Setelah kemarin dirinya mendapati sebuah pesan masuk baru dari nomor asing yang mengaku bernama Nanda, hingga hari ini Kahfi mengetahui fakta bahwa nomor baru tersebut, sama dengan nomor yang telah membocorkan alamat apartemen pribadi yang Kahfi miliki pada Laras, sang Ibunda, Kahfi belum mendapat pesan balasan apa pun atas pesan yang dikirimnya kemarin ke nomor tersebut.Merasa begitu penasaran, di dalam kamar, Kahfi terus mencoba menghubungi nomor tersebut sepulangnya dia dari toko seserahan tadi.Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul dua siang, dan itu artinya Kahfi sudah menghabiskan waktu dua jam lebih usai dia menunaikan Shalat Zuhur tadi, hanya untuk berkutat dengan satu nomor misterius tersebut.Merasa kesal karena nomor itu yang tak kunjung aktif, Kahfi pun melempar ponselnya ke tempat tidur.Dia merebahkan diri di ranjang, masih dengan kain sarung dan peci yang dia kenakan.Menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa putih gading, pikiran Kahfi lantas mengembara tak tentu
Sejak sore tadi, saat Bulan yang tiba-tiba menghubunginya dan memberitahu Sitta bahwa kini Bulan sudah ada di Jakarta, menginap di salah satu hotel mewah di pusat Jakarta, Sitta yang merasa tak sabar ingin bertemu sang kakak, terus mencari cara yang tepat untuknya bisa pergi keluar dari rumahnya.Pasalnya, sang ibu Ranti, benar-benar tak mengizinkan Sitta keluar hari ini, bahkan hanya sekadar untuk membeli cemilan ke warung."Besok hari pernikahanmu, banyak kejadian buruk calon pengantin celaka karena keluar rumah di waktu mendekati hari pernikahannya."Begitulah kurang lebihnya ucapan Ranti pada Sitta yang membuat Sitta jadi kelabakan sendiri.Dia benar-benar ingin sekali keluar agar bisa bertemu dengan sang Kakak, Bulan, hari ini juga. Dan sialnya, setelah Sitta bulak-balik naik turun tangga mengawasi situasi, ibundanya yang memang sibuk hari ini terus saja stand by di toko laundrynya seharian.Alhasil, hingga malam tiba, Sitta tak juga menemukan cara untuk bisa kabur dari rumahnya.
Hujan yang mengguyur kota Jakarta malam ini cukup deras.Sesampainya Sitta di resto yang dia tuju, hujan tak kunjung berhenti juga."Lo ada payung nggak, Ndi?" tanya Sitta begitu Andi selesai memarkirkan mobil."Ada nih satu, lo pakai aja gih duluan, gue mau beli rokok dulu, Ta," kata Andi saat itu."Lah, kalau gue pakai payung ini ke resto, lo pakai apa beli rokok?""Ada jas ujan nih, gampanglah gue mah. Udah lo masuk duluan sana, pesenin gue makanan yang enak ya?""Ah, otak lo emang nggak jauh-jauh dari makanan," ejek Sitta yang kemudian keluar dari mobil dan menggunakan payung milik Andi menuju resto.Setengah berlari, Sitta menerjang hujan.Sesampainya di resto, Sitta menguncupkan kembali payungnya dengan tatapan yang menyisir area resto, hingga akhirnya dia pun menemukan keberadaan Bulan sang Kakak yang duduk tepat di tengah-tengah resto khas korea itu.Kak Bulan sama siapa?Lelaki?Pacarnya kah?Terka Sitta yang hanya bisa menduga-duga saat melihat adanya sosok lain yang duduk m
Malam itu, Kahfi tidak benar-benar pulang.Dia menunggu di dalam mobil yang terparkir di lahan parkir resto.Sebelum dia bisa bicara empat mata dengan Bulan malam ini, Kahfi tidak akan pulang. Dia harus mendapat jawaban itu sekarang sebelum hari pernikahannya dengan Sitta berlangsung esok hari.Entah kenapa, semua menjadi serba sulit bagi Kahfi saat ini.Tak ada waktu baginya sampai esok hari.Itulah sebabnya, Kahfi pun terpaksa menahan kantuk demi menunggu kepulangan Bulan dari resto tersebut.Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu oleh Kahfi pun datang ketika dia melihat Sitta dan Andi baru saja pulang meninggalkan lahan parkir resto, disusul sosok Bulan yang berjalan keluar dari arah resto menuju parkiran mobil.Hujan saat itu sudah reda, Kahfi pun langsung keluar dari mobilnya dan menghadang langkah Bulan yang berjalan sendirian.Bulan yang terkejut reflek memundurkan langkah, meski setelahnya dia jadi mengurut dada lega begitu tahu bahwa lelak
Semua orang tahu bahwa sebuah pernikahan adalah acara sakral yang tentunya diharapkan hanya terjadi satu kali seumur hidup.Bagi sebagian orang, menikah bukan hanya tentang halalnya seseorang melakukan hubungan badan dengan lawan jenis, melainkan sebagai bentuk pembuktian diri bahwa kita sudah mampu bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan.Bertanggung jawab sebagai pasangan suami istri yang bisa saling merangkul dalam suka dan duka, serta pahit dan manisnya kehidupan.Namun semua itu berbeda dengan apa yang kini tengah dijalani oleh Kahfi dan juga Sitta.Keduanya memang menikah.Menjalani prosesi pernikahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menjadi sepasang pengantin yang sah di mata hukum dan agama.Meski sejatinya, di dalam hati mereka masing-masing, tak sama sekali berpikir untuk menjalani pernikahan kelak dengan keseriusan dan tanggung jawab, tanpa memperhitungkan lebih lanjut, sebab akibat yang akan muncul di kemudian hari.Baik itu Kahfi mau pun Sitta, hanya ingin terbe
Reygan baru saja mendapat kiriman video, berupa rekaman CCTV di sebuah hotel di Bandung yang terjadi kurang lebih dua bulan yang lalu, beberapa hari sebelum kematian Kelvin sang adik berlangsung, di mana di dalam rekaman CCTV itu, Reygan melihat Kelvin datang ke hotel tersebut untuk menemui seorang wanita.Dan wanita yang ditemui oleh Kelvin alias Keling hari itu adalah Bulan alias Nanda. Wanita murahan yang sangat dia benci.Itulah sebabnya, Reygan yang kebetulan sedang berada di luar kota malam tadi, langsung bertolak ke Jakarta menggunakan jet pribadi setelah dia mendapat informasi mengenai keberadaan Bulan di acara resepsi pernikahan Kahfi dan Sitta pagi ini.Tak ingin menunda waktu lebih lama, Reygan harus tahu, ada hubungan apa di antara adiknya dengan Bulan selama ini?Datang ke acara resepsi tanpa undangan, awalnya Reygan tak diperbolehkan masuk, hingga setelah asisten kepercayaannya mengajak bicara beberapa orang penjaga keamanan yang berada di depan gedung resepsi, barulah d
"GUE UDAH PERINGATIN LO UNTUK NGGAK GANGGU NANDA LAGI, KAN? TAPI, LO MASIH JUGA BERULAH! AN*ING!" teriak Kahfi dengan luapan emosinya yang meledak-ledak.Aksi Kahfi yang hendak memukuli Reygan berhasil digagalkan oleh tiga orang bodyguard Reygan, hingga Kahfi pun hanya mampu berontak mencoba melepaskan diri.Bangkit dari lantai basement seraya membenahi pakaiannya yang berantakan, Reygan berdiri menghadap Kahfi setelah sebelumnya dia menarik paksa Bulan mendekat, tentu masih dengan caranya yang kasar."Lepasin Nanda, Reygan! Belum cukup lo buat hidup dia menderita? Sekarang lo masih mau nyakitin dia, hah?" Teriak Kahfi yang mulai putus asa karena cekalan para bodyguard itu yang tak mampu dia atasi sendirian."Lo bisa tanya sendiri sama cewek ini sekarang, kapan dan di mana gue pernah memperkosa dia!" Ucap Reygan dengan tangannya yang mencengkeram kuat lengan Bulan."Lepas, Reygan, sakit," rintih Bulan yang mulai menangis."Heh," tatapan Reygan kini beralih ke Bulan. Lelaki itu kembali
Setelah berkumpulnya keluarga hingga pembahasan mengenai Kahfi dan Bulan selesai, mereka pun bubar untuk langsung beristirahat.Karena pelaksanaan resepsi tersebut di sebuah aula hotel bintang lima di Jakarta, jadilah pihak keluarga tidak pulang melainkan kembali menuju kamar hotel masing-masing.Wisnu bersama Laras, Fahri bersama istri dan anak-anaknya, sementara Kalila dan Ranti masing-masing tidur sendiri di kamar yang berbeda.Ranti bahkan tak memesankan kamar untuk Bulan saat itu, karena dia yang tak sama sekali mengharapkan kehadiran Bulan di acara resepsi pernikahan Sitta."Kakak, nggak menginap aja dulu di sini?" Tanya Sitta saat dirinya pergi mengantar Bulan ke arah parkiran mobil.Kahfi juga ikut bersama mereka, hanya saja, lelaki itu memilih untuk menunggu di lobi hotel ketimbang ikut mengantar ke luar."Kakak pulang aja, Ta. Kan Kakak sudah menyewa hotel lain, nggak jauh juga dari sini hotelnya," jawab Bulan dengan senyuman manisnya.Sitta yang masih mengenakan kebaya peng
"Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,
Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya
Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem
Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku
"Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang
"Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo
"Ta, Sitta, bangun, Ta."Menggeliat pelan, Sitta merasakan tubuhnya diguncang sesuatu.Membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke perut, bersamaan dengan kedua bola matanya yang terbuka, Sitta merentangkan kedua tangannya ke samping, sekadar merelaksasi otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.Apa yang habis dia lakukan semalam? Kenapa Sitta merasa sangat lelah?Kahfi yang sudah rapi dengan peci dan kain sarungnya reflek berdiri membelakangi Sitta saat itu."Bangun, Ta, sana mandi, kita Shalat Shubuh berjamaah," ucap Kahfi yang jadi salah tingkah."Emang jam berapa sih? Kok gue ngantuk banget, ya?" keluh Sitta masih tidak sadar dengan keadaannya saat itu.Hingga Kahfi pun menyalakan lampu utama kamar hotelnya, sehingga cahaya di kamar tersebut menjadi terang benderang agar Sitta bisa melihat sendiri jam di dinding kamar.Bersamaan dengan itu, kedua bola mata Sitta terbelalak hebat begitu mendapati dirinya yang tak memakai pakaian atas, hingga tangannya dengan cepat menarik kembali
"Lo mau nggak jadi istri gue beneran, Ta?" tanya Kahfi setelah akhirnya dia memantapkan hati untuk bicara.Meski pun ragu sempat singgah dan membuatnya takut, Kahfi tetap yakin bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar.Kahfi hanya berusaha memperbaiki jalan yang sudah seharusnya dia tempuh bersama Sitta dalam hubungan pernikahan mereka yang abnormal.Kahfi hanya ingin memperbaiki diri. Menjadi seorang lelaki yang bisa bertanggung jawab atas ucapan ikrar janji sucinya di hadapan keluarga dan Sang Maha Pencipta.Bukan menjadi pecundang yang bisanya hanya berlindung dibalik topeng sebuah kemunafikkan.Kahfi lelah berada di jalan yang salah dan dia butuh Sitta sebagai pendampingnya kelak menuju jalan yang lurus.Meraih jemari Sitta ke dalam genggamannya, Kahfi menatap lekat kedua bola mata sendu Sitta yang masih berair."Pernikahan bohongan yang kita jalani sekarang memang gue yang memulai. Gue yang mencetuskan ide ini lebih dulu lalu ngeracunin lo dengan hal-hal konyol yang tanpa pernah
"Arka putusin gue, Fi," beritahu Sitta saat Kahfi kini sudah duduk bersamanya.Mereka duduk di tepi pantai kuta, menikmati suasana pantai kuta yang ramai di malam hari.Menyodorkan sapu tangan miliknya, karena air mata Sitta yang terlihat mengalir deras seperti air bah. Gadis itu semakin terisak usai Kahfi datang menghampirinya beberapa menit tadi. Padahal sebelumnya, tangisan Sitta biasa saja."Kenapa Arka tiba-tiba putusin lo? Pasti ada alasannya, kan?" tanya Kahfi dengan perasaan senang luar biasa. Melihat Sitta menangis seperti ini, dia memang iba, namun dibalik rasa iba itu, sesungguhnya Kahfi tersenyum bahagia setelah mengetahui alasan mengapa Sitta sampai menangis malam ini.Sitta menundukkan kepala, terlihat ragu untuk bercerita, meski akhirnya, dia bicara juga."Kayaknya, gara-gara tadi, pas dia mau cium bibir gue, terus gue nggak mau," aku Sitta dengan polosnya.Jika tadi Kahfi hanya menahan senyum bahagianya, kali ini, susah payah, lelaki itu harus menahan diri untuk tidak