dia membungkam mulutnya sambil sesekali melirik ke arah adik iparnya yang kini menundukkan pandangannya. "Ya." "Kang, kenapa? Kenapa kamu menyembunyikannya?" Rissa menyeka air matanya yang meluncur dengan bebas begitu saja. "Nissa adik ipar kamu, masa kamu membiarkannya begitu saja bahkan sampai menutupi hal sebesar ini." Nissa yang sedari tadi terdiam kini menatap ke arah kakaknya yang memijat pelipisnya karena terasa pening. Di sisi lain, kakak iparnya terus memukuli kepalanya yang terasa berat sekali setelah banyak permasalahan yang sulit untuk dia pecahkan. "Apa ada suatu alasan yang membuat kamu membungkam masalah ini? Lalu, kenapa kamu Nissa tidak membicarakan apapun pada kakak?" tanya Rissa, melirik ke arahnya yang terus menunduk seolah tidak berani menatap ke arah kakaknya. "Bukan gitu, Sayang. Aku hanya tidak ingin acara kita hancur." "Tapi, apa yang terjadi, Kang? Acara kita
"Sebenarnya Kang Alvin mau ketemu siapa sih?" ucap Rissa sambil menggerutu. Dia mengikuti suaminya dengan taxi karena tidak akan memungkinkan baginya mengendarai mobil sendiri di saat jalanan tengah macet seperti ini. Dia memang belum leluasa menyetir kendaraan beroda empat itu karena terlalu nyaman mengendarai sepeda motor. "Siapa Lea?" tanyanya pelan. Suaranya terdengar lirih nyaris tidak terdengar. "Pak ... tolong dipercepat ya kejar mobil itu." Rissa kembali memerintahkan sopir yang mengendarai taxinya. Kedua matanya tidak terlepas mengikuti mobil berwarna hitam milik suaminya. Dia takut jika kehilangan jejaknya hal itu membuat berwanti-wanti untuk terus mengikuti laju kendaraan beroda empat di depannya. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit Kang Alvin menghentikan mobilnya di depan rumah seseorang. Entah rumah siapa, yang jelas suaminya tergesa keluar dari mobil tersebut. Rissa terus menilik langkah suaminya yang ternyata sudah berada di depan rumah itu. Dia melihat jika
Delon mengekeh beberapa kali begitu dia tahu jika Rissa mendatangi rumah Keyla hingga memergoki suaminya tengah berada di dalam. Merasa puas dengan rencananya yang ternyata berjalan mulus, semuanya berkat dia sendiri karena sudah bergerak cepat menjadi seorang sopir taxi. Sehingga dia bisa mengantarkannya sampai di kediaman Keyla. Setelah dirasa permasalahan tersebut akan semakin membesar yang dimulai dari noda bercak darah, ternyata milik Nissa yang sudah melakukan hubungan intim dengan seseorang. Delon kembali menancap pedal gas meninggalkan tempat tersebut. Kang Alvin merasa dilema karena dia tidak bisa meninggalkan Lea yang dalam keadaan sakit, tapi mana mungkin dia membiarkan istrinya pergi begitu saja. Sudah menjadi keharusan untuknya mencari sang istri yang entah ke mana. Ingin pergi mencari sang istri, tangannya digenggam dengan sangat kuat oleh Keyla yang merupakan istri pertamanya. Wanita itu seolah mencegahnya untuk pergi mencari Rissa, mencoba meyakinkannya jika wanita
Rissa menghamparkan sajadah mencoba untuk bersimpuh di atasnya sembari menengadahkan tangan mencoba untuk mencurahkan segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Memang tidak mudah menjalani semuanya, tapi dia mencoba untuk menghadapinya dengan sabar. "Rasanya sangat sakit, Ya Rabb. Melihat dengan kedua mataku sendiri suamiku bermesraan dengan wanita lain. Apakah aku pantas mencemburui hal itu?" tanyanya, menutup mulutnya dengan tangan kanannya untuk menyamarkan suara isak tangisnya yang tidak saja mereda. Jika kembali dipikirkan dia memang bukan wanita sempurna yang bisa memberikan keturunan kepada suaminya. Rissa seharusnya memahami apa yang diinginkan seorang lelaki jika bukan anak yang diharapkannya dalam menjalin bahtera rumah tangga. Sehingga sangat memungkinkan untuknya jika dia mencari kenyamanan pada wanita lain. Alasan yang sangat logis dikarenakan keinginannya mempunyai keturunan. Di masjid yang berdominasi warna emas, dekat cafe coffee yang sebelumnya disinggahi. Hatinya m
Keberadaan Clarissa memang berada di tangan Fatma, alasannya membawa bayi mungil itu karena dia ingin memiliki Alvin sepenuhnya. Dirinya sudah sangat terobsesi dengan sosok pri atersebut yang tidak bisa pergi dalam pikirannya. Makanya, dia memutuskan untuk membawa bayi tersebut diam-diam pada malam hari saat kedua matanya terlelap.Bayi mungil yang kini tengah berada di pangkuannya tampak gelisah, sepertinya dia ingin sesuatu, tapi hanya bisa merengek membuat Fatma kesal sendiri.“Aduh, jangan nangis terus dong, pusing deh dengernya.” Begitu yang disampaikannya, dia benar-benar tidak bisa habis pikir pada Clarissa yang tidak bisa diam.“Kamu mau apa sih? Mimi?” tanya Fatma. Dia mencoba menanyakannya pada bayi mungil nan menggemaskan itu .Akan tetapi, justru tidak ada jawaban yang didapatkannya. Hal itu membuatnya mendengus kasar karena dirinya tidak tahu harus bagaimana lagi.“Tapi aku bukan ibu kamu.” Dia mengatakannya dengan tegas, Fatma pikir jika bayi dalam pangkuannya itu akan s
Kehilangan Clarissa yang entah berada di mana, membuat Alvin benar-benar tidak tenang. Bahkan dia tak tahu harus mencarinya ke mana, tapi meski begitu, lelaki itu akan terus mencarinya.Rissa sedari tadi menangis tiada henti, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, terlebih lagi sebelumnya Clarissa itu Bersama dengannya. Tentunya hal itu membuatnya sangat terpukul sekali.“Aku enggak tahu harus cari Clarissa ke mana lagi.” Rissa menundukkan pandangannya, dia benar-benar terpukul sekali atas kehilangan putrinya yang sampai saat ini entah berada di mana.“Kamu malah nyerah gitu aja?” tanya Alvin, dia menggeleng pelan seolah kebingungan sendiri dengan apa yang dikatakan istrinya.“Aku bukannya nyerah, Kang. Tapi, aku cuman berada di fase yang enggak tahu lagi harus kayak gimana ngadepin ini semua.” Perempuan itu menangis tiada henti. Mana ada seorang Ibu yang tidak menangis sama sekali saat anaknya hilang begitu saja.“Ini juga gara-gara kamu!” sergah Alvin, dia mengatakannya dengan
Gambar yang memperlihatkan sosok Alvin, membuat Rissa bertanya-tanya, siapa pengirimnya? Akan tetapi, dia juga mempunyai firasat jika orang yang mengirimkannya adalah Fatma. Pemikirannya itu ditanggapi dengan cepat olehnya sendiri. Namun, untuk apa dirinya mengirimkan terhadapnya? Atau mungkin hal itu seolah menunjukkan bahwa dia tengah berada di tempat yang sama seperti suaminya.“Padahal enggak usah kirim-kirim foto segala, lagipula aku udah tahu kalau dia itu satu tempat kerja sama suamiku.” Rissa menggeleng pelan, karena dirinya tidak habis pikir pada si pengirim. Hal itu membuatnya merasa cemas sendiri karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada suaminya.Maka dari itu, Rissa mencoba untuk menghubungi suaminya memintanya agar segera pulang. Namun, justru sambungan telepon darinya tidak saja diterima Alvin. Setelah banyaknya kejadian yang membuat Rissa semakin tidak tenang dalam menjalani kehidupannya, bahkan dia juga jadi lebih banyak memberikan Batasan terhadap suami
Alvin pergi ke tempatnya bekerja, dia berharap jika Fatma tidak lagi mengejarnya, karena wanita itu juga sudah tahu jika dirinya mempunyai keluarga. Mana mungkin dia terus berlaku seperti itu saja. Kesannya seperti tidak mengenakkan.“Selamat pagi, Pak.” Salah satu karyawan menghampiri Alvin, dia menyapanya dengan sangat ramah. Tentu saja, lelaki itu pula membalasnya dengan senyuman pula yang merekah.“Iya.” Alvin menyunggingkan senyumannya.Tidak lama kemudian, Fatma berjalan ke arahnya, senyumannya terlihat merekah. Wanita itu bahagia sekali saat kedua matanya beradu pandang dengan lelaki satu anak itu.Alvin berusaha untuk menghindarinya, dia segera melangkahkan kakinya ke arah ruangannya, tapi justru Fatma mengikutinya begitu saja seolah enggan ditinggalkan. Bahkan, saat lelaki itu hendak memasuki ruang kerjanya pun wanita itu mencekal pergelangan tangannya seolah menghentikannya begitu saja.Sikap Fatma membuat Alvin semakin tidak nyaman, bagaimana tidak seperti itu? Bahkan kala
Kali ini Rissa jauh lebih posesif pada Alvin, karena bagaimana pun juga suaminya itu pernah melakukan hal yang tidak seharusnya, membohonginya begitu saja. Tentu saja, hal itu justru membuatnya tidak suka atas perlakuannya. Seperti saat ini keduanya tengah berhadapan di meja makan, Rissa seolah tidak nafsu makan, karena segala hal yang terjadi begitu sangat melelahkan baginya. Wanita itu merasa jika Alvin sudah memberinya terlalu banyak luka, tapi justru dirinya semakin cinta terhadapnya. Dia juga bahkan tidak tahu harus bagaimana lagi menyikapi persoalan tersebut. Rissa memang selalu melakukan yang terbaik untuk rumah tangganya, tapi namanya juga hubungan percintaan yang sudah dijalin dengan kesucian memang selalu saja tidak bisa terlepas dari masalah. Munkin hal itu juga disebabkan dari traumanya di masa lalu yang membuatnya tidak bisa melepaskan Alvin begitu saja. Persembunyian mengenai Bi Ratih juga membuat Rissa seolah tidak bisa mempercayai sang suami sepenuhnya, meskipun Alv
Fatma masih saja terus mengusik Alvin, bahkan dia kali ini seringkali memberikan makanan buatannya. Namun, hal itu tidak membuat Kang Alvin luluh untuk memakannya. Fatma memberikannya untuknya, lalu dia akan menyerahkannya pada pekerjanya yang memang sedang bertugas ke ruangannya, entah itu cleaning service atau yang lainnya. Kang Alvin enggan menerimanya karena merasa takut akan terjadi seperti kejadian sebelumnya, bagaimana jika istrinya tahu kalau di kantor ada perempuan genit yang sedang berusaha menggodanya. Mungkin saja dia akan menggamparnya atau bisa lebih parah lagi enggan untuk memaafkannya. Meski sebelumnya pun Kang Alvin tidak berselingkuh, tapi dia merasa banyak bersalah bahkan seolah mengkhianati istrinya begitu saja, dia enggan melakukan hal seperti itu lagi. Sudah cukup baginya membohongi sampai dirinya nyaris kehilangan istrinya. "Ini untuk Bapak." Fatma tidak akan pernah menyerah memberikan makanan buatannya pada Alvin. Seperti biasanya, Alvin akan menolaknya se
"Pak Alvin, ini berkasnya." Wanita berambut panjang itu menyodorkan beberapa lembar dalam sebuah map pada pria di hadapannya yang sebelumnya tengah memainkan laptop miliknya. "Terima kasih." Alvin segera menerimanya, tapi wanita itu tidak segera mengindahkan langkahnya. Dia tetap berdiri mematung di tempatnya. Menyadari hal itu, Alvin melirik ke arahnya. Tampaknya dia memandangi beberapa saat, pria itu memahami jika wanita di hadapannya seolah belum paham jika dirinya belum memintanya pergi. "Kamu boleh kembali ke ruangan lagi." Alvin pun berkutat pada laptopnya, karena dia rasa kalimat tersebut sudah bisa mewakili bahwa dirinya tidak lagi membutuhkannya. Namun, wanita itu masih saja berdiri di sana seolah belum mengerti dengan kalimat yang disampaikan direkturnya. "Pak. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari karyawannya membuat Alvin tersenyum samar, lalu dia pun menggeleng dengan pasti. "Tidak ada. Kamu kerjakan saja tugasmu yang l
Alvin membondong istri dan anaknya ke tempat baru, dia hanya ingin membangun rumah tangganya dengan tentram, seperti halnya saat pertama kali mereka bertemu. Pria itu hanya ingin melupakan semua masalah yang pernah ada dalam kehidupannya. Mungkin, dengan cara seperti ini semuanya menjadi lebih menyenangkan dan membahagiakan keluarga kecil tersebut. Bayi mungil perempuan yang pada akhirnya diberi nama Clarissa, diberi janji oleh kedua orang tuanya bahwa mereka akan memberikannya kasih sayang secara penuh, tidak peduli apa yang terjadi di masa mendatang pada keduanya. Nissa sempat merasa bersedih atas kepergian kakaknya ke kota berbeda. Meski begitu, dia juga tahu bahwa semuanya sudah menjadi rencana pasangan suami-istri tersebut, mereka hanya ingin tenang dan menjalankan perannya masing-masing.Suasana di tempat kali ini lebih menyenangkan, dan jauh bersih. Alvin tersenyum begitu menilik istrinya yang tengah menggendong putrinya sembari berdiri memandangi pemandangan asri di hadapan
"Cantik ya seperti kamu, Sayang." Kang Alvin memberikan rayuan pada istrinya, hal itu tentu saja membuat wanita di sampingnya tampak tersipu malu. Rissa mengulum senyumnya, tambah cantik saja. Benar kata suaminya jika sang istri selalu menambah pesonanya dengan seulas senyuman. Dari dulu Kang Alvin memang seringkali merayunya, apa pun yang dilihatnya dari sang istri. Dia akan selalu memberikannya ucapan manis yang tidak pernah terlepas dari mulutnya. Hanya saja, kali ini istrinya tidak tersipu malu seperti sebelumnya. Dia lebih banyak diam setelah mengingat apa yang terjadi. Alvin terlalu banyak menyimpan misteri yang membuatnya sulit saat mencari tahu. Meski begitu, Rissa berusaha untuk memaafkan. "Kang." Rissa mencoba untuk mengatakannya pada sang suami. "Iya, Sayang?" tanya Kang Alvin mencoba untuk memastikannya. Kedua matanya memandangi istrinya dengan sangat lekat. Hal itu membuat Rissa ikut tersenyum pula, dia seperti merasa senang sekali saat dipandangi seperti itu oleh s